Anda di halaman 1dari 20

Konvergensi sebagai Respon terhadap Perubahan Pasar Media (Studi pada Surat Kabar Republika)

UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH KONVERGENSI MEDIA

Oleh: M. Ghurron Muhajjalin (1006711031)

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK DESEMBER 2012

ABSTRAKSI

M. Ghurron Muhajjalin (1006711031)

Dilihat dari aspek ekonomi, penerapan konvergensi media dapat dirasakan pada level produksi, distribusi, dan konsumsi. Praktek konvergensi media ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi kerja sehingga diharapkan mampu meningkatkan profit demi menciptakan iklim usaha dalam korporasi yang sehat. Di sisi lain, kemajuan teknologi dan keberadaan internet semakin mengarahkan pasar media ke arah neoliberalisme dan membuat kepemilikan media semakin terkonsentrasi. Media konvensional seperti koran yang sebelumnya telah berhasil membangun pondasi bisnis yang kokoh kembali menghadapi tantangan besar untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi informasi dan perubahan audiens. Konvergensi kemudian menjadi sebuah keharusan bagi media konvensional untuk tetap bertahan dalam industri. Republika sebagai surat kabar nasional yang telah terbit sejak tahun 1993 juga menghadapi tantangan untuk bersaing dengan media besar lain dalam industri. Penerapan konvergensi oleh surat kabar Republika merupakan respon terhadap perubahan pasar demi mempertahankan eksistensi perusahaan dalam industri. Hal ini terbukti dari kemunculan Republika Online pada tahun 1995 yang hingga saat ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Makalah ini berusaha melihat sejauh mana penerapan konvergensi di media Republika dilihat melalui lima tahap konvergensi media yang dikemukakan Dailey, et.al (2005) yaitu (1) crosspromotion, (2) cloning, (3) coopetition, (4) content-sharing, dan (5) full convergence. Selain itu, makalah ini juga berusaha melihat kemungkinan terbentuknya public sphere dalam media melalui fitur interaktif dan user generated content. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara sebagai data primer dan studi literatur sebagai data sekunder.

Kata kunci: konvergensi media, public sphere, user generated content.

Latar Belakang

Konvergensi media merupakan sebuah fenomena multidimensional dimana prosesnya bisa diamati pada berbagai aspek meliputi sosial, politik, ekonomi dan legal formal. Maka dari itu, kita tidak bisa mengkaji proses konvergensi hanya dari aspek teknologi saja, walaupun memang aspek ini merupakan aspek utama yang mendasari terjadinya konvergensi. Seluruh aspek dalam konvergensi ini saling terkait. Dalam berbagai aspek tersebut, terjadi sebuah perselisihan akibat dari perbedaan tujuan dari konsumen, produsen dan penyalur (Dwyer, 2010). Dalam uraiannya, Jenkins juga menekankan pentingnya konsep logika kultural dalam konvergensi media (Cultural Logic of Media Convergence). Menurut Jenkins, konvergensi bukan hanya proses penggabungan teknologi media melainkan sebuah industri kebudayaan yang terjadi melalui channel media. Jadi, pada era konvergensi media tidak hanya menyebarkan konten namun lebih dari itu, media yang terkonvergensi membentuk suatu budaya baru bagi masyarakat. Jika dilihat dari perspektif ekonomi, perubahan yang muncul dari adanya konvergensi dapat dirasakan pada level produksi, distribusi, dan konsumsi industri media. Munculnya fenomena konvergensi semakin mempermudah dan mempercepat proses distribusi konten dan transaksi yang sebelumnya sangat rumit. Perubahan ini tentunya dimotori oleh perkembangan teknologi komunikasi yang secara tidak langsung juga memberikan keuntungan tersendiri bagi konsumen. Hal ini kemudian juga mendorong perubahan pada level produksi dimana seluruh perusahaan media dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tren pasar. Perubahan proses distribusi konten media ini kemudian juga mengubah cara audiens dalam mengkonsumsi media harian mereka. Internet merupakan salah satu contoh konkrit yang menggambarkan terjadinya perubahan pada media di level produksi, distribusi, dan konsumsi. Berbeda dengan media tradisional, internet memiliki karakteristik point-to-point (P2P) dan point-to-multipoint yang berarti bahwa internet memberikan sarana hubungan antar individu dan juga memberikan sarana interaksi pada banyak orang secara langsung. Proses konvergensi media melibatkan hubungan antara media lama dan media baru. Namun, adalah salah jika konvergensi dianggap sebagai sebuah proses perpindahan dari media lama

ke media baru. Niels Finnemann kemudian mengungkapkan sebuah kerangka ko-evolusioner yang dianggap cocok dalam menggambarkan relasi antara media lama dan media baru dalam konteks konvergensi. Finnemann memfokuskan diri pada bagaimana internet berkotribusi terhadap perubahan sistem media melalui koeksistensi berbagai konten yang telah ada (baik berbayar maupun tidak); individualisasi dan cakupan yang mengglobal; dan fragmentasi publik berdasarkan kebutuhan dan minat yang terspesialisasi dan ter-individualisasi. Finnemann kemudian mencanangkan teori ko-evolusi dari media lama dan baru dalam suatu rangkaian media yang kompleks. Teori ini muncul dari pengamatan spesifik terhadap interaksi antara media lama dan media baru dari segi sejarah, geopolitik, dan budaya. Menurut Finnemann, internet dan media digital menciptakan fitur dan fasilitas baru, sehingga media digital berkontribusi terhadap perubahan dalam keseluruhan acuan media. Walaupun begitu, internet dan media digital tidak serta merta menggantikan media lama. Namun lebih kepada proses yang dinamakan co-evolusi, termasuk pengembangan berbagai bentuk interrelationship (Dwyer, 2010). Media lama yang mengalami proses refungsionalisasi, di sisi lain juga memberikan pengaruh terhadap pengembangan media internet. Implikasi yang dihasilkan dari proses ini adalah pengarahan secara sosial dan kultural pada pengembangan berbagai bentuk interakasi dan pemanfaat internet dalam berbagai budaya. Adanya karakteristik P2P yang dimiliki oleh internet dan jejaring sosial ternyata memberikan perubahan pada media komunikasi di bidang politik, budaya, dan ekonomi (Dwyer, 2010). Contohnya adalah gerakan sosial demokratis yang dilakukan melalui internet yang menjadi bukti adanya pesan/ konten yang bersifat non-komodikatif dan berada di luar struktur pasar. Namun di satu sisi, kegiatan non-komodikatif ini juga bisa membentuk suatu kelompok konsumeris baru yang secara tidak langsung mendukung gerakan neoliberal. Terkait hal ini, Hallin mengatakan bahwa neoliberalisme pada kenyataannya mampu membentuk sebuah ideologi politik yang mengkooptasi retorika pemberdayaan, pembebasan dan kritik populer menjadi sebuah legitimasi terhadap pasar (Dwyer, 2010). Hallin juga menambahkan bahwa bukan hanya komersialisasi yang dapat membentuk perubahan sosial dalam budaya media. Ada faktor lain yang juga dapat membentuk perubahan sosial seperti profesionalisme kritis di bidang jurnalisme dan budaya politik populis suara rakyat dan gerakan sosial diakomodasi.

Manusia kini memainkan peran penting dalam arsitektur web partisipatif. Respon adaptif dari manusia kemudian akan dibentuk menjadi suatu pola untuk tujuan komersil. Seperti daftar video dengan penonton terbanyak di YouTube atau daftar buku yang direkomendasikan di Amazon. Para perusahaan ini berusaha mengaitkan masyarakat dalam suatu jaringan untuk membentuk sebuah kapital sosial. Semakin banyak informasi dan transaksi yang diberikan pelanggan pada situs e-commerce, maka ia akan mendapat pelayanan yang lebih baik. Sistem yang ada akan memperkirakan minat dan intensi pelanggan tersebut di masa yang akan datang, sehingga mendorong pelanggan untuk terus memberikan informasi pada sistem. Internet telah mentransformasi media komunikasi baik dari segi politik, ekonomi dan budaya. Transformasi ini muncul melalui perubahan pola penggunaan media dimana perbedaan antara format hardnews dan softnews kini semakin samar akibat adanya rekonfigurasi komunikasi publik dan privat. Korporasi media telah menciptakan cara baru untuk mengumpulkan audiens agar dapat membangun dan mempertahankan konsumen yang mampu memberikan keuntungan. Perbedaan antara editorial dan advertorial kini juga dibentuk kembali seiring perubahan dalam industri, termasuk bagaimana korelasinya dengan penyatuan konten informasi dan hiburan yang sebelumnya sangat jelas perbedaannya. Sejak akhir abad ke dua puluh, media tradisional telah mengubah bisnis mereka menjadi multi-platform yang terintegrasi dengan internet, sebagai bagian dari kapitalisme digital. Adaptasi yang dilakukan media tradisional ini kemudian memunculkan permintaan yang sifatnya hegemonis dari konsumen yang menjadi bagian dari proyek neoliberalisasi dalam pasar global. Neoliberalisme ini ternyata butuh sebuah teknologi informasi, termasuk database website jejaring sosial untuk memberikan respon adaptif terhadap pasar. Melalui proses akuisisi terhadap website jejaring sosial yang ada, perusahaan media dapat melakukan promosi silang terhadap suatu konten melalui beberapa platform. Yang penting untuk diketahui adalah proses konvergensi media pasti akan diikuti oleh proses konsolidasi dalam industri dan kepemilikan lintas sektor (sectoral cross-ownership) yang tentunya berada dalam satu lingkup ideologi dan kebijakan tertentu. Diskursus konvergensi telah menunjukkan betapa konsolidasi dalam industri media semakin dilegitimasi dibawah ideologi dan kebijakan yang ada. Korporasi media komersial sangat dipengaruhi oleh ideologi neoliberal, maka dari itu kemunculan strategi pengelompokan dalam industri media dapat dilihat sebagai usaha untuk

mensegmentasikan pasar. Bentuk strategi pengelompokan dalam media yang terkonvergensi adalah adanya jejaring sosial. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, konvergensi merupakan sebuah bagian dari perkembangan pasar media dan komunikasi yang memberi perubahan signifikan terhadap proses produksi, distribusi, dan konsumsi dalam industri. Neoliberalisme-lah yang menjadi ideologi penggerak industri media di era konvergensi ini. Neoliberalisme sendiri dapat didefinisikan dalam sebuah ide dasar yaitu optimalisasi pendapatan/ modal sosial dengan mengarahkan seluruh perilaku manusia pada pasar yang dituju (Dwyer, 2010). David Harvey kemudian juga mengkaji praktek neoliberalisasi industri media dalam konteks yang lebih luas. Menurutnya, neoliberalisasi ini muncul seiring proses deregulasi perputaran modal oleh pemerintah dan privatisasi aset negara yang menciptakan kondisi bagi para perusahaan media (terutama ICT) untuk meraup keuntungan.

Profil Republika Republika merupakan surat kabar nasional yang didirikan oleh kelompok Muslim bagi publik di Indonesia. Surat Kabar yang terbit perdana pada tanggal 4 Januari 1993 ini didirikan di bawah naungan perusahaan PT. Abdi Bangsa dimana saham mayoritas dipegang oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Pada tahun 2004, Republika dikelola oleh PT Republika Media Mandiri (RMM). Sementara PT Abdi Bangsa (sekarang bernama PT Mahaka Media) naik menjadi perusahaan induk (Holding Company). Selain memiliki surat Kabar Republika dan Republika Online, PT. Mahaka Media juga memiliki beberapa media besar lain dalam berbagai platform yang berbeda seperti yang digambarkan Merlyna Lim dalam peta kepemilikan di bawah ini.

Gambar 1. Peta kepemilikan media grup Mahaka Media Sumber: Lim, Merlyna. (2011). @crossroads: Democratization & Corporatization of Media in Indonesia. Participatory Media Lab

Pada akhir tahun 2010, Republika berada pada peringkat 4 surat kabar dengan oplah tertinggi yaitu sebesar 325.000 kopi per hari (Lim, 2011). Tiga surat kabar di atasnya yaitu Kompas (600.000 kopi per hari), Jawa Pos (450.000 kopi per hari), dan Suara Pembaruan (325.000 kopi per hari) . Republika menjadi media nasional pertama yang melakukan Cetak Jarak Jauh (CJJ) pada 17 Mei 1997 (Suryana, 2008). Selain itu, Republika juga melakukan pendekatan pada komunitas pembaca lokal. Republika menjadi salah satu koran pertama yang menerbitkan halaman khusus daerah. Republika juga menjadi media pertama di Indonesia yang mengembangkan media online (www.republika.co.id) yang lahir pada 17 Agustus 1995 (Suryana, 2008). Republika Online (ROL) merupakan portal berita yang menyajikan informasi secara teks, audio, dan video, yang terbentuk berdasakan teknologi hipermedia dan hiperteks. Portal berita Republika
7

Online-pun terus melakukan inovasi seiring kemajuan informasi dan perkembangan sosial media. ROL kini hadir dengan berbagai fitur baru yang merupakan percampuran komunikasi media digital. Informasi yang disampaikan diperbarui secara berkelanjutan yang terangkum dalam sejumlah kanal. ROL juga hadir dalam versi bahasa inggris untuk mengakomodasi kebutuhan pembaca asing. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada akhir tahun 2010, pengunjung harian (daily unique visitors) Republika Online mencapai jumlah 70.875 orang sedangkan pengunjung bulanan (monthly unique visitors) mencapai 1.444.500 orang (Lim, 2011).

Rumusan Masalah

Pada negara liberal demokratis, keragaman kepemilikan dan keragaman konten menjadi prinsip dasar dalam membentuk regulasi. Upaya untuk membangun keragaman media yang berkelanjutan kini juga menjadi sebuah tantangan baru bagi kebijakan media di abad 21. Kebijakan yang mengatur keragaman dan pluralisme di internet, telepon seluler, dan televisi digital menjadi sangat penting seiring perpindahan media tradisional ke media baru. Di tahun 1996, Noam Chomsky mengemukakan sebuah model propaganda yang menjelaskan proses terbentuknya propaganda di media mainstream. Menurut Chomsky, media dominan sangatlah terikat dengan sistem ekonomi yang ada. Media-media tersebut merupakan institusi yang yang berorientasi pada profit, dikuasai oleh segelintir orang/ perusahaan kaya, dan didanai oleh pengiklan yang juga mengejar profit (Herman, 1996). Media juga sangat tergantung dengan pemerintah dan lebaga bisnis besar sebagai sumber informasi, pertimbangan politik, dan kepentingan yang tumpang tindih sehingga memunculkan sebuah solidaritas yang muncul diantara media besar, pemerintah, dan korporasi untuk bersama menyelesaikan kepentingannya. Pemerintah dan perusahaan bisnis juga berada pada posisi yang lebih diuntungkan dimana mereka bisa memberikan tekanan dan mengontrol media melalui iklan, hak siar, regulasi, dsb. Selain itu, media juga dikendalikan oleh ideologi dominan, yaitu ideologi antikomunisme (Chomsky mengatakan bahwa ideologi yang lebih cocok untuk menggambarkan keadaan sekarang adalah ideologi anti-teroris). Salah satu bentuk manifestasi ideologi mainstream media adalah larangan untuk mengkritik penyerangan pada negara yang berlabel komunis/ teroris. Menurut Chomsky, faktor-faktor
8

yang telah disebutkan diatas (struktur kepemilikan, peran iklan, ketergantungan dengan sumber informasi, celah dalam regulasi media, dan ideologi anti komunis) merupakan sebuah filter yang harus dilalui oleh informasi yang akan disampaikan di media. Filter ini akan menentukan pilihan media dan menyebarkan pandangan dan minat yang sama. Intinya, model propaganda ini menggambarkan sistem kontrol dan pemrosesan konten media dalam suatu sistem pasar yang telah ter-desentralisasi dan non-konspiratoris. Adanya konvergensi membuat peran media (terutama media antar jaringan) semakin komersil. Dari sinilah muncul asumsi bahwa media baru dapat berpotensi menjadi sarana propaganda dengan cara memproduksi sebuah konsensus melalui informasi yang terkontrol atau terfilter oleh faktor-faktor yang telah disebutkan di atas. Pola diatas juga tidak hanya diterapkan pada berita namun juga pada ide-ide dominan dalam masyarakat. Selain itu, adanya konvergensi juga mempersulit kelompok minoritas untuk bersuara. Ide tentang suara masyarakat ini awalnya diterapkan sebagai sebuah kebijakan pada media tradisional dimana terdapat asumsi bahwa keragaman kepemilikan akan memunculkan keragaman suara. Konsep suara masyarakat ini sebenarnya merupakan tuntutan, karena representasi merupakan unsur yang sangat penting dalam sistem media demokratis. kondisi pekerja media kontemporer memaksa para pekerja/ pegawai untuk memberikan komitmen personal yang tinggi sebagai imbalan atas posisi yang telah mereka dapatkan. Walaupun di sisi lain, resiko untuk kehilangan pekerjaan juga tinggi. Kondisi ini kemudian akan menghilangkan aspirasi dalam proses pengambilan keputusan dalam lingkungan kerja. Meskipun di tataran ideal, aspirasi dari pekerja diharapkan akan muncul melalui adanya komitmen yang tinggi. Di waktu yang sama, logika pasar yang mengejar efisiensi distribusi kerja hanya memberikan lapangan kerja yang sedikit. Dari paparan di atas, yang perlu dikaji adalah sejauh mana penerapan konvergensi yang dilakukan oleh surat kabar Republika? Apa saja tahapan yang telah dilakukan? Dan apakah praktek konvergensi yang dilakukan oleh surat kabar Republika semakin meningkatkan kemungkinan terbentuknya propaganda oleh media? Atau malah sebaliknya. Pertanyaaanpertanyaan inilah yang perlu dijawab untuk melihat praktek konvergensi yang dilakukan oleh Republika secara keseluruhan dan dampak yang ditimbulkannya. Gambaran praktek konvergensi yang dilakukan oleh Republika kemudian akan dibandingkan dengan praktek konvergensi ideal (berdasarkan sumber sekunder) untuk kemudian menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi terkait praktek konvergensi yang dilakukan oleh surat kabar Republika.
9

Tinjauan Literatur

Perubahan dramatis pada aspek ekonomi, industri komunikasi, dan politik dalam beberapa tahun trakhir mengarahkan pada peningkatan penerapan propaganda dimana iklan dan kepemilikan menjadi faktor yang sangat penting. Namun, fenomena ini dapat diminimalisir dengan adanya konten buatan pengguna (User Generated Content). Disini audiens dapat berpartisipasi dalam media dan secara kreatif memanfaatkan media online untuk memproduksi dan mendistribusikan informasi dan berkontribusi dalam terbentuknya ruang publik (mediasphere). Organisasi pengembangan dan kooperasi ekonomi (OECD) mengemukakan enam poin utama manfaat kemunculan konten buatan pengguna dari segi sosio-ekonomi, yaitu: (1) desentralisasi ekonomi; (2) muncul bentuk kompetisi baru bagi audiens untuk menarik audiens; (3) munculnya produser konten pro-amatir; (4) partisipasi, remediasi dan peggunaan ulang informasi menjadi aspek utama dalam konsumsi konten; (5) persebaran pendapatan; (6) platform media yang terbuka (Dwyer, 2010). User Generated Content ini muncul karena adanya inovasi teknologi dan piranti lunak yang menciptakan sarana bagi user untuk menyebarkan kotennya. Nick Couldry mengemukakan bahwa terdapat lima potensi yang dapat dimunculkan oleh teknologi media baru untuk menjamin keragaman suara (Couldry, 2010). Pertama, adanya aspirasi/ suara baru dimana teknologi media baru memberikan kesempatan bagi khalayak dengan cakupan yang lebih luas untuk menyampaikan suara mereka. Kedua, adanya potensi peningkatan kesadaran bersama akan suara alternatif, sebagai efek dari adanya media baru itu sendiri. ketiga, adanya skala baru dalam organisasi. Kemampuan internet dalam mensirkulasi materi digital dalam skala besar akan memungkinkan terjadinya sebuah gerakan politis dalam sebuah skala yang tidak bisa dijangkau sebelumnya. Keempat adalah meluasnya jangkauan organisasi politik untuk melakukan agregasi kepentingan masyarakat. Kelima, adalah adanya peningkatan intensitas untuk mendengarkan suara masyarakat, terutama bagi pemerintah. Gagasan konten buatan pengguna ini sangat mungkin diterapkan pada organisasi media pelayanan publik. Namun hal ini masih menjadi sebuah masalah pada media komersil yang berusaha melakukan segregasi konsumen media demi kepentingan pemodal. Maka dari itu, disinilah pentingnya peran pemerintah sebagai regulator yang menjamin bahwa masyarakat akan mendapat informasi yang mencerdaskan dan tidak merugikan. dengan mengenali peran

10

dari kekuatan politik dan ekonomi dalam struktur industri media, akan disadari bahwa proses demokratisasi media merupakan sebuah tugas politik. Sekali lagi, pemerintah sebagai regulator-lah yang memegang peranan utama dalam membangun iklim media yang demokratis sehingga dapat menjamin adanya representasi dan keragaman suara. Yang perlu digaris bawahi adalah kesuksesan praktek konvergensi media dalam skala pasar yang lebih kecil. Dari beberapa pengamatan di Amerika, model bisnis ini dianggap sesuai dengan keadaan pasar dan regulasi industri komunikasi di era sekarang. Selain itu, dalam skala mikro, masyarakat juga mendapat pelayanan yang sangat baik berkat adanya konvergensi media. Bahkan tren positif ini diprediksikan akan terus berlanjut. Maka dari itu, diperlukan analisa lebih lanjut untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kesuksesan praktek konvergensi pada media di pasar yang lebih kecil. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, praktek konvergensi yang diterapkan pada pasar media yang lebih kecil menerapkan model konvergensi kontinuum seperti yang dikemukakan oleh Dailey, Demo, dan Spillman. Model konvergensi kontinuum ini terdiri dari lima tahapan aktivitas yang dilakukan oleh dua atau lebih lembaga media yang bekerjasama. Lima tahapan tersebut yaitu (1) cross-promotion, (2) cloning, (3) coopetition, (4) content sharing, (5) full convergence (Grant & Wilkinson, 2009). Cross-promotion proses pengenalan konten partner konvergensi. Cloning merupakan proses replikasi konten dari satu media untuk media lain. Sedangkaan coopetition merupakan istilah yang menggambarkan adanya kerjasama dan persaingan antara media yang saling berpartner dalam waktu yang sama. Sedangkan melalui content sharing, para partner media berbagi konten yang dikemas ulang dan bahkan berbagi dana. Terakhir, melalui full-convergence para partner media saling berbagi dalam proses pencarian dan pengumpulan informasi, dengan tujuan agar tiap medium mampu menyampaikan berita/ konten yang memiliki keunggulan dan ciri khas masingmasing. Berbeda dengan proses akuisisi dan merger yang mengabaikan asas diversity of ownership dan diversity of content, model konvergensi kontinuum seperti yang telah dikemukakan di atas ternyata lebih mampu memberikan kepuasan baik di pihak media dan konsumen media. Model konvergensi kontinuum masih menjamin terlaksanya asas keragaman kepemilikan karena yang dilakukan adalah kerjasama antar media tanpa perpindahan kepemilikan, asas keragaman konten juga masih terjamin karena kepemilikan yang plural, kualitas konten juga

11

terjamin karena adanya iklim kompetisi dalam pasar, konsumen media juga puas karena bisa mendapat konten berkualitas dalam berbagai medium termasuk media baru. Dalam hal ini, lagi-lagi diperlukan peran pemerintah sebagai regulator yang menjamin bahwa kepemilikan dalam industri media tidak terlalu terkonsentrasi dan berada dalam level yang belum merugikan masyarakat. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis memberikan beberapa saran terkait bagaimana seharusnya media mainstream di Indonesia mempraktekkan konvergensi: 1. Menerapkan konvergensi berdasarkan model konvergensi kontinuum dibandingkan melalui merger dan akuisisi. 2. Menyediakan sarana publikasi bagi User Generated Content dan memberikan sarana bagi terciptanya ruang publik terutama di media baru. Tidak bisa dipungkiri bahwa penerapan konvergensi yang disarankan seperti di atas sangat membutuhkan peran pemerintah sebagai pihak regulator yang mengatur kinerja organisasi media dalam industri di suatu negara. Selain itu, faktor lain yang dirasa sangat mendukung adalah perlunya literasi media pada audiens di era konvergensi. Literasi media akan mampu meminimalisir efek propaganda dan meningkatkan kualitas User Generated Content dan ruang publik yang ada. Pendidikan literasi media bagi masyarakat di era konvergensi merupakan sebuah urgensi demi terciptanya iklim media yang sehat dan mampu mencerahkan masyarakat. Beberapa akademisi bahkan percaya akan besarnya kekuatan dari masyarakat, bahkan di dalam pasar neoliberalisme sekalipun. Tidak bisa dipungkiri bahwa politik dan pemerintahan nyatanya juga berperan dan bahkan mendukung korporasi besar dalam pasar neoliberal. Bentuk dukungan pemerintah bagi korporasi bisa melalui manipulasi, eksploitasi dan penggunaan sumber daya yang ada untuk memaksimalkan kontrol individual, stabilitas, dan pertumbuhan (Min, 2012). Namun masyarakat secara perlahan juga mulai sadar akan adanya kerjasama antara pemerintah dan ekonomi. Walaupun kesadaran ini muncul secara perlahan, namun lambat laun semakin banyak masyarakat yang sadar bahwa kerjasama dari politik dan industri tidak terelakkan. Mereka yang tidak memiliki kekuatan aspirasi dan kekuasaan akan selalu berusaha mengambil alih dan menyuarakan ketidakpuasan mereka.

12

Hasil Temuan dan Analisa

Berdasarkan hasil wawancara dan studi literatur, terdapat beberapa temuan utama terkait praktek konvergensi media yang dilakukan oleh media Republika. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, praktek konvergensi yang dilakukan surat Kabar Republika merupakan salah satu usaha korporasi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar/ konsumen media. Berikut adalah penjelasan lebih detail mengenai sejauh mana surat kabar Republika mempraktekkan konvergensi media.

Praktek Konvergensi Republika Tinjauan yang dilakukan pada praktek konvergensi surat kabar Republika dilakukan melalui perspektif tahapan konvergensi kontinuum yang dikemukakan oleh Dailey, Demo, dan Spillman yaitu (1) cross-promotion, (2) cloning, (3) coopetition, (4) content sharing, dan (5) full convergence. Surat kabar Republika telah melakukan tahapan cross-promotion yaitu pengenalan konten partner konvergensi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa fakta berikut: 1. Dicantumkannya alamat website Republika Online pada halaman awal surat kabar Republika sebagai salah satu upaya pengenalan portal berita online Republika 2. Terdapat iklan yang mempromosikan e-paper Republika pada website Republika Online. Selain itu, e-paper Republika juga dapat diakses melalui website Republika Online (salah satu dari menu utama) 3. Di seluruh media dalam berbagai platform (cetak, situs berita, dan e-paper) selalu dicantumkan akun resmi social media Republika agar para konsumen dapat tetap update dengan konten baru Republika. Dari segi pembuatan konten, Republika masih berada pada tahap cloning atau replikasi konten dari satu media untuk media lain. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan M. Arief Darmawan (Jurnalis Republika) yang mengemukakan bahwa masih terdapat pemisahan antara struktur jurnalis surat Kabar Republika dan Republika Online.

13

Pada dasarnya, Jurnalis Republika melakukan peliputan untuk keduanya (surat kabar dan online) secara bersamaan. Tapi, secara struktur, Republika cetak dan online punya jurnalisnya masing-masing. Di Republika, hal ini berlaku cair. Artinya, berita dari jurnalis online bisa juga dinaikkan di edisi cetak atau dijadikan pelengkap berita di edisi cetak. Begitu juga sebaliknya, berita dari jurnalis cetak bisa langsung dinaikkan ke ROL. Ini tergantung situasi. Intinya, kedua unsur jurnalis ini di Republika saling melengkapi. Lantaran pembaca online punya selera yang beda sama pembaca cetak, pola penulisan di situs dengan di cetak akhirnya ikut berbeda juga. Pemisahan struktur ini saya lihat cuma masalah fokus pembacanya aja. Sederhananya begitu. Lagipula, tidak semua berita yang akan cetak dimunculkan di internet. Berita yang muncul di internet biasanya berita yang belum terlalu lengkap. Bisa dibilang berita yang sepotong-sepotonglah. Berita dengan unsur berita yang lengkap, minimal yang sudah cover both side dan dijahit rapi, itu yang masuk berita cetak. (Darmawan, 2012) Namun walaupun terdapat pemisahan struktur jurnalis, dalam redaksi Republika hanya terdapat satu newsroom yang mengatur konten berita untuk surat kabar Republika dan Republika Online. Jadi newsroom tersebut-lah yang akan menentukan konten dari surat kabar Republika dan Republika Online. Di Republika cuma ada satu newsroom. Di strukturnya sendiri memang cuma ada satu kepala newsroom. Cek aja di korannya. Nantinya, newsroom ini ikut ambil kebijakan tentang mana berita yang bisa masuk ROL dulu, dan yang cuma bisa muncul di cetak. (Darmawan, 2012)
Jurnalis surat kabar Republika Jurnalis Republika Online

Newsroom Republika

Surat Kabar Republika

Republika Online

Bagan 1. Pola kerja jurnalis Republika


14

Selain itu, dari segi permodalan dan keuangan, masih terdapat pemisahan antara surat kabar Republika dan Republika Online (belum mencapai tahapan full convergence). Pihak pengiklan tidak bisa memasang iklan langsung ke kedua media tersebut melalui satu bentuk paket kerjasama. Pihak pengiklan harus membuat kesepakatan di masing-masing media (online dan cetak) jika ingin beriklan di surat kabar Republika dan Republika Online. Nah, untuk masalah iklan ini, terus terang saya juga kurang paham. Ini lantaran kewenangan iklan bukan di tangan redaksi. Ini murni kewenangan perusahaan, terutama bagian iklan dan pemasaran. Tapi, umumnya saya lihat, bukan cuma di Republika, di media lain juga kebijakan iklan di cetak dan situs internetnya itu agak berbeda. Ini kayaknya terkait masalah durasi tayang iklan itu sendiri. Misalnya, banyak iklan yang masuk cetak hanya untuk edisi beberapa hari, malah ada yang cuma untuk sehari. Sementara, iklan di situs bisa untuk jangka waktu yang lebih lama. (Darmawan, 2012)

Dari sini bisa dikatakan bahwa berdasarkan tahapan konvergensi kontinuum yang dikemukakan oleh Dailey, Demo, dan Spillman; Republika telah mencapai tahapan crosspromotion dan cloning. Tahapan coopetition belum dicapai karena Republika tidak melakukan kerjasama dengan korporasi media lain ataupun memiliki dua media dalam platform yang sama.

Interaktivitas dan Sarana bagi User Generated Content Dari segi interaktivitas, harian Republika telah membuat berbagai rangkaian fitur yang cukup mengakomodasi hal ini. Berikut adalah beberapa fakta yang memperlihatkan seberapa jauh Republika memberikan layanan interaktif bagi pembaca: 1. Pembaca Republika Online dapat memberikan komentar pada setiap berita yang ditampilkan 2. Terdapat kanal Komunitas di website Republika Online yang mengenalkan beberapa komunitas yang dinaungi/ bekerjasama dengan Republika serta berbagai informasi terbaru mengenai komunitas tersebut. Beberapa komunitas tersebut diantaranya adalah komunitas AlamSemesta, Ninja Owners Club, Love Our Heritage, Picnicholic, TREMORZ!, Women Script & Co, Wapena, Backpacker Community, Akar, Perhimpunan Pelajar Indonesia dan beberapa komunitas lain.

15

3. Terdapat kanal Forum di website Republika Online sebagai sarana komunikasi dan interaksi antara pembaca Republika Online (Republika menyebutnya sebagai ROLers). 4. Terdapat kanal Konsultasi di website Republika Online yang membantu pembaca Republika Online untuk melakukan konsultasi dengan dai dan dokter profesional terkait masalah keagamaan/ kesehatan. 5. Terdapat fitur polling di website Republika Online sehingga pembaca bisa menyampaikan pendapat mereka mengenai isu tertentu

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa layanan bagi tersedianya interaktivitas sudah diberikan oleh Republika Online melalui berbagai fitur dan kanal yang ada. Kanal-kanal ini ditujukan untuk mensegmentasi pembaca Republika Online demi kemudahan pembaca dan pengiklan untuk menjangkau target pasar mereka. Fitur dan kanal yang ada, seperti Forum dan Komunitas telah menjadi sarana bagi kelompok minoritas untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat mereka. Pemanfaatan inovasi pada media baru ini pada kenyataannya mampu meningkatkan keragaman suara dan mengubah pola komunikasi media massa yang dulunya searah. Yang penting untuk diperhatikan adalah fitur interaktivitas yang ada pada Republika digunakan sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan profit melalui segmentasi audiens yang memudahkan para pengiklan untuk menjangkau segmen pasar yang dituju. Hal ini menunjukkan bahwa adanya interaktivitas tidak selalu bertentangan dengan usaha pemaksimalan keuntungan ataupun kepentingan pemodal. Pada kenyataannya, kedua hal tersebut dapat dijalankan secara bersamaan sehingga mampu menciptakan iklim industri yang sehat dan demokratis. Namun berdasarkan pengamatan yang ada, Republika belum menyediakan fitur yang bisa menjadi sarana publikasi bagi user generated content. Publika sebagai kanal jurnalisme warga masih belum bisa menjadi sarana user genrated content karena masih ada intervensi dari redaksi untuk memilih topik dan meng-edit konten berita.

16

Kesimpulan dan Rekomendasi


Kesimpulan Dari hasil temuan dan analisa yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan suatu kesimpulan bahwa berdasarkan tahapan konvergensi kontinuum yang dikemukakan oleh Dailey, Demo, dan Spillman; surat kabar Republika telah mencapai tahapan konvergensi cross-promotion dan cloning. Cross-promotion yang dilakukan Republika berupa promosi silang yang dilakukan antara surat kabar Republika, Republika Online, dan e-paper Republika. Sedangkan proses cloning dilakukan melalui pemanfaatan beberapa hasil peliputan media cetak untuk media online, begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dilakukan karena adanya penerapan satu newsroom untuk media cetak dan online. Dalam hal interaktivitas, Republika Online sudah memberikan fitur dan kanal yang mengakomodasi hal tersebut. beberapa fitur dan kanal yang dimaksud adalah fitur untuk komentar, kanal komunitas, kanal forum, kanal konsultasi dan fitur polling. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Republika Online telah memaksimalkan karakteristik internet yaitu pointto-point (P2P) dan point-to-multipoint yang berarti bahwa internet memberikan sarana hubungan antar individu dan juga memberikan sarana interaksi pada banyak orang secara langsung. Namun, Republika Online belum memberikan saran yang cukup bagi publikasi User Generated Content. Padahal User Generated Content merupakan unsur utama yang menjamin keragaman suara dan menyalurkan suara kelompok minoritas di era konvergensi. Republika masih melihat audiens-nya sebagai konsumen yang hanya mengkonsumsi konten dan menjadi target pemasaran iklan dan bukan sebagai prosumen yang juga mampu menciptakan konten melalui media baru.

Rekomendasi Temuan dan hasil analisa pada surat kabar Republika yang telah dikemukakan sebelumnya kemudian dibandingkan dengan praktek konvergensi ideal berdasarkan tahapan konvergensi kontinuum yang dikemukakan oleh Dailey, Demo, dan Spillman. Selain itu, keragaman suara juga merupakan faktor penting yang perlu dimunculkan dalam rangka menghindarkan konsumen media dari kemungkinan propaganda dari media mainstream.
17

Maka dari itu, untuk menciptakan kondisi konvergensi yang ideal pada Republika, dirumuskan beberapa rekomendasi sebagai berikut: 1. Dari segi pembuatan konten, surat kabar Republika perlu melangkah ke tahapan konvergensi yang lebih jauh yaitu full convergence dimana partner media saling berbagi dalam proses pencarian dan pengumpulan informasi, dengan tujuan agar tiap medium mampu menyampaikan berita/ konten yang memiliki keunggulan dan ciri khas masing-masing. Oleh karena itu, Republika seharusnya tidak lagi melakukan pemisahan struktur jurnalis cetak dan online. Republika seharusnya menggunakan jurnalis dengan jumlah yang efisien yang bekerja untuk kedua media (surat kabar Republika dan Republika Online). Perbedaan selera pasar antara media cetak dan online akan diatasi oleh redaksi di newsroom melalui penyesuaian konten untuk tiap media sesuai dengan ciri khas masing-masing media.
2. Dari segi keuangan dan pendapatan, Republika perlu mensinergikan seluruh media

yang ada (cetak, online, dan e-paper) sehingga memudahkan pengiklan untuk mencapai target pasar dan juga membuat promosi iklan lebih efektif. konvergensi memiliki implikasi positif bagi pendapatan iklan dengan menawarkan kepada para pengiklan untuk menayangkan iklan di sejumlah platformmedia yang berlainan (Quinn, 2004). Republika perlu menyediakan paket iklan untuk dua media sekaligus (cetak dan online) agar mampu menarik pengiklan dan menciptakan kondisi bisnis yang sehat. 3. Republika juga perlu menyediakan kanal/ fitur khusus yang dapat mengakomodasi kepentingan kelompok minoritas melalui penyediaan sarana publikasi bagi User Generated Content. Adanya akses bagi User Generated Content tidak hanya memberikan kesempatan bagi kelompok minoritas untuk menyalurkan aspirasi namun juga menjamin keragaman suara dan meminimalisasi kemungkinan propaganda yang dapat dilakukan oleh media mainstream yang kini makin terkonsentrasi. Selain itu, User Generated Content tidak seharusnya diintervensi oleh redaksi karena akan mengancam proses demokratisasi dalam media itu sendiri. Keseluruhan rekomendasi di atas, tidak hanya ditujukan untuk menciptakan iklim industri media yang demokratis dan tidak merugikan audiens namun juga diharapkan mampu meningkatkan kondisi perekonomian korporasi melalui efisiensi kerja dan pemaksimalan profit melalui penerapan konvergensi ideal. Hal ini dikarenakan kondisi industri yang ideal pasti akan diikuti dengan kondisi media yang ideal pula. Pendapatan iklan akan menjadi
18

stimulus bagi pemberitaan yang baik begitu pula pemberitaan yang baik juga akan menarik konsumen untuk kepentingan pengiklan (Quinn, 2004). Hal yang penting untuk dipahami adalah bahwa pemaksimalan profit tidak selalu berlawanan dengan pembentukan sistem media yang ideal. Rekomendasi yang ditujukan untuk menciptakan konvergensi ideal ini diharapkan mampu memaksimalkan profit korporasi tanpa mengorbankan kepentingan audiens.

19

Bibliography
Couldry, N. (2010). Why Voice Matters: Culture and Politics After Neoliberalism. London: SAGE Publications. Darmawan, M. A. (2012, Desember 18). Praktek Konvergensi Republika. (M. G. Muhajjalin, Pewawancara) Dwyer, T. (2010). Media Convergence. London: McGraw-Hill. Grant, A. E., & Wilkinson, J. S. (2009). Understanding Media Convergence. New York: Oxford University Press. Herman, E. S. (1996). The Propaganda Model Revisited. Lim, M. (2011). @crossroads: Democratization & Corporatization of Media in Indonesia. Country Report, Ford Foundation & ASU Participatory Media Lab. Min, W. Y. (2012, Agustus 9). The4thmedia.org. Dipetik Oktober 29, 2012, dari The 4th Media: http://www.4thmedia.org/2012/08/09/accepting-it-as-it-is-neoliberalism-profit-people/ Quinn, S. (2004). An Intersection of Ideals: Journalism, Profits, Technology and Convergence. Convergence: The International Journal of Research into New Media Technologies . Suryana, M. (2008). Ideologi pemberitaan surat kabar Republika dan Kompas dalam kasus penerbitan majalah playboy Indonesia. Dipetik Desember 18, 2012, dari dewey.petra.ac.id: http://dewey.petra.ac.id/jiunkpe_dg_8795.html

20

Anda mungkin juga menyukai