Anda di halaman 1dari 16

PENELITIAN PENGEMIS

Oleh :

Cantika Putri Dewanti


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Mahakuasa atas selesainya
tugas Penelitian kami tentang “PENGEMIS JALANAN”. Pada akhirnya, dengan
usaha dan doa, tugas ini dapat selesai dengan baik. Namun begitu, tiada gading
yang tak retak, kami yakin masih banyak kekurangan dalam karya tugas ini.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan karya tulis ini. Untuk itu semoga penelitian ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya.

Demikian, kami harap makalah ini dapat dipergunakan sebaik – baiknya dan dapat
memberikan manfaat yang besar bagi kita semua.

Aamiin.

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Kudus, 24 Maret 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar

Daftar isi

BAB I.PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan penelitian
1.4 Manfaat penelitian
1.5 Hipotesis
1.6 Metode penelitian
1.7 Teknik pengumpulan data

BAB II.PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengemis
B. Pengertian Gelandangan
C. Ciri-ciri pengemis dan gelandangan
D. Profil pengemis yang ditemui dilapangan
E. Program pelayanan/penanganan gelandangan dan pengemis yang dilakukan pemerintah
F. Faktor terbentuknya gelandangan dan pengemis
G. Saran mengurangi pengemis dan gelandanan
H. Hasil yang diharapkan

BAB III.PENUTUP

a. Kesimpulan
b. Kritik dan Saran

Daftar Pustaka
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Sampai saat ini, di kota Kudus masih banyak dijumpai masalah kemiskinan. Penyebab
dari semua itu antara lain adalah jumlah pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan
lapangan pekerjaan yang memadai dan kesempatan kerja yang minim. Akibatnya, untuk
memenuhi kebutuhan hidup, mereka bekerja apa saja asalkan mendapatkan uang untuk makan
sehari-hari. Biaya pendapatan mereka tidak seimbang dengan biaya pengeluaran, sehingga
mereka rela memanfaatkan anak-anak dibawah umur untuk menjadi budak mereka seperti
menjadi pengemis, pengamen (anak jalanan) demi menopang pendapatan mereka. Disamping itu
alasan ingin membantu orang tua mencari nafkah sering mendasari mereka turun ke jalan.
Keadaan ini memaksa mereka mau tidak mau turun ke jalan, tapi sayangnya, akibat pemaksan itu
mereka tidak membekali diri dengan pendidikan dan keterampilan yang memadai. Sehingga
keadaan ini akan membuat merka putus sekolah.
Hidup dijalan setiap hari membuat mereka jauh dari keluarga, tidak memiliki kebebasan
pribadi, tidak memberi perlindungan terhadap hawa panas ataupun hujan dan hawa dingin,
mereka juga sering mendapat cacian dan hinan. Keberadaan anak jalanan ini sebenarnya sangat
meresahkan masyarakat, selain mengganggu aktifitas masyarakat di jalan raya, mereka juga
merusak keindahan kota, dan tidak sedikit juga kasus kriminal yang dilakukan oleh anak jalanan,
seperti mencopet bahkan mencuri, meski para anak jalanan itu melakukannya dengan terpaksa.
Bahkan terkadang ada masyarakat yang mengadopsi anak jalanan dibawah umur itu untuk
disekolahkan dan dibiayai kehidupannya.
Oleh sebab itulah, apabila masalah anak jalanan dibawah umur tidak segera mendapatkan
penanganan, maka dampaknya akan merugikan diri sendiri, keluarga, masyarakat serta negara
Indonesia sendiri yang tidak bisa mencetak generasi masa mendatang dengan pendidikan.
Maka melihat dari latar belakang tersebut, saya melakukan observasi secara langsung
mewawancarai para anak jalanan dibawah umur.

I.2 Rumusan Masalah

Dari yang saya ceritakan diatas, maka saya membuat beberapa rumusan masalah yang menjadi
obyek pembahasan dalam tugas ini, yaitu :
1. Apa yang menjadi faktor utama anak-anak melakukan pekerjaan tersebut?
2. Apakah ada harapan dan cita-cita lain selain menggeluti pekerjaan mereka tersebut?
3. Bagaimana mereka hidup selama ini?
4. Apa yang harus dilakukan untuk menanggulangi dan membantu mereka?

I.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

a) Mengetahui secara langsung faktor yang menyebabkan anak-anak melakukan


pekerjaannya.
b) Mengetahui harapan dan cita-cita lain dari mereka.
c) Mengetahui kehidupan mereka selama ini.
d) Mencari dan mendapatkan solusi untuk mereka.

I.4 Manfaat penelitian

Untuk mengetahui profil keseharian pengemis dan member solusi untuk mengatasi masalah
mereke.

I.5 Hipotesis

Menurut pengamatan kami di kota Kudus masih banyak anak- anak yang bekerja sebagai
pengemis dan anak jalanan, hal ini dibuktikan dengan seringnya kita melihat di jalanan kota
Kudus pada malam atau sore hari banyak anak-anak yang meminta-minta dijalanan atau di
warung-warung pedagang kaki lima.

I.6 Metode Penelitian

Metode pembahasan dalam makalah ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan
tinjauan pustaka (library reasearch) dalam pengumpulan bahan dan feel reasech

1. Obyek Penelitian

Pengemis dan anak Jalanan

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah.

I.7 Teknik Pengumpulan Data

Data diambil dengan menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap para anak jalanan dan
pengemis. Para anak jalanan dan pengemis diambil sebagai informan Disamping wawancara
mendalam, observasi akan digunakan untuk mengamati tingkah laku para anak jalanan dan
pengemis selama melaksanakan aktifitasnya

1. Interview (wawancara)

Wawancara sebenarnya merupakan angket secara lisan, karena penulis mengemukakan


informasinya secara lisan dalam hubungan tatap muka untuk memperoleh jawaban (tanya-
jawab).

2. Observasi

Dalam metode ini pengamatan merupakan teknik yang paling penting sebelum melakukan
penelitian untuk memperoleh data, dengan metode observasi hasil yang diperoleh peneliti lebih
jelas dan terarah sesuai dengan apa adanya agar diperoleh pengamatan yang jelas untuk
menghindari kesalahpahaman dengan obyek, maka peneliti mengamati secara langsung.

3. Dokumentasi

Dokumentasi mencakup arsip-arsip berupa tulisan, photo, gambar-gambar serta hal-hal yang
memungkinkan untuk digali sebagai data dalam proses penelitian.
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN GELANDANGAN
Gelandangan berasal dari kata gelandangan, yang artinya selalu berkeliaran atau tidak pernah mempunyai
tempat kediaman tetap (Suparlan, 1993 : 179) Menurut Departemen Sosial R.I (1992),
gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-
norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat
tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.
Menurut PP No. 31 Tahun 1980, Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam
keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak
mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta hidup mengembara ditempat
umum
Menurut Muthalib dan Sudjarwo dalam Ali, dkk., (1990) diberikan tiga gambaran umum gelandangan,
yaitu:
1. Sekelompok orang miskin atau dimiskinkan oleh masyaratnya.
2. Orang yang disingkirkan dari kehidupan khalayak ramai.
3. Orang yang berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan

B. PENGERTIAN PENGEMIS

Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di


muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
(Anon. 1980).

Menurut PP No. 31 Tahun 1980, Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan
dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan orang
lain. Aktifitas pengemis merupakan prilaku meminta-minta di depan umum untuk mengharapkan
belas kasihan orang lain dengan tujuan agar orang tersebut merasa iba dan memberi uang.
Biasanya aktifitas pengemis diiringi dengan performens yang menarik perhatian orang dengan
kesan menderita seperti pakaian yang usang memakai jilbab bagi perempuan dan memakai pecik
bagi laki-laki, membawa tas, ember kecil dan karung bekas, mereka adalah orang yang sehat
dengan kondisi tubuh yang tidak kurang apapun.
Pengemis adalah seorang yang tidak mempunyai penghasilan yang tetap, dan pada
umumnya hidup dengan cara mengandalkan belas kasihan dari orang lain. Mengemis menjadi
sebuah budaya saat ini, karena banyak sekali orang yang sebenarnya masih dalam keadaan sehat
memilih jalan untuk mengemis/meminta-minta. Karena kondisi tersebutlah, maka praktek dalam
mengemis dikatakan sebagai perilaku yang menyimpang dari norma dan nilai yang berlaku
dalam masyarakat.

Pengemis merupakan gejala sosial yang selalu hadir di tengah-tengah dinamika


perkembangan suatu wilayah perkotaan maupun pedesaan. Secara fisik, pengemis juga
berinteraksi dengan masyarakat disekitarnya tetapi sesungguhnya mereka terisolasi karena tidak
bisa mencapai fasilitas yang ada.

Sebagian masyarakat biasanya menilai bahwa golongan pengemis maupun gelandangan


sebagai orang-orang yang malas dan tidak berusaha, tidak mempunyai motivasi, bersikap
menerima nasib serta menerapkan pola perilaku yang dianggap tidak sesuai menurut masyarakat
umumnya itu adalah, tidak mempunyai semangat kerja keras, tidak mempunyai perhatian
terhadap berbagai masalah yang berkaitan dengan usaha perbaikan dan tidak mempunyai rasa
harga diri dan kehormatan.

C. Ciri-Ciri Gelandangan Dan Pengemis


Ciri-ciri dari gepeng (gelandangan dan pengemis) yaitu :

1. Tidak memiliki tempat tinggal.

Kebanyakan dari gepeng dan pengemis ini tidak memiliki tempat hunian atau tempat
tinggal. Mereka biasa mengembara di tempat umum. Tidak memiliki tempat tinggal yang layak
huni, seperti di bawah kolong jembatan, rel kereta api, gubuk liar di sepanjang sungai, emper
toko dan lain-lain

2. Hidup di bawah garis kemiskinan.

Para gepeng tidak memiliki penghasilan tetap yang bisa menjamin untuk kehidupan
mereka ke depan bahkan untuk sehari-hari mereka harus mengemis atau memulung untuk
membeli makanan untuk kehidupannya.

3. Hidup dengan penuh ketidakpastian.


Para gepeng hidup mengelandang dan mengemis di setiap harinya. Kondisi ini sangat
memprihatikan karena jika mereka sakit mereka tidak bisa mendapat jaminan sosial seperti yang
dimiliki oleh pegawai negeri yaitu ASKES untuk berobat dan lain lain.

4. Memakai baju yang compang camping.

Gepeng biasanya tidak pernah menggunakan baju yang rapi atau berdasi melainkan baju
yang kumal dan dekil.

5. Tidak memiliki pekerjaan tetap yang layak, seperti pencari puntungrokok, penarik grobak.

6. Tuna etika, dalam arti saling tukar-menukar istri atau suami, kumpulkebo atau komersialisasi
istri dan lain-lainnya.

7. Meminta-minta di tempat umum. Seperti terminal bus, stasiunkereta api, di rumah-rumah atau
ditoko-toko.

8. Meminta-minta dengan cara berpura-pura atau sedikit memaksa, disertai dengan tutur kata yang
manis dan ibah.

D. Profil Pengemis Yang Di Temui Di Lapangan


Berikut profil pengemis dan anak jalanan yang Kami Observasi:

Nama : SAROH

Lokasi mengemis: Jln Kudus- Jepara prempatan Ds. Jember, Kab. Kudus

Umur : 13 Tahun

Asal : Kaligelis

Pendidikan : Tidak bersekolah

Penghasilan : tidak menentu, (30/hari)

Awalnya saat kami ingin mewawancarai bocah tersebut dia agak ragu untuk menjawab iya,
namun setalah saya bujuk untuk membantu tugas sekolah saya dia pun mau. Tetapi saya harus
berjanji untuk tidak menyebarkan dokumen ini. Dia tidak banyak berceria bahkan dia hanya
menjawab singkat semua pertanyaan saya itu pun dengan nada sangat pelan.
Berikut hasil wawancaranya

Saya : “ nama kamu siapa?”

Pengemis : “saroh”

Saya : “umur mu berapa?”

Pengemis : “12th”

Saya : “kamu sekolah apa tidak?”

Pengemis : “ndak tau”

Saya : “emang orang tuamu ndak nyuruh kamu sekolah?”

Pengemis : “ bapak nyuruh tapi saya tidak mau”

Saya : “kenapa tidak mau? Enak kerja ya bantu orang tua”

Pengemis : “iya”

Saya : “rumahmu mana?”

Pengemis : “kaligelis”

Saya : “capek ndak kerja?”

Pengemis : “ndak”

Saya : “biasanya sehari dapat berapa?”

Pengemis : “30rb”

Saya : “malu ndak sama temen-temen kamu jadi pengemis?”

Pengemis : “malu”

Saya : “punya cita-cita buat sekolah?”

Pengemis : “punya”

Sekias wawancara saya dengan pengemis.


E. Program Pelayanan/Penanganan Gelandangan Dan Pengemis yang
Dilakukan Pemerintah
Ada banyak program-program yang diberikan pemerintah dalam menangani permasalahan
Gelandangan dan pengemis ini. Kebijakan-kebijakan dari pemerintah dalam membatasi
Gelandangan dan pengemis untuk berada di tempat-tempat umum juga merupakan salah satu
programnya. Namun pada umumnya program ini tidak dapat membuat efek jera terhadap para
Gelandangan dan pengemis. Masyarakat menginginkan satu program yang benar-benar pro
dengan rakyat dalam mengentaskan masalah ini, juga bagaimana untuk dapat mengembangkan
masyarakat miskin untuk dapat hidup sejahtera agar masalah Gelandangan dan Pengemis ini
tidak berulang.

Berikut adalah beberapa program yang telah ada, antara lain :

1. Panti

Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis dengan menyediakan sarana


tempat tinggal dalam satu atap yang dihuni oleh beberapa keluarga.

2. Liposos Lingkungan Pondok Sosial (Liposos)

Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis yang lebih mengedepankan sistim
hidup bersama didalam lingkungan sosial sebagaimana layaknya kehidupan masyarakat pada
umumnya.

3. Pemukiman

Merupakan bentuk penanganan gelandangan dan pengemis dengan menyediakan tempat


tinggal yang permanen di lokasi tertentu.

4. Razia

Razia merupakan proses penangkapan para gelandangan dan pengemis. Razia ini dilakukan
oleh pihak dinas sosial yang bekerja sama dengan satpol PP. operasi penangkapan ini dilakukan
setiap hari dengan sasaran razia keseluruh jalanan kota, ketika polisi dan satpol PP melaksanakan
razia, para Pengemis dan gelandangan berusaha untuk kabur dengan berlari menghindari kejaran
para polisi. Penangkapan yang dilakukan oleh para polisi yang bekerja sama dengan Satpol PP
tersebut seringkali mengalami kesulitan, mulai dari pengejaran hingga pemberontakan yang
dilakukan oleh para gelandangan dan pengemis yang rata-rata sudah seringkali keluar-masuk
Liponsos. Namun, meskipun demikian penangkapan tetap berjalan lancar dan mereka banyak
yang tertangkap.

F. Faktor Terbentuknya Gelandangan dan Pengemis


Analisis penyebab permasalahan sosial gelandangan dan pengemis merupakan akumulasi
dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti hal hal kemiskinan, pendidikan rendah,
minimnya keterampilan kerja yang dimiliki, lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain
sebagaianya. Masalah ini merupakan salah satu Masalah Sosial Strategis, karena dapat
menyebabkan beberapa masalah lainnya dan juga bersifat penyakit di masyarakat.

Sementara itu Alkostar (1984) dalam penelitiannya tentang kehidupan gelandangan dan
pengemis melihat bahwa terjadinya gelandangan dan pengemis dapat dibedakan menjadi dua
faktor penyebab, yaitu faktor internal dan faktor eksterna:
a. Faktor internal
Faktor internal dan keluarga yang dimaksudkan ádalah suatu keadaan di dalam diri
individu dan keluarga Gepeng yang mendorong mereka untuk melakukan kegiatan
menggelandang dan mengemis. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut ini:
a. Pendidikan Formal.

b. Umur.

c. Kemiskinan

d. Ijin Orang Tua

e. Rendahnya Ketrampilan

f. Sikap Mental

g. kemalasan,

h. tidak mau bekerja keras.

i. tidak kuat mental.

j. cacat fisik dan psikis.

k. tidak adanya kemandirian hidup untuk tidak bergantung pada orang lain.

b. Faktor eksternal meliputi:


faktor lingkungan yang dimaksudkan adalah beberapa faktor yang berada di sekeliling
atau sekitar responden baik yang di daerah asal maupun di daerah tujuan. Faktor-faktor tersebut
di antaranya adalah
a. kondisi hidrologis

b. kondisi pertanian

c. akses terhadap informasi dan modal usaha

d. kondisi permisif masyarakat di kota

e. kelemahan pananganan Gepeng di kota.

Beberapa factor lainnya:


1. Faktor ekonomi, pengemis dihadapkan pada kemiskinan keluarga dan sempitnya lapangan
pekerjaan yang ada.
2. Faktor geografis, kondisi tanah tandus, bencana alam yang tidak terduga.
3. Faktor sosial, akibat arus urbanisasi dari desa ke kota tanpa diseret partisipasi masyarakat dalam
usaha kesejahteraan sosial.
4. Faktor pendidikan, rendahnya tingkat pendidikan dan tidak memiliki kerja, kurangnya
pembinaan dan pendidikan informal dalam keluarga dan masyarakat.
5. Faktor psikologis, adanya keretakan keluarga yang menyebabkan anak tidak terurus, ingin
melupakan keinginan masa lalu yang tidak bahagia, kurangnya gairah kerja.
6. Faktor budaya, lunturnya nilai-nilai normatif budaya masyarakat akibat perubahan sosial yang
tidak berumah tangga terdapat pengkaderan secara langsung.
7. Faktor agama, kurangnya pemahaman agama dan lemahnya iman serta kurang tabah dalam
menjalani cobaan hidup serta dan putus asa dalam menghadapi nasib dan tidak mau berusaha.

G. Saran Mengurangi Pengemis dan Gelandanan


1.Rumah Singgah

Selain untuk tempat mendekatkan diri kepada anak-anak yang bekerja sebagai pengemis,
dirumah singgah ini pun kita bisa membagi kasih sayang dan perhatian bagi mereka yang kurang
kasih sayang

2.Perpustakaan umum.
Kita bisa mendirikan perpustakaan umum untuk anak jalanan dan pengemis yang putus sekolah.
Kita bisa menyumbangkan buku ataupun memenerima sumbangan buku-buku bekas layak pakai
agar dapat dimanfaatkan kembali oleh anak-anak jalanan dan pengemis untuk menambah
pengetahuan mereka.

3.bantuan dana untuk sekolah

Selain diberikan fasilitas untuk belajar mereka juga butuh dana untuk sekolah, karena belajar
diluar sekolah tidaklah cukup.

H. Hasil yang Diharapkan

Pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya yang berpengjasilan rendah, agar


meraka tidak mempekerjakan anak meraka untuk dijadikan pengemis. Anak-anak mereka bisa
mendapat pendidikan yang layak untuk memajukan perekonomian keluarganya, tanpa harus
putus sekolah dan bekerja sebagai pengemis.
BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan
Gelandangan dan mengemis dikatakan sebagai perilau yang menyimpang dari norma dan
nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Penyebab terjadinya pengemis ini bisa berasal dari dalam diri individu atau dikenal faktor
internal yaitu berupa kemalasan, tidak mau berkerja teras, tidak cacat fisik dan cacat fisik. Juga
dipengaruhi dari faktor eksternal berupa faktor psikologis, budaya sosial, ekonomi, agama,
geografis
Beberapa faktor penyebab terjadinya Gepeng ádalah faktor internal, yaitu individu dan
keluarga Gepeng serta masyarakat , dan eksternal masyarakat, yaitu di kota-kota tujuan aktivitas
Gepeng. Faktor-faktor penyebab ini dapat terjadi secara parsial dan juga secara bersama-sama
atau saling mempengaruhi antara satu faktor dengan faktor yang lainnya

b. Kritik dan saran.


Demikianlah makalah yang dapat saya sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi kita
semua, khususnya bagi kami penulis. Kritik dan saran sangat saya harapkan demi perbaikan
makalah saya. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT., kekhilafan dan kekurangan milik
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
https://nengyoyoh.wordpress.com/.../laporan-hasil-observasi-wawancara-dengan-pp-a..

allaisyahsee.blogspot.com/2014/12/laporan-observasi-gelandangan-dan.html

elib.unikom.ac.id/download.php?id=171392

Anda mungkin juga menyukai