Anda di halaman 1dari 3

Cecep Galih Cakra Gunawan

041464956

Tugas 2 SKOM 4330

1. Jelaskan tiga tahap peliputan tersebut dan berikan contohmya!


Tiga tahap peliputan :
1) Fakta- fakta permukaan, Merupakan sumber bagi fakta-fakta yang digunakan
pada sebagian besar berita. Informasi ini digali dari bahan yang disediakan dan
dikontrol oleh narasumber. Isinya mungkin sepihak. Jika Reporter hanya
mengandalkan informasi lapisan pertama, perbedaan antara jurnalisme dan siaran
pers dari humas menjadi sangat tipis. Contohnya : siaran pers, konferensi pers,
rekaman pidato, dsb.
2) Laporan langsung , Upaya pelaporan yang dilakukan sendiri oleh peliput.
Reporter melakukan verifikasi dan meliput peristiwa-peristiwa atau
mengumpulkan data sekunder. Peristiwa sudah bergerak diluar kontrol awal
narasumber seperti pada lapisan pertama. Contohnya : Dalam membuat Laporan,
Reporter tidak mentah-mentah menelan begitu saja keterangan pihak perusahaan
tertentu yang mempunyai kasus pembuangan limbah yang mencemari lingkungan.
Reporter datang ke lokasi kejadian dan mewawancarai langsung para warga atau
saksi-saksi kasus tersebut.
3) Interpretasi (penafsiran) dan analisis. Pada tahap ini reporter menguraikan arti
penting suatu peristiwa, penyebabnya dan konsekuensinya. Publik tidak sekedar
ingin tahu apa yang terjadi, mereka juga ingin tahu bagaimana dan mengapa
peristiwa itu terjadi. Apa makna peristiwa itu bagi mereka dan apa yang mungkin
terjadi sesudahnya atau dampak susulan dari peristiwa tersebut. Contohnya :
dalam menafsirkan dan menganalisis suatu peristiwa, seorang Reporter harus
selalu berusaha mengamati peristiwa secara langsung ketimbang mengandalkan
sumber-sumber lain yang kadang berusaha memanipulasi atau memanfaatkan
pers.
2. Buatlah reportase singkat tentang “Covid 19” yang mengikuti kaidah tiga tahapan
peliputan tersebut!
Mencegah Penularan COVID-19 Dengan 3M (Memakai Masker, Menjaga Jarak
Aman, dan Mencuci Tangan)
Himbauan ini perlu dipatuhi dan dijalankan secara disiplin, mengingat langkah ini adalah
rekomendasi dari para ahli dan dokter. Survei AC Nielsen bekerjasama dengan UNICEF
pada 6 kota besar di Indonesia dengan jumlah 2000 responden, mencoba menggali sikap
masyarakat terkait praktik pencegahan COVID-19 pada kehidupan sehari-hari. Menurut
survei tersebut, 69,6% responden di 6 kota besar di Indonesia mengaitkan COVID-19
dengan aspek negatif seperti, berbahaya, menular, darurat, mematikan, menakutkan,
khawatir, wabah, pandemi, dan penyakit. Meski mayoritas responden mengasosiasikan
COVID-19 dengan aspek negatif, namun hal-hal ini bisa mengarahkan perilaku seseorang
untuk bertindak positif dalam mencegah penularannya. Rizky Ika Syafitri, UNICEF
Communications Development Specialist, menerangkan. “Ketakutan apabila
dimanfaatkan dengan benar, kembudian bisa mengarahkan ke arah perilaku yang lebih
baik. Karena kalau tidak diolah dengan baik ketakutan ini hanya akan jadi ketakutan saja,
tidak menjadi aset untuk mengolah perubahan perilaku.” ujarnya dalam acara Dialog
Produktif bertema Keterlibatan Masyarakat dalam Respon Pandemi COVID-19 yang
diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional
(KPCPEN), Rabu (04/11). Kemudian perilaku masyarakat terkait 3M secara rill di
lapangan menunjukkan bahwa 31,5% dari seluruh responden melakukan seluruh perilaku
3M secara disiplin. 36% dari total jumlah responden melakukan dua dari perilaku 3M.
Sementara 23,2% melakukan 1 dari perilaku 3M. Hanya 9,3% dari responden yang tidak
melakukan kepatuhan terhadap 3M sama sekali. “Apabila kita analisa secara individual,
menjaga perilaku jaga jarak (47%) lebih rendah daripada memakai masker (71%) dan
mencuci tangan (72%). Khusus untuk jaga jarak, didapatkan ternyata ada aspek norma
sosial yang berperan di sini misalnya, merasa tidak enak menjauh dari orang lain, orang
lain yang mendekat ke saya, atau berpikir bahwa semua orang juga tidak menjaga jarak,”
terang Risang Rimbatmaja, Konsultan UNICEF. Selanjutnya, konsep kesalahan persepsi
bahwa orang yang kelihatan sehat, dianggap tidak bisa menularkan penyakit juga menjadi
faktor rendahnya penerapan perilaku menjaga jarak di kalangan masyarakat. “Yang tidak
kalah menonjol adalah salah persepsi, saya sehat atau orang lain sehat kenapa harus jaga
jarak. Kelihatannya konsep Orang Tanpa Gejala (OTG) masih belum betul-betul berada
di benak masyarakat,” jelas Risang Rimbatmaja. Perlu bagi masyarakat luas mengetahui
konsep OTG, karena masyarakat menjadi merasa tidak perlu menjaga jarak. Apabila
masyarakat mengetahui lebih jauh lagi soal cara penularan COVID-19, diyakini bahwa
masyarakat akan melakukan pencegahan lebih disiplin lagi. “Tentunya semakin baik
pengetahuannya semakin berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan COVID-
19 yang lebih baik dan disiplin.” Ujar Rizky Ika Syafitri. Kebanyakan responden berpikir
bahwa penularan COVID-19 melalui orang yang btuk dan bersin (71%). Hanya 23-25%
responden yang menyebutkan penularan COVID-19 melalui berbicara dan bernafas. Ini
menjelaskan, mengapa jaga jarak dianggap tidak terlalu perlu saat berbicara dengan orang
lain selama lawan bicara tidak batuk atau bersin. Untuk mengedukasi masyarakat
mengenai pentingnya perubahan perilaku ini, penting juga untuk mengetahui media
penyalurannya yang tepat. Sumber informasi yang paling dipercayai masyarakat
mengenai COVID-19 ini adalah media massa televisi, kemudian diikuti oleh koran, radio,
media sosial, WhatsApp Group, pemberitaan media online, dan situs internet. “Jadi kalau
untuk perubahan perilaku, kita cari tahu yang terpercaya. Karena kalau terpercaya
asumsinya masyarakat akan mau melakukan perubahan yang dipromosikan. Medium
televisi masih menjadi salah satu penyaluran terkuat untuk dimanfaatkan. Yang menarik
juga di sini tokoh masyarakat dan tokoh agama masih didengarkan oleh masyarakat.”
Ujar Rizky Ika Syafitri. Pentingnya edukasi lebih lanjut membantu membentuk kerangka
pikir pada masyarakat agar mengubah perilaku pencegahan COVID-19 lebih disiplin lagi.
“Pastikan untuk penanganan COVID-19 masyarakat mengakses sumber-sumber yang
bisa dipertanggungjawabkan. Untuk informasi COVID-19 sudah ada website,
www.covid19.go.id, yang didalamnya terdapat fitur hoax buster untuk memastikan
informasi tersebut benar atau hoaks.” Tutup Rizky Ika Syafitri. Tim Komunikasi Komite
Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.

Anda mungkin juga menyukai