Anda di halaman 1dari 13

KONFLIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI PADA HUBUNGAN

ANAK DENGAN ORANG TUA

Muhammad Agripino Kurnianto, Ariesta Dwiyana, dan Annisa Savira Ocviyanti

Novalia Agung Wardjito Ardhoyo

Fakultas Ilmu Komunikasi UPDM(B) DKI Jakarta


agripinoku@gmail.com

Abstract

Interpersonal communication that exists in a family involves communication between children


and parents. Children need other people to develop. In this case, the person who has a big role
in the formation of the child's personality and is the first responsible person is the parent.
Parents are responsible for guiding children, so that the learning process continues in a directed
manner. To achieve the expected value during the National Examination, a child needs a
conducive environment to learn and love what he learns and support from parents. Here,
parents play a very important role in creating an atmosphere that can encourage children to
enjoy learning and focus on learning so that the national exam scores and achievement of these
children increase. This research was conducted using the Post Positivism method. While the
theory used in this study is the theory of Interpersonal Communication. Parents should get
closer to the child so that the child can be comfortable to tell the problem that occurs.
Communication between parents and children must go well. Namely a sense of trust, a sense
of mutual support, and a sense of openness. These three elements must be met so that
communication between children and parents can run well and effectively.

Keywords: Interpersonal Communication, Parents with children, Learning motivation.

1
Abstrak

Komunikasi interpersonal yang terjalin dalam sebuah keluarga melibatkan komunikasi antara
anak dan orang tua. Anak membutuhkan orang lain untuk berkembang. Dalam hal ini, orang
yang mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan kepribadian anak dan pertama
bertanggung jawab adalah orang tua. Orang tua bertanggung jawab dalam membimbing anak,
agar proses belajar tetap berlangsung dengan terarah. Untuk mencapai nilai yang di harapkan
pada saat Ujian Nasional, seorang anak membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk belajar
dan menyayangi apa yang dipelajarinya dan dukungan dari orang tua. Di sini orang tua sangat
berperan dalam menciptakan suasana yang dapat mendorong anak senang belajar dan fokus
belajar sehingga nilai ujian nasional dan prestasi anak tersebut meningkat. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode Post Positivisme. Sementara Teori yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teori Komunikasi Interpersonal. Orang tua sebaiknya mendekatkan
diri dengan anak sehingga anak bisa nyaman untuk menceritakan masalah yang terjadi.
Komunikasi antara orang tua dan anak harus berjalan dengan baik. Yaitu adanya rasa
kepercayaan, rasa saling mendukung, dan adanya rasa keterbukaan. Ketiga unsur ini harus
terpenuhi agar komunikasi antara anak dan orang tua bisa berjalan dengan baik dan efektif.

Kata Kunci: Komunikasi Antar Pribadi, Orang tua dengan anak, Motivasi belajar.

PENDAHULUAN
Dikutip dari Mulyana (2017) bahwa Komunikasi Antarpribadi (interpersonal
communication) adalah komunikasi antara orang – orang secara tatap – muka, yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara
verbal ataupun nonverbal. Rudolph F. Verderber mengemukakan bahwa komunikasi
mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk
menunjukkan ikatan dengan orang lain, serta membangun dan memelihara hubungan. Kedua,
fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu pada saat tertentu, seperti memutuskan apa yang kita makan pagi hari, apakah kita akan
kuliah atau tidak, bagaimana belajar untuk menghadapi tes. Kedekatan hubungan pihak – pihak
yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis – jenis pesan ataupun respons nonverbal
mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat.
Komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih
mempunyai emosi, hal yang menyatakan komunikasi tatap – muka ini membuat manusia
2
merasa lebih akrab dengan sesamanya. “We cannot not communicate” (Gamble et al, 2017)
merupakan salah satu aksioma yang dikemukakan oleh Paul Watzlawick, Janet Beavin, dan
Don Jackson bahwa kita sebagai manusia, tidak bisa jika tidak berkomunikasi dan hal ini benar
adanya. Tidak berarti bahwa semua perilaku adalah komunikasi. Alih – alih, komunikasi terjadi
bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri.
Komunikasi mempunyai dimensi isi dan dimensi hubungan, dimensi isi yang
menunjukkan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan atau disandikan secara verbal.
Sementara dimensi hubungan disandi secara nonverbal karena dimensi ini menunjukkan
bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta
komunikasi itu, dan bagaimana pesan tersebut ditafsirkan (Mulyana, 2017). Banyak persoalan
dan konflik antar manusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi bukanlah
panasea (obat mujarab) untuk menyelesaikan persoalan atau konflik itu, karena persoalan atau
konflik tersebut mungkin berkaitan dengan masalah struktural, akan tetapi agar komunikasi
efektif, masalah struktural ini harus diatasi. Konflik interpersonal dapat dipengaruhi persepsi
individu terhadap komunikasi interpersonal sehingga hal ini dibutuhkan pengelolaannya, .
seperti yang dikatakan Kartika (2000) dalam Dewi dan Agustin (2013) bahwa konflik terjadi
karena adanya kegagalan interaksi (komunikasi) yang disebabkan oleh persepsi individu yang
berbeda – beda dan masih banyak lagi faktor lain yang menyebabkannya. Pada makalah ini,
penulis membahas suatu kasus penyebab konflik hubungan antara anak dan orang tuanya.
Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anaknya menjadi faktor penyebab
kenakalan pada remaja. Bagaimana jika hubungan yang sangat memerlukan komunikasi
sebagai sentuhan keharmonisan menghasilkan konflik di dalamnya, dan hal ini menjadi suatu
kebutuhan penting karena semakin jarang komunikasi dalam keluarga, maka semakin tinggi
anak melakukan kenakalan. Emosi yang masih bergejolak di usia remaja pun menimbulkan
adanya konflik didalam keluarga, hal itu membuat anak kehilangan pengalaman personalnya.
Jika tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan konflik, maka hal tersebut akan
mengarah kepada hubungan yang tidak produktif serta pudarnya keharmonisan di dalam
hubungan tersebut. Maka dari itu penting bagi semua tahapan perkembangan manusia
memiliki motif, karena dari motif – motif yang ada akan menimbulkan motivasi, terutama di
dalam kehidupan sosialnya. Motivasi menurut Sunarto (2011) dalam Annasya (2017) yaitu
daya pendorong yang mengakibatkan seseorang mau dan rela untuk mengarahkan kemampuan
dalam bentuk keahlian dan keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan
berbagai kegiatan yang menjadi tanggung – jawabnya, dan menunaikan kewajibannya dalam

3
rangka pencapaian tujuan dan berbagai sarana kegiatan yang telah ditentukan sebelumnya
dalam hidup sehari – hari.
Komunikasi interpersonal dapat dianggap efektif, jika orang lain atau komunikan dapat
memahami pesan yang diberikan komunikator dengan benar, dan memberikan respon sesuai
dengan yang diinginkan komunikator. Komunikasi yang efektif berfungsi untuk membantu, (1)
membentuk dan menjaga hubungan baik antarindividu, (2) menyampaikan pengetahuan/
informasi, (3) mengubah sikap dan perilaku, (4) pemecah masalah hubungan antar manusia,
(5) citra diri menjadi lebih baik, dan (6) jalan menuju sukses. Komunikasi interpersonal yang
efektif akan membantu individu mengantarkan kepada tercapainya tujuan tertentu. Jika
komunikasi interpersonal tidak berhasil, akibat yang ditimbulkan bisa berupa apa saja, dari
sekedar membuang waktu, sampai berakibat buruk (Annasya, 2017).
Menurut Larry L. Barker, bahasa memiliki tiga fungsi, yaitu: (1) Penamaan (naming
atau labeling), merujuk pada usaha untuk mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan
menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. (2) Interaksi, menekankan pada
berbagai gagasan dan emosi yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan
dan kebingungan. (3) Transmisi informasi, keistimewaan bahasa sebagai sarana transmisi
informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan,
yang memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi (Mulyana, 2015).
Konflik yang terjadi dalam hubungan interpersonal dapat dilihat dari kejadian
komunikasi verbal dalam hubungan interpersonal antara Pino dan orang tuanya. Sepulangnya
Pino dari sekolah, dia menemui Ayah dan Ibunya untuk memberitahukan bahwasanya dirinya
sudah sampai dirumah. Setelah dia menyapa orang tuanya, lalu Pino membersihkan diri dan
juga berganti baju, Pino kembali menemui orang tuanya untuk meminta izin bermain bersama
teman – temannya di taman. Namun Ayah dan Ibunya tidak mengizinkannya untuk keluar
rumah. Pino kala itu masih duduk dibangku kelas enam sekolah dasar, dan tidak lama lagi dia
akan meneruskan pendidikannya ke sekolah menengah pertama. Ujian Nasional yang sudah
didepan mata pun membuat dirinya tegang, dikarenakan ujian pertama dalam skala besar yang
dia jalani saat itu. Keperluan Pino untuk bermain saat itu tidak terbendung lagi dikarenakan dia
perlu untuk melepaskan ketegangan yang sedang di hadapinya, namun izinnya bermain ditolak
oleh orang tuanya pun membuat dia sedih. Kursi ruang tamu pun menjadi tempat renungannya
kala itu, tangisnya yang di iringi dengan suara teman – teman bermainnya yang sedang
berlarian dan bergembira di luar rumah Pino membuatnya semakin sedih. Komunikasi
intrapersonal yang dilakukan Pino pun berlanjut menjadi komunikasi interpersonal setelah Ibu
memperhatikan lalu menghampiri Pino dan berkata “Jangan kamu bersedih nak, alasan kami
4
tidak mengizinkan kamu untuk bermain karena kami khawatir nantinya kamu akan kelelahan
saat menjalani ujian. Lebih baik kamu menghabiskan waktu dirumah saja dengan membaca
kembali pelajaran – pelajaran yang akan diujikan besok. Setelah Ujian Nasional barulah kamu
akan mendapatkan libur yang panjang, maka dari itu Ayah dan Ibu telah merencanakan liburan
kita pergi ke tempat bermain yang sangat kamu inginkan.” Setelah mendengar dan
merenungkan perkataan Ibunya, Pino pun memutuskan untuk tidak keluar sore itu demi
membuktikan perkataan Ibunya.
Tujuan dari riset ini untuk mengetahui hambatan dalam komunikasi antar pribadi
(Interpersonal) seperti fenomena konflik hubungan antara anak dan orang tuanya. Sehingga
komunikasi antarpribadi ini dapat menghindarkan pengorbanan maupun ganjaran yang akan
diperoleh jika komunikasi yang dilakukan tidak efektif, maka dari itu adanya proses mental
image dan adanya empati yang diberikan komunikator terhadap komunikan membuat suatu
hubungan menjadi harmonis dan mewujudkan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang
merupakan suatu interaksi antara persepsi satu orang dengan orang lain, hal ini membentuk
persepsi anak terhadap perhatian dan kasih sayang orang tua, dilekatkan dalam bentuk motivasi
yang diberikan orang tuanya.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam makalah ini yaitu Post Positivisme. Post Positivist
adalah aliran yang ingin memperbaiki kelemahan pada Positivisme. Post Positivisme
sependapat dengan Positivisme bahwa realitas itu memang nyata, ada sesuai hukum alam.
Metode pendekatan kualitatif Menurut Sugiyono (2011) dalam Dawaty (2020) metode
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan
secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis
data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
daripada generalisasi. Makalah ini juga menggunakan metode wawancara agar dapat
memberikan gambaran terhadap narasumber kami Muhammad Agripino Kurnianto kepada
audiens, jika saja hubungan dengan orang tuanya tidak memiliki komunikasi yang efektif,
maka dirinya akan memiliki hubungan yang tidak produktif dan tidak harmonis dengan orang
tuanya, hingga akhirnya menjadi satu faktor kenakalan remaja karena kurangnya perhatian dari
orang tua. Wawancara ini juga membuktikan adanya dimensi hubungan antara narasumber dan
orang tuanya. Wawancara adalah sebuah konversasi atau perbincangan. Biasanya dilakukan
5
antara dua orang dengan tujuan untuk mendapatkan informasi atas nama audiens yang tidak
tampak. Konversasi ini biasanya berupa pertukaran informasi yang bisa menghasilkan suatu
tingkat intelegensia yang tidak dapat dicapai oleh orang bila dilakukannya sendiri.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Penulis memudahkan pembaca dengan menggunakan metode 5W+1H agar pembaca
dapat melihat gambaran besar mengenai kasus konflik hubungan dalam makalah ini. (What)
Konflik hubungan pengalaman pribadi yang terjadi akibat perbedaan pendirian antara
keperluan sang anak dan perhatian orang tuanya. (Who) Orang tua Pino sebagai komunikator
dan Pino sebagai komunikan. Dalam komunikasi antar pribadi dimana terdapat hubungan
komunikasi di dalam keluarga, yang juga memiliki cara penyelesaian terhadap unsur – unsur
konflik dalam hubungannya. (Why) Wujud kasih sayang dan perhatian terhadap anaknya yang
perlu akan support kedua orang tuanya, untuk dapat melalui Ujian Nasional yang ada dalam
benaknya, sehingga kasih sayang orang tuanya dapat membuat dirinya tidak tertekan. (When)
Waktu semasa narasumber masih duduk dibangku kelas enam Sekolah Dasar. Namun, rasa
perhatian dari orang tua penulis saat itu membuat penulis bisa membatasi waktu bermain dan
belajar. (Where) Proses komunikasi antarpribadi ini terjadi tatap muka antara anak dan orang
tuanya, dengan penasihatan orang tua terhadap anaknya. (How) Penyelesaian konflik ini, orang
tua menyadarkan anaknya akan pentingnya memperhatikan kondisi dan keperluannya, dengan
memberikan pilihan hal yang baik dilakukan untuk masa depan anak tersebut, tentunya dengan
komunikasi yang memiliki perhatian yang didasari cinta kasih akan buah hatinya.
Bagaimana konflik ini terjadi dan cara penyelesaian terhadap konflik hubungan tersebut
dapat kami analisis menurut model keilmuan komunikasi Harold Lasswell. Utamanya dalam
konflik diatas memiliki sifat linier atau satu arah, dan konflik hubungan antara anak dan orang
tuanya terdapat komponen – komponen dalam pola komunikasi interpersonal dengan
menekankan pada berbagai gagasan dan emosi yang dapat mengundang simpati dan pengertian
atau kemarahan dan kebingungan. Keefektifan dalam komunikasi interpersonal ditujukan
untuk pembelajaran anak tersebut. (Who) Pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan
berkomunikasi dalam konflik hubungan. Pino berperan sebagai komunikator. Karena ingin
menyampaikan kebutuhannya kepada orang tuanya. untuk dapat bermain karena tekanan yang
sedang dia alami. Namun dengan pesan yang tidak ada informasi mengenai kondisinya
tersebut, maka pantas bagi orang tua (komunikan) menafsirkan (Encoding) pesan tersebut
dengan penolakan. Respon tersebut menunjukkan nilai Afektif pada Pino, emosi yang
mengakibatkan situasi semakin tegang. Disaat orang tua Pino berperan sebagai komunikan,
6
maka komunikasi yang sebelumnya tidak efektif menjadi efektif, dikarenakan credibility yang
dimiliki orang tuanya dalam menyampaikan pesan terhadap anaknya dengan kalimat “alasan
kami tidak mengizinkan kamu untuk bermain karena kami khawatir nantinya kamu akan
kelelahan saat menjalani ujian”. Pesan itu memperjelas penafsiran anaknya terhadap isi pesan
sebelumnya mengenai izinnya untuk bermain ditolak. (Says What) Apa yang ingin
disampaikan kepada komunikan dari komunikator atau isi informasi. Pino meminta izin untuk
bermain atas dasar norma kesopanan, namun dia tidak membangkitkan kebutuhan pribadi di
dalam pesan tersebut, sehingga orang tua sebagai komunikan tidak mengizinkannya karena
tidak ada visualisasi (visualization) bukti kebutuhannya untuk bermain. Namun dengan
credibility orang tua dalam menafsirkan pesan tersebut menurut Wilbur Schramm
menyarankan suatu cara memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi dalam kalimat
“Setelah Ujian Nasional barulah kamu akan mendapatkan libur yang panjang, maka dari itu
Ayah dan Ibu telah merencanakan liburan kita pergi ke tempat bermain yang sangat kamu
inginkan”. (In Wich Channel) Saluran atau media yang digunakan untuk menyampaikan pesan
dari orang tua selaku komunikator yakni secara langsung (tatap muka). Dengan begitu,
sentuhan (Nonverbal) dari orang tua saat membujuk anaknya untuk berhenti merenung dan
menangis merupakan wujud motivated sequence, yaitu kebutuhan (Need) menurut Alan H.
Monroe (1930) dalam Nurul (2021) bahwa komunikator kemudian berusaha meyakinkan
komunikan bahwa pesan yang disampaikan itu penting bagi komunikan. (To Whom)
Penentuan pengiriman pesan yang dilakukan dalam konflik hubungan komunikasi
interpersonal di atas antara orang tua dan anaknya. Dengan saling bertukar pesan mengenai
konteks kebutuhan pribadi untuk dapat memperoleh serta menyampaikan pesan sesuai dengan
kepentingan komunikan. (With What Effect) Dampak setelah komunikasi konflik hubungan di
atas dalam percakapan pertama di saat izin bermain Pino ditolak mengakibatkan kekecewaan
yang didapatnya, dan menjadi titik awal sebuah konflik sebelum diredam oleh orang tuanya
dalam bentuk komunikasi yang efektif, dengan Transmisi informasi atau perwujudan
keistimewaan bahasa sebagai sarana transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan
menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, yang memungkinkan kesinambungan
budaya dan tradisi (Mulyana, 2015).
Dengan mengukur nilai, norma, dan moral pada konflik di atas, perkembangan dari
konflik tersebut pada orang tua dengan anaknya dapat digambarkan sebagai suatu hal yang
positif dan juga efektif. Mengapa demikian, karena nilai sendiri memiliki konsep – konsep
penting dalam pembentukan karakter keduanya. Konsep tentang kognitif, afektif, dan
psikomotorik yang juga dikenal dengan nama Taksonomi Bloom, dicetuskan oleh Benjamin
7
Bloom dan kawan – kawannya pada tahun 1956. Meneliti dan mengembangkan kemampuan
berpikir seseorang dalam suatu proses pembelajaran dibagi menjadi tiga konsep tentang model
hierarki yang digunakan untuk mengklarifikasi perkembangan seseorang secara objektif.
Dapat disimpulkan dalam ketiga konsep model hierarki ini pada konflik di atas, anak
dapat menalar apa maksud dari orang tuanya saat itu dengan melarangnya bermain dan anak
itu menyetujui untuk tetap dirumah dan belajar. Walaupun awalnya anak tersebut tidak
menerima larangan itu, namun dengan komunikasi antar pribadi dari ibunya, maka anak
tersebut mendapatkan nilai dari aspek utama yaitu aspek kognitif dengan proses bahwa dia
sudah mengetahui pesan kedua orang tuanya, memahami pesan tersebut, menerapkan apa yang
seharusnya dia lakukan, menghilangkan rasa kesedihannya dengan menganalisa maksud dari
kedua orang tuanya, lalu dapat dia simpulkan kepada dirinya sendiri mana yang lebih baik, dan
mengevaluasi kelakuannya kepada kedua orang tuanya dengan cara mendengarkan dan bukan
meluapkan emosi atau kemarahan.
Pada nilai juga terdapat aspek afektifitas yang penulis sebutkan dalam pembahasannya,
yaitu suatu materi yang berdasarkan segala sesuatu yang berkaitan dengan emosi seperti
penghargaan, nilai, perasaan, semangat, minat, dan sikap terhadap suatu hal. Maka dapat
disimpulkan nilai afektifitas yang ditimbulkan dalam komunikasi anak dengan orang tua
tersebut pada konflik di atas adalah hal yang positif dengan penerimaan yang baik. Dengan
mendasari rasa kasih sayang, maka situasi yang didapatkan anak dan orang tuanya membuat
komunikasi akan lebih efektif dibandingkan dengan beradu pendapat yang salah satunya dapat
berbeda dalam penerimaan, dan penilaian. Jika saja terjadi perbedaan yang dimaksudkan
penulis seperti menimbulkan sikap yang berbeda, maka lambat laun karakteristik satu sama
lain dalam menyelesaikan suatu konflik tidak lagi efektif.
Terakhir pada suatu nilai yang diberikan ialah wujud dari tingkah laku (psikomotorik).
Dengan nilai – nilai yang telah didapatkan sebelumnya, menjadi faktor penentu juga kepada
tingkah laku yang berkembang. Perkembangan ini dipraktikkan dan dapat diukur berdasarkan
jarak, kecepatan, teknik dan cara pelaksanaan. Pada konflik di atas, komunikasi yang terjadi
yaitu hubungan internal antara orang tua dan anak, dengan peniruan sikap dan tingkah laku
anak pastinya pada orang tuanya. Maka dapat disimpulkan dengan konflik dan penyelesaiannya
lingkungan yang dibangun dalam hubungan ini sangat baik, cara orang tua dan anak dalam
penyelesaian suatu konflik dengan peranan nilai – nilai yang ditamankan pada komunikasinya
dapat dijadikan contoh. Manfaat dari ketiga konsep nilai ini membuat anak berkembang dalam
kemampuan emosionalnya serta motorik pada saat yang bersamaan.

8
Dari nilai yang telah dijelaskan, tentunya terdapat norma yang tidak lupa dijunjung.
Dikarenakan norma menjadi suatu patokan, pedoman, dan atau kaidah yang harus ditaati dan
merupakan hasil kesepakatan dalam suatu kelompok masyarakat yang memiliki sanksi di
dalamnya, dan perkembangannya akan timbul pada etika dan moral. Etika yang merupakan
nilai dan norma yang berlaku dalam mengatur bagaimana perbuatan manusia, sedangkan moral
adalah suatu penilaian perbuatan berdasarkan norma yang berlaku. Keterkaitan nilai, norma,
dan moral ini menjadi gambaran bagaimana konflik ini bisa berjalan efektif.
Salah satu teori komunikasi antar pribadi yang dapat dihubungkan dengan konflik ini
adalah social penetration theory (Teori Penetrasi Sosial). Teori ini termasuk pengembangan
hubungan atau relationship development theory. Irwin Altman dan Damas Taylor adalah
pengembang teori ini, mereka mengungkapkan secara rinci terkait peran dan pengungkapan
diri, keakraban, dan komunikasi dalam pengembangan hubungan antar pribadi (Heru, 2017).
Kemudian, teori ini cenderung fokus pada pengembangan hubungan, terutama
berkaitan dengan perilaku antarpribadi saat terjadinya interaksi sosial dan beberapa proses
kognitif internal mulai dari mendahului, menyertai, dan mengikuti pembentukan hubungan.
Proses penetrasi sosial terjadi secara bertahap dan teratur dari sifatnya di permukaan ke tingkat
yang akrab mengenai pertukaran. Hal ini berfungsi efektif untuk mengetahui hasil yang akurat.
Menurut teori penetrasi sosial, prinsip utama bagi komunikasi pada pertemuan pertama
adalah norma resiprositas. Norma ini menilai bahwa individu memiliki kewajiban untuk
mengembalikan pengungkapan pihak lain yang diterima. Kemudian, menurut teori ini juga,
Secara langsung akan mengenali diri orang lain dengan cara “masuk ke dalam” (penetrating)
diri orang yang bersangkutan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui beberapa informasi terkait
diri orang lain.
Altman dan Taylor mengajukan empat tahap perkembangan hubungan antar individu
yaitu:
1. Tahap orientasi :
Komunikasi yang terjadi pada tahap ini bersifat tidak pribadi. Keduanya sudah merasa
cukup mendapat pesan balik, kemudian mereka akan melanjutkan ke tahap selanjutnya.
Jika dicocokkan dengan konflik di atas, Pino sudah menerima pesan larangannya untuk
keluar bermain dari orang tuanya, maka dari itu Pino lebih memilih menyendiri untuk
merenungkan dan melakukan proses komunikasi intrapribadi.
2. Tahap pertukaran efek eksploratif:
Tahap munculnya keterbukaan yang lebih dalam karena telah timbul rasa percaya dan
merasa cocok satu sama lain. Kecocokan tahap ini dalam konflik diatas yaitu saat Ibu
9
memperhatikan Pino dan lalu menghampiri untuk menyampaikan alasan mengapa
orang tuanya melarang Pino untuk bermain saat itu.
3. Tahap pertukaran efek:
Perasaan kritis dan evaluatif mulai muncul pada tingkat yang lebih tinggi dan dalam.
Dalam konflik ini Pino mendapatkan kejelasan terhadap larangan yang diberikan, maka
dari itu Pino memutuskan untuk menuruti dan mengerti maksud dan tujuan dari orang
tuanya.
4. Tahap pertukaran stabil:
Adanya keintiman, masing-masing individu merasa memiliki komunikasi yang
efektif dengan sangat baik satu sama lain. Keintiman dalam konflik diatas tentu saja
antara orang tua dan anaknya, namun keefektifan tergantung pada komunikasi dan
perhatian orang tua terhadap anaknya. Pada konflik di atas, tentu saja orang tua
memberikan pesan dengan dasar perhatian dan kasih sayang, bahkan Pino diberikan
atribusi tanpa ada timbal balik seperti nilai ujian yang bagus. Tapi hal ini yang membuat
Pino menjadi seperti sekarang, mampu menempuh pendidikan yang tinggi dan ingin
mempunyai pendidikan setinggi mungkin, karena dorongan akan kasih sayang dan
perhatian orang tuanya.

10
PENUTUP
Konflik di atas dapat dikategorikan sebagai komunikasi antarpribadi (Interpersonal
communication). Karena adanya 2 – 3 orang yang saling menyadari kehadirannya, dan juga
terdapat ketergantungan komunikasi dan interaksi yang penuh rasa memiliki satu sama lain.
Hal tersebut dikuatkan bahwa komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk mempengaruhi
atau membujuk orang lain dengan kemampuan manusia menggunakan kelima indra untuk
mempertinggi daya bujuk pesannya.

A. KESIMPULAN
Adapun cara orang tua menanamkan Komunikasi yang lebih dekat kepada anaknya
dengan cara rajin memberikan nasihat, sering sharing dengan orang tua, memberi pengawasan,
arahan, serta bimbingan kepada anak, akan membuat anak menjadi lebih baik lagi, baik itu dari
segi agama, maupun mindset.

B. SARAN
Kepada orang tua untuk lebih meningkatkan Komunikasi, seperti perhatian, bersikap
lemah lembut, bijaksana, tegas, dan lain-lainnya. Karena orang tua merupakan teladan yang
baik untuk anak. Dan sebagai orang tua harus bersifat tidak egois karena, orang tua itu tidak
seterusnya tua, orang tua itu ada saatnya menjadi sahabat untuk sang anak, dengan adanya
orang tua yang tidak bersifat egois, maka anak pun akan merasakan kebahagiaan dan akan
merasa lebih sangat dekat dengan sosok orang tua.

11
DAFTAR PUSTAKA

Mulyana, Deddy. (2017). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. (Cetakan ke – 21) Bandung: PT
REMAJA ROSDAKARYA.
Musman, Asti dan Nadi Mulyadi. (2021). Dasar – dasar Jurnalistik. Yogyakarta:
KOMUNIKA.
Kusuma, Rina. (2017). Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Solusi Konflik Pada Hubungan
Remaja dan Orang Tua Di SMK Batik 2 Surakarta. WARTA LPM, 20(1), 49 – 54.
Diakses pada Maret 2017, dari
https://journals.ums.ac.id/index.php/warta/article/view/3642
Wijayaningsih, Ria dan Khusnil, Mufaidah. (2012). Pendekatan Kuantitatif Umum dan
Pendekatan Kualitatif Umum. Diakses pada 28 April 2016, dari
https://fia.ub.ac.id/rsc/info-kegiatan/pendekatan-kuantitatif-umum-dan-pendekatan-
kualitatif-
umum.html#:~:text=Post%20positivisme%20adalah%20aliran%20yang,nyata%2C%2
0ada%20sesuai%20hukum%20alam.
Universitas Raharja. (2020). Penelitian Kualitatif. Diakses pada 29 Oktober 2020, dari
https://raharja.ac.id/2020/10/29/penelitian-
kualitatif/#:~:text=Penelitian%20kualitatif%20adalah%20jenis%20penelitian,tertentu
%20menurut%20perspektif%20peneliti%20sendiri.
E – INTERNASIONAL RELATIONS. (2021). Positivism, Post – Positivism and
Interpretivism. Diakses pada 25 September 2021, dari https://www.e-
ir.info/2021/09/25/positivism-post-positivism-and-interpretivism/
Daniapusti, Annasya. (2017). Komunikasi Verbal dan Nonverbal Dalam Olahraga
SOFTBALL. Studi Deskriptif Kualitatif mengenai Komunikasi Verbal dan Nonverbal
dalam Strategi Permainan Olahraga Softball pada Tim Klub Blue Strike UNY
Yogyakarta 2017(1), 2. Diakses pada November 2017, dari
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/72114/KOMUNIKASI-VERBAL-DAN-
NONVERBAL-DALAM-OLAHRAGA-SOFTBALL-Studi-Deskriptif-Kualitatif-
mengenai-Komunikasi-Verbal-dan-Nonverbal-dalam-Strategi-Permainan-Olahraga-
Softball-pada-Tim-Klub-Blue-Strike-UNY-Yogyakarta-2017
Dewi, Tyas dan Agustin, Handayani. (2013). Kemampuan Mengelola Konflik Interpersonal di
Tempat Kerja Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Komunikasi Interpersonal dan Tipe

12
Kepribadian Ekstrovert. Jurnal Psikologi Undip, 12(1), 33 – 43. Diakses pada April
2013, dari https://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/view/8335/6864
Fatmawati, Nurul. (2021). Berkomunikasi Secara Efektif, Ciri Pribadi Yang Berintegras dan
Penuh Semangat. Diakses pada Juni 2021, dari
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-semarang/baca-
artikel/13988/Berkomunikasi-Secara-Efektif-Ciri-Pribadi-yang-Berintegritas-Dan-
Penuh-Semangat.html
Heru. (2017). 14 Teori – teori Komunikasi Antar Pribadi dan Pengertiannya. Diakses pada
November 2022, dari https://pakarkomunikasi.com/teori-teori-komunikasi-antar-
pribadi
Retno, Devita. (2017). Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik Menurut Bloom – Perkembangan
dan Peranan. Diakses pada 12 April 2017, dari https://dosenpsikologi.com/kognitif-
afektif-dan-psikomotorik

13

Anda mungkin juga menyukai