1
Rahma Widhiasari
1
Kontributor Jurnal Media Watch The Habibie Center
Isu-isu lingkungan yang terkadang dianggap kurang populer atau kurang menjual cukup
mendapat tempat di beberapa media. Dengan kata lain, media cukup memiliki
kepedualian terhadap upaya pelestarian lingkungan. Namun tetap saja, porsi pemberitaan
politik jelas lebih dominan jika dibanding dengan pemberitaan isu lingkungan.
Pada dasarnya media massa memegang peranan sangat penting dalam membentuk sikap
mental masyarakat, termasuk dalam bersikap terhadap lingkungan. Namun, seberapa
besar media dapat memainkan peran tersebut, kita dapat melihat beberapa contoh
pemberitaan lingkungan di beberapa media berikut ini.
Dalam berita berjudul Penangkaran Murai Batu di Jambi Gagal, yang menuliskan
wawancara dengan kepala BKSDA provinsi Jambi “… Semula penangkaran burung
murai batu yang mulai langka di Jambi itu sempat berhasil, namun akhirnya gagal karena
terbentur dana.." Kedalaman berita soal proses konservasi kurang dipaparkan.
Seperti Kompas, Republika On Line (ROL) pun menyajikan berita seputar lingkungan
dalam rubrik sains. Misalnya, dalam judul-judul seperti ini: Harimau di Aceh Tinggal
300 Ekor; Walhi: SP3 Kasus Pembalakan Liar Preseden Buruk; BTNUK Temukan
Empat Badak Jawa Penghuni Baru dan lain sebagainya.
Hal yang menarik dalam sebuah beritanya, Republika cukup persuasif dalam mengangkat
isu lingkungan, yakni dalam berita yang berjudul “Tanam Pohon Jadi Investasi Masa
Depan”, yang menyajikan wawancara dengan Menteri Kehutanan MS Kaban.
Republika menuliskan bahwa penanaman pohon bisa memiliki fungsi ganda, yakni untuk
kelestarian lingkungan sekaligus menjadi tabungan yang hasilnya bisa dipanen di
kemudian hari. Namun sayangnya, tulisan ini kurang mengupas keuntungan yang akan
diperoleh para penanam pohon.
Dalam berita yang berjudul Isu Konservasi Satwa Liar belum Dapat Perhatian Pers,
Media Indonesia menampilkan wawancara dengan Ketua AJI Nezar Patria yang
menyoroti isu konservasi satwa liar dari sudut pandang media. "….Sangat disayangkan,
isu konservasi satwa liar kurang menarik bagi kalangan media. Bahkan sangat sedikit
yang menilainya isu ini mempunyai newsworthy…". Kurangnya kepedulian media dalam
pemberitaan lingkungan bahkan diakui kalangan pers sendiri.
Bicara mengenai peran media massa dalam memperluas wawasan kepada masyarakat
yang menjadi audiensnya. Kita perlu kembali merujuk kepada fungsi media massa itu
sendiri. Ada beberapa rumusan menarik yang diungkapkan para akademisi terdahulu
mengenai fungsi media massa.
Sejumlah fungsi media itu adalah Surveillance artinya media massa berfungsi
menginformasikan dan menyediakan berita. Dalam konteks lingkungan, media jelas
berperan menyebarkan berita tentang lingkungan. Correlation, artinya, media juga
menyeleksi atau menginterpretasi suatu informasi dari sebuah lingkungan.
Media juga terlibat melakukan kritik dan mengajak audiens untuk mengambil sikap
tertentu tentang suatu peristiwa atau suatu isu. Contohnya dalam hal ini adalah suatu
media yang mengajak audiens untuk membenci pengrusak lingkungan atau para pelaku
pembalakan liar yang merusak hutan.
Jadi, dalam hal ini media berfungsi tidak hanya sekedar memaparkan fakta dan
memberikan kebebasan kepada audiens bagaimana sebaiknya memandang tindak
pembalakan liar itu. Tapi juga mengarahkan sikap atau opini audiens.
Fungsi lainnya, adalah transmitters of culture. Media berfungsi mengkomunikasikan
informasi, nilai, dan norma dari satu generasi ke generasi berikutnya. Atau dari suatu
golongan masyarakat kepada newcomers (masyarakat pendatang), diharapkan melalui
media informasi mengenai pentingnya menkonservasi alam dan menjaga kelestarian
lingkungan dapat ditransfer ke pembaca.
Jika ditinjau dari ketiga media sebelumnya (Kompas, Republika dan Media Indonesia),
maka dalam konteks pemberitaan lingkungan, media baru bisa melakukan fungsi
surveillance, artinya media massa baru menginformasikan dan menyediakan berita-berita
seputar lingkungan. Masalah lingkungan seolah hanya sekedar menarik perhatian media
massa, untuk kemudian diliput secara langsung atau berdasarkan laporan dari masyarakat
yang terkena dampak masalah lingkungan.
Padahal, lingkungan sebagai sebuah topik yang menjadi bagian konten media, diharapkan
dapat menjadi sebuah tema yang menarik untuk dibaca dan dicermati yang kemudian
dapat menimbulkan dorongan bagi pembaca untuk mengikuti pesan lingkungan.
Melalui media, pembaca diharapkan dapat memiliki motivasi untuk melestarikan
lingkungan hingga memiliki awareness terhadap isu lingkungan kemudian tergerak untuk
memiliki sikap sadar lingkungan.
Namun media yang ada hanya membeberkan isu lingkungan atau menampilkan berita-
berita lingkungan secara parsial yang kurang membekas bagi pembacanya. Setelah
membaca, sudah. Hanya mendapat berita singkat tentang isu lingkungan. Namun kurang
sekali informasi mengenai bagaimana manusia memiliki peran dalam melestarikan
lingkungan.
Manusia dan alam memiliki keterikatan dan kerterkaitan, ketika alam mengalami
kerusakan maka akan berujung pada kerugian pada manusia. Aspek ini kurang sekali
ditonjolkan oleh media-media dalam menampilkan berita seputar lingkungan. Sehingga
kurang dapat menggerakan hati pembaca untuk turut serta berpartisipasi menyelamatkan
lingkungan.
Pada dasarnya, media massa memang tidak mampu mengubah sikap manusia dengan
“instant”, karena perubahan sikap dan penumbuhan awareness membutuhkan waktu yang
tidak singkat. Tidak seperti, misalnya ketika seseorang menonton ceramah AA Gym di
televisi kemudian berubah sikapnya, dan timbul kesadaran spiritualnya.
Namun media massa, sebenarnya mampu menjadi referensi tentang beragam hal. Ketika,
pemberitaan lingkungan tidak hanya mengekspose isu-isu kerusakan, namun juga
memaparkan bagaimana manusia dapat mengelola alam, karena sedikit banyak informasi
ini akan bermanfaat bagi pembacanya.
Meskipun ketika membaca hal ini hanya sebagai informasi awal, namun jika hal tersebut
sering dipaparkan –mengenai bagaimana manusia mengelola alam— dengan beragam
metode, bukan tidak mungkin pembaca menjadi tergerak, mengubah sikap yang anti
ekologis, acuh tak acuh, menjadi lebih peduli pada alam dan melestarikan lingkungannya.
Dengan memiliki wawasan yang luas mengenai lingkungan, pembaca akan memiliki
kecenderungan peduli terhadap lingkungan. Seharusnya, melalui pemberitaan lingkungan
di media dapat merangsang proses berpikir atau bahkan menimbulkan kekhawatiran
pembacanya jika mereka tidak turut dalam upaya pelestarian lingkungan, hal ini dapat
dengan mengekspose informasi atau berita yang disebarkan oleh media dengan
menggaris bawahi hal-hal khusus. Sehingga media perlu melakukan penekanan yang
lebih pada suatu isu lingkungan yang disajikan. Media perlu juga membuat pemberitaan
lingkungan yang merangsang untuk mencontoh pada suatu golongan masyarakat tertentu,
misalnya memaparkan sistem sosial atau pun cara hidup suku terasing yang bersahabat
dengan alam dengan memaparkan keuntungan-keuntungan yang bisa diraih jika
melestarikan alam.