Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL KAMPANYE

DISABILITY AWARENESS WEEK


Membangun Kesadaran Demi Kesetaraan
Sebuah gerakan untuk menumbuhkan kesadaran sosial terhadap kebutuhan dan kepentingan kaum difabel

Pusat Kajian Disabilitas Universitas Indonesia 2011

Yang kami harapkan bukan perhatian yang berlebihan, akan tetapi pemikiran dan kesadaran untuk menyejajarkan para penyandang cacat Elfrina Masta
(Tunanetra, Aktivis HWPCI)

Hear their sound? Be a part of Disability Awareness Week !

Background
Istilah difabel merupakan singkatan yang berasal dari Bahasa Ingggris, Different Ability People, yang berarti Orang dengan Kemampuan Berbeda. Istilah difabel merujuk pada orang-orang yang menyandang keterbatasan secara fisik, atau sering disebut sebagai penyandang cacat. Istilah difabel diperkenalkan karena adanya kesadaran bahwa setiap manusia diciptakan berbeda sehingga keterbatasan fisik tersebut tidak seharusnya dipandang sebagai kecacatan, melainkan perbedaan. Meskipun seharusnya tidak dipandang sebagai orang cacat, di lingkungan sosial masyarakat Indonesia, kalangan difabel atau disable merupakan salah satu kelompok yang hingga saat ini keberadaannya masih termarjinalisasi baik secara sosial, ekonomi, dan politik. Bahkan secara data statistika, berapa banyak jumlah orang-orang difabel di Indonesia tidak diketahui secara pasti. Kalangan difabel seringkali tersingkirkan dari wacana permasalahan sosial dan hak asasi manusia. Padahal mereka juga merupakan manusia utuh yang hidup di lingkungan sosial sebagai anggota masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, kecacatan fisik masih dimaknai sebagai suatu ketidaksempurnaan, sesuatu yang abnormal, bahkan terkadang dipandang sebagai aib yang memalukan. Di kalangan akademis, isu kebutuhan kalangan difabel belum menjadi sorotan utama bagi para pemerhati masalah sosial dan hak asasi manusia di Indonesia padahal ia merupakan masalah yang krusial. Begitu pula di mata kaum pemuka agama, kecacatan yang diderita orang difabel seringkali masih dianggap sebagai kodrat, cobaan Tuhan, yang harus diterima dengan sabar dan oebuh kepasrahan. Hal ini akhirnya menyebabkan terbetuknya pola pikir dalam diri para penyandang cacat bahwa segala pandangan negatif, marginalisasi, dan segala keterbatasan merupakan konsekuensi dari takdir Tuhan yang harus diterima dengan lapang dada. Akibatnya, selain kondisi fisiknya yang tidak sempurna, kondisi mental dan psikologis mereka pun ikut terkikis dan terpojok. Kalangan difabel merupakan kelompok yang memiliki kebutuhan khusus. Namun, kurangnya perhatian terhadap keberadaan dan kepentingan kalangan difabel membuat berbagai kebutuhan khusus mereka menjadi diabaikan. Berbagai fasilitas publik tidak diciptakan dengan mmperhatikan kondisi fisik mereka. Kalangan difabel pun menghadapi

berbagai kesulitan dalam bersekolah, bekerja, dan melakukan aktivitas sosial lainnya karena terbatasnya akses mereka dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi, dan pelayanan umum serta kesehatan. Dalam konteks kebijakan publik dan ranah politik pun, kalangan difabel ditempatkan sebagai objek. Para penyandang cacat ini belum mendapatkan ruang yang bermartabat dalam proses perancangan kebijakan dan pemerintahan, meskipun kebijakan tersebut sebenarnya ditujukan untuk mereka. Keterbatasan akses sumber daya ini berujung pada fakta yang memprihatinkan, sebagian besar kalangan difabel hidup di bawah garis kemiskinan. Di tingkat internasional, hak orang difabel sebenarnya dijamin melalui Konvensi PBB mengenai Hak-hak Orang dengan Disabilitas (UN Covention on the Rights of People with Disabilities). PBB memandang disabilitas sebagai kondisi dua arah yang tercipta karena adanya kecacatan pada diri seseorang dan sikap masyarakat atau kebijakan pemerintah yang tidak mengakui atau mengakomodasi kecacatan tersebut, sehingga kecatatan itu menjadi disabilitas. Jika masyarakat atau pemerintah mengakomodasi setiap keterbatasan manusia, maka kecacatan menjadi kurang relevan dalam menentukan tingkat partisipasi siapapun di masyarakat. Meningkatnya kesadaran internasional dan kondisi memprihatinkan yang selama ini dialami oleh para difabel di Indonesia mengilhami kesadaran beberapa difabel dan juga kativis ppeduli difabel untuk melakukan beberapa aktivitas yang berkaitan dengan pemberdayaan dan advokasi untuk bagi sesamanya. Kegiatan pemberdayaan dan advokasi terhadap kelompok difabel mulai marak dilakukan pada akhir tahun 1990 atau menjelang masa reformasi. Sebagai dampaknya adalah munculnya beberapa orang aktivis difabel yang menjadi motor gerakan difabel di Indonesia. Munculnya gerakan difabel di Indonesia juga merupakan salah satu bentuk kritik nyata para difabel terhadap keberadaan organisasi penyandang cacat dan institusi pemerintah karena meraka yang seharusnya paling bertanggung jawab, justru tidak mampu memenuhi hak para difabel di Indonesia. Gerakan difabel di Indonesia mencapai puncaknya pada awal tahun 2000 dengan diluncurkannya Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN 2000).

SWOT Analysis
STRENGTHS
Adanya kemauan yang keras

WEAKNESS

dalam diri kaum difabel untuk mandiri dan setara dengan orang lain Tabel Internal
Kesadaran dalam diri

Kondisi mental dan psikis

kalangan difabel untuk memperjuangkan hak asasinya


Mulai banyak kalangan

kalangan difabel yang belum terbangun sehingga rentan terhadap pandangan negatif masyarakat
Keterbatasan fisik yang

dialami kalangan difabel

difabel yang menjadi opinion leader dan memberi inspirasi bagi kalangan difabel lainnya

OPPORTUNITY
Perkembangan paradigma

THREAT

yang menempatkan kaum difabel dalam kerangka HAM di lingkungan akademis Tabel Eksternal
Peningkatan wacana

Stigma masyarakat yang negatif terhadap kalangan difabel Kurangnya kepedulian pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas sumber daya bagi kalangan difabel

disabilitas di media massa, terutama media online


Tumbuhnya komunitas dan

aktivis yang peduli pada kaum difabel

Situation Analysis
Selama ini masyarakat memandang kalangan difabel dengan berbagai stigma negatif. Keterbatasan yang dimiliki kalangan difabel dipandang dengan berlebihan. Kalangan difabel dipandang sebagai orang sakit, tidak berdaya, dan harus ditolong. Masyarakat sering kali memperlakukan penyandang cacat dengan bantuan yang berlebihan dan sebisa mungkin tidak memberi penyandang cacat kewajiban apapun. Pandangan dan sikap tersebut akhirnya menghambat mereka untuk berkembang. Tidak hanya stigma dan pandangan negatif, kalangan difabel juga banyak menerima diskriminasi dalam hal aksesibilitas dalam berbagai bidang kehidupan. Mulai dari fasilitas umum dan fasilitas sosial yang tidak kompatibel dengan kondisi fisik mereka serta minimnya sarana pendidikan yang sesuai bagi anak-anak difabel yang memiliki kebutuhan khusus, seperti kaum difabel. Pemerintah, sebagai pihak yang semestinya paling bertanggung jawab, justru cenderung melupakan kebutuhan kaum difabel. Kondisi ini diperburuk dengan rendahnya tingkat kesejahteraan kaum difabel yang akhirnya membuat posisi tawar mereka rendah di mata masyarakat. Segala permasalahan tersebut pada dasarnya berakar dari kurangnya kesadaran masyarakat untuk menempatkan kalangan difabel dalam posisi yang setara dengan manusia lainnya. Ketidaksadaran masyarakat ini tidak lain merupakan hasil konstruksi sosial yang menanamkan paradigma bahwa kecacatan fisik merupakan kelemahan yang mengakibatkan keterbatasan dan para penyandang cacat adalah orang yang seharusnya dikasihani dan ditolong. Dengan mengetahui akar permasalahan tersebut, sesungguhnya kita dapat memutus mata rantai marjinalisasi terhadap kalangan difabel. Melalui transfromasi paradigma masyarakat menjadi perspektif yang memandang masalah penyandang cacat sebagai masalah sosial yang menyangkut hak asasi manusia untuk memperoleh perlakuan yang sama, kesadaran sosial terhadap kebutuhan mereka dapat dibangun. Tentu saja masyarakat inklusif yang suportif terhadap kaum difabel tersebut tidak mungkin diciptakan melalui langkah praktis dalam waktu singkat. Namun, hal tersebut tentu terwujud apabila dilakukan berbagai proses internalisasi nilai-nilai penghargaan terhadap kesetaraan hak asasi kalangan difabel secara intensif dan bertahap.

Core Problem
Dari hasil riset dan analisis situasi yang telah dilakukan, permasalahan ini mengenai kondisi kaum difabel dapat dirumuskan sebagai berikut : Karena kurangnya kesadaran sosial terhadap kesetaraan hak asasi kalangan difabel, kalangan difabel banyak mengalami diskiriminasi secara ekonomi, sosial, dan politik; seperti kurangnya aksesibilitas dan banyaknya stigma negatif masyarakat yang dilekatkan pada mereka sehingga menghambat kalangan difabel untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas kehidupannya secara mandiri

Berdasarkan pada masalah inti di atas, maka Pusat Kajian Disabilitas Universitas Indonesia (Puskadis UI) berencana menciptakan sebuah gerakan sosial yang integratif demi memperjuangkan kepentingan kalangan difabel yang selama ini lebih sering terpinggirkan. Sebagai sebuah lembaga di lingkungan akademis yang berupaya meningkatkan kualitas hidup para difabel, Puskadis UI menyelanggarakan kampanye Disability Awareness Week atau Pekan Kesadaran pada Kebutuhan Difabel, dengan mengangkat tema besar Membangun Kesadaran demi Kesetaraan. Kegiatan ini merupakan perwujudan salah satu visi Puskadis UI sebagai lembaga yang mengembangkan wacana orang dengan disabilitas melintasi batas-batas retorika semata, menjadi aksi nyata sekaligus sebagai bentuk komitmen Universitas Indonesia dalam hal pengabdian masyarakat. Kampanye ini akan diadakan dalam kurun waktu satu pekan mulai dari tanggal 28 November sampai dengan puncak acara yang akan diadakan pada tanggal 3 Desember 2011 yang bertepatan dengan World Disability Day atau Hari Difabel Internasional sebagai momentum penting dalam upaya memperjuangkan kesetaraan hak asasi bagi kaum difabel.

Goal and Objective


GOAL Terwujudnya masyarakat inklusif yang menempatkan kesetaraan bagi kalangan difabel melalui peningkatan aksesibilitas bagi kalangan difabel dalam aspek sosial, ekonomi, pendidikan, politik, dan pelayanan umum

OBJEKTIF 1. Membentuk kesadaran sosial akan keberadaan dan kebutuhan kaum difabel 2. Meminimalisasi stigma dan meluruskan pandangan negatif terhadap kaum difabel 3. Menjadikan ingkungan akademis sebagai motor penggerak perubahan cara pandang mengenai kaum difabel 4. Melatih kaum difabel menjadi kelompok yang kuat, terampil, berkompeten, dan mandiri serta meningkatkan solidaritas sosial antar kaum difabel 5. Meningkatkan pembentukan wacana mengenai kaum difabel 6. Mengembangkan peranan komunitas dan aktivis dalam memperjuangkan

kepentingan kaum difabel 7. Memperkuat posisi tawar kaum difabel di mata hukum, politik, dan pemerintahan, terutama dalam hal perancangan kebijakan mengenai kaum difabel 8. Meningkatkan kesadaran pemerintah untuk menyediakan berbagai fasilitas umum dan pelayanan publik yang mendukung kaum difabel

Target Audience
TARGET KHALAYAK
JENIS KHALAYAK KARAKTERISTIK Demografis
Laki-laki & Perempuan Usia 10-15 thn Pendidikan SD-SMP

Psikografis
Pengetahuan moral

Geografis

Anak-anak dan Remaja

dasar dan biasanya berbasis religius Pandangan terhadap kaum difabel dibentuk orang tua
Kondisi mental sering

Wilayah Depok dan sekitarnya

Pria dan Wanita Usia 20-45 tahun

Kaum Difabel

Berbagai tingkat

pendidikan Berbagai status sosial ekonomi


Pria dan Wanita Usia 18-45 thn Pendidikan S1 Status Ekonomi A-B Pria dan Wanita Usia 25-45 thn Pendidikan min. SMA Status Ekonomi A-C

terpengaruh lingkungan sekitar Terdiskriminasi secara sosial Memperjuangkan kesetaraan haknya


Mulai terbentuk

Wilayah

Jabodetabek

Akademisi (Mahasiswa dan Dosen)

Kampus UI Depok Kampus lain di

wacana kesetaraan
Tingkat pengetahuan

dan kesadaran tinggi


Memperjuangkan

wilayah Jabodetabek
Wilayah

Komunitas dan Aktivis Kaum Difabel

kesetaraan bagi difabel Tingkat pengetahuan dan kesadaran tinggi

Jabodetabek

PUBLIK POTENSIAL (KEY PUBLIC) Dari berbagai target khalayak tersebut, yang dipilih menjadi khalayak potensial atau sebagai target utama yaitu kelompok Akademisi dan kelompok Aktivis (Komunitas). Hal ini didasarkan pada fakta bahwa kedua kelompok tersebut merupakan opinion leader yang dapat merancang isu difabel sebagai wacana publik yang lebih luas untuk membangun awareness terhadap kaum difabel dalam benak masyarakat umum .

Messages
PESAN PRIMER Kalangan Difabel adalah manusia utuh yang harus diperhatikan hak asasinya

PESAN SEKUNDER 1. Keterbatasan fisik yang dialami kaum difabel tidak boleh dianggap sebagai aib atau sesuatu yang yang memalukan 2. Kaum difabel bukan kelompok yang tidak berdaya, harus selalu dikasihani, dan harus selalu dibantu 3. Kaum difabel seharusnya diberdayakan dan diberi ruang untuk menunjukkan eksistensi dan kompetensinya 4. Sebagai manusia yang tercipta dengan kebutuhan khusus, kaum difabel harus ditunjang dengan pelayanan publik yang mendukung kebutuhan khusus mereka 5. Kaum difabel seharusnya mendapatkan akses dan tempat yang setara dengan manusia lainnya dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi, politik, dan pemerintahan

Strategies - Tactics
STRATEGI 1. Melakukan kampanye melalui media massa serta materi publikasi lain 2. Melakukan suatu sosialisasi untuk memberikan informasi dan meluruskan pandangan negatif masyarakat 3. Menjadikan isu difabel menjadi salah satu wacana utama dalam kajian masalah sosial di lingkungan akademis dan di media massa 4. Membuat suatu program yang dapat menjembatani kaum difabel dan pemerintah sehingga suara dan kepentingan mereka dapat diperhatikan 5. Membuat program community development bagi pemberdayaan dan peningkatan kualitas hidup difabel 6. Mengadakan program yang bertujuan menginternalisasikan nilai-nilai kepedulian pada kaum difabel pada anak-anak dan remaja

TAKTIK 1. Kampanye Equality for Different Ability 2. Mengadakan Eksibisi Disability Community Fair 3. Mengadakan Kajian Potret Disabilitas dalam Konstruksi Sosial 4. Mengadakan konferensi kaum difabel dan membuat petisi Suara Difabel untuk Pemerintah 5. Mengadakan Pekan Pemberdayaan Kaum Difabel 6. Mengadakan Rangkaian Lomba Kepedulian terhadap Kaum Difabel bagi pelajar SD dan SMP

Events in Details
Kampanye Equality for Different Ability Sebuah kampanye melalui publikasi di media massa dan tempat-tempat publik yang bertujuan untuk menyebarluaskan informasi dan meningkatkan kesadaran akan keberadaan kaum difabel. Kampanye dilakukan dengan cara memasang iklan di media massa serta memasang poster dan menyebarkan newsletter di lingkungan UI serta kawasan publik yang potensial lainnya di sekitar Depok. Seluruh media publikasi yang digunakan, baik iklan maupun poster dan newsletter, berisi seruan yang menginspirasi dan menggugah kesadaran publik untuk mensejajarkan kaum difabel. Kampanye melalui media publikasi ini dilakukan selama sebulan dari tanggal 1 November sampai 3 Desember 2011.

Eksibisi Disability Awareness Fair Pameran mengenai kaum difabel yang diadakan selama satu bulan dan terdiri dari berbagai rangkaian acara yang berbeda setiap minggunya, antara lain:

Open house bagi komunitas peduli kaum difabel Universitas Indonesia selama sepekan mulai dari tanggal 28 November-2 Desember 2011 yang akan bertempat di Gedung Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia

Pemutaran film mengenai kaum difabel selama tiga hari mulai dari tanggal 28-30 November 2011 yang akan bertempat di Auditorium Pusat Studi Jepang UI

Pameran fotografi dengan tema Mereka yang Spesial menampilkan potret-potret kemandirian para penyandang cacat selama sepekan, bertempat di selasar Gedung Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia

Pesta Rakyat sebagai puncak acara Kampanye Disability Awareness Week dengan menyelenggarakan pentas kesenian yang menampilkan seniman serta atlet-atlet berbakat dari kalangan difabel.

Kajian Potret Disabilitas dalam Konstruksi Sosial Seminar dan diskusi panel mengenai konstruksi Sosial terhadap citra kaum difabel yang akan diadakan pada tanggal 1 Desember 2011 di Auditorium Pusat Studi Jepang UI

Events in Details
dengan mengundang kalangan difabel, aktivis disabilitas, mahasiswa, akademisi, serta mengundang pihak pemerintah dan media massa dan bertujuan untuk mengintesifkan kajian kaum difabel di lingkungan akademis dan agenda media massa.

Konferensi Kaum Difabel dan Pembuatan Petisi Suara Difabel untuk Pemerintah Sebuah konferensi yang diikuti oleh kalangan difabel dan para aktivis peduli kaum difabel yang bertujuan untuk membentuk wadah jejaring dan komunikasi antar aktivis gerakan difabel di Indonesia, menyatukan visi aktivis gerakan difabel di Indonesia, dan merumuskan Rencana Aksi Gerakan Difabel Indonesia secara berkesinambungan, dan selanjutnya merumuskan petisi untuk menyuarakan kepentingan kaum difabel pada pemerintah. Konferensi ini diselenggarakan selama dua hari dari tanggal 2-3 Desember 2011 di Auditorium Pusat Studi Jepang UI.

Pekan Pemberdayaan Kaum Difabel Acara pengabdian masyarakat dan community development yang berbetuk workshop dan pelatihan keterampilan bagi kaum difabel. Pelatihan keterampilan ini beragam dan disesuaikan dengan kebutuhan khusus yang dimiliki setiap orang dengan disabilitas. Acara ini diselenggarakan melalui kerja sama dengan berbagai komunitas dan panti ehabilitasi penyandang cacat. Acara ini akan diadakan di tiga panti rehabilitasi penyandang cacat di wilayah Depok selama sepekan dari tanggal 28 Noviember-2 Desember 2011.

Rangkaian Lomba bagi pelajar SD dan SMP Rangkaian lomba ini terdiri dari lomba menggambar dan lomba cerpen yang bertemakan Kepedulian terhadap Kaum Difabel. Lomba ini bertujuan untuk membangun pola pikir sejak dini yang peduli dengan keberadaan dan kebutuhan kaum difabel. Lomba ini diselenggarakan selama Bulan Oktober-November dengan puncak acara penghargaan saat Pesta Rakyat tanggal 3 Desember 2011.

Calendar Timeline
PERENCANAAN WAKTU

Evaluation Tools
KRITERIA PENGUKURAN Kampanye yang dilaksanakan dianggap sukses apabila : 1. Persepsi dan pandangan negatif masyarakat terhadap kaum difabel menurun dengan indikator dari riset kualitatif 2. Kesadaran lingkungan akademis serta masyarakat di sekitar Depok terhadap eksistensi dan kebutuhan kaum difabel mencapai lebih dari 50 % diukur riset kuantitatif survei 3. Jumlah wacana di media massa dan media online yang mengangkat isu kaum difabel meningkat lebih dari 25 % 4. Program pemberdayaan kaum difabel dilakukan secara berkesinambungan oleh komunitas-komunitas terkait 5. Menguatnya posisi tawar kaum difabel di mata pemerintah yang ditunjukan dengan tumbuhnya wacana kebijakan mengenai kaum difabel

Proposal ini Dibuat untuk Tugas Ujian Tengah Semester Genap 2011 Mata Kuliah Strategi Media Komunikasi, oleh :

AULIA DWI NASTITI 0906561452


Komunikasi Media Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai