Oleh:
PUTRI SOSANTI SEMBIRING (187045004)
Kendati Indonesia menyatakan negara demokrasi, kenyataannya selama rezim Orde Baru,
kebebasan pers sebagai salah satu ciri demokrasi justru mengalami kekangan. Media yang
dinilai melanggar peraturan dan mengeritik penguasa bisa dikenakan pembredelan.
Mekanisme penerbitan media massa dikontrol melalui ”rezim SIUPP” (Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers). Pascareformasi, pemerintah mencabut sejumlah peraturan yang dianggap
mengekang kehidupan pers. Peraturan tersebut antara lain: Peraturan Menteri Penerangan
Nomor 1 tahun 1984 tentang Ketentuan-Ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers
(SIUPP), Permenpen Nomor 2 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Wartawan,
Surat Keputusan (SK) Menpen Nomor 214 Tentang Prosedur dan Persyaratan untuk
Mendapatkan SIUPP, dan SK Menpen Nomor 47 Tahun 1975 tentang Pengukuhan PWI dan
Serikat Pekerja Surat Kabar Sebagai Satu-Satunya Organisasi Wartawan dan Organisasi
Penerbit Pers Indonesia. Kebebasan pers ini kemudian ditegaskan lagi lewat Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
b. Uraikan UU apa saja yang mengatur tentang media massa dan media baru?
Jawaban: Media massa merupakan salah satu lembaga penting dalam ikut mencerdasakan
serta membangun kehidupan bangsa, dan hanya dapat terlaksana bila media massa
memahami tanggungjawab profesinya serta norma hukum guna meningkatkan peranan
sebagai penyebar infpormasi yang obyektif, menyalurkan aspirasi rakyat, memperluas
komunikasi dan partisipasi masyarakat, terlebih lagi melakukan control sosial terhadap
fenomena yang timbul berupa gejala-gejala yang dikhawatirkan dapat memberi suatu dampak
yang negatif. Ketika media massa masuk dalam ranah sosial maka media massa perlu diatur
untuk menjamin kontribusinya terhadap kebaikan publik. Struktur hukum dan kebijakan
adalah aturan main yang harus disepakati supaya media dan masyarakat mendapatkan ranah
jaminan hukum yang pasti. UU yang mengatur media massa, antara lain:
Dengan Pekembangan zaman yang diikuti dengan perkembangan teknologi, maka media
massa juga berkembang. Perkembangan dari media massa itu banyak yang menyebutnya
sebagai media baru, karena media ini dimanfaatkan dengan teknologi digital dan internet. UU
yang mengatur media baru, antara lain:
a. UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang mengatur
tentang informasi elektronik, transaksi elektronik, dokumen elektronik, sistem
elektronik, penyelenggaraan sistem elektronik, jaringan sistem elektronik, agen
elektronik, tandatangan elektronik.
b. UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mengatur
mengenai informasi publik, badan publik, komisi informasi, sengketa informasi
public, mediasi, pengguna informasi publik, pejabat pengelola informasi.
2. Berhasil tidaknya penegakan hukum media massa dan media baru sangat
tergantung pada tiga unsur yang saling berhubungan yakni “struktur hukum” (legal
structure), yaitu kinerja dan sikap profesional para penegak hukum
(polisi,jaksa,advokat dan lembaga pemasyarakatan), “substansi hukum” (legal
substance), yaitu pengaturan/kodifikasi lex generali dan lex specialis, dan “budaya
hukum” (legal culture) yaitu kesadaran media dan masyarakat untuk menaati hukum
itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari (living law).
a. Apakah lembaga peradilan sudah memenuhi rasa keadilan di masyarakat
dalam memutus perkara dalam kasus pidana di media sosial? Berikan analisis dan
contoh kasusnya.
Jawaban: Sistem hukum di mana pun di dunia ini, keadilan selalu menjadi objek perburuan,
khususnya melalui lembaga pengadilannya. Dari pengamatan terhadap sistem hukum di
dunia, hampir tidak ada negara yang benar-benar telah puas dengan sistem hukum yang
digunakannya. Oleh karena itu, perombakan, pembaruan atau reform, dapat kita lihat terjadi
dari waktu ke waktu di berbagai negara. Bahkan, Amerika Serikat (AS) sebagai negara yang
dianggap maju dalam pelaksanaan demorasi, hingga saat ini masih terus menginginkan
pembaruan. Pembaruan tersebut datang tidak lain karena negara yang bersangkutan merasa
ada yang kurang benar pada sistem yang dipakainya untuk berburu keadilan tersebut. Di AS,
ketidakpuasan tersebut antara lain dirumuskan dalam berbagai ungkapan yang dramatis,
seperti the collapse of the American criminal justice system (ambruknya sistem peradilan
pidana Amerika) dan the expensive failure of the American criminal trials (kegagalan yang
mahal dari pengadilan pidana AS). Ternyata keambrukan tersebut berhubungan juga dengan
fokus yang tidak jelas mengenai keadilan(Keadilan dalam lembaga hukum, Rahma: 2014).
Sistem atau penyelenggaraan hukum di Indonesia dewasa ini dalam suasana penurunan.
Antara satu subsistem dengan subsistem penegak hukum yang lain tidak saling sinergi dalam
menegakkan keadilan, faktor yang paling mendasar adalah posisi dan kedudukan lembaga
hukum dalam menegkan keadilan dalam konteks menjalankan fungsi yudikatif berbeda antara
satu subsistem dengan susbsistem yang lain. Fungsi penyidikan dan penuntutan berada
dibawah kekuasaan eksekutif, sementara fungsi mengadili dan memutus berada di bawah
kekuasaan Mahkamah Agung. Sehingga berimplikasi pada penegakan hukum itu sendiri
dalam tataran praktis apabila penegakan hukum itu bersinggungan dengan kepentingan
masing- institusi lebih penting ketimbang kepentingan untuk menegakkan hukum demi
kepentingan publik. Dalam contoh kasus yang pernah terjadi pada saat kontroversi antara
polisi dan KPK maupun kejaksaan dalam hal penegakan hukum korupsi yang dikenal dengan
kasus cicak versus buaya.
Hal yang paling sering disoroti dan menjadifokus dalam masalah ini adalah kinerja
pengadilan atau sistem peradilan kita yang jauh dari memuaskan yang berunjung kepada rasa
kenyamanan dan kebahagiaan para pencari keadilan. Tetapi sebetulnya, fokus keambrukan itu
lebih luas daripada hanya di pengadilan. Persepsi penegak hukum maupun masyarakat selama
ini terhadap proses penegakan hukum di Pengadilan adalah terkait atau berhubungan dengan
menang-kalah, sehingga pengadilan yang sesungguhnya memiliki peran mendamaikan5
melalui penjatuhan putusan yang adil sulit untuk diwujudkan. Keadilan dan kedamaian
adalah dua hal yang saling berkaitan, bahkan boleh dikatakan ukuran keadilan dalam
penegakan hukum adalah bagaimana ekspresi dan respon masyarakat terhadap penjatuhan
vonis kedilan tersebut, sebab keadilan dalam konteks penegakan hukum selama ini adalah
atas dasar tafsiran dan persepsi penegak hukum itu sendiri.
Melalui media sosial (Facebook, Instagram, Path,Twitter, Whatsapp dan sejenis), siapa saja
yang berminat bisa bergabung atau berpartisipasi dalam arti berinteraksi/berbagi informasi
berupa tulisan, gambar, video, grafis, dan berbagai konten lainnya yang dapat dilakukan
secara bebas dan terbuka. Termasuk saling menyampaikan komentar, tanggapan, dukungan,
sanggahan, bahkan sampai membus wilayah privasi seseorang.
Dilihat dari segi kecepatan dan keluasan jangkauan atau daya sebar informasinya memang
harus diakui bahwa media soaial sangat bisa dihandalkan. Hal demikian tentu bisa dipahami
dan tidak mengherankan mengingat proses penyampaian pesan yang ditunjang teknologi
terkini via satelit -- sehingga aktualitas maupun cover areanya dalam berjejaring sangat luas.
Kelebihan lain yang melekat pada karakteristik media sosial yaitu keleluasaan setiap
pengguna untuk bebas dan terbuka dalam menyampaikan dan menerima informasi berupa
berita, peristiwa/kejadian, pendapat/opini, pemikiran, kerjasama, membangun relasi baru,
membentuk komunitas, dan bahkan berdebat sengitpun sangat mungkin bisa dilakukan.
Di sisi lain, mengingat pengguna media sosial yang begitu leluasa, banyak perbedaan
substansial isi berita yang begiru kentara dngan media massa. berbagai lapisan warga dalam
berbagi info, tanpa diketahui secara jelas latar belakang, asal muasal sumbernya, apalagi
kemampuan mencari, mengolah dan menyebarluaskan suatu peristiwa/kejadian, maka arus
informasi yang katanya dikategorikan trending topic dan viral terus mengalir deras ibarat
banjir bandang meluap kemana-mana -- termasuk membawa "berita sampah" dan wabah
hoax yang semakin tidak jelas juntrungnya. Hal yang cukup memprihatinkan atas
perkembangan media "berjuta umat" berbasis online ini menyangkut kebebasan yang
sebebas-bebasnya dalam memproduksi dan menayangkan setiap pesan atau informasi dan
pastinya perlu mendapat perhatian bersama.Tidak hanya ruang publik virtual yang menjadi
wadah berbagi, namun kini sudah memasuki wilayah privasi dalam kemasan informasi yang
menjurus fitnah, penistaan, penghinaan, pencemaran nama baik, bullying (perundungan),
provokasi, ujaran kebencian, hingga isu SARA yang beberapa kasusnya berujung di
pengadilan.
1. Fungsi informasi: Menurut Mc. Quail, media massa memiliki fungsi sebagai pusat
informasi, yang berperan sebagai penyedia dan penyampai informasi mengenai
berbagai macam peristiwa, kejadian, realitas dan banyak hal lain yang terjadi di
tengah masyarakat. Oleh karena itu di dalam media massa mesti terdapat fakta-fakta
atau kejadian-kejadian tertentu yang dilaporkan oleh media massa untuk diketahui
oleh masyarakat yang membaca berita tersebut. Media massa mengisi salah satu
model model komunikasi massa yang ada.
2. Fungsi edukasi: yaitu media massa berfungsi sebaagai agen atau media yang
memberikan pendidikan kepada masyarakat, sehingga keberadaan media massa
tersebut menjadi bermanfaat karena berperan sebagai pendidik masyarakat. Maka dari
pada itu, lewat acara acaranya, media massa diharapkan memberikan pendidikan
kepada masyarakat.
3. Fungsi hiburan: yaitu media massa berperan menyajikan hiburan kepada
komunikatornya atau dalam hal ini masyarakat luas. Hiburan tersebut misalnya acara
musik, komedi dan lain sebagainya.
4. Fungsi pengaruh: yaitu bahwa media massa berfungsi bagi memberikan pengaruh
kepada masyarakat luas lewat acara atau berita yang disajikannya, sehingga dengan
adanya media massa diharapkan masyarakat dapat terpengaruhi oleh berita yang
disajikan. Misalnya ajakan pemerintah untuk mengikuti pemilihan umum, maka
diharapkan masyarakat akan terpengaruh dan semakin berpartisipasi bagi mengikuti
pemilu.
b. Apa yang dimaksud dengan unsur subjektif, unsur melawan hukum dan unsur
kelakuan pada kasus pidana media siber?
Jawaban:
1. Unsur Subjektif yaitu Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang di
hubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung
di dalam hatinya. Unsur ini terdiri dari :
a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).
b. Maksud pada suatu percobaan, seperti di tentukan dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP.
c. Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan, pencurian, penipuan,
pemerasan, dan sebagainya.
d. Merencanakan terlebih dahulu seperti tercantum dalam pasal 340 KUHP, yaitu
pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu.
e. Perasaan takut seperti terdapat di dalam Pasal 308 KUHP
2. Unsur melawan hukum, yaitu tindak pidana unsur melawan hukum sangat penting karena
unsur inilah yang akan menentukan apakah seseorang layak dijatuhkan pidana atau tidak.
Dimana keadaan atau gambaran batin orang pada saat memulai perbuatan dan selalu melekat
pada diri pelaku dan bersifat subjektif. Unsur kesalahan menghubungkan aatra perbuatan dan
akibat serta sifat melawan hukum perbuatan pelaku. Dibagi menjadi dua yaitu :
1. Dolus: Dalam bahasa Belanda disebut “opzet” dan dalam bahasa Inggris disebut
“intention” yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan “sengaja” atau
“kesengajaan”.Misal salah satu contohnya adalah pasal 338 KUHP: Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain,diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun. Kesengajan adalah kehendaki yang
ditunjukkan untuk melakukan perbuatan artinya telah dikehendaki oleh seseorang
sebelumnya, kehendak selalu berhubungan dengan motif dari mitif itulah perbuatan
direncanakan, motif adalah dorongan yang menjadi dasar terbentuknya kehendak dan
kehendak diwujudkan dalam perbuatan. terbagi dua yaitu kesengajaan berupa
kehendak dan kesengajaan berupa pengetahuan. Kesengajaan sebagai kepastian
adalah berupa kesadaran seseorang terhdap suatu akibat yang menurut akal orang
pada umumnya pasti terjadi oleh dilakukannya suatu perbuatan tertentu apabila
perbuatan disadarinya maka akan menimbulkan akibat hukum. Sedangkan kesengaan
dengan ilmu pengetahuan adalah melakuan tindak pidana dengan secara sengaja
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam hukum pidana dikenal tiga bentuk
kesengajaan yaitu :
Kesengajaan sebagai maksud/tujuan
Kesengajaan sebagai kepastian
Kesengajaan sebagai kemungkinan disebut juga dolus eventualis.
3. unsur kelakuan, yaitu Unsur tindak pidana yang berupa semua keadaan yang ada dan
berlaku dalam mana perbuatan dilakukan. Unsur keadaan yang menyertai ini dapat berupa
rumusan :
a. Cara melakukan perbuatan artinya cara itu melekat pada perbuatan yang menjadi
urusan tindak pidana. Sehingga didapat kepastian rincian perbuatan pidana.
b. Cara untuk dapat dilakukannya perbuatan yaitu sebelum melakuakn tindak pidana
terlebih dahulu dipenuhi cara-cara tertentu agar perbuatan yang dilarang itu dapat
diwujudkan.
c. Objek tindak pidana adalah semua keadan yang melekat pada atau mengenai
objek tindak pidana.
d. Subjek tindak pidana adalah segala keadaan mengenai diri subjek tindak pidana
baik bersifat objektif maupun subjektif
e. Tempat dilakukannya tindak pidana adalah mengenai segala keadaan mengenai
tempat dilakukannya tindak pidana
f. Waktu dilakukannya tindak pidana adalah berupa syarat memperberat pidana
maupun yang menjadi pokok pidana
g. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana adalah tindak pdana yang
dapat dituntut apabila terdapat pengaduan dari pihak yang berhak mengadu
kepada pihak yang berwenang.
h. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana adalah berupa alasan untuk
diperberatnya pidana, bukan unsur syarat untuk terjadinya atau syarat selesainya
tindak pidana sebagaimana pada tindak pidana materiil.
i. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana adalah berupa unsur keadaan-
keadaan tertentu yang timbul setelah oeruatan dilakukan, yang menentukan untuk
dapat dipidananya perbuatan. Artinya setelah perbuatan dilakukan keadaan ini
tidak timbul maka terhadap perbuatan itu tidak bersifat melawan hukum
karenanya si pembuatan tidak dapat dipidana.
Yang merupakan unsur atau elemen dari perbuatan pidana adalah:
a. Kelakuan dan akibat
b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan
c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana