Anda di halaman 1dari 13

HUKUM DAN ETIKA MEDIA

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)


Mata Kuliah : Hukum dan Etika Media
Dosen Pengampu : Dr. Syafruddin Pohan, SH, M.Si., Ph.D

Oleh:
PUTRI SOSANTI SEMBIRING (187045004)

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
Soal-soal:
1. Kemerdekaan pers dan berkomunikasi bagi masyarakat dijamin dalam
Konstitusi (UUD 1945). Konsekuensinya hal ini menjadikan media massa dan media
baru sebagai sarana lalu lintas penyampaian informasi dan berita yang besar di
Indonesia.

a. Pada pasal berapa kemerdekaan pers diatur dalam UUD 1945?


Jawaban: Kebebasan pers di Indonesia lahir setelah Orde Baru tumbang pada 1998  dan
munculnya pasal 28 F UUD 1945, melalui amandemen kedua, yang berbunyi,” setiap orang
berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan mengungkapkan segala jenis saluran  yang
tersedia.”

Kendati Indonesia menyatakan negara demokrasi, kenyataannya selama rezim Orde Baru,
kebebasan pers sebagai salah satu ciri demokrasi  justru mengalami kekangan. Media yang
dinilai melanggar  peraturan dan mengeritik penguasa bisa dikenakan pembredelan.
Mekanisme penerbitan media massa dikontrol melalui ”rezim SIUPP” (Surat Izin Usaha 
Penerbitan Pers). Pascareformasi,  pemerintah  mencabut sejumlah peraturan yang dianggap
mengekang kehidupan pers. Peraturan tersebut antara lain:  Peraturan Menteri Penerangan
Nomor 1 tahun 1984 tentang Ketentuan-Ketentuan Surat Izin  Usaha Penerbitan Pers
(SIUPP), Permenpen Nomor 2 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Wartawan,
Surat Keputusan (SK) Menpen  Nomor 214 Tentang Prosedur dan Persyaratan untuk
Mendapatkan SIUPP, dan SK Menpen Nomor 47 Tahun 1975 tentang Pengukuhan PWI dan
Serikat Pekerja Surat Kabar Sebagai Satu-Satunya Organisasi Wartawan  dan Organisasi
Penerbit Pers Indonesia. Kebebasan  pers ini kemudian ditegaskan lagi lewat Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

UU No. 40 /1999 menggantikan Undang-Undang No. 11 Tahun 1966 mengenai Ketentuan-


Ketentuan Pokok Pers, yang ditambah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1967, dan
kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982. UU No. 40/1999
menegaskan tidak ada sensor dan pembredelan terhadap pers. Pasal-pasal yang menegaskan
kemerdekaan,  fungsi dan pentingnya pers dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
adalah:
1. Pasal 2 : Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
2. Pasal 3 ayat (1): Pers  nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi,
pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
3. Pasal 6 :  Pers nasional melaksanakan peranannya:
a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi
hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinnekaan
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan
benar
d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum, dan
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Ada pun Kemerdekaan pers diatur dalam:


1. Pasal 4  ayat (1) :  Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara,
2. Pasal 4 ayat (2) :  Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan
atau pelarangan penyiaran
3. Pasal 4 ayat (3) :  Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak
mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

b. Uraikan UU apa saja yang mengatur tentang media massa dan media baru?
Jawaban: Media massa merupakan salah satu lembaga penting dalam ikut mencerdasakan
serta membangun kehidupan bangsa, dan hanya dapat terlaksana bila media massa
memahami tanggungjawab profesinya serta norma hukum guna meningkatkan peranan
sebagai penyebar infpormasi yang obyektif, menyalurkan aspirasi rakyat, memperluas
komunikasi dan partisipasi masyarakat, terlebih lagi melakukan control sosial terhadap
fenomena yang timbul berupa gejala-gejala yang dikhawatirkan dapat memberi suatu dampak
yang negatif. Ketika media massa masuk dalam ranah sosial maka media massa perlu diatur
untuk menjamin kontribusinya terhadap kebaikan publik. Struktur hukum dan kebijakan
adalah aturan main yang harus disepakati supaya media dan masyarakat mendapatkan ranah
jaminan hukum yang pasti. UU yang mengatur media massa, antara lain:

a. UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yang mengatur penyiaran di Indonesia


yaitu televisi, radio, siaran iklan (niaga dan layanan masyarakat), spektrum frekuensi
radio, lembaga penyiaran, sistem penyiaran nasional, izin penyelenggaraan penyiaran.
b. UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, yang mengatur tentang pers di Indonesia yaitu
perusahaan pers, dewan pers, kantor berita, waartawan, organisasi pers, pers nasional,
pers asing, penyensoran, pembredelan, hak tolak, hak jawab, hak koreksi, kewajiban
koreksi, kode etik jurnalistik
c. UU No. 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman, yang mengatur film di Indonesia yaitu
perfilman, kegiatan perfilman, usaha perfilman, iklan film, insan film, sensor film.
d. UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, yang mengatur tentang
telekomunikasi di Indonesia, yaitu alat telekomunikasi, perangkat telekomunikasi,
sarana dan prasarana telekomunikasi, pemancar radio, jaringan telekomunikasi, jasa
telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi, pemakai, pelanggan, pengguna.
e. UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, yang mengatur mengenai hak cipta, yaitu
pencipta, ciptaan, dewan hak cipta, pemegang hak cipta, pengumuman, perbanyakan,
potret, program komputer, pelaku, produser rekaman suara, lembaga penyiaran,
lisensi.

Dengan Pekembangan zaman yang diikuti dengan perkembangan teknologi, maka media
massa juga berkembang. Perkembangan dari media massa itu banyak yang menyebutnya
sebagai media baru, karena media ini dimanfaatkan dengan teknologi digital dan internet. UU
yang mengatur media baru, antara lain:

a. UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang mengatur
tentang informasi elektronik, transaksi elektronik, dokumen elektronik, sistem
elektronik, penyelenggaraan sistem elektronik, jaringan sistem elektronik, agen
elektronik, tandatangan elektronik.
b. UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mengatur
mengenai informasi publik, badan publik, komisi informasi, sengketa informasi
public, mediasi, pengguna informasi publik, pejabat pengelola informasi.

2. Berhasil tidaknya penegakan hukum media massa dan media baru sangat
tergantung pada tiga unsur yang saling berhubungan yakni “struktur hukum” (legal
structure), yaitu kinerja dan sikap profesional para penegak hukum
(polisi,jaksa,advokat dan lembaga pemasyarakatan), “substansi hukum” (legal
substance), yaitu pengaturan/kodifikasi lex generali dan lex specialis, dan “budaya
hukum” (legal culture) yaitu kesadaran media dan masyarakat untuk menaati hukum
itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari (living law).
a. Apakah lembaga peradilan sudah memenuhi rasa keadilan di masyarakat
dalam memutus perkara dalam kasus pidana di media sosial? Berikan analisis dan
contoh kasusnya.
Jawaban: Sistem hukum di mana pun di dunia ini, keadilan selalu menjadi objek perburuan,
khususnya melalui lembaga pengadilannya. Dari pengamatan terhadap sistem hukum di
dunia, hampir tidak ada negara yang benar-benar telah puas dengan sistem hukum yang
digunakannya. Oleh karena itu, perombakan, pembaruan atau reform, dapat kita lihat terjadi
dari waktu ke waktu di berbagai negara. Bahkan, Amerika Serikat (AS) sebagai negara yang
dianggap maju dalam pelaksanaan demorasi, hingga saat ini masih terus menginginkan
pembaruan. Pembaruan tersebut datang tidak lain karena negara yang bersangkutan merasa
ada yang kurang benar pada sistem yang dipakainya untuk berburu keadilan tersebut. Di AS,
ketidakpuasan tersebut antara lain dirumuskan dalam berbagai ungkapan yang dramatis,
seperti the collapse of the American criminal justice system (ambruknya sistem peradilan
pidana Amerika) dan the expensive failure of the American criminal trials (kegagalan yang
mahal dari pengadilan pidana AS). Ternyata keambrukan tersebut berhubungan juga dengan
fokus yang tidak jelas mengenai keadilan(Keadilan dalam lembaga hukum, Rahma: 2014).

Sistem atau penyelenggaraan hukum di Indonesia dewasa ini dalam suasana penurunan.
Antara satu subsistem dengan subsistem penegak hukum yang lain tidak saling sinergi dalam
menegakkan keadilan, faktor yang paling mendasar adalah posisi dan kedudukan lembaga
hukum dalam menegkan keadilan dalam konteks menjalankan fungsi yudikatif berbeda antara
satu subsistem dengan susbsistem yang lain. Fungsi penyidikan dan penuntutan berada
dibawah kekuasaan eksekutif, sementara fungsi mengadili dan memutus berada di bawah
kekuasaan Mahkamah Agung. Sehingga berimplikasi pada penegakan hukum itu sendiri
dalam tataran praktis apabila penegakan hukum itu bersinggungan dengan kepentingan
masing- institusi lebih penting ketimbang kepentingan untuk menegakkan hukum demi
kepentingan publik. Dalam contoh kasus yang pernah terjadi pada saat kontroversi antara
polisi dan KPK maupun kejaksaan dalam hal penegakan hukum korupsi yang dikenal dengan
kasus cicak versus buaya.

Hal yang paling sering disoroti dan menjadifokus dalam masalah ini adalah kinerja
pengadilan atau sistem peradilan kita yang jauh dari memuaskan yang berunjung kepada rasa
kenyamanan dan kebahagiaan para pencari keadilan. Tetapi sebetulnya, fokus keambrukan itu
lebih luas daripada hanya di pengadilan. Persepsi penegak hukum maupun masyarakat selama
ini terhadap proses penegakan hukum di Pengadilan adalah terkait atau berhubungan dengan
menang-kalah, sehingga pengadilan yang sesungguhnya memiliki peran mendamaikan5
melalui penjatuhan putusan yang adil sulit untuk diwujudkan. Keadilan dan kedamaian
adalah dua hal yang saling berkaitan, bahkan boleh dikatakan ukuran keadilan dalam
penegakan hukum adalah bagaimana ekspresi dan respon masyarakat terhadap penjatuhan
vonis kedilan tersebut, sebab keadilan dalam konteks penegakan hukum selama ini adalah
atas dasar tafsiran dan persepsi penegak hukum itu sendiri.

b. Apakah masyarakat lebih mempercayai berita di media massa atau berita di


media sosial? Apa perbedaan substansial berita di media massa dan berita di media
sosial.
Jawaban: Saat ini tingkat kepercayaan warga masyarakat terhadap media sosial atau arus
utama masih lebih tinggi ketimbang kepada media konvensional. Maraknya media sosial
dengan berbagai aplikasinya disusul hadirnya beragam smartphone model terbaru dengan
kelengkapan fiturnya telah menjadikan fenomena membanjirnya penyebaran dan penerimaan
info yang bersumber dari semua kalangan, dalam waktu yang cepat dan pada ruang lingkup
tak terbatas.

Melalui media sosial (Facebook, Instagram, Path,Twitter, Whatsapp  dan sejenis), siapa saja
yang berminat bisa bergabung atau berpartisipasi dalam arti berinteraksi/berbagi informasi
berupa tulisan, gambar, video, grafis, dan berbagai konten lainnya yang dapat dilakukan
secara bebas dan terbuka. Termasuk saling menyampaikan komentar, tanggapan, dukungan,
sanggahan, bahkan sampai membus wilayah privasi seseorang.

Dilihat dari segi kecepatan dan keluasan jangkauan atau daya sebar informasinya memang
harus diakui bahwa media soaial sangat bisa dihandalkan. Hal demikian tentu bisa dipahami
dan tidak mengherankan mengingat proses penyampaian pesan yang ditunjang teknologi
terkini via satelit -- sehingga aktualitas maupun cover areanya dalam berjejaring sangat luas.

Kelebihan lain yang melekat pada karakteristik media sosial yaitu keleluasaan setiap
pengguna untuk bebas dan terbuka dalam menyampaikan dan menerima informasi berupa
berita, peristiwa/kejadian, pendapat/opini, pemikiran, kerjasama, membangun relasi baru,
membentuk komunitas, dan bahkan berdebat sengitpun sangat mungkin bisa dilakukan.
Di sisi lain, mengingat pengguna media sosial yang begitu leluasa, banyak perbedaan
substansial isi berita yang begiru kentara dngan media massa. berbagai lapisan warga dalam
berbagi info, tanpa diketahui secara jelas latar belakang, asal muasal sumbernya, apalagi
kemampuan mencari, mengolah dan menyebarluaskan suatu peristiwa/kejadian, maka arus
informasi yang katanya dikategorikan trending topic dan viral terus mengalir deras ibarat
banjir bandang meluap kemana-mana -- termasuk membawa "berita sampah" dan wabah
hoax yang semakin tidak jelas juntrungnya. Hal yang cukup memprihatinkan atas
perkembangan media "berjuta umat" berbasis online ini menyangkut kebebasan yang
sebebas-bebasnya dalam memproduksi dan menayangkan setiap pesan atau informasi  dan
pastinya perlu mendapat perhatian bersama.Tidak hanya ruang publik virtual yang menjadi
wadah berbagi, namun kini sudah memasuki wilayah privasi dalam kemasan informasi yang
menjurus fitnah, penistaan, penghinaan, pencemaran nama baik, bullying (perundungan),
provokasi, ujaran kebencian, hingga isu SARA yang beberapa kasusnya berujung di
pengadilan.

3. Tidak ada kebebasan yang bersifat absolut (mutlak) dalam kehidupan


bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, keberadaan media dalam
masyarakat perlu diatur.
a. Jelaskan apa fungsi media massa
Jawaban: Media massa adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari
sumber pesan kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti
surat kabar, film, radio, atau TV (Cangara, 2002). Media massa juga didefinisikan sebagai
alat dalam komunikasi yang dapat menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada
audiens yang luas dan heterogen (Nurudin, 2007). Pada dasarnya media massa mempunyai 4
fungsi, yaitu fungsi edukasi, informasi, hiburan dan pengaruh. Berikut penjelasan masing
masing dari fungsi tersebut.

1. Fungsi informasi: Menurut Mc. Quail, media massa memiliki fungsi sebagai pusat
informasi, yang berperan sebagai penyedia dan penyampai informasi mengenai
berbagai macam peristiwa, kejadian, realitas dan banyak hal lain yang terjadi di
tengah masyarakat. Oleh karena itu di dalam media massa mesti terdapat fakta-fakta
atau kejadian-kejadian tertentu yang dilaporkan oleh media massa untuk diketahui
oleh masyarakat yang membaca berita tersebut. Media massa mengisi salah satu
model model komunikasi massa yang ada.
2. Fungsi edukasi: yaitu media massa berfungsi sebaagai agen atau media yang
memberikan pendidikan kepada masyarakat, sehingga keberadaan media massa
tersebut menjadi bermanfaat karena berperan sebagai pendidik masyarakat. Maka dari
pada itu, lewat acara acaranya, media massa diharapkan memberikan pendidikan
kepada masyarakat.
3. Fungsi hiburan: yaitu media massa berperan menyajikan hiburan kepada
komunikatornya atau dalam hal ini masyarakat luas. Hiburan tersebut misalnya acara
musik, komedi dan lain sebagainya.
4. Fungsi pengaruh: yaitu bahwa media massa berfungsi bagi memberikan pengaruh
kepada masyarakat luas lewat acara atau berita yang disajikannya, sehingga dengan
adanya media massa diharapkan masyarakat dapat terpengaruhi oleh berita yang
disajikan. Misalnya ajakan pemerintah untuk mengikuti pemilihan umum, maka
diharapkan masyarakat akan terpengaruh dan semakin berpartisipasi bagi mengikuti
pemilu.

b. Apa itu media baru?


Jawaban: Media Baru merupakan media yang menggunakan internet, media online berbasis
teknologi, berkarakter fleksibel, berpotensi interaktif dan dapat berfungsi secara privat
maupun secara public (Mondry, 2008: 13). Definisi lain mengemukakan, media baru
merupakan digitalisasi yang mana sebuah konsep pemahaman dari perkembangan zaman
mengenai teknologi dan sains, dari semua yang bersifat manual menjadi otomatis dan dari
semua yang bersifat rumit menjadi ringkas. Digital adalah sebuah metode yang complex dan
fleksibel yang membuatnya menjadi sesuatu yang pokok dalam kehidupan manusia. Digital
ini juga selalu berhubungan dengan media karena media ini adalah sesuatu yang terus selalu
berkembang dari media zaman dahulu (old media) sampai sekarang yang sudah
menggunakan digital (modern media/new media).

c. Mengapa keberadaan media harus diatur dalam sistem perundang-undangan?


Jawaban: Kebebasan bisnis media yang berkembang tanpa kendali membuat ranah
penyiaran kita kehilangan asas keadilan, pemerataan, etika, sekaligus keberagaman. Dalam
hal kepemilikan lembaga penyiaran oleh swasta, telah terjadi pelanggaran terang-terangan
terhadap peraturan yang berlaku. Tentu saja regulasi media sebagai sesuatu yang dinilai
sangat perlu di tengah kehidupan masyarakat Indonesia agar mendapat pengawasan dan
pembinaan agar kebebasan yang diberikan dapat menjadi kebebasan yang bertanggung jawab
dan tidak lepas kendali. Untuk itulah pemerintah pada menetapkan suatu regulasi dan
pedoman etika untuk mengontrol perilaku pers tanpa membatasi kebebasan mereka.

4. UU 11/2008 sebagaimana telah diubah menjadi UU 19/2016 tentang Informasi


Transaksi Elektronik (UU ITE), memiliki beberapa perubahan penting.
a. Norma “hak untuk dilupakan” (right to be forgotten). Jelaskan pengertian dan
maksudnya.
Jawaban: Berangkat dari pemenuhan terhadap hak asasi manusia maupun dari asas yang
terkandung dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik khususnya asas kehati-hatian dan
asas iktikad baik, maka dirasa perlu untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum
bagi korban. Hak untuk dilupakan (right to be forgoten) merupakan hak seseorang agar data
(video, gambar, dokumen, dll) yang beredar di dunia maya dapat dilupakan atau dihapus
apabila dalam persidangan dipengadilan terdakwa tidak terbukti bersalah. Sejalan dengan hal
itu, pemerintah dan DPR memasukkan prinsip right to be forgoten dalam Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang- Undang 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik Pasal 26 ayat (3) dan (4) yang menyatakan bahwa:
a. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang
tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang
bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
b. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan
Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan. Konsekuensi yuridis atas dimasukkan
prinsip right to be forgoten dalam perubahan UU ITE tersebut haruslah diatur
sedemikian rupa dalam bentuk Peraturan Pemerintah selaku pelaksana teknis dari UU
ITE. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa prinsip right to be forgoten beririsan
dengan UU Pers dimana seseroang juga mempunyai hak untuk memperoleh
informasi, dengan begitu pengaturan prinsip right to be forgoten perlu
diaktualisasikan terhadap kasus-kasus tertentu seperti halnya korban cyber
pornography bukan untuk diterapkan terhadap kasus korupsi atau kasus lain yang ada
sangkut pautnya dengan kerugia Negara.
Ketentuan Pasal 26 (3) UUITE intinya mengatur tentang penggunaan informasi sebagai data
pribadi seseorang sebagai hak untuk menggugat atas kerugian yang timbul untuk menghapus
informasi yang tidak relevan lagi berdasarkan penetapan pengadilan, olehnya masyarakat
masih mengharapkan adanya aturan lebih konkrit tentang tindakan cyber pornography yang
harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi dilema sosial ini. Dengan demikian regulasi
terkait dengan prinsip right to be forgoten perlu dipertegas melalui Peraturan Pemerintah agar
dapat terlaksana serta memperjelas tindak pidana apa saja yang dapat menggunakan right to
be forgoten terlebih lagi terhadap kejahatan cyber pornography. Dalam pemanfaatan
Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi
(privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas
dari segala macam gangguan.
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain
tanpa tindakan mematamatai.
c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang
kehidupan pribadi dan data seseorang

b. Apa yang dimaksud dengan unsur subjektif, unsur melawan hukum dan unsur
kelakuan pada kasus pidana media siber?
Jawaban:
1. Unsur Subjektif yaitu Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang di
hubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung
di dalam hatinya. Unsur ini terdiri dari :
a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).
b. Maksud pada suatu percobaan, seperti di tentukan dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP.
c. Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan, pencurian, penipuan,
pemerasan, dan sebagainya.
d. Merencanakan terlebih dahulu seperti tercantum dalam pasal 340 KUHP, yaitu
pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu.
e. Perasaan takut seperti terdapat di dalam Pasal 308 KUHP

2. Unsur melawan hukum, yaitu tindak pidana unsur melawan hukum sangat penting karena
unsur inilah yang akan menentukan apakah seseorang layak dijatuhkan pidana atau tidak.
Dimana keadaan atau gambaran batin orang pada saat memulai perbuatan dan selalu melekat
pada diri pelaku dan bersifat subjektif. Unsur kesalahan menghubungkan aatra perbuatan dan
akibat serta sifat melawan hukum perbuatan pelaku. Dibagi menjadi dua yaitu :
1. Dolus: Dalam bahasa Belanda disebut “opzet” dan dalam bahasa Inggris disebut
“intention” yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan “sengaja” atau
“kesengajaan”.Misal salah satu contohnya adalah pasal 338 KUHP: Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain,diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun. Kesengajan adalah kehendaki yang
ditunjukkan untuk melakukan perbuatan artinya telah dikehendaki oleh seseorang
sebelumnya, kehendak selalu berhubungan dengan motif dari mitif itulah perbuatan
direncanakan, motif adalah dorongan yang menjadi dasar terbentuknya kehendak dan
kehendak diwujudkan dalam perbuatan. terbagi dua yaitu kesengajaan berupa
kehendak dan kesengajaan berupa pengetahuan. Kesengajaan sebagai kepastian
adalah berupa kesadaran seseorang terhdap suatu akibat yang menurut akal orang
pada umumnya pasti terjadi oleh dilakukannya suatu perbuatan tertentu apabila
perbuatan disadarinya maka akan menimbulkan akibat hukum. Sedangkan kesengaan
dengan ilmu pengetahuan adalah melakuan tindak pidana dengan secara sengaja
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam hukum pidana dikenal tiga bentuk
kesengajaan yaitu :
 Kesengajaan sebagai maksud/tujuan
 Kesengajaan sebagai kepastian
 Kesengajaan sebagai kemungkinan disebut juga dolus eventualis.

2. Kelalaian (culpa): Adalah berupa unsur batin (subjektif) berupa kehendak,


pengetahuan, perasaan, fikiran, dan yang menggambarkan perihal keadaan batin
manusia. Kelalaian bersifat tidak hati-hati dalam melakukan sesuatu akhirnya terjadi
sesuatu secara tidak sengaja. Terdapat dua macam pandangan yaitu pandangan
subjektif yaitu melihat pada syarat adanya sikap batin seseorang dalam hubungannya
dengan perbuatan dan akibat perbuatan yang dapat dipersalahkan sehingga ia dapat
dibebani tanggung jawab atas perbuatannya itu. Sedangkan pandangan objektif yaitu
menurut ukuran kebiasaan dan kewajaran yang berlaku dalam masyarakat.
Arti kata culpa adalah kesalahan sebagai perbuatan pidana yang dilakukan karena
kealpaan atau akibat kurang berhati-hati sehingga secara tidak sengaja sesuatu
terjadi.Misal salah satu contohnya adalah pasal 359KUHP: Barang siapa karena
kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Culpa
dibedakan menjadi culpa levissima dan culpa lata.Culpa levissima berarti kealpaan
yang ringan sedangkan Culpa lata adalah kealpaan besar.

3. unsur kelakuan, yaitu Unsur tindak pidana yang berupa semua keadaan yang ada dan
berlaku dalam mana perbuatan dilakukan. Unsur keadaan yang menyertai ini dapat berupa
rumusan :
a. Cara melakukan perbuatan artinya cara itu melekat pada perbuatan yang menjadi
urusan tindak pidana. Sehingga didapat kepastian rincian perbuatan pidana.
b. Cara untuk dapat dilakukannya perbuatan yaitu sebelum melakuakn tindak pidana
terlebih dahulu dipenuhi cara-cara tertentu agar perbuatan yang dilarang itu dapat
diwujudkan.
c. Objek tindak pidana adalah semua keadan yang melekat pada atau mengenai
objek tindak pidana.
d. Subjek tindak pidana adalah segala keadaan mengenai diri subjek tindak pidana
baik bersifat objektif maupun subjektif
e. Tempat dilakukannya tindak pidana adalah mengenai segala keadaan mengenai
tempat dilakukannya tindak pidana
f. Waktu dilakukannya tindak pidana adalah berupa syarat memperberat pidana
maupun yang menjadi pokok pidana
g. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana adalah tindak pdana yang
dapat dituntut apabila terdapat pengaduan dari pihak yang berhak mengadu
kepada pihak yang berwenang.
h. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana adalah berupa alasan untuk
diperberatnya pidana, bukan unsur syarat untuk terjadinya atau syarat selesainya
tindak pidana sebagaimana pada tindak pidana materiil.
i. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana adalah berupa unsur keadaan-
keadaan tertentu yang timbul setelah oeruatan dilakukan, yang menentukan untuk
dapat dipidananya perbuatan. Artinya setelah perbuatan dilakukan keadaan ini
tidak timbul maka terhadap perbuatan itu tidak bersifat melawan hukum
karenanya si pembuatan tidak dapat dipidana.
Yang merupakan unsur atau elemen dari perbuatan pidana adalah:
a. Kelakuan dan akibat
b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan
c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana

Anda mungkin juga menyukai