Anda di halaman 1dari 5

NAMA : RISKI FAOMASI ZEGA

NIM : 040981015

MATAKULIAH : TEKNIK MENCARI DAN MENULIS BERITA

Tugas seorang reporter pada dasarnya adalah mengumpulkan informasi. Dia membantu publik
untuk memahami peristiwa-peristiwa yang memengaruhi kehidupan masyarakat. Penggalian
informasi ini membawa sang reporter melalui tiga lapisan atau tahapan peliputan yang terdiri
dari fakta, laporan langsung dan interpretasi,

1. Jelaskan tiga tahap peliputan tersebut dan berikan contohmya!


2. Buatlah reportase singkat tentang “Covid 19” yang mengikuti kaidah tiga tahapan
peliputan tersebut!

Hindari plagiasi dalam menjawab tugas, karena akan mendapatkan nilai 0.

Selamat mengerjakan !

JAWABAN :

1. Tahapan peliputan seperti berikut :


- Lapisan pertama : adalah fakta-fakta permukaan, seperti siaran pers, konferensi pers,
rekaman pidato, dan sebagainya. Lapisan pertama ini adalah sumber bagi fakta-fakta
yang di gunakan pada sebagian besar berita. Informasi ini digali dari bahan yang
disediakan dan dikontrol oleh narasumber. Kenyataannya, wartawan media online
sering kali menelan sepenuhnya siaran pers dengan editing seperlunya, terutama jika
siaran pers itu ditulis dengan baik, selayaknya sebuah berita jadi. Media online
memang “menjual” kecepatan berita : semakin cepat berita dimuat, semakin baik. Itu
sebabnya kelengkapan dan kedalaman berita tidak diperlukan.
- Lapisan kedua : adalah upaya pelaporan yang dilakukan sendiri oleh sipeliput. Disini,
reporter melakukan verifikasi dan meliput peristiwa-peristiwa atau mengumpulkan
data sekunder. Peristiwa sudah bergerak di luar control awal narasumber seperti pada
lapisan pertama. Reporter tidak mentah-mentah menelan begitu saja keterangan pihak
perusahaan tertentu yang mempunyai kasus pembuangan limbah yang mencemari
lingkungan. Reporter datang ke lokasi kejadian dan mewawancarai langsung para
warga atau saksi –saksi kasus tersebut.
- Lapisan ketiga : adalah interpretasi (penafsiran) dan analisis. Pada tahap ini, reporter
menguraikan arti penting suatu peristiwa, penyebabnya, dan konsekuensinya. Public
tidak sekadar ingin tahu apa yang terjadi, mereka juga ingin tahu bagaimana dan
mengapa peristiwa itu terjadi. Apa makna peristiwa itu bagi mereka dan apa yang
mungkin terjadi sesudahnya atau dampak susulan dari peristiwa tersebut.

Contohnya : contoh ringkas tentang lapisan pertama ini. Semasa ia menjadi reporter Didaktika,
ia meliput usaha Dja’ali untuk menyampaikan aspirasi kepada Komisi X Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) atas pemberhentiannya oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi (Kemenristekdikti).

“Saat itu, saya mendengar curahan hati Dja’ali kepada DPR tentang pemberitaan buruknya di
media. Ini bisa disebut lapisan pertama, karena narasumber untuk berita saya menyampaikan
secara langsung permasalahannya,”

”Sesudah dapat informasi dari rektorat, verifikasi juga ke staf-nya atau biro-biro di kampus”
pernyataan mahasiswa juga bisa dimasukkan ke dalam lapisan kedua.

kendala yang terjadi ketika memasuki lapisan kedua. “Kadang, ketika melakukan liputan di
kampus, narasumber di lapisan kedua-lah yang susah untuk ditemui. Meskipun sudah mengirim
surat wawancara ke mereka,”

reporter dituntut untuk bisa menjelaskan penyebab dan konsekuensi dari beritanya.

2. Kritik berdatangan dari berbagai organisasi pers dan wartawan usai Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) yang masih
menggelar kegiatan peliputan tatap muka di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
Padahal pemerintah sudah menginstruksikan agar warga masyarakat diam di rumah dan
menghindari kerumunan guna menekan penyebaran virus corona yang semakin menyebar
luas.
Kritik dilayangkan kepada Kemenko Marves yang menggelar jumpa pers penyerahan
bantuan dari China di Gudang Angkasa Pura Kargo 530 (cargo area) Bandara Soekarno
Hatta, Tangerang Banten pada 27 Maret 2020. Pengumpulan wartawan dalam jumpa pers
tersebut kontraproduktif dengan imbauan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19
serta Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah dalam
Penanganan Penyebaran Covid-19, yang isinya antara lain soal menjaga jarak fisik.
Kepada perusahaan pers, organisasi pers mengimbau redaksi masing-masing media
massa tidak menugaskan para reporternya untuk meliput konferensi pers tatap muka di
tengah pandemi Covid-19. Media massa harus memperhatikan keselamatan para
reporternya.
Pada hari yang sama di Palembang, di halaman kantor Gubernur Sumatera Selatan
(Sumsel) berlangsung acara penerimaan Rapid Test yang melibatkan banyak orang
termasuk wartawan tanpa diatur jarak aman sesuai protokol kesehatan pencegahan
penyebaran Covid-19.
Atas kegiatan itu tersebut Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumsel menyesalkan
kegiatan yang tidak mengindahkan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-
19. 
Kritik dan penyesalan tersebut tidak terlepas dari kekhawatiran akan penyebaran virus
Covid-19 yang bisa mengakibat para wartawan atau reporter terpapar virus yang belum
ada vaksinnya tersebut. 
Wartawan atau atau jurnalis, sering juga disebut reporter adalah salah satu jabatan
kewartawanan yang bertugas melakukan peliputan berita (news gathering) di lapangan
dan melaporkannya kepada publik. Laporan tersebut dalam bentuk tulisan untuk media
cetak atau media online. Atau secara lisan laporannya disampaikan melalui media
elektronik radio dan televisi.
Reporter yang bertugas sebagai pencari berita dianggap ujung tombak dalam meliput
berita. Dalam mengemban tanggungjawab profesinya, reporter harus memiliki kegigihan
dalam mengejar berita, cepat dan sigap mengejar berita, serta harus siap berangkat setiap
saat dan kapanpun dibutuhkan ke lokasi liputan. 
Reporter juga kerap disamakan dengan prajurit militer yang selalu siap jika harus mencari
atau meliput yang informasi seperti peristiwa bencana alam, kecelakaan atau meliput ke
daerah konflik bahkan sampai bertugas ke medan perang atau ke zona bahaya. 
Seorang reporter yang bertugas ke zona bahaya harus mendapat jaminan keselamatan dan
perlindungan kerja dari perusahaan pers. Harus ada standar perlindungan terhadap
wartawan atau reporter dalam menjalankan tugas atau profesinya.
Adakah standar perlindungan wartawan atau reporter yang meliput ke zona bahaya,
seperti saat ini reporter yang bertugas meliput dan berada di tengah pendemi virus Covid-
19? Memang sudah ada protokol kesehatan serta mitigasi peliputan Covid-19. 
Meliput pandemi Covid-19 adalah meliput bencana. Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) menetapkan pandemi Covid-19 dalam kategori bencana non alam.
Merujuk pada UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, ada tiga jenis bencana,
yakni bencana alam, non alam, dan sosial. 
Wabah Covid-19 masuk dalam bencana non alam sebab diakibatkan oleh rangkaian
peristiwa non alam berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah
penyakit. 
Berarti meliput pendemi Covid-19 adalah meliput bencana. Liputan pandemi Covid-19
sama halnya dengan meliput bencana alam atau meliput pertempuran di medan perang.
Semuanya sama-sama berbahaya bagi wartawan.
Untuk menghadapi pandemi Covid-19 belum ada pedoman atau standar khusus
perlindungan meliput pagebluk yang sudah menyebar ke seluruh Indonesia dan dunia.
Berbeda dengan meliput perang atau terjun langsung ke medan perang menjadi wartawan
perang.
Dalam hukum internasional, wartawan yang berada di medan perang perlindungan diatur
menurut Hukum Humaniter Internasional. Hukum Humaniter adalah salah satu sistem
hukum yang diciptakan oleh masyarakat internasional untuk mengatur mengenai
perlindungan korban perang. Instrumen Hukum Humaniter Internasional tersebut adalah
Konvensi Hague 1899 dan 1907, Konvensi Jenewa 1929, Konvensi Jenewa 1949,
Protokol Tambahan I 1977. 
Pada Pasal 79 Protokol Tambahan I 1977 menyebutkan :  Wartawan-wartawan yang
melakukan tugas-tugas pekerjaanya yang berbahaya di daerah-daerah sengketa bersenjata
harus dianggap sebagai orang sipil di dalam pengertian Pasal 50 ayat (1).
Wartawan perang akan dilindungi di bawah konvensi dan protokol yang berlaku, asalkan
mereka tidak mengambil tindakan yang mempengaruhi secara merugikan kedudukan
mereka sebagai orang-orang sipil, dan tanpa mengurangi hak mereka sebagai wartawan
perang yang ditugaskan pada angkatan perang dengan kedudukan seperti yang ditetapkan
dalam Pasal 4 A(4) dari Konvensi Ketiga.
UU Pers 
Profesi wartawan di Indonesia mendapat perlindungan hukum. Wartawan adalah orang
yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik atau menyusun dan mencari berita.
Reporter merupakan salah satu bagian dari profesi jurnalis. Perlindungan hukum atas
reporter maupun profesi wartawan didasarkan pada Pasal 8 Undang-Undang No 40
Tahun 1999 tentang Pers yang menyebutkan bahwa “dalam menjalankan fungsinya,
jurnalis mendapat perlindungan hukum.”
Wartawan adalah pilar utama kemerdekaan pers. Oleh karena itu dalam
menjalankan tugas profesinya wartawan mutlak mendapat perlindungan hukum dari
negara, masyarakat, dan perusahaan pers. Selain perlindungan melalui UU Pers, Dewan
Pers juga menerbitkan Peraturan Dewan Pers Nomor: 5/Peraturan-DP/IV/2008 tentang
Standar Perlindungan Profesi Wartawan.
Dalam Standar Perlindungan Profesi Wartawan pada butir pertama menyebutkan,
perlindungan yang diatur dalam standar ini adalah perlindungan hukum untuk wartawan
yang menaati kode etik jurnalistik dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya memenuhi
hak masyarakat memperoleh informasi.
Kemudian pada butir lima, wartawan yang ditugaskan khusus di wilayah berbahaya dan
atau konflik wajib dilengkapi surat penugasan, peralatan keselamatan yang memenuhi
syarat, asuransi, serta pengetahuan, keterampilan dari perusahaan pers yang berkaitan
dengan kepentingan penugasannya.
Dalam kondisi saat ini, di tengah pandemi virus Covid-19 apakah standar perlindungan
terhadap reporter yang berpotensi terpapar virus Covid-19 sudah melindungi para
reporter? Apakah perusahaan pers atau media yang mempekerjakan reporter tersebut juga
sudah melindungi keselamatan reporternya?
Seorang reporter yang bekerja pada perusahaan perusahaan pers adalah pekerja. Bagi
seorang pekerja, keselamatan kerja merupakan kebutuhan mendasar. Keselamatan kerja
mencakup, melindungi pekerja dari risiko
kecelakaan kerja. Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja, agar pekerja/buruh dan
orang-orang di sekitarnya terjamin keselamatannya.
Keselamatan kerja bagi pekerja diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 86 dan Pasal 87, serta UU Nomor  1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja.
UU No.13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa, setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas : 1) Keselamatan dan kesehatan kerja, 2) Moral dan
kesusilaan; dan 3) Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-
nilai agama. Kepada perusahaan juga wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan manajemen perusahaan.
Sejak pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia, sudah banyak wartawan atau reporter
yang harus menjalani isolasi, karantina mandiri karena bersinggungan dengan
narasumber yang ternyata dinyatakan positif Covid-19.  
Dalam masa pandemik Covid-19 sudah saatnya memaksimalkan teknologi informasi
yang sudah akrab dengan wartawan. Terapkan protokol kesehatan dengan menghindari
kerumunan, tidak ada wawancara doorstop, jaga jarak dan melakukan jumpa pers jarak
jauh atau daring. Wawancara dengan nara sumber bisa menggunakan pesan tertulis atau
telepon
Reporter di lapangan harus membekali diri dengan membawa perlengkapan yang terdiri
dari masker, sarung tangan karet, hand sanitizer, sabun cair dan vitamin. Saatnya
melakukan liputan di lapangan secara selektif. Berita eksklusif bukan segalanya
dibanding keselamatan dan kesehatan seorang reporter. Ingat keluarga di rumah.

Anda mungkin juga menyukai