PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 PENGERTIAN PENGEMIS
Yang dimaksud dengan pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan
penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan
untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Mengemis/meminta-minta adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
karena membutuhkan uang, makanan, tempat tinggal atau hal lainnya, bahkan jabatan
atau pekerjaan dari orang yang mereka temui. Kegiatan ini dilakukan karena mereka
tidak dapat memenuhi apa yang mereka butuhkan, entah itu karena keterbatasan
pengetahuan, fisik, keterampilan, ataupun hal lainnya. Tetapi, di dalam makalah ini
yang kami maksud dengan mengemis/meminta-minta adalah kegiatan yang dilakukan
untuk mengharapkan sedikit belas kasihan orang di tempat-tempat umum.
Di kota-kota besar kegiatan mengemis/meminta-minta yang dilakukan oleh
orang-orang yang disebut pengemis ini adalah fenomena yang banyak dan sering kita
saksikan. Banyak di setiap perempatan, fenomena pengemis ini dapat kita temui.
Mereka yang mengemis/meminta-minta biasanya menggunakan gelas, kotak kecil,
topi atau benda lainnya yang dapat dimasukan uang. Penampilan mereka pun
beragam, tetapi tujuannya sama yaitu untuk menarik simpati dan belas kasih orang
yang melihatnya. Penampilan mereka untuk menarik simpati dan belas kasihan orang
pun bermacam-macam, ada yang memakai pakaian compang-camping, tubuhnya di
cat warna perak, dan sebagainya.
2. 2 KRITERIA PENGEMIS
Berdasarkan Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan
Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan
Sumber Kesejahteraan Sosial, kriteria bahwa seseorang dikatakan sebagai pengemis
adalah sebagai berikut:
3
a. mata pencariannya bergantung pada belas kasihan orang lain;
b. berpakaian kumuh dan compang camping;
c. berada di tempat-tempat ramai/strategis; dan
d. memperalat sesama untuk merangsang belas kasihan orang lain.
Berdasarkan hasil observasi kami di sekitar Jalan andalas kota Gorontalo
dengan sasaran observasi adalah pengemis, sebagian kriteria di atas ada pada mereka
yang mengemis di daerah tersebut. Selain itu, kami sedikit meminta keterangan
kepada beberapa orang pengemis, ternyata penghasilan mereka pun tidak pasti dan
tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Kriteria tersebut berdasarkan Permensos
No.08 Tahun 2012 merupakan kriteria untuk para gelandangan. Oleh karena itu, kami
menyimpulkan bahwa sebagian pengemis di sekitar Jalan Andalas kota gorontalo pun
bisa dikatakan sebagai gelandangan juga karena memang ada keterkaitan di antara
keduanya.
2. 3 JENIS-JENIS PENGEMIS
Berikut adalah beberapa jenis pengemis yang dapat kami identifikasi dari
berbagai sumber serta dari hasil observasi kami, di antaranya:
1. Pengemis Dengan Anak
Pengemis dengan anak adalah orang-orang yang meminta-minta di muka umum
dengan cara memperalat anak baik kandung ataupun anak pinjaman untuk mendapat
belas kasihan orang lain. Anak yang mereka bawa biasanya di gendong atau si anak
dibuat tertidur lelap di jalanan sehingga orang yang lewat di depannya merasa iba dan
memberi kepada mereka. Tapi tidak semua anak yang mereka bawa adalah keinginan
si anak, ada juga yang karena paksaan dari orang tuanya walaupun anak melawan dan
mereka hanya ingin bermain, jika si anak melawan orang tuanya kadang memukul
atau memarahi mereka agar menuruti apa kemauan dari sang orang tua.
4
Seperti contoh kita lihat banyak di jalanan baik di daerah metropolitan atau di
kota-kota besar seperti gorontalo, mereka mengemis dengan membawa anak sebagai
bentuk untuk menarik simpati orang lain.
2. Pengemis Bocah
Pengemis bocah adalah anak-anak yang meminta-minta di muka umum atau di
jalanan untuk mendapatkan belas kasihan dari orang lain. Bocah disini berusia antara
3-17 tahun. Motif dari mereka melakukan ini karena untuk membantu orang tua dari
mereka yang mungkin dalam keadaan susah, orang tuanya sedang sakit ataupun
sudah meninggal atau barangkali mereka dipekerjakan oleh seseorang yang menjadi
mafia pengemis ini atau bahkan oleh orang tuanya sendiri.
3. Pengemis Cacat atau Disabilitas
Pengemis cacat atau disabilitas adalah pengemis yang memiliki keterbatasan
baik secara fisik, mental atau ganda. Umumnya mereka mengemis karena tidak ada
hal lain yang bisa mereka lakukan selain dengan meminta-minta di jalanan. Hal ini
disebabkan karena kecacatan yang mereka alami sehingga sulit untuk memperoleh
atau melakukan pekerjaan yang lebih baik.
4. Pengemis Professional dan Terorganisir
Pengemis professional yaitu orang-orang yang mengemis sebagai profesinya
untuk memeroleh pendapatan. Professional di sini maksudnya bahwa mereka punya
strategi dan cara-cara khusus untuk menarik simpati orang lain sehingga mau berbelas
kasih kepada mereka. Selain mereka dikategorikan profesinal, mereka juga
terorganisir. Terorganisir disini maksudnya bahwa kegiatan atau aksi yang mereka
lakukan biasanya sudah ada yang menaunginya. Biasanya mereka adalah orang-orang
yang sengaja ditampung oleh seseorang atau kelompok tertentu untuk mendapatkan
keuntungan-keuntungan bagi seseorang atau kelompok tersebut.
Berdasarkan hasil observasi kami, yang kami lihat dan kami temui di sekitar
jalan Andalas Gorontalo kebanyakan adalah pengemis cacat/disabilitas dan pengemis
profesional. Kami sedikit bertanya kepada beberapa pengemis di sana, hasilnya
5
ternyata ada seorang pengemis yang memang profesinya adalah pengemis. Beliau
berasal dari suwawa, beliau ke kota hanya untuk mengemis kemudian sore harinya
pulang lagi ke suwawa. Ketika ditanya tentang penghasilannya dari mengemis beliau
hanya menjawab, “penghasilannya ya sedikit” tanpa menyebutkan nominalnya.
2. 4 FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA PERMASALAHAN PENGEMIS
Berikut adalah beberapa faktor penyebab munculnya permasalahan pengemis,
di antaranya:
1. Himpitan ekonomi (kemiskinan);
2. Keterbatasan fisik (penuaan/cacat tubuh);
3. Tradisi suatu masyarakat yang menjadikan mengemis sebagai profesi;
4. Kekurangan potensi sumber daya baik alam, manusia maupun lingkungan
untuk dapat mengembangkan peluang dan kesempatan kerja;
5. Nilai-nilai hidup yang dianut individu.
Dari faktor penyebab di atas, nilai-nilai hidup yang dihayati oleh individu
adalah faktor yang esensial dan mendasar yang dapat menjelaskan mengapa individu
pada akhirnya memutuskan untuk menjadi pengemis, bukan faktor kemiskinan;
keterbatasan fisik; tradisi; kekurangan sumber daya.
Begitu banyak orang-orang yang menurut kami “luar biasa”, ketika orang-orang
seperti mereka dan bahkan yang lebih beruntung dari mereka memutuskan menjadi
pengemis, mereka justru dengan tegar, dan tak kenal menyerah melakukan pekerjaan
yang mungkin kita anggap remeh, namun jauh lebih terhormat daripada mengemis.
Berdasarkan penelitian tentang pengemis oleh Dr. Engkus Kuswarno
menyebut ada lima ketegori pengemis menurut faktor penyebab di atas, sehingga
mereka memutuskan untuk menjadi pengemis, yaitu:
1. Pengemis Berpengalaman: lahir karena tradisi.
Bagi pengemis yang lahir karena tradisi, tindakan mengemis adalah sebuah
tindakan kebiasaan. Mereka sulit menghilangkan kebiasaan tersebut karena
orientasinya lebih pada masa lalu (motif sebab).
6
2. Pengemis kontemporer kontinyu tertutup: hidup tanpa alternatif.
Bagi kelompok pengemis yang hidup tanpa alternatif pekerjaan lain, tindakan
mengemis menjadi satu-satunya pilihan yang harus diambil. Mereka secara kontinyu
mengemis, tetapi mereka tidak mempunyai kemampuan untuk dapat hidup dengan
bekerja yang akan menjamin hidupnya dan mendapatkan uang.
3. Pengemis kontemporer kontinyu terbuka: hidup dengan peluang.
Mereka masih memiliki alternatif pilihan, karena memiliki keterampilan lain yang
dapat mereka kembangkan untuk menjamin hidupnya. Hanya saja keterampilan
tersebut tidak dapat berkembang, karena tidak menggunakan peluang tersebut dengan
sebaik-baiknya atau karena kekurangan potensi sumber daya untuk dapat
mengembangkan peluang tersebut.
4. Pengemis kontemporer temporer: hidup musiman.
Jumlah mereka biasanya meningkat jika menjelang hari raya. Daya dorong daerah
asalnya karena musim kemarau atau gagal panen menjadi salah satu pemicu
berkembangnya kelompok ini.
5. Pengemis rencana: berjuang dengan harapan.
Pengemis yang hidup berjuang dengan harapan pada hakikatnya adalah pengemis
yang sementara (kontemporer). Mereka mengemis sebagai sebuah batu loncatan
untuk mendapatkan pekerjaan lain setelah waktu dan situasinya dipandang cukup.
7
pengemis cacat/disabilitas yang dimanfaatkan oleh seorang laki-laki, entah benar atau
tidaknya kami tidak berani meminta keterangan darinya karena laki-laki di dekatnya
terus mengawasi.
8
Dari hasil observasi yang dapat kita kumpulkan, nilai-nilai memang sangat
berpengaruh dalam menentukan tindakan-tindakan seorang individu, kelompok,
masyarakat, ataupun lembaga-lembaga. Ketika kami bertanya kepada salah seorang
pengemis yang menjadi sasaran observasi kami di sana, beliau mengatakan, “Hidup
sekarang mah susah, serba mahal, kepedulian juga seperti tidak ada” kurang lebih
seperti itu. Kebanyakan dari mereka adalah dari luar Kota Gorontalo, pertanyaannya
apakah di daerah asal mereka sama sekali tidak ada sumber untuk dapat memenuhi
kebutuhan mereka dan keluarga?
Jawabannya adalah karena memang nilai-nilai masyarakat untuk saling
membantu satu sama lain, semangat gotong-royong, nilai-nilai agama, nilai-nilai
sosial yang ada saat ini sedikit demi sedikit mulai pudar dan berganti menjadi nilai-
nilai yang sifatnya individualis dan mementingkan kepentingannya sendiri.
9
untuk tidak menjadi seorang pengemis, tapi sayangnya kebanyakan dari mereka yang
menjadi pengemis ini, memiliki hubungan atau relasi di masyarakat yang tidak
berjalan baik sehingga, dalam mencapai pemenuhan kebutuhan mereka pun menjadi
sulit dan memilih untuk mejadi pengemis di jalanan.
3. Pemerintah
Peran pemerintah adalah membuat kebijakan-kebijakan dan pemberian bantuan
material ataupun pelayanan untuk bisa mengurangi jumlah pengemis di seluruh
wilayah di Indonesia. Namun, kebijakan yang dibuat ini harus disesuaikan dengan
kondisi masyarakat. Apabila tidak disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan hanya
menguntungkan sebagian orang saja maka kebijakan-kebijakan tersebut tidak akan
berjalan dengan baik atau tidak akan mengurangi angka pengemis di Indonesia.
10
f. Mengembalikan ke daerah asal atau ke panti rehabilitasi dan resosialisasi,
g. Menyadarkan dan membina pihak-pihak yang terkait dalam jaringan gelandangan-
pengemis dan menindak secara yuridis jaringan gelandangan-pengemis tersebut.
Berikut adalah solusi dari kami berdasarkan hasil observasi dan sumber-sumber
yang kami peroleh, di antaranya:
a. Semua pihak dapat bekerja sama dalam memberikan pelayan-pelayanan tidak
hanya bantuan tunai tetapi juga berupa pelatihan-pelatihan yang dapat
meningkatkan keterampilan dan keberfungsian sosial mereka.
b. Kebijakan yang di buat pemerintah seharusnya berorientasi dan memihak kepada
masyarakat miskin.
c. Bagi para pelaksana program ataupun kebijakan tersebut, haruslah memiliki
komitmen untuk dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
d. Masyarakat pun harus ikut berpartisipasi pula di dalam upaya penangan masalah
pengemis ini.
e. Adanya peran broker (penghubung), sehingga mereka bisa memiliki akses kepada
sumber-sumber yang dapat memenuhi kebutuhannya.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan keterangan dari berbagai sumber yang kami dapatkan serta hasil
observasi di sekitar Jalan Andalas. Kami menyimpulkan bahwa permasalahan
pengemis ini merupakan permasalahan sosial yang kompleks dengan jenis dan
motif yang beragam. Tidak hanya berkaitan dengan si pengemis saja, tetapi juga
ada kaitannya dengan kondisi keluarga si pengemis, kondisi masyarakat, serta
pemerintah. Pengemis tidak hanya mereka yang lanjut usia atau cacat, tetapi ada
juga yang dijadikan sebagai profesi. Menjadi pengemis tidak hanya karena
himpitan ekonomi tetapi, tradisi masyarakat, momen-momen tertentu, serta nilai-
nilai yang dianut individu pun bisa menjadi motif mereka untuk menjadi seorang
pengemis.
3.2 Saran
Permasalahan pengemis yang begitu kompleks saat ini, tentunya perlu
tindakan-tindakan yang kompleks pula dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Kami hanya bisa menyarankan serta memberi masukan kepada semua pihak yang
terlibat dalam permasalahan pengemis ini agar bekerja sama satu sama lain.
Pemerintah tidak hanya membuat kebijakan-kebijakan tetapi juga harus ikut
mengawasi dan menindaklanjuti kebijakan-kebijakan tersebut, kalau-kalau ada
oknum-oknum yang menyalahgunakan kebijakan-kebijakan tersebut. Untuk
masyarakat, jangan hanya mengkritik tanpa ada solusi yang konkrit, masyarakat
pun harus turut serta dalam penanganan masalah pengemis ini, entah itu
mengawasi kesesuaian pelaksanaan kebijakan, mendirikan lembaga-lembaga
kemasyarakatan, ataupun menghubungkan para pengemis kepada sumber-sumber
yang dapat memenuhi kebutuhannya. Untuk pekerja sosial agar lebih teliti lagi
dalam melakukan penanganan terhadap masalah pengemis ini, sehingga solusi
yang diberikan sesuai dengan kebutuhan para pengemis.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Mengemis
Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan
Sosial.
13
LAMPIRAN
Berikut adalah lampiran hasil observasi kami di daerah sekitar Jalan Andalas
Gorontalo yang memuat mengenai identitas seorang pengemis yang kami wawancarai
sedikit dan hal yang melatarbelakangi mereka menjadi seorang pengemis, di
antaranya:
Umur : 28 tahun
Asal : Gorontalo
Pendidikan :-
Aldi menjadi pengemis karena kebiasaan sejak kecil. Dimana sejak kecil dia
telah di tinggalkan oleh orang tuanya dan di asuh oleh paman dan bibinya. Kebiasaan
itupun melekat hingga saat ini. Dari hasil observasi dia mengaku bahwa
pendapatannya mencapai Rp.60.000 hingga Rp.100.000 perhari. Aldi mulai
mengemis dari jam 11.00 sampai 05.00 sore. Disinilah mengapa dia lebih memilih
mengemis daripada bekerja.
14
DOKUMENTASI PENELITIAN
15