Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk yang semakin meningkat, kebutuhan dan tuntutan hidup
juga meningkat, serta teknologi dan informasi yang terus berkembang, sedangkan
sumber daya alam, sumber-sumber penghasilan, dan sumber daya manusia yang
tidak bisa mengimbangi peningkatan-peningkatan tersebut, menyebabkan
munculnya permasalahan-permasalahan sosial yang begitu banyak dan kompleks.
Hampir di setiap daerah di Indonesia khususnya di daerah perkotaan,
permasalahan sosial ini ada dengan jenis yang beragam. Jenis Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) berdasarkan Permensos No.08 Tahun 2012
adalah 26 jenis, begitu banyak menurut kami. Pengemis adalah salah satu jenis
PMKS yang begitu banyak baik dari segi jumlah maupun kompleksitas
masalahnya. Rentang usia pengemis mulai dari balita sampai dengan lanjut usia
ada, bahkan pengemis yang membawa anaknya yang masih bayi pun ada.
Pengemis dengan kondisi fisik yang tergolong normal dan pengemis dengan
kedisabilitasan pun ada. Hal ini menarik untuk diamati, sehingga kami pun
memilih pengemis sebagai sasaran kami dalam observasi ini.
Kita telah ketahui bersama bahwa kesejahteraan sosial merupakan hak
semua warga negara tanpa kecuali dan negara mempunyai kewajiban dalam
mewujudkan kesejahteran sosial tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan negara
yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945, beberapa pasal di dalam batang
tubuh UUD 1945, serta di beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Indonesia. Akan tetapi, permasalahan-permasalahan sosial ini tidak kunjung
terselesaikan, justru semakin bertambah kompleks. Padahal baik dari pihak
pemerintah maupun pihak swasta telah melakukan berbagai upaya untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut dan mencapai tujuan negara,
yaitu kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pertanyaannya, kenapa permasalahan-permasalahan sosial tersebut tidak
kunjung teratasi? Sebuah pertanyaan besar bagi pemerintah dan masyarakat. Ini
pun merupakan tugas dan tanggung jawab kita bersama, jangan saling

1 | Page

menyalahkan, yang kita butuhkan adalah solusi untuk permasalahan-permasalahan


tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah ini dan hasil observasi yang telah
kami lakukan terhadap salah satu jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS), setidaknya ada beberapa rumusan masalah yang kami angkat di dalam
makalah ini, di antaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan pengemis ?
2. Apa saja kriteria dan penyebab munculnya pengemis ?
3. Bagaimana hubungan antara pengemis dan nilai-nilai yang
ada di masyarakat ?
4. Apa saja jenis-jenis dari pengemis itu ?
5. Siapa

saja

pihak

yang

teribat

dalam

permasalahan

pengemis ?
6. Sistem sumber apa sajakah yang bisa dimanfaatkan untuk
mengatasi permasalahan pengemis ?
7. Upaya/solusi

apa

saja

yang

bisa

diberikan

untuk

mengatasi/mengurangi permasalahan pengemis khususnya


di Kota Purwakarta ini ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini, di antaranya :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar.
2. Mengetahui dan memahami definisi, kriteria, jenis, dan
penyebab munculnya masalah pengemis.
3. Mengetahui dan memahami hubungan antara masalah
pengemis dan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
4. Mengetahui dan memahami siapa saja pihak yang terlibat
dalam permasalahan pengemis ini.

2 | Page

5. Mengetahui dan memahami sistem sumber apa saja yang


bisa

dimanfaatkan

untuk

mengatasi

permasalahan

pengemis.
6. Dapat memberikan alternatif-alternatif solusi terhadap
permasalahan pengemis khususnya di Kota Purwakarta.

BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 PENGERTIAN PENGEMIS
Berdasarkan Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial yang dimaksud
dengan pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan
dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan
untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Mengemis/meminta-minta adalah suatu kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang karena membutuhkan uang, makanan, tempat tinggal atau
hal lainnya, bahkan jabatan atau pekerjaan dari orang yang mereka temui
atau dari orang yang memiliki pengaruh. Kegiatan ini dilakukan karena
mereka tidak dapat memenuhi apa yang mereka butuhkan, entah itu karena
keterbatasan pengetahuan, fisik, keterampilan, informasi, ataupun hal
lainnya. Tetapi, di dalam makalah ini yang kami maksud dengan
mengemis/meminta-minta

adalah

kegiatan

yang

dilakukan

untuk

mengharapkan sedikit belas kasihan orang di tempat-tempat umum, baik itu


uang recehan ataupun sedikit makanan untuk mengganjal perut mereka.
Di

kota-kota

besar

kegiatan

mengemis/meminta-minta

yang

dilakukan oleh orang-orang yang disebut pengemis ini adalah fenomena


yang banyak dan sering kita saksikan. Hampir di setiap perempatan atau
stopan lampu lalu lintas, fenomena pengemis ini dapat kita temui. Mereka
yang mengemis/meminta-minta biasanya menggunakan gelas, kotak kecil,
topi atau benda lainnya yang dapat dimasukan uang dan kadang-kadang
menggunakan pesan seperti, "Tolong, aku tidak punya rumah" atau

3 | Page

"Tolonglah korban bencana alam ini. Penampilan mereka pun beragam,


tetapi tujuannya sama yaitu untuk menarik simpati dan belas kasih orang
yang melihatnya. Penampilan mereka untuk menarik simpati dan belas
kasihan orang pun bermacam-macam, ada yang memakai pakaian compangcamping, tubuhnya di cat warna perak, dsb.
2. 2 KRITERIA PENGEMIS
Berdasarkan Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial, kriteria bahwa
seseorang dikatakan sebagai pengemis adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.

mata pencariannya bergantung pada belas kasihan orang lain;


berpakaian kumuh dan compang camping;
berada di tempat-tempat ramai/strategis; dan
memperalat sesama untuk merangsang belas kasihan orang lain.

2. 3 JENIS-JENIS PENGEMIS
Kita dapat menyaksikan sendiri bahwa pengemis tidak hanya mereka
yang sudah lanjut usia, tetapi hampir di setiap tingkatan usia ada yang
menjadi pengemis. Berikut adalah beberapa jenis pengemis yang dapat kami
identifikasi dari berbagai sumber serta dari hasil observasi kami, di
antaranya:
1. Pengemis Dengan Anak
Pengemis dengan anak adalah orang-orang yang meminta-minta di
muka umum dengan cara memperalat anak baik anak kandung ataupun
anak pinjaman untuk mendapat belas kasihan orang lain. Anak yang
mereka bawa biasanya di gendong atau si anak dibuat tertidur lelap di
jalanan sehingga orang yang lewat di depannya merasa iba dan memberi
kepada mereka. Tapi tidak semua anak yang mereka bawa adalah
keinginan si anak, ada juga yang karena paksaan dari orang tuanya
walaupun anak melawan dan mereka hanya ingin bermain, jika si anak
melawan orang tuanya kadang memukul atau memarahi mereka agar
menuruti apa kemauan dari sang orang tua.

4 | Page

Seperti contoh kita lihat banyak di jalanan baik di daerah


metropolitan atau di kota-kota besar seperti Bandung, mereka mengemis
dengan membawa anak sebagai bentuk untuk menarik simpati orang lain.
Fenomena pengemis dengan membawa anak sudah tidak asing lagi kita
temui di setiap persimpangan lampu merah. Selain kaum marginal ini
malas, tidak ada suatu badan usaha baik swasta ataupun pemerintah yang
mau dan peduli untuk memberdayakan mereka. Mereka malah
dimanfaatkan oleh mafia pengemis.
2. Pengemis Bocah
Pengemis bocah adalah anak-anak yang meminta-minta di muka
umum atau di jalanan untuk mendapatkan belas kasihan dari orang lain.
Bocah disini berusia antara 3-17 tahun. Motif dari mereka melakukan ini
karena untuk membantu orang tua dari mereka yang mungkin dalam
keadaan susah, orang tuanya sedang sakit ataupun sudah meninggal atau
barangkali mereka dipekerjakan oleh seseorang yang menjadi mafia
pengemis ini atau bahkan oleh orang tuanya sendiri.
Seperti kasus di Batam, seorang anak yang dipaksa oleh ayahnya
untuk bekerja di jalanan dengan cara mengemis tapi karena dia tidak mau
maka dia sering di pukul dan disundut rokok ke pipinya. Selain itu juga
dia harus membawa hasil uang mengemisnya itu ke bapaknya atau
menyetor.
3. Pengemis Cacat atau Disabilitas
Pengemis cacat atau disabilitas adalah pengemis yang memiliki
keterbatasan baik secara fisik, mental atau ganda. Umumnya mereka
mengemis karena tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan selain
dengan meminta-minta di jalanan. Hal ini disebabkan karena kecacatan
yang mereka alami sehingga sulit untuk memperoleh atau melakukan
pekerjaan yang lebih baik. Dengan keterbatasan atau kecacatan mereka,
maka sangat memungkinkan orang lain untuk berbelas kasih dengan
memberikan sumbangan seikhlasnya.

5 | Page

4. Pengemis Professional dan Terorganisir


Pengemis professional yaitu orang-orang yang meminta-minta di
tempat umum untuk mendapat belas kasihan orang lain sebagai
profesinya untuk memeroleh pendapatan. Professional di sini maksudnya
bahwa mereka punya strategi dan cara-cara khusus untuk menarik
simpati orang lain sehingga mau berbelas kasih kepada mereka. Selain
mereka dikategorikan profesinal, mereka juga terorganisir. Terorganisir
disini maksudnya bahwa kegiatan atau aksi yang mereka lakukan
biasanya sudah ada yang menaunginya. Biasanya mereka adalah orangorang yang sengaja ditampung oleh seseorang atau kelompok tertentu
untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan bagi seseorang atau
kelompok tersebut.
Cara-cara yang mereka lakukan (pengemis professional) biasanya
dengan berpura-pura cacat fisik, cacat mental, maupun cacat ganda.
Selain itu dengan sengaja berpakaian lusuh atau sengaja membawa anak
atau menyewanya dari orang lain untuk dijadikan alat bagi mereka
memeroleh belas kasihan orang lain.
2. 4 FAKTOR

PENYEBAB

MUNCULNYA

PERMASALAHAN

PENGEMIS
Berikut adalah beberapa faktor penyebab munculnya permasalahan
pengemis, di antaranya:
1. Himpitan ekonomi (kemiskinan);
2. Keterbatasan fisik (penuaan/cacat tubuh);
3. Tradisi suatu masyarakat yang menjadikan mengemis sebagai profesi;
4. Kekurangan potensi sumber daya baik alam, manusia maupun
lingkungan untuk dapat mengembangkan peluang dan kesempatan
kerja;
5. Kondisi musiman, seperti pada saat hari raya; dan

6 | Page

6. Nilai-nilai hidup yang dianut individu.


Dari faktor penyebab di atas, nilai-nilai hidup yang dihayati oleh
individu adalah faktor yang esensial dan mendasar yang dapat menjelaskan
mengapa individu pada akhirnya memutuskan untuk menjadi pengemis,
bukan faktor kemiskinan; keterbatasan fisik; tradisi; kekurangan sumber
daya; apalagi hanya sekadar faktor musiman: menjelang hari raya, kemarau,
dan gagal panen.
Begitu banyak orang-orang yang menurut kami luar biasa, ketika
orang-orang seperti mereka dan bahkan yang lebih beruntung dari mereka
memutuskan menjadi pengemis, mereka justru dengan tegar, dan tak kenal
menyerah melakukan pekerjaan yang mungkin kita anggap remeh, namun
jauh lebih terhormat daripada mengemis.
Berdasarkan penelitian tentang pengemis oleh Dr. Engkus Kuswarno
(Penelitian Konstruksi Simbolik Pengemis Kota Bandung) menyebut ada
lima ketegori pengemis menurut faktor penyebab di atas, sehingga mereka
memutuskan untuk menjadi pengemis, yaitu:
1. Pengemis Berpengalaman: lahir karena tradisi. Bagi pengemis yang
lahir karena tradisi, tindakan mengemis adalah sebuah tindakan
kebiasaan. Mereka sulit menghilangkan kebiasaan tersebut karena
orientasinya lebih pada masa lalu (motif sebab).
2. Pengemis kontemporer kontinyu tertutup: hidup tanpa alternatif.
Bagi kelompok pengemis yang hidup tanpa alternatif pekerjaan lain,
tindakan mengemis menjadi satu-satunya pilihan yang harus diambil.
Mereka secara kontinyu mengemis, tetapi mereka tidak mempunyai
kemampuan untuk dapat hidup dengan bekerja yang akan menjamin
hidupnya dan mendapatkan uang.
3. Pengemis kontemporer kontinyu terbuka: hidup dengan peluang.
Mereka masih memiliki alternatif pilihan, karena memiliki keterampilan

7 | Page

lain yang dapat mereka kembangkan untuk menjamin hidupnya. Hanya


saja keterampilan tersebut tidak dapat berkembang, karena tidak
menggunakan peluang tersebut dengan sebaik-baiknya atau karena
kekurangan potensi sumber daya untuk dapat mengembangkan peluang
tersebut.
4. Pengemis kontemporer temporer: hidup musiman. Pengemis yang
hanya sementara dan bergantung pada kondisi musim tidak dapat
diabaikan keberadaannya. Jumlah mereka biasanya meningkat jika
menjelang hari raya. Daya dorong daerah asalnya karena musim kemarau
atau gagal panen menjadi salah satu pemicu berkembangnya kelompok
ini.
5. Pengemis rencana: berjuang dengan harapan. Pengemis yang hidup
berjuang dengan harapan pada hakikatnya adalah pengemis yang
sementara (kontemporer). Mereka mengemis sebagai sebuah batu loncatan
untuk mendapatkan pekerjaan lain setelah waktu dan situasinya dipandang
cukup
2. 5 HUBUNGAN MASALAH PENGEMIS DENGAN NILAI-NILAI
Masalah adalah suatu keadaan yang tidak nyaman dan tidak
menyenangkan. Sedangkan nilai sendiri adalah suatu sistem kepercayaan
mengenai sesuatu yang dianggap baik atau buruk. Penilaian ini memang
sangat dipengaruhi kebudayaan apa yang dianut oleh masyarakat penganut
nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu, setiap kelompok masyarakat memiliki
nilai-nilai yang bisa saja sama atau berbeda dengan kelompok lainnya.
Nilai-nilai inilah yang memberikan penilaian terhadap sesuatu hal, baik itu
berupa keadaan, perbuatan, ataupun hal lain, apakah itu suatu masalah atau
bukan. Nilai juga mempengaruhi orientasi dasar, sistem kepercayaan serta
tindakan-tindakan individu ataupun lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Fenomena pengemis merupakan suatu hal yang sampai saat ini
masih ada dan terus bertambah terutama di kota-kota besar. Tentu hal ini
sangat memprihatinkan, di satu sisi Indonesia adalah negara yang kaya akan

8 | Page

sumber daya alamnya, tetapi di sisi lain banyak penduduk Indonesia yang
miskin dan hidup kekurangan. Dahulu ketika orde lama Indonesia adalah
negara yang menjunjung tinggi semangat BERDIKARI berdiri di kaki
sendiri, tetapi saat ini Indonesia sangatlah bergantung pada negara lain
khususnya negara maju. Fenomena pengemis pun secara tidak langsung
mengisyaratkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki sifat ketergantungan
yang tinggi, walaupun memang kita ketahui bahwa manusia tidaklah bisa
hidup sendiri.
Pertanyaannya, kenapa hal ini bisa terjadi?
Berdasarkan analisis kami mengenai fenomena pengemis, hal ini
memiliki hubungan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat, sehingga
dikatakan bahwa fenomena pengemis adalah suatu masalah dan nilai-nilai
ini pun menyebabkan fenomena pengemis saat ini banyak bermunculan, di
antaranya:
1. Nilai agama yang menyatakan bahwa tangan di atas lebih baik
daripada tangan di bawah, artinya memberi adalah lebih baik
daripada meminta. Dengan demikian, setiap orang akan berusaha
sekuat tenaga untuk bisa memberi/bersedekah kepada orang lain dan
berusaha untuk tidak meminta-minta. Ketika di tengah masyarakat
banyak yang meminta-minta, tentu fenomena ini akan dinilai sebagai
suatu masalah dari pandangan agama sendiri, walaupun kita tahu
bahwa mengemis itu tidaklah dilarang oleh agama.
2. Budaya gotong-royong dan saling membantu satu sama lain di dalam
masyarakat sepertinya mulai pudar, kebanyakan masyarakat saat ini
cenderung individualis dan mengabaikan orang lain, kalau tidak
diminta jarang sekali orang itu memberi. Kepekaan sosial sepertinya
mulai pudar sedikit demi sedikit, sehingga fenomena pengemis pun
mulai bermunculan.
3. Paham kapitalis yang menjadikan masyarakat sangat ketergantungan
dan tidak bisa berbuat banyak untuk memenuhi kebutuhannya. Siapa
yang punya modal, maka ia yang menguasai pasar. Sumber-sumber
penghidupan seperti air, tanah, barang-barang kebutuhan pokok, dan
9 | Page

sebagainya banyak dikuasai para kapital/pemilik modal, sehingga


masyarakat yang tidak memiliki modal tidak bisa berbuat banyak
dalam

memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya.

Oleh

karena

itu,

mengemis sepertinya menjadi salah satu jalan yang dapat memenuhi


kebutuhannya, tidak butuh modal yang besar, hanya mengharapkan
belas kasih orang itu sudah cukup.
4. Sikap permisif masyarakat yang memandang permasalahan pengemis
ini sebagai suatu hal yang wajar dan biasa terjadi, sehingga mereka
pun memakluminya. Hal ini mengakibatkan fenomena pengemis
semakin banyak bermunculan.
5. Nilai-nilai yang dianut masing-masing individu pun berpengaruh
besar dalam kaitannya dengan permasalahan pengemis ini. Bagaimana
kita lihat saat ini, kualitas diri yang kami kira rendah, sehingga
mereka yang mengalami permasalahan ekonomi lebih memilih
menjadi seorang pengemis daripada bekerja keras untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka dan keluarga.
Dari hasil observasi yang dapat kita kumpulkan, nilai-nilai memang
sangat berpengaruh dalam menentukan tindakan-tindakan seorang individu,
kelompok, masyarakat, ataupun lembaga-lembaga. Ketika kami bertanya
kepada salah seorang pengemis yang menjadi sasaran observasi kami di
sana, beliau mengatakan, Hidup sekarang mah susah, serba mahal,
kepedulian juga seperti tidak ada kurang lebih seperti itu. Kebanyakan dari
mereka adalah dari luar Kota Purwakarta, pertanyaannya apakah di daerah
asal mereka sama sekali tidak ada sumber untuk dapat memenuhi kebutuhan
mereka dan keluarga?
Jawabannya adalah karena memang nilai-nilai masyarakat untuk
saling membantu satu sama lain, semangat gotong-royong, nilai-nilai
agama, nilai-nilai sosial yang ada saat ini sedikit demi sedikit mulai pudar
dan

berganti

menjadi

nilai-nilai

mementingkan kepentingannya sendiri.

10 | P a g e

yang

sifatnya

individualis

dan

2. 6 PIHAK YANG TERLIBAT DALAM KAITANNYA DENGAN


MASALAH PENGEMIS
Berdasarkan hasil analisis kami dari berbagai sumber yang kami
dapatkan, ada beberapa pihak yang terlibat dalan kaitannya dengan masalah
pengemis ini, di antaranya:
1. Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari sebuah kehidupan dalam
bermasyarakat dimana di sinilah proses dibentuknya suatu kepribadian
dan menjadi awal mula pembentukan pola prilaku seseorang. Keluarga
bagi seorang pengemis biasanya menjadi faktor utama mengapa
seseorang itu mengemis. Mungkin karena kondisi perekonomian
keluarga yang tidak mencukupi atau penanaman nilai-nilai yang salah di
dalam keluarga, sehingga menyebabkan kemalasan pada diri seseorang
dan tidak mau bekerja keras. Selain itu, dapat pula disebabkan karena
tidak adanya keluarga yang melindungi seseorang tersebut sehingga
harus mengemis demi bertahan hidup.
Apabila seseorang masih memiliki keluarga yang utuh, atau keluarga
yang masih mampu menjalankan fungsi sosialnya dengan baik, tidak
mungkin keluarga tersebut membiarkan salah seorang dari anggota
keluarganya menjadi pengemis. Oleh karena itu, dalam menangani
masalah pengemis ini, perlu ditinjau mengenai kondisi keluarganya baik
secara ekonomi, pendidikan, maupun keberfungsian sosial keluarga
tersebut dalam memenuhi kebutuhan anggotanya.
2. Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah
sistem semi tertutup (atau semi terbuka) dimana sebagian besar interaksi
adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut.
Sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar
entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen
(saling bergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat

11 | P a g e

digunakan untuk mengacu pada sekelompok orang yang hidup bersama


dalam satu komunitas yang teratur dalam jangka waktu yang lama.
Dengan mereka (pengemis) hidup dalam sebuah masyarakat,
seharusnya terbentuk relasi antara satu dengan yang lainnya sehingga
dalam melakukan pemenuhan kebutuhan mereka, masyarakat ini bisa
dijadikan sumber dan perantara bagi mereka untuk tidak menjadi seorang
pengemis, tapi sayangnya kebanyakan dari mereka yang menjadi
pengemis ini, memiliki hubungan atau relasi di masyarakat yang tidak
berjalan baik sehingga, dalam mencapai pemenuhan kebutuhan mereka
pun menjadi sulit dan memilih untuk mejadi pengemis di jalanan.

3. Pemerintah
Pemerintah adalah lembaga yang berkuasa untuk menjalankan
pemerintahan di suatu negara. Segala sistem yang ada di masyarakat
dapat berjalan dengan baik maupun tidak adalah bergantung dari kinerja
pemerintah sendiri. Pemerintah memiliki peranan yang sangat penting
dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Berkaitan dengan
permasalahan pengemis disini, pemerintah bertugas untuk bisa
mengurangi angka pengemis sebagai wujud dari peningkatan angka
kesejahteraan masyarakat di negaranya.
Peran

pemerintah

adalah

membuat

kebijakan-kebijakan

dan

pemberian bantuan material ataupun pelayanan untuk bisa mengurangi


jumlah pengemis di seluruh wilayah di Indonesia. Namun, kebijakan
yang dibuat ini harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Karena,
apabila tidak disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan hanya
menguntungkan sebagian orang saja maka kebijakan-kebijakan tersebut
tidak akan berjalan dengan baik atau tidak akan mengurangi angka
pengemis di Indonesia.
4. Pekerja Sosial

12 | P a g e

Pekerja sosial adalah suatu profesi yang bertujuan untuk


mengembalikan

keberfungsian

sosial

seseorang,

kelompok,

atau

masyarakat yang mengalamai disfungsi sosial. Peran pekerja sosial


tersebut diantaranya adalah menggali informasi tentang masalah sosial,
menghubungkan dengan sistem sumber, dan membantu seseorang,
kelompok atau masyarakat untuk bisa menjalankan keberfungsian
sosialnya. Pekerja sosial merupakan salah satu alat pemerintah untuk
membantu pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah sosial sehingga
terwujud suatu kesejahteraan masyarakat.
Para pekerja sosial berkiprah dalam tiga tingkatan yaitu di ranah
mikro, mezzo, dan makro. Di ranah mikro, pekerja sosial menolong
individu berdasarkan relasi satu per satu. Di ranah mezzo, pekerja sosial
membantu keluarga dan kelompok kecil lainnya. Sedangkan, di ranah
makro, pekerja sosial memperbaiki organisasi dan komunitas atau
mengupayakan perubahan-perubahan dalam kebijakan sosial dan
peraturan hukum lainnya. Ketiga tingkatan tersebut membentuk setting
praktik pekerja sosial yang meliputi, enam bidang praktik pekerjaan
sosial atau sering pula disebut sebagai strategi, pendekatan atau metoda
utama pekerjaan sosial. Keenam bidang praktik pekerja sosial tersebut, di
antaranya:
a. Terapi Individu
Dikenal dengan nama casework atau social case work, terapi individu
ditunjukan untuk membantu seseorang menyesuaikan diri dengan
lingkungan atau mengubah tekanan-tekanan ekonomi dan sosial yang
mengganggu kehidupan individu. Merupakan strategi memecahkan
masalahy emosional dan personal seperti trauma, stress, burnout,
grief, dan loss secara individu. Sering disebut terpai atau intervensi
langsung seperti pelayanan konseling terhadap remaja yang lari dari
rumah, penempatan anak yatim ke panti asuhan, pelayanan perlindung
terhadap anak korban kekerasan.
b. Terapi Kelompok

13 | P a g e

Dikenal dengan istilah groupwork atau group theraphy. Masalah


emosional dan personal dipecahkan melalui media kelompok, seperti
dinamika kelompok, outbond dan aktivitas kelompok lainnya.
Aktivitas kelompok bisa mencakup kesenian, permainan, rekreasi,
pertukaran pengalaman dan informasi, olah raga, perawatan rumah,
perawatan diri, atau keterampilan hidup.
c. Terapi Komunitas
Terapi komunitas memiliki banyak nama yang berbeda, antara lain
community

development,

community

organization,

community

organizing, commuinty work, community action. Tujuan utamanya


adalah mendorong komunikasi local agar mampu mengidentifikasi
masalah dan kebutuhan sosial di wilayahnya, merencanakan dan
mengkoordinasikan kegiatan bersama untuk mengatasi masalah atau
memenuhi kebutuhan sosial, mengevaluasi hasil yang dicapai. Pekerja
sosial biasanya berperan sebagai broker yang menghubungkan
komunitas

dengan

sumber-sumber

pelayanan

sosial

di

luar

wilayahnya.
d. Terapi Organisasi
Terapi organisasi merupakan strategi pekerjaan sosial dalam
mengoptimalkan

pencapaian

tujuan

organisasi

dan

menjamin

pelayanan sosial berkualitas bagi stakeholder-nya. Melibatkan


kegiatan administrasi dan pengelolaan lembaga-lembaga, struktur
organisasi, program kegiatan, serta mengimplementasikan kebijakan
public kedalam pelayanan-pelayanan lembaga. Manajemen kasus,
perekeaman kasus, dan konferensi kasus juga sering termasuk dalam
tera0pi organisasi. Social welfare administration, human service
managemenrt, social administration adalah beberapa istilah lain utnuk
terapi organisasi.
e. Analisis Kebijakan Sosial

14 | P a g e

Kebijakan sosial adalah seperangkat tindakan, kerangka kerja atau


pedoman yang dirancang untuk menterjemahkan visi politisi
pemerintah aatu lembaga pemerintah kedalam program atau tindakan
untuk mencapai tujuan tertentu dibidang kesejahteraan sosial.
Kebijakan

sosial

merefleksikan

agenda

masyarakat

dalam

meningkatkan kualitas hidup para anggotanya.


Analisis kebijakan sosial adalah asesmen dan evaluasi secara
sistematis dan akurat terhadap konsekuensi-konsekuensi kebijakan
sosial, baik sebelum maupun sesudah kebijakan tersebut di
implementasikan. Analisis kebijakan sosial biasanya dilakukan untuk
mengetahui apakah program-program kesejahteraan sosial, seperti
bantuan sosial, asuransi sosial, mencapai sasarannya.

f. Penelitian Pekerjaan Sosial


Penyelidikan secara sistematis menyangkut pertanyaan kritis tentang
bidang garapan dan isu-isu kesejahteraan sosial yang didesain untuk
memperluas pengetahuan dan konsep-konsep pekerjaan sosial.
Metoda yang digunakan dalam penelitian pekerjaan sosialtidak jauhjauh dengan yang digunakan sosiaologi, antropologi, psikologi sosial
atau sejarah. Menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif,
dalam garis besar prosedur penelitian pekerjaan sosial yang terdiri
dari:

Pemilihan masalah penelitian

Perumusan hipotesis

Penetapan desain penelitian

Proses pengumpulan data dan fakta dengan observasi

Analisis dan pelaporan

Pekerja sosial kaitannya dengan pengemis adalah bagaimana cara


membantu pengemis untuk keluar atau tidak lagi menjadikan mengemis
sebagai sumber pendapatannya dengan menggunakan keenam aspek

15 | P a g e

diatas maupun dengan cara-cara lain yang sesuai dengan wilayah praktik
seorang pekerja sosial.
2. 7 SISTEM SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL
Max Siporin D.S.W. mengatakan bahwa A resource any valuable
thing, or recerve or at hand, that one can mobilie and put to instrumental
use in order to function, meet a need resolve a problem (Siporin, 1975 :
22). Lebih lanjut ia mengatakan bahwa jenis sumber dapat dipandang dari
beberapa hal, yaitu:
a. Sumber Internal dan Eksternal
Sumber internal dapat berupa kemampuan intelektual, imaginasi,
kreativitas, motivasi, kegairahan, karakter moral kekuatan dan ketahanan
fisik/jasmani,

stamina,

ketampanan/kecantikan

serta

pengetahuan.

Sedangkan sumber eksternal dapat berupa harta kekayaan, prestise, mata


pencaharian sanak-saudara yang kaya, teman yang berpengaruh dan hak
jaminan.
b. Sumber official/formal dan sumber non-official/non-formal
Sumber official dapat berupa tokoh-tokoh formal, organisasiorganisasi yang secara formal mewakili mayarakat seperti guru, pekerja
sosial, badan konseling, dan badan-badan sosial pemberdayaan. Sedang
sumber non-offisial dapat berupa dukungan emosional maupun sosial
dari kerabat, teman serta tetangga. Sumber non-offisial tersebut
merupakan bagian dari sistem sumber pertolongan alamiah.
c. Sumber manusia dan non-manusia
Sumber manusia adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan
dan kekuatan untuk digali dan dimanfaatkan untuk membantu
memecahkan permasalahan klien. Sedang sumber non-manusia adalah
sumber-sumber material atau benda.
d. Sumber simbolik-partikularistik, kongkrit-universal dan pertukaran
nilai

16 | P a g e

Sumber simbolik-partikularistik dapat berupa informasi dan status


sosial seseorang. Informasi dan status sosial seseorang di dalam
masyarakat

mempunyai

arti

simbolik

yang

khusus

dan

dapat

dipergunakan sebagai sumber yang dapat digali dan dimanfaatkan.


Sumber kongkrit-universalistik dapat berupa pelayanan-pelayanan
maupun benda-benda kongkrit. Sedang sumber pertukaran nilai dapat
berupa kasih sayang maupun uang.
2. 8 UPAYA/SOLUSI PEMERINTAH DALAM MENGATASI MASALAH
PENGEMIS
Berikut adalah beberapa upaya/solusi yang telah di lakukan
pemerintah dalam mengatasi masalah pengemis :
a. Membuat peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
permasalahan sosial secara umum yang di dalamnya termasuk juga
permasalahan pengemis seperti UU No.11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial, Permensos No.08 Tahun 2012 tentang
Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial,
dsb.
b. Mendirikan

kementerian-kementerian,

badan-badan,

ataupun

lembaga-lembaga yang memiliki program untuk kesejahteraan


masyarakat

baik

berupa

bantuan

tunai

maupun

bantuan

pemberdayaan.
c. Mengadakan razia di daerah rawan gelandangan dan pengemis
melalui Satpol PP,
d. Mengadakan penampungan sementara,
e. Melakukan pembinaan mental dan ketrampilan sesuai bakat lewat
lembaga-lembaga pelayanan yang ada,
f. Mengembalikan ke daerah asal atau ke panti rehabilitasi dan
resosialisasi,

17 | P a g e

g. Menyadarkan dan membina pihak-pihak yang terkait dalam jaringan


gelandangan-pengemis dan menindak secara yuridis jaringan
gelandangan-pengemis tersebut.
Berikut adalah solusi dari kami berdasarkan hasil observasi dan
sumber-sumber yang kami peroleh, di antaranya:
a. Semua pihak dapat bekerja sama dalam memberikan pelayanpelayanan tidak hanya bantuan tunai tetapi juga berupa pelatihanpelatihan yang dapat meningkatkan keterampilan dan keberfungsian
sosial mereka.
b. Kebijakan yang di buat pemerintah seharusnya berorientasi dan
memihak kepada masyarakat miskin.
c. Bagi para pelaksana program ataupun kebijakan tersebut, haruslah
memiliki komitmen untuk dapat melaksanakannya dengan sebaikbaiknya.
d. Masyarakat pun harus ikut berpartisipasi pula di dalam upaya
penangan masalah pengemis ini.
e. Adanya peran broker (penghubung), sehingga mereka bisa memiliki
akses kepada sumber-sumber yang dapat memenuhi kebutuhannya.

BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Berdasarkan keterangan dari berbagai sumber yang kami dapatkan
serta hasil observasi di sekitar Purwakarta. Kami menyimpulkan bahwa
permasalahan pengemis ini merupakan permasalahan sosial yang kompleks
dengan jenis dan motif yang beragam. Tidak hanya berkaitan dengan si
pengemis saja, tetapi juga ada kaitannya dengan kondisi keluarga si
pengemis, kondisi masyarakat, serta pemerintah. Pengemis tidak hanya
mereka yang lanjut usia atau cacat, tetapi ada juga yang dijadikan sebagai
profesi. Menjadi pengemis tidak hanya karena himpitan ekonomi tetapi,
tradisi masyarakat, momen-momen tertentu, serta nilai-nilai yang dianut
individu pun bisa menjadi motif mereka untuk menjadi seorang pengemis.
18 | P a g e

3. 2 Saran
Permasalahan pengemis yang begitu kompleks saat ini, tentunya
perlu tindakan-tindakan yang kompleks pula dalam mengatasi atau
mengurangi permasalahan tersebut. Kami hanya bisa menyarankan serta
memberi masukan kepada semua pihak yang terlibat dalam permasalahan
pengemis ini agar bekerja sama satu sama lain. Pemerintah tidak hanya
membuat kebijakan-kebijakan tetapi juga harus ikut mengawasi dan
menindaklanjuti kebijakan-kebijakan tersebut, kalau-kalau ada oknumoknum yang menyalahgunakan kebijakan-kebijakan tersebut. Untuk
masyarakat, jangan hanya mengkritik tanpa ada solusi yang konkrit,
masyarakat pun harus turut serta dalam penanganan masalah pengemis ini,
entah itu mengawasi kesesuaian pelaksanaan kebijakan, mendirikan
lembaga-lembaga kemasyarakatan, ataupun menghubungkan para pengemis
kepada sumber-sumber yang dapat memenuhi kebutuhannya. Untuk pekerja
sosial agar lebih teliti lagi dalam melakukan penanganan terhadap masalah
pengemis ini, sehingga solusi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan para
pengemis.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Mengemis
http://www.bisnis-jabar.com/index.php/berita/pengemis-dibandung-naik-20
Soehartono, Irawan. 2007. Kebijakan Sosial. Bandung : Alfabeta.
http://forget-hiro.blogspot.com/2010/05/mengapa-pengemismenjadi-pengemis.html
Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan
Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial.
UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

19 | P a g e

Siporin, Max. 1970. Introduction to Social Work Practice. New


York : Macmillah Publishing Co. Inc. London : Collier Macmillah
Publisher.

20 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai