Anda di halaman 1dari 11

Asuhan keperawatan pada orang berkebutuhan khusus: anak jalanan

Kelompok:
Ayu Murnila Sari

Firda Rismawati

Lilis Rahmawanti

Muhammad Albi Tahmi

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES PAYUNG NEGERI

PEKANBARU

2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa karena berkat rahmat-
Nya dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep dan
Askep pada orang berkebutuhan khusus: anak jalanan” Makalah ini diajukan guna memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan jiwa ll yang insyaallah tepat waktu. Penulis dapat menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis
akan sangat menhargai kritikan dan saran agar makalah ini lebih baik lagi. Semoga Makalah
ini dapat membantu menambah pengetahuan teman – teman.

Pekanbaru, 13 Oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

1. Tujuan Penulisan

2. Manfaat Penulisan

BAB II Pembahasan

1. Pengertian anak jalanan

2. Faktor resiko anak jalanan

3. Populasi anak jalanan

4. Kekerasan dan kebencian terhadap anak jalanan

5. Asuhan keperawatan anak jalanan

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan

2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Situasi krisis ekonomi dan urbanisasi yang dialami Indonesia, menimbulkan begitu
banyak masalah sosial yang membutuhkan penanganan secepatnya. Salah satu
permasalahan sosial yang dihadapi, yaitu jumlah anak jalanan yang meningkat setiap
tahun, sehingga membutuhkan penanganan yang lebih komprehensif. Fenomena anak
jalanan menjadi salah satu permasalahan sosial yang cukup kompleks bagi kotakota
besar di Indonesia. Apabila dicermati dengan baik, ternyata anak jalanan sangat
mudah ditemukan pada kota-kota besar. Mulai dari perempatan lampu merah, stasiun
kereta api, terminal, pasar, pertokoan, bahkan mall, menjadi tempat-tempat anak
jalanan melakukan aktivitasnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa mereka biasanya
memang dikoordinir oleh kelompok yang rapi dan profesional, yang saat ini
sering disebut sebagai mafia anak jalanan. Setiap anggota kelompok tersebut memiliki
tugasnya masing-masing. Ada yang melakukan mapping di setiap perempatan jalan,
ada yang mengatur antarjemput, dan lain-lain. Di sini, terjadi eksploitasi terhadap
anak dan menjadikan mereka sebagai ladang bisnis. Sangat memprihatinkan, hal ini
terjadi justru atas persetujuan orang tua mereka sendiri, yang juga tak jarang berperan
sebagai bagian dari mafia anak jalanan. Menjadi anak jalanan bukan pilihan hidup
yang diinginkan oleh setiap orang dan bukan pula pilihan yang menyenangkan,
terutama terkait dengan keamanannya. Anak jalanan sering dianggap sebagai masalah
bagi banyak pihak, yang disebut sebagai ‘sampah masyarakat’. Telah banyak
peraturan dibuat untuk mengatasi fenomena ini, namun belum ada yang membuahkan
hasil. Jumlah anak jalanan tidak berkurang, bahkan semakin bertambah banyak dan
sebagian besar hidup dalam dunia kriminal. orang yang membutuhkan kebutuhan
khusus yaitu pada anak jalanan pasti memiliki masalah dalam kejiwaan nya karena
permasalahan yang membuat mereka trauma dalam hidup. Maka, Berdasarkan uraian
tersebut kami memiliki tujuan khusus dalam pembuatan makalah ini yaitu bagaimana
menerapkan asuhan keperawatan pada orang berkebutuhan khusus anak jalanan.

2. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui tentang konsep dan askep pada anak berkebutuhan khusus: anak
jalanan

3. Manfaat Penulisan

Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ide dan informasi
dibidang asuhan eperawatan terhadap anak jalanan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. Pengertian anak jalanan


Menurut de Moura (2002), anak – anak jalanan dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yakni anak yang bekerjadi jalanan dan anak yang hidup di jalanan.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan,
alasan anak bekerja adalah karena membantu pekerjaan orangtua (71%), dipaksa
membantu orangtua (6%), menambah biaya sekolah (15%), dan karena ingin
hidup bebas, untuk uang jajan, mendapatkan teman, dan lainnya (33%).
Sementara itu, Departemen Sosial (dalam Terloit 2001) membuat
suatudefinisi operasional dari anak jalanan, yaitu anak yang menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan dan
tempat-tempat umum lainnya. Mereka biasanya berusia 6 – 18 tahun, masih
sekolah atau sudah putus sekolah, tinggal dengan orangtua maupun tidak, atau
tinggal di jalanan sendiri maupun dengan teman-temannya, dan mempunyai
aktivitas di jalanan, baik terus-menerus maupun tidak.
2. Faktor resiko untuk anak jalanan
faktor anak jalanan dipicu oleh krisis ekonomi yang Abu Huraerah (2006:78)
menyebutkan beberapa penyebab munculnya anak jalanan, antara lain:
1. Orang tua mendorong anak bekerja dengan alasan untuk membantu ekonomi
keluarga;
2. Kasus kekerasan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orang tua semakin
meningkat sehingga anak lari ke jalanan;
3. Anak terancam putus sekolah karena orang tua tidak mampu membayar uang
sekolah;
4. Makin banyak anak yang hidup di jalanan karena biaya kontrak rumah
mahal/meningkat;
5. Timbulnya persaingan dengan pekerja dewasa di jalanan, sehingga anak
terpuruk melakukan pekerjaan berisiko tinggi terhadap keselamatannya dan
eksploitasi anak oleh orang dewasa di jalanan;
6. Anak menjadi lebih lama di jalanan sehingga Timbul masalah baru
7. Anak jalanan jadi korban pemerasan, dan eksploitasi seksual terhadap anak
jalanan perempuan.
Dengan situasi tersebut semestinya keluarga menjadi benteng utama untuk
melindungi anakanak mereka dari eksploitasi ekonomi. Namun faktanya berbeda,
justru anak-anak dijadikan ”alat” bagi keluarganya untuk membantu mencari
makan. Orang tua sengaja membiarkan anakanaknya mengemis, mengamen,
berjualan, dan melakukan aktivitas lainnya di jalanan
3. Populasi anak jalanan
Tidak sedikit anak-anak bangsa yang harus mencari penghidupan di jalan-
jalan kota. Keberadaan anak jalanan menyumbang masalah sosial di Indonesia
mencapai 85.013 jiwa pada tahun 2009 menurut Pusdatin (pusat data dan
informasi) Kesejahteraan Sosial tahun 2010 (Mujiyadi dkk, 2011, hlm. 11).
Provinsi dengan jumlah anak jalanan terbanyak berturut-turut berdasarkan
Pusdatin PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) 2010, yaitu Nusa
Tenggara Barat sebanyak 12.764 jiwa, Nusa Tenggara Timur sebanyak 12.937
jiwa, Jawa Tengah sebanyak 8.027 jiwa, Jawa Timur sebanyak 7.872 jiwa, Jawa
Barat sebanyak 4.650 jiwa, Sulawesi Tengah sebanyak 4.636 jiwa, Banten
sebanyak 3.902 jiwa, Sumatera Barat sebanyak 3.353 jiwa, Maluku sebanyak
2.899 jiwa dan Lampung sebanyak 2.799 jiwa (Mujiyadi dkk, 2011, hlm. 11).
Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat lima yang memiliki populasi anak
jalanan sebesar 4.650 jiwa. Data PMKS tahun 2011 pada populasi anak jalanan
provinsi Jawa Barat sebesar 6.630 jiwa (Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa
Barat,2012, hlm. 3). Berdasarkan data Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat populasi
anak jalanan di 14 kota/kabupaten yang memiliki jumlah populasi anak jalanan
terbanyak adalah kota Bandung sebesar 1121 jiwa (Kepala Dinas Sosial Provinsi
Jawa Barat, 2012, hlm. 3), sedangkan menurut data PMKS Dinas Sosial kota
Bandung tahun 2012 jumlah populasi anak jalanan sebesar 863 jiwa dan 62%
berusia remaja pada tahun 2014.
4. Kejahatan dan kebencian anak jalanan
Anak jalanan bertahan hidup dengan melakukan aktivitas di sektor informal,
seperti menyemir sepatu, menjual koran, mencuri kendaraan, menjadi pemulung
barangbarang bekas. Sebagian lagi mengemis, mengamen, mencopet, atau terlibat
perdagangan sex. Peningkatan jumlah anak jalanan yang pesat merupakan
fenomenal sosial yang perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak.
Perhatian ini tidak semata-mata terdorong oleh besarnya jumlah anak jalanan,
melainkan karena situasi dan kondisi anak jalanan yang buruk, kelompok ini
belum mendapatkan hak-haknya bahkan sering terlanggar. Kekerasan lainnya
adalah kekerasan dan eksploitasi seksual. Hampir seluruh anak jalanan perempuan
pernah mengalami pelecehan seksual, terlebih bagi anak yang tinggal di jalanan.
Ketika tidur, kerap kali anak jalanan perempuan menjadi korban dari kawan-
kawannya atau komunitas jalanan, misalnya digerayangi tubuh dan alat vitalnya.
Bentuk kekerasanan lainnya adalah pemerkosaan. Berbagai faktor utama yang
munculnya anak jalanan di perkotaan pada umumnya keadaan sosial ekonomi
menjadi sumber utama di hubungkan dengan ramainya anak-anak mencari nafkah
di tempat-tempat umum atau jalanan. Kurangnya kepedulian dan sensitivitas
negara terhadap peningkatan kesejahteraan sosial anak-anak jalanan telah
menyebabkan berlakunya hukum rimba di tengah komunitas.
Henry Kempe menyebut kasus penelantaran dan penganiayaan yang dialam anak-
anak dengan istilah Battered Child Syndrome yaitu: “Setiap keadaan yang
disebabkan kurangnya perawatan dan perlindungan terhadap anak oleh orang tua
atau pengasuh lain”. Yang diartikan sebagai tindakan kekerasan terhadap anak
tidak hanya luka berat, namun termasuk luka memar atau pembengkakan
sekalipun dan diikuti kegagalan anak untuk berkembang baik secara fisik maupun
intelektua

5. Asuhan keperawatan

1) Diagnosa Keperawatan

1. Harga Diri Rendah

2. Isolasi Sosial

3. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

4. Resiko perilaku kekerasan/Perilaku kekerasan


2). Intervensi
Diagnosa 1.
1. Harga Diri Rendah
Kriteria hasil :
1. klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa berhubungan dengan orang lain dan
lingkungan.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
2. Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
3. Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
4. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
5. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
6. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
7. iDiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
8. indarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
9. Utamakan memberi pujian yang realistis
10Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

Diagnosa 2: Menarik diri


Kriteria hasil :Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan
cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
Diagnosa 3: Perilaku kekerasan

Kriteria hasil : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan
tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
5. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
6. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
7. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.

Diagnosa 4: Gangguan Proses Pikir : Waham


Kriteria hasil : klien tidak terjadi gangguan proses fikir yang berhubungan dengan gangguan
konsep diri (harga diri rendah/klien akan meningkat harga dirinya)

Tindakan :

1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan)
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4. Jangan membantah dan mendungkung waham klien, katakan perawat menerima keyakinan
klien “saya menerima keyakinan anda” disertai ekspresi menerima, katakana perawat tidak
mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
5. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung
jawab serta mampu menolong dirinya sendiri

Daftar pustaka
Andriyani Mustika N. 2012. “Ekploitasi Anak: Perlindungan Hukum Anak Jalanan dalm
Perspektif Hukum Pidana di Daerah Yogyakarta.” Jurnal Jurispridence Vol. 1 No. 1 Bulan
Juli Tahun 2012.
Asmawati. 1999. “Anak Jalanan dan Upaya Penanganannya di Kota Surabaya” Jurnal Hakiki.
Vol. 1 No. 2. November 1999.
Sudrajat, Tata. 1999. “Isu Prioritas dan Program Intervensi untuk Menangani Anak Jalanan.”
Jurnal Hakiki Vol. 1 No. 2 November 1999.
Sumardi, S. 1996. Child Protection. Jakarta: Institut Social Jakarta.
Tjandraningsih, Indrasari. 1995. Pemberdayaan Pekerja Anak. Bandung: AKATIGA

Anda mungkin juga menyukai