Anda di halaman 1dari 10

.

1 Pengertian Desa

Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan
tersendiri (Soetardjo Kartohadikoesoemo, 1984). Desa merupakan perwujudan atau kesatuan
goegrafi, sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam
hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.

Menurut Paul H. Landis dalam Darsono (2005:20) memberi batasan-batasan sebagai berikut

1. Berdasarkan statistik, Pedesaan adalah daerah yang mempunyai penduduk lebih dari
2500 orang.
2. Berdasarkan psikologi sosial, Pedesaan adalah daerah dimana pergaulan ditandai
dengan keakraban dan keramah-tamahan.
3. Berdasarkan ekonomi, Pedesaan adalah daerah yang pokok kehidupan masyarakatnya
berasal dari pertanian

Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Daerah, desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa desa ialah suatu wilayah yang
merupakan satu kesatuan masyarakat hukum pada batas-batas wilayah yang mempunyai
wewenang untuk mengatur danmengurus kepentingan masyarakat setempat yang dimana
corak masyarakatnya ditandai dengan kebersamaan dan keramahtamahan.

2.2 Karakteristik Pedesaan

Karakteristik masyarakat desa menurut Scott J.C. (1989) dalam Yudi (2010:4) menyatakan
bahwa petani terutama di pedesaan pada dasarnya menginginkan kedamaian dan hubungan
patron-klien paternalistik yang memberi jaminan dan keamanan social (social security).
Petani jarang tampil mengambil suatu keputusan yang berisiko, karena petani akan
memikirkan keamanan terlebih dahulu (safety first). Kondisi ini tidak dapat dipertahankan
dengan masuknya pasar dan komersialisasi yang telah menggantikan hubungan patron-
klienmenjadi hubungan ekonomis (upah/majikan-buruh).

Meskipun demikian, untuk mengatasi masalah ekonomi, daerah pedesaan telah menemukan
sendiri berbagai mekanisme sosial ekonominya yang dikenal sebagai gotong-royong (social
exchange). Gotong royong menjadi etos subsistensi yang melahirkan norma-norma moral,
seperti adanya norma resiprokal atau timbal balik dalam menikmati bantual sosial. Secara
umum, karakterisitik desa terbagi atas tiga, yaitu karakteristik fisik, karakteristik sosial, dan
karakteristik ekonomi.

2.2.1 Karakteristik Fisik

Secara garis besar, daerah pedesaan memiliki ciri fisik sebagai berikut

1. Terdapat perbandingan antara jumlah manusia dan luas tanah kecil (man land
ratio tinggi)
2. Tata Guna Lahan di dominasi untuk sektor pertanian
3. Jenis dan teknik pertanian tergantung kondisi lingkungan

2.2.2 Karakteristik Sosial

Corak kehidupan masyarakat di desa dapat dikatakan masih homogen dan pola interaksinya
horizontal, banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan. Semua pasangan berinteraksi
dianggap sebagai anggota keluarga. Serta hal yang sangat berperan dalam interaksi dan
hubungan sosialnya adalah motif-motif sosial. Interaksi sosial selalu di-usahakan supaya
kesatuan sosial (social unity) tidak terganggu, konflik atau pertentangan sosial sedapat
mungkin dihindarkan jangan sampai terjadi. Prinsip kerukunan inilah yang menjiwai
hubungan sosial pada masyarakat pedesaan. Kekuatan yang mempersatukan masyarakat
pedesaan itu timbul karena adanya kesamaaan-kesamaan kemasyarakatan seperti kesamaan
adat kebiasaan, kesamaan tujuan dan kesamaan pengalaman.

2.2.3 Karakteristik Ekonomi

Pada masyarakat pedesaan mata pencaharian bersifat homogen yang berada di sektor
ekonomi primer, yaitu bertumpu pada bidang pertanian. Kehidupan ekonomi terutama
tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan pertanian, peternakan, dan
termasuk juga perikanan darat. Jadi, kegiatan di desa adalah mengolah alam untuk
memperoleh bahan-bahan mentah baik bahan kebutuhan pangan, sandang maupun lain-
lainnya untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia.

2.3 Unsur – Unsur Desa

Menurut Bintarto dalam Daldjoeni (2003:55), ada tiga unsur yang membentuk sistem yang
bergerak secara berhubungan dan saling terkait, yaitu :

1. Daerah tanah yang produktif, lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan
geografis,
2. Penduduk, jumlah penduduk, pertambahan penduduk, persebaran penduduk dan mata
pencaharian penduduk,
3. Tata Kehidupan, pola tata pergaulan dan ikatan pergaulan warga desa termasuk seluk
beluk kehidupan masyarakat desa

2.4 Ciri – Ciri Desa

Sudah banyak literatur menjelaskanbahwa ciri khas desa sebagai suatu komunitas pada masa
lalu selalu dikaitkan dengan kebersahajaan (simplicity), keterbelakangan, tradisionalisme,
subsistensi, dan keterisolasian (Rahardjo, 1999). Menurut Roucek dan Warren dalamShahab
K (2007), secara umum ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan dapat diidentifikasi sebagai
berikut ;

1) Mempunyai sifat homogen dalam (matapencaharian, nilai-nilai dalam kebudayaan serta


dalam sikap dan tingkah laku),

2) Kehidupan desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi yang berarti
semua anggota keluarga turut bersama-sama memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga,
3) Faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada. Misalnya, keterikatan
anggota keluarga dengan tanah atau desa kelahirannya,

4) Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet dari pada kota,

5) Jumlah anak yang ada dalam keluarga inti lebih besar, dan

6) Hubungan lebih bercorak gemeinschaft dan gesellschaft.

Menurut dirjen Bangdes (pembangunan desa) dalam Daldjoeni (2003:60), ciri – ciri wilayah
desa antara lain;

1. Perbandingan lahan dengan manusia cukup besar (lahan desa lebih luas dari jumlah
penduduknya, kepadatan rendah).
2. Lapangan kerja yang dominan adalah agraris (pertanian)
3. Hubungan antar warga amat akrab
4. Tradisi lama masih berlaku.

2.5 Tipologi Desa

Menurut Soetardjo Kartohadikoesoemo (1984:18), tipologi desa terbagi atas 10 jenis yaitu :

1) Desa pertanian adalah desa yang dibentuk dari sekumpulan manusia yang pertama
berupa masyarakat pertanian. Bersama sama mereka membuka hutan belukar dan masing –
masing atau secara bersamaan mereka mengolah tanah yang kosong untuk ditanami tu buh-
tumbuhan yang dapat menghasilkan bahan – bahan makanan. Maka dari itu, di daerah daerah
yang subur tanahnya kemudian terdapat masyarakat yang besar dan tergabung dalam ikatan
desa yang kuat dan banyak penduduknya.

2) Desa Perikanan dan Pelayaran adalah Desa yang dibentuk oleh orang orang penangkap
ikan atau oleh orang-orang pelaut yang pekerjaannya mengangkut barang-barang
dagangannya ke seberang lautan. Demikian juga halnya di tepian-tepian sungai besar.

3) Desa peternakan adalah desa yang merupakan desa dimana penduduknya mempunyai
mata pencaharian sebagai peternak.

4) Desa pasar (dagang) adalah desa dimana orang-orang dari berbagai jurusan dapat
bertemu satu dengan yang lain untuk menjual dan membeli barang-barang yang dihasikan
masyarakat sehingga terjadilah pasar. Di dekat pasar tersebut semakin lama tumbuh suatu
masyarakat dari orang-orang yang pekerjaannya membeli dan menjual barang-barang yang
dibutuhkan di tempat lain.

5) Desa istirahat adalah suatu tempat dimana kendaraan yang berjalan dari jarak jauh biasa
diberhentikan untuk memberi istirahat kepada hewan yang menarik kendaraan dan kepada
orang-orang yang menjadi pengendara serta para penumpang. Dengan sendirinya maka di
tempat itu berdirilah sebuah warung dimana orang dapat membeli makanan dan minuman.
Lambat laun tidak saja makanan dan minuman, bahkan barang-barang akan dijual disitu.

6) Desa tambangan adalah desa dimana tukang-tukang perahu menyebrangkan kendaraan-


keandaraan dan orang-orang dari satu seberang ke seberang lain.
7) Desa tempat keramat adalah desa yang tumbuh di dekat tempat yang dianggap keramat.
Sebuah candi yang mendapat kunjungan dari masyarakat, makam yang dimuliakan, dan
sebagainya, sering kali tumbuh masyarakat yang nantinya akan berkembang pula menjadi
desa.

8) Desa tambakan,setelah ada orang yang menemukan bibit dari laut yang dapat dipelihara
di daratan dan dalam air asin ternyata menjadi ikan yang lezat rasanya dan diberi nama ikan
bandeng, maka di tepi laut orang membuat kolam dari air laut yang di beri nama tambak
unutk memelihara ikan bandeng tersebut. Dengan demikian di pesisir tumbuh masyarakat-
masyarakat tambakan dari orang-orang yang memelihara ikan bandeng

9) Desa sumber air adalah desa yang tumbuh di dekat suatu sumber air yang besar.

10) Desa pertambangan adalah desa yang tumbuh di dekat wilayaha yang menghasilkan
hasil-hasil pertambangan.

2.6 Pola Pengelompokan Desa

Menurut Daldjoeni (2003:60), ada beragam bentuk desa yang secara sederhana dikemukakan
sebagai berikut

1. Bentuk desa menyusur sepanjang pantai (desa pantai).

2. Bentuk desa yang terpusat (desa pegunungan).

3. Bentuk desa linier di dataran rendah.

4. Bentuk desa mengelilingi fasilitas tertentu

2.7 Pola Permukiman Desa

Kondisi fisik lingkungan merupakan faktor penting dalam proses memukimi maupun produk
yang berupa permukiman (Bockstael, 1996). Pola persebaran permukiman rural lebih banyak
ditentukan oleh faktor fisik lingkungan dibandingkan pertimbangan-pertimbangan sosio-
ekonomik semata (Knox,2004) (Hardie,1997).

Karakteristik permukiman penduduk yang bercirikan bentuk memanjang dengan pola


mengelompok (clustered), berkepadatan tinggi, dan proporsi bangunan permanen seimbang
dengan bangunan non permanen, berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan maupun
kondisi sosial ekonomi penduduk. Terbentuknya pola persebaran permukiman tertentu
dipengaruhi oleh faktor internal penghuni yang berkait erat dengan kondisi sosial ekonomi
penduduk, serta faktor eksternal yang didominasi oleh faktor fisik lingkungan (Yunus,
1989)(Gustafson, 1998). Pada setiap lokasi geografis tertentu memiliki kondisi fisik
lingkungan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berbeda-beda, sehingga determinan
terbentuknya pola persebaran permukiman pada masing-masing tempat juga berbeda-beda
(Fajita, 1982).

Menurut Darsono Wisadirana (2004:45), pola permukiman berdasarkan tipologi masyarakat


desa adalah sebagai berikut
1. Tipe masyarakat dengan pola permukiman tersebar, tipe masyarakat desa ini
mencirikan adanya rumah-rumah bangunan tempat tinggal yang tersebar secara
berjauhan satu sama lain.
2. Tipe masyarakat desa dengan tempat permukiman yang terkumpul. Tipe permukiman
dicirikan dengan adanya bangunan-bangunan rumah tinggal yang berkumpul dan
berjajar di sepanjang desa, baik berupa jalan sungai maupun jalan darat. Pada tipe
masyarakat desa seperti ini, rumah tinggal dibangun di atas tanah yang luas, di
belakang bangunan rumah tinggal terdapat sebidang tanah yang diusahakan sebagai
sumber mata pencaharian hidup.
3. Tipe masyarakat desa dengan permukiman melingkar, tipe masyarakat desa ini
dicirikan dengan rumah tempat tinggal penduduk berada di tepi jalan yang melingkar,
sehingga kampung ini terlihat seperti sebuah lingkaran permukiman.

2.8 Penggunaan Lahan di Pedesaan

Sebagian besar penduduk perdesaan mempunyai pencaharian di sektor pertanian. Oleh karena
itu penggunaan lahan di daerah perdesaan sebagian besar dimanfaatkan untuk pertanian.
Disamping itu juga dimanfaatkan untuk permukiman, peternakan, kehutanan, dan sosial.
Bentuk penggunaan lahan pertanian yang ada di Indonesia dapat dibedakan menjadi pertanian
rakyat, perkebunan, peternakan dan perikanan, serta kehutanan.

1. Permukiman
2. Pertanian Rakyat
3. Perkebunan
4. Peternakan
5. Perikanan
6. Kehutanan

2.9 Infrastruktur

Menurut Grigg (1988) dalam Ufie Jusuf (2009), Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang
menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas
publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup
sosial dan ekonomi. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem
sosial dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat
didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan,
instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan
sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 2000) dalam Ufie Jusuf (2009).Infrastruktur meliputi

a) Jalan

b) Drainase

c) Jaringan air bersih

2.10 Desa Perbatasan

Desa perbatasan adalah suatu desa atau wilayah desa yang berletak diantara 2 atau lebih
wilayah administratif. Desa perbatasan umumnya memiliki konflik akibat kurangnya
penegasan batas wilayah pada suatu wilayah administratif. Salah satu sebabnya adalah karena
daerah menjadi memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayahnya. Daerah
dituntut untuk berperan aktif dalam mengeksploitasi dan mengeksplorasi sumber daya di
daerahnya. Kemampuan daerah dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada menjadi
penentu bagi daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Oleh karena itu daerah-daerah
menjadi terdorong untuk mengetahui secara pasti sampai sejauh mana wilayah
kewenangannya, terutama yang memiliki potensi sumber daya yang mendukung Pendapatan
Asli Daerah (PAD).

2.11 Desa tertinggal

Suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal, karena beberapa faktor penyebab,
antara lain :

1. Geografis. Umumnya secara geografis daerah tertinggal relatif sulit dijangkau karena
letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, dan
pulau-pulau terpencil atau karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit
dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi.
2. Sumberdaya Alam. Beberapa daerah tertinggal tidak memiliki potensi sumberdaya
alam, daerah yang memiliki sumberdaya alam yang besar namun lingkungan
sekitarnya merupakan daerah yang dilindungi atau tidak dapat dieksploitasi, dan
daerah tertinggal akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan.
3. Sumberdaya Manusia. Pada umumnya masyarakat di daerah tertinggal mempunyai
tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta
kelembagaan adat yang belum berkembang.
4. Prasarana dan Sarana. Keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air
bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya yang menyebabkan
masyarakat di daerah tertinggal tersebut mengalami kesulitan untuk melakukan
aktivitas ekonomi dan sosial.
5. Daerah Rawan Bencana dan Konflik Sosial. Seringnya suatu daerah mengalami
bencana alam dan konflik sosial dapat menyebabkan terganggunya kegiatan
pembangunan sosial dan ekonomi.
6. Kebijakan Pembangunan. Suatu daerah menjadi tertinggal dapat disebabkan oleh
beberapa kebijakan yang tidak tepat seperti kurang memihak pada pembangunan
daerah tertinggal, kesalahan pendekatan dan prioritas pembangunan, serta tidak
dilibatkannya kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan.

2.11.1 Kriteria penetapan daerah tertinggal

Penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan


pada perhitungan 6 (enam) kriteria dasar yaitu : perekonomian masyarakat, sumberdaya
manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas
dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah perbatasan
antarnegara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan bencana, dan daerah rawan konflik

2.11.2 Strategi

Strategi pembangunan daerah tertinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-
masing daerah. Strategi dimaksud meliputi:
1) Pengembangan ekonomi lokal, strategi ini diarahkan untuk mengembangkan ekonomi
daerah tertinggal dengan didasarkan pada pendayagunaan potensi sumberdaya
lokal (sumberdaya manusia, sumberdaya kelembagaan, serta sumberdaya fisik) yang dimiliki
masing-masing daerah, oleh pemerintah dan masyarakat, melalui pemerintah daerah maupun
kelompok-kelompok kelembagaan berbasis masyarakat yang ada.

2) Pemberdayaan Masyarakat, strategi ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan


masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan sosial, budaya, ekonomi, dan politik

3) Perluasan Kesempatan, strategi ini diarahkan untuk membuka keterisolasian daerah


tertinggal agar mempunyai keterkaitan dengan daerah maju

4) Peningkatan Kapasitas, strategi ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas


kelembagaan dan sumberdaya manusia pemerintah dan masyarakat di daerah tertinggal.

5) Peningkatan Mitigasi, Rehabilitasi dan Peningkatan, strategi ini diarahkan untuk


mengurangi resiko dan memulihkan dampak kerusakan yang diakibatkan oleh konflik dan
bencana alam serta berbagai aspek dalam wilayah perbatasan.

2.12 Kajian Usaha Tani

Menurut Mosher (1968) dalam artikel Kamaluddin usahatani adalah suatu tempat atau
sebagian dari permukaan bumi di mana pertanian diselenggarakan seorang petani tertentu,
apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji himpunan dari sumber-sumber
alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah
dan air, perbaikan- perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-
bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya.

Menurut Kadarsan (1993) dalam artikel kamaluddin, usahatani adalah suatu tempat dimana
seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam,
tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu
di lapangan pertanian. Dapat disimpulkan bahwa Ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang
membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif
pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah lahan,
tenaga kerja, modal dan manajemen.

2.12.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi usaha tani

1. Faktor Intern
1. Modal
2. Ketrampilan
3. Tenaga Kerja
4. Adat Kebiasaan

1. Faktor Luar (Ekstern)


1. Alam

2.11.2 Gambaran usahatani di Indonesia


Di Indonesia, usahatani dikategorikan sebagai usahatani kecil karena mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :

1. Usaha tani dilakukan oleh penduduk lokal


2. Suberdaya untuk usaha tani yang terbatas membuat tingakat kehidupan usahatani
rendah
3. Kurang tersedianya berbagai pelayanan dari pemerintah yang meliputi pelayanan
kesehatan, pendidikan, dll.

2.12.3 Ciri-ciri daerah pertumbuhan dan perkembangan usaha tani

1. Usaha pertanian atas dasar tujuan dan prinsip sosial ekonomi yang melekat padanya, usaha
tani digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:

2. Tingkat pertumbuhan usaha tani berdasarkan teknik atau alat pengelolaan tanah:

3. Berdasarkan kekuasaan badan-badan usaha tani dalam masyarkat atas besar kecilnya
kekuasaan, maka usaha tani dapat kita golongkan sebagai berikut:

4. Tingkat pertumbuhan dan perkembangan usaha tani dapat dilihat dari

2.12.4 Klasifikasi usahatani

a. Pola usahatani, terdapat dua macam pola usahatani, yaitu lahan basah atau sawah ,lahan
kering.

b. Bentuk usahatani, bentuk usahatani di bedakan atas penguasaan faktor produksi oleh
petani, yaitu :

1. Perorangan : factor produksi dimiliki oleh perorangan, sehingga hasil produksinya


sepenuhnya dimiliki oleh pemilik produksi (perorangan)
2. Kooperatif : faktor produksi tidak dimiliki perseorangan melainkan dimiliki oleh dua
orang atau lebih (milik bersama), sehingga hasil produksi dibagi sesuai dengan
kesepatan bersama.

c. Tipe usahatani, tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan pada
macam dan cara penyusunan tanaman yang diusahakan.

d. Struktur usahatani

2.13 Rencana spasial pedesaan

Pembangunan pedesaan telah dilakukan secara luas, tetapi hasilnya dianggap belum
memuaskan dilihat dari pelibatan peran serta masyarakat dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat pedesaan. Pembangunan pedesaan bersifat multi dimensional dan multi aspek,
oleh karena itu perlu dilakukan analisis atau pembahasan yang lebih terarah dan dalam
konteks serba keterkaitan dengan bidang atau sektor dan aspek di luar pedesaan (fisik dan
non fisik, ekonomi dan non ekonomi, sosial-budaya, spasial, internal dan eksternal).
Rencana pembangunan daerah harus disusun berdasarkan pada potensi yang dimiliki dan
kondisi yang ada sekarang. Kondisi yang ada itu meliputi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, sumberdaya modal, prasarana dan sarana pembangunan, teknologi, kelembagaan,
aspirasi masyarakat setempat, dan lainnya. Karena dana anggaran pembangunan yang
tersedia terbatas, sedangkan program pembangunan yang dibutuhkan relatif banyak, maka
perlu dilakukan:

1. penentuan prioritas program pembangunan yang diusulkan, penentuan prioritas


program pembangunan harus dilakukan berdasarkan kriteria yang terukur
2. didukung oleh partisipasi masyarakat untuk menunjang implementasi program
pembangunan tersebut.

Penentuan program pembangunan oleh masyarakat yang bersangkutan merupakan bentuk


perencanaan dari bawah, dan akar rumput bawah atau sering disebut sebagai bottom-up
planning. Peningkatan partisipasi masyarakat merupakan salah satu bentuk pemberdayaan
masyarakat (social empowering) secara nyata dan terarah.

Wiayah pedesaan ditinjau dari wawasan perwilayahan merupakan bagian yang tidak terpisah
dari keseluruhan system perwilayahan pembangunan. Perkembangan kota harus terintegrasi
dengan perkembangan pedesaan oleh karena itu didalam perencanaan penataan ruang wilayah
pedasaan ini perlu didasari oleh pengenalan potensi dan kendala pembangunan wilayah serta
perlu mengacu kepada kebijaksanaan dasar pembangunan daerah. Suatu kebutuhan dasar
untuk menunjang kehidupan dan penghidupan wilyah pedesaan secara sosial ekonomis
dengan memperhatikan berbagai kendala yang dimilikinya. Hal-hal umum yang dapat
berpengaruh dalam perencanaan desa diantaranya:

1. Jumlah, struktur, pertumbuhan, dan distribusi penduduk


2. Kebijaksanaan dalam pembangunan pedeesaan
3. Ukuran, fungsi, lokasi, dan jenjang suatu permukiman di dalam konstelasi wilayah
satu dengan yang lainnya.
1. Jaringan aksesibilitas dalam maupun luar desa ( internal dan ekternal).
2. Tingkatan dan lokasi pelayanan social, ekonomi dan administrasi.
3. Kendala fisik desa.
4. Potensi penggunaan lahan.
5. Kegiatan ekonomi yang kaitannya dengan kebijakan nasional, regional dan
local.

2.13.1 Ruang lingkup perencanaan penataan ruang desa.

Menunurut modul studio perencanaan desa permukiman dapat diartikan sebagai suatu
lingkungan desa-desa, diIndonesia memiliki tampilan yang beragam karena Indonesia
memiliki keberagaman social budaya yang berpengaruh dalam pembentukan fisik sebuah
desa. Keragaman tersebut juga akan berpengaruh terhadap pembentukan pola hidup warga
desa. Secara umum pedesaan dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Secara social budaya, khusunya desa-desa asli masih dipengaruhi tradisi yang sangat
kental.
2. sosial ekonomi, masyarakat di pedesaan sebagian besar bermata pencarian sebagai
petani serta kegiatan ekonomi yang masih berdasarkan pola tradisional.
3. Secara fisik, keadaan di pedesaan masih alami, wilayah terbangun umumnya tidak
massif dalm luasan yang relative kecil dan tersebar.

Menurut modul studio perencanaan desa ruang lingkup perencanaan penataan ruang desa
dibagi menjadi 2 yaitu perencanaan mikro dan makro.

1. Perencanaan lingkup mikro


2. Perencanaan lingkup makro

2.14 Kebijakan yang Terkait

Kebijakan yang terkait yaitu berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, Kebijakan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, dan
Isu-Isu Strategis Revisi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

a) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa

b) Kebijakan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

c) Isu-Isu Strategis Revisi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

d) RPJM Desa Sentonorejo

Anda mungkin juga menyukai