Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KOMUNIKASI MASSA

TEORI JARUM HIPODERMIK/PELURU

Disusun oleh:

Waskhito Aji Wirasa 16/398867/PN/14838


Arsyadani Tri N N 18/424410/PN/15450
Bagus Prakosa 18/424411/PN/15451
Deva Milenia Safitri 18/424412/PN/15452
Emilia Sanjaya 18/424413/PN/15453
Izzah Tanzila Aktsari Haris 18/424414/PN/15454
Nova Dewi Soraya 18/424415/PN/15455

Kelompok :1
Dosen Pengampu : Ir. Harsoyo, M.Ext. Ed.
Ratih Ineke Wati, S.P., M.Agr., Ph.D

PROGRAM STUDI PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN


DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan aspek yang fundamental dalam kehidupan manusia. Saat
manusia saling berkomunikasi (baik dengan bahasa yang verbal maupun non-verbal yang
menggunakan lambang atau simbol-simbol yang telah disepakati) terjadi proses pertukaran
informasi dan penyesuaian diri manusia dengan situasinya, sebagaimana juga usaha untuk
menguasai keadaan. Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia karena adanya
kesepakatan atau kesepahaman yang di bangun melalui sesuatu yang mudah di pahami
sehingga interaksi tersebut berjalan dengan lancar.
Perkembangan media massa saat ini merupakan kebutuhan dalam mendukukung
berbagai aktivitas masyarakat. Pada era glabal saat ini teknologi yang berkembang, semakin
memudahkan masyarakat dalam memperoleh informasi secara cepat dan mengikuti
perkembangan zaman. Media massa seperti halnya pesan lisan dan isyarat yang menjadi
bagian tak terpisahkan dari komunikasi manusia. pada hakikatnya media adalah
perpanjangan lidah dan tanga yang berjasa meningkatkan kapasitas manusia untuk
mengembangkan struktur sosialnya (Rivers, 2004).
Media dapat mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting.
Pada umumnya khalayak dianggap sebagai sekumpulan orang yang homogen dan mudah
dipengaruhi sehingga pesan-pesan yang disampaikan akan diterima. Media massa adalah
salah satu sarana yang sangat efektif untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat,
bahkan juga sebagai sarana pengetahuan. Media massa menerapkan beberapa teori untuk
memberikan pengaruh bagi khalayak. Dengan menggunakan teori-teori tertentu media
memiliki kekuatan untuk membangun persepsi khalayak. Fenomena tersebut melahirkan
beberapa teori ilmu komunikasi, salah satunya adalah teori jarum hipodermik/peluru. Teori
ini menganggap media massa memiliki kemampuan penuh dalam mempengaruhi seseorang.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian teori jarum hipodermik/peluru.
2. Mengetahui sejarah munculnya teori jarum hipodermik/peluru.
3. Mengetahui contoh penerapan teori jarum hipodermik/peluru?
4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan teori jarum hipodermik/peluru.
BAB II
ISI
A. Pengertian Teori Jarum Hipodermik/Peluru
Teori jarum hipodermik pada hakikatnya adalah komunikasi satu arah
berdasarkan anggapan bahwa media massa memiliki pengaruh langsung, segera, dan
sangat menentukan terhadap khalayak komunikan (audience). Media massa merupakan
gambaran dari jarum raksasa yang menyuntik khalayak komunikan yang pasif.
(Sumadiria, 2014). Teori ini sering juga disebut teori peluru karena bila
menggunakan komunikator yang tepat, pesan yang baik atau media yang benar, komunikan
dapat diarahkan sekehendak kita. Walaupun sejak 1950an teori ini sudah ditinggalkan di
kalangan peneliti, pada masyarakat awam asumsinya masih diyakini. Pemerintah masih
mengendalikan media massa, tokoh agama masih sering melarang penyebaran
buku, dan orang-orang tua masih khawatir akan pengaruh film pada anak-anaknya.
Teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat kuat dan
komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa (Ardianto et al., 2007). Pengaruh media
yang sangat kuat menimbulkan kekuatan pada khalayak, dimana efek peluru ini terkadang
tidak pasif melainkan khalayak mencari apa yang diinginkan oleh media massa. Media
massa diibaratkan sebagai sebuah jarum suntik besar yang memiliki kapasitas sebagai
perangsang (S) yang amat kuat dan menghasilkan tanggapan (R) yang kuat pula, bahkan
secara spontan, otomatis dan reflektif. Selain itu, jarum hipodermik diibaratkan dengan teori
peluru (Bullet Theory) yang memandang pesan-pesan media bagaikan melesatnya peluru-
peluru senapan yang mampu merobohkan tanpa ampun siapa saja yang terkena peluru
(Wiryanto, 2000).
Khalayak tidak dapat menolak pesan-pesan yang diterima dari media massa dan hal
ini menciptakan sebuah pemikiran yang seragam diantara anggota khalayak massa. Publik
dipandang rapuh ketika pesan-pesan terus disampaikan secara berkesinambungan dan
sebaliknya media massa dipandang sangat kuat. Teori jarum hipodermik percaya bahwa
tidak ada sumber media lain atau media alternatif untuk membandingkan pesan-pesan
media. Media massa dipandang sangat kuat pada masa krisis dan perang karena pada kedua
masa itulah khalayak bergantung pada media untuk memperoleh semua informasi yang
dibutuhkan. Teori jarum hipodermik disebutkan digunakan pada masa Perang Dunia II oleh
Jerman dan Amerika Serikat.
Intisari asumsi teori jarum hipodermik menurut Ardianto (2007) adalah sebagai
berikut :
a. Manusia memberikan reaksi yang seragam terhadap stimuli atau rangsangan.
b. Pesan media secara langsung menyuntik atau menembak ke dalam kepala dari
setiap anggota populasi.
c. Pesan diciptakan sedemikian rupa agar dapat mencapai respon atau tanggapan
yang diinginkan.
d. Efek dari pesan media bersifat langsung, segera, dan sangat kuat dalam
menyebabkan perubahan perilaku manusia.
e. Masyarakat atau publik tidak memiliki kekuatan untuk menghindar dari pengaruh
media.
B. Sejarah Teori Jarum Hipodermik/Peluru
Dalam konteks komunikasi massa, studi mengenai efek media massa diawali pada
sekitaran tahun 1920an dan tahun 1930an. Teori jarum hipodermik merupakan teori
pertama yang pada umumnya mencoba untuk menjelaskan efek media terhadap khalayak
massa. Teori yang digagas oleh Harold Lasswell pada tahun 1920 ini dikenal juga dengan
berbagai nama sebagaimana diutarakan oleh beberapa peneliti komunikasi yaitu teori
peluru oleh Wilbur Schramm, teori jarum hipodermik oleh David K. Berlo, dan teori
stimulus-respons oleh Melvin DeFleur dan Rokeach. Sejarah munculnya Teori Jarum
Hipodermik atau Teori Peluru menurut Effendy (1993) adalah sebagai berikut:
- Tahun 1930-an istilah model teori hypodermic needle muncul pada periode ketika
komunikasi massa digunakan secara meluas, baik di daerah Eropa maupun di
Amerika Serikat.
- Tahun 1950-an teori ini ditampilkan setelah peristiwa penyiaran kaleidoskop
stasiun radio siaran CBS di Amerika berjudul “The Invansion from Mars”.
- Tahun 1970-an, dinamakan Hypodermic Needle Theory (Teori Jarum
Hipodermik) oleh pakar komunikasi dan teori peluru ini merupakan konsep awal
dari efek komunikasi massa.
- Perang Dunia II, merupakan puncak periode dimana kehadiran media massa baik
cetak maupun media elektronik mendatangkan perubahan yang cukup besar di
masyarakat yang terjangkau oleh allpowerfull media massa dan melahirkan
gejala-gejala mass society. Perubahan terlihat dari cara berpakaian, pola
pembicaraan, nilai-nilai baru yang timbul sebagai akibat terpaan media massa,
serta timbulnya produksi massa yang cenderung menunjukkan suatu kebudayaan
massa.
C. Contoh Penerapan Teori Jarum Hipodermik/Peluru
Pada iklan mie instan dengan merek Indomie yang dipublikasikan, masyarakat
terpengaruh dengan mengasumsikan bahwa mie instan adalah Indomie. Sehingga pada
saat ini kebanyakan masyarakat menyebut mie instan dengan sebutan Indomie. Padahal
Indomie merupakan sebuah merek mie instan dan masih ada banyak merek mie instan
lainnya seperti mie Sedaap, Supermie, Gaga, dll yang disebut dengan Indomie karena
masyarakat telah terbiasa menggunakan nama Indomie untuk menyebut mie instan, tidak
peduli mie instan tersebut bermerek apa. Hal serupa terjadi pada iklan air mineral
kemasan Aqua yang berhasil mempengaruhi asumsi khalayak bahwasanya air mineral itu
adalah aqua. Ingatan khalayak sudah terdoktrin oleh iklan tersebut sehingga munculnya
merek air mineral lain, mereka mengenal Aqua sebagai air mineral.
Contoh lain pada kasus iklan kampanye calon presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada periode 2009-2014. Pada kasus ini komunikatornya adalah pendukung
atau tim sukses SBY dan komunikannya adalah masyarakat. Melalui media yang
menampilkan iklan bersifat persuasif agar masyarakat memilih SBY pada periode
selanjutnya. Dampaknya SBY terpilih sebagai presiden kembali pada periode 2009-2014.
D. Kelebihan dan Kekurangan Teori Jarum Hipodermik/Peluru
Pada dasarnya setiap teori pasti memiliki kelebihan dan kekurangan yang hanya
bisa optimal pada masanya dan akan mengalami penyempurnaan sesuai perkembangan
zaman. Kelebihan teori jarum hipodermik/peluru yaitu:
1. Media memiliki peranan yang kuat dan dapat mempengaruhi afektif, kognisi dan
behaviour dari audiencenya.
2. Pemerintah dalam hal ini penguasa dapat memanfaatkan media untuk kepentingan
birokrasi ( negara otoriter ).
3. Audience dapat lebih mudah di pengaruhi.
4. Pesanya lebih mudah dipahami.
Kekurangan teori jarum hipodermik/peluru yaitu:
1. Keberadaan masyarakat yang tak lagi homogen dapat mengikis teori ini tingkat
pendidikan masyarakat yang semakin meningkat.
2. Meningkatnya jumlah media massa sehingga masyarakat menentukan pilihan yang
menarik bagi dirinya.
3. Adanya peran kelompok yang juga menjadi dasar audience untuk menerima pesan
dari media tersebut

Teori jarum hipodermik/peluru memiliki efek terhadap khalayak, kekuatan media


yang begitu dahsyat dapat memegang kendali pikiran khalayak yang pasif dan tak
berdaya. Masyarakat awam akan mudah percaya dengan media tanpa mecari tahu
kebenarannya, sedangkan masyarakat yang aktif akan mencari tahu kebenaran informasi
dari media tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Teori jarum hipodermik/peluru sebagai
sebuah teori media yang memiliki dampak yang kuat terhadap audiencenya sehingga tak
jarang menimbulkan sebuah budaya baru dan penyampaiannya secara langsung dari
komunikator yakni media kepada komunikan (Nurudin, 2007).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Teori jarum hipodermik adalah komunikasi satu arah berdasarkan
anggapan bahwa media massa memiliki pengaruh langsung, segera, dan
sangat menentukan terhadap khalayak komunikan (audience).
2. Sejarah munculnya teori jarum hipodermik pada tahun 1930-an ketika komunikasi
massa digunakan secara meluas, baik di daerah Eropa maupun Amerika Serikat
hingga perang dunia II media massa mendatangkan perubahan besar pada
masyarakat yang cenderung menunjukkan suatu kebudayaan massa.
3. Aplikasi teori jarum hipodermik untuk promosi produk seperti mie instan
Indoemie dan air mineral Aqua hingga politik misalnya kampanye calon presiden
SBY periode 2009-2014 yang sukses mempengaruhi khalayak.
4. Kelebihan teori jarum hipodermik antara lain media memiliki peranan yang kuat
dan dapat mempengaruhi afektif, kognisi dan behaviour dari audiencenya, pesan
mudah dipahami, audience mudah dipengaruhi, dan pemerintah dalam hal ini
penguasa dapat memanfaatkan media untuk kepentingan birokrasi (negara
otoriter). Kekurangan teori jarum hipodermik/peluru yaitu, keberadaan
masyarakat yang tidak homogen dan tingkat pendidikan semakin meningkat dapat
mengikis teori ini, meningkatnya jumlah media massa sehingga masyarakat
menentukan pilihan yang menarik bagi dirinya, serta adanya peran kelompok
yang juga menjadi dasar audience untuk menerima pesan dari media tersebut.
B. Saran
Proses komunikasi massa dengan bentuk peluru membutuhkan waktu, ruang
dan tempat yang luas kepada khalayak. Komunikasi massa mempelajari hal yang
penting dalam berbagai aspek sehingga diperlukan upaya menganalisa setiap pesan
dari media massa. Analisa pesan dari media massa dilakukan agar informasi yang
diterima tepat sehingga persepsi yang terbentuk juga tepat, serta untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan berkomunikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, E., L. Komala., S. Karlinah. 2007. Komunikasi Massa. Simbiosa Rekatama


Media, Bandung.
Effendy, O.U. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. PT Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. PT. Rajawali Press. Jakarta.
Rivers, W.L. 2004. Media dan Khalayak Modern. Prenada Media. Jakarta.
Sumadiria, A.S.H. 2014. Sosiologi Komunikasi Massa. Simbiosa Rekatama Media,
Bandung.
Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Penerbit Gramedia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai