Anda di halaman 1dari 2

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Disabilitas merupakan seseorang yang termasuk kedalam penyandang
cacat fisik, penyandang cacat mental ataupun gabungan penyandang cacat
fisik dan mental, (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997). Para penyandang
disabilitas ini masih belum mendapatkan hak yang setara dengan warga
negara lain untuk berpartisipasi dalam pembangunan di Indonesia. Padahal
sejumlah kebijakan telah diratifikasi dan diberlakukan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Di Indonesia masih ditemukan penyandang disabilitas yang ditolak di
sekolah umum maupun sekolah inklusi. Hal ini mengakibatkan kurangnya
fasilitas yang mewadahi mereka untuk belajar dan mengembangkan potensi
yang mereka miliki. Menurut Survei Penduduk Antar Sensus atau Supas
BPS pada 2015 menunjukkan bahwa jumlah penyandang disabilitas
Indonesia sebanyak 21,5 juta jiwa.
Sesuai dengan definisi disabilitas diatas bahwa penyandang disabilitas
adalah seseorang dengan cacat mental atau fisik. Maka hal ini salah satunya
juga merujuk pada anak-anak berkebutuhan khusus secara mental seperti
Down Syndrome. Akan tetapi, pada dasarnya seseorang penyandang
disabilitas, tidak selalu terbelakang dalam berbagai bidang. Penyandang
disabilitas merupakan sosok pribadi yang spesial. Di balik kelemahan fisik,
mereka memiliki kelebihan yang luar biasa namun sering menerima dampak
dari kondisi sosial budaya dan kebijakan yang belum ramah terhadap
disabilitas.
Masalah yang terjadi saat ini, pandangan masyarakat terhadap para
penyandang disabilitas masih kurang baik, hal ini telah dibuktikan oleh sikap
sekelompok masyarakat yang enggan bergaul dengan seseorang yang
memiliki disabilitas, akan tetapi sikap yang paling baik dalam memandang
orang penyandang disabilitas adalah dengan sebagaimana mestinya tanpa
memandang disabilitas atau cacat yang dimiliki. Hal ini mengakibatkan
timbulnya rasa kurang percaya diri pada disabilitas sehingga tidak dapat
bersosialisasi dengan baik di lingkungan masyarakat sekitar.
Untuk itu, masyarakat yang tidak membeda-bedakan penyandang
disabilitas yang kemudian disebut masyarakat inklusi adalah masyarakat yang
mampu menerima berbagai bentuk keberagaman dan keberbedaan serta
menunjang mereka menjadi masyarakat yang mandiri. Untuk mendukung
terciptanya masyarakat inklusi, maka melalui "SO JUICE" (school of
juvenile inclusion): pemberdayaan kemampuan dan keterampilan
remaja inklusi untuk mengembangkan potensi diri penyandang
disabilitas, dapat memawadahi penyandang disabilitas untuk mendapatkan
kesetaraan pendidikan, pengembangan potensi baik formal atau non formal.

Anda mungkin juga menyukai