Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Situasi krisis ekonomi dan urbanisasi yang dialami Indonesia, menimbulkan
begitu banyak masalah sosial. Salah satu permasalahan sosial yang dihadapi, yaitu
permasalahan anak jalanan yang masih sangat memprihatinkan. Menurut
Departemen Sosial RI (2005: 5), anak jalanan adalah anak yang menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk meneruskan kelangsungan hidup di jalanan baik
untuk mencari nafkah atau hanya sekedar berkeliaran. Anak jalananan adalah
anak yang memiliki rentang umur dari 6-18 tahun. Anak jalanan muncul dengan
berbagai faktor permasalahan, diantaranya yaitu faktor kemiskinan,
ketidakharmonisan keluarga, pengaruh teman, keinginan untuk bebas dari tekanan
orang tua dan aturan, tindak kekerasan, serta tidak memiliki keluarga. Diantara
beberapa faktor yang disebutkan, faktor kemiskinan merupakan yang paling
mempengaruhi anak untuk turun ke jalanan.
Setiap anak memiliki hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi
sebagai mana terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28A hingga 28J,
Konverensi PBB tentang Hak-Hak Anak pasal 16 dan Undang-Undang
Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 Bab III pasal 4 sampai pasal 19 mengenai
Hak Anak. Anak yang tidak mendapat perlindungan dan kebutuhan sesuai
haknya, maka akan cenderung memuculkan masalah sosial bagi anak itu sendiri
maupun kemajuan negaranya.
Berdasarkan hasil Susenas oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah anak
jalanan pada diagram jumlah anak jalanan di Indonesia dari tahun 2002-2015
menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Data Badan Pusat Statistik (BPS)
2019-2021 dan Pusdatim Kementrian sosial RI mencatat Jumlah Anak di

1
Indonesia dengan berbagai persoalan dan permasalahan semakin meningkat. Pada
tahun 2019-2021 mengalami indeks peningkataan secara massif tercatat sebanyak
8.320. Saat ini jumlah anak jalanan di Indonesia mencapai 300.000. Anak jalanan
tersebar di berbagai kota besar di Indonesia salah satunya yaitu di kota Medan.
Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesai setelah DKI Jakarta dan
Surabaya yang sama-sama memiliki permasalahan anak jalanan. Jumlah anak
jalanan di Kota Medan setiap tahunnya tidak menentu, kadang turun kadang juga
naik. Data yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan
tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak jalanan yang ada di kota Medan
mencapai 1.473 jiwa dan pada tahun 2015 berjumlah 1.526 jiwa. Hal ini
menunjukkan jumlah anak jalanan di Kota Medan mengalami peningkatan. Tahun
2016 Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan memperkirakan terdapat 1.527
orang anak jalanan, dan hanya 45 anak lainnya yang berhasil ditertibkan. Selama
masa pandemik Covid-19, jumlah anak jalanan mengalami peningkatan
dikarenakan kegiatan sekolah dilakukan secara daring sehingga semakin banyak
waktu mereka untuk turun ke jalanan mencari uang. Tidak menutup kemungkinan
anak jalanan dari luar kota medan cepat atau lambat akan semakin banyak
berdatangan ke kota medan yang adalah Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara, yang
menurut mereka lebih menjanjikan untuk mencari uang.
Kota Medan memiliki banyak lembaga baik pemerintah maupun swasta yang
sudah memberikan perhatian dengan melaksanakan berbagai program sosialisasi
dan perlindungan anak. Beberapa nama lembaga yang menangani anak jalanan
berdasarkan data Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat,
Pemerintah Kota Medan yaitu sebagai berikut: Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Medan, Yayasan KKSP, LSM KOPA Medan, PKMB HANUBA, PKPA
Medan, UNICEF Medan, LPKA. Program yang dilaksanakan oleh lembaga
pemerintah yaitu penertiban anak jalanan dengan razia rutin yang kemudian di
bawa sementara ke panti asuhan milik Pemerintah Sumatera Utara. Selain itu
pemberian bantuan dana, pembinaan atau nasehat serta memberikan

2
pemahaman/wawasan melalui seminar. Beberapa lembaga seperti LPKA, anak
jalanan harus menyiapkan data dan persyaratan yang cukup lengkap untuk bisa
mendapat pelayanan, namun banyak anak jalanan yang tidak memiliki data diri
karena tidak memiliki keluarga atau karena tidak di urus. Beberapa lembaga lain
seperti Yayasan KKSP, LSM KOPA masih sangat terbatas dalam sarana yang
tersedia untuk menampung anak jalanan di Kota Medan. Kepala dinas sosial dan
tenaga kerja kota medan, Armansyah Lubis menjelaskan: “Anak jalanan
ditertibkan rutin dan dikembalikan kepada orangtuanya, kemudian untuk program
sosialisasi dan keterampilan dilaksanakan dua kali dalam setahun” dalam Sari
Adelina Hulu (2017). Program sosialisasi yang dilaksanakan sebagai bukti
perhatian dan pertolongan yang diharapkan bukan sekedar menghapus anak-anak
dari jalanan, melainkan membantu mengembangkan kemampuan mereka untuk
meningkatkan kualitas hidup anak jalanan.
Dilihat dari fenomena dan permasalahan anak jalanan, maka dibutuhkan
sebuah tempat berlangsungnya proses informal yang memberikan suasana
resosialisasi anak jalanan terhadap nilai dan norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Tempat di mana anak jalanan bisa mengembangkan potensi mereka
untuk dalam waktu singkat bisa menghasilkan uang untuk kehidupan sehari-hari,
mendapatkan berbagai bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan dan keterampilan,
serta bisa memakai berbagai fasilitas dasar yang bisa mempermudah kehidupan
mereka sehari hari yang kemudian bisa belajar mempersiapkan masa depan yang
lebih matang.
Oleh karena itu, perlu adanya perancangan sebuah pusat pemberdayaan anak
jalanan di Kota Medan. Tujuan dari pusat pemberdayaan anak jalanan ini adalah
mewadahi segala bentuk aktivitas, membantu menyelesaikan permasalahan sosial,
mendampingi proses pengembangan keterampilan anak jalanan, membina cara
berpikir, merubah sikap dan kebiasaan anak jalanan agar dapat diterima di
lingkungan masyarakat umum.

3
1.2 Identifikasi Masalah
Pemberdayaan adalah upaya memberikan otonomi, wewenang dan
kepercayaan setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka
untuk kreatif agar dapat menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin (Ife, 1995).
Carlzon dan Macauley (1998) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
pemberdayaan adalah membebaskan seseorang dari kendali kaku dan memberi
orang kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide-ide, keputusan-keputusan
dan tindakan-tindakannya. Dari pengertian di atas, definisi pusat pemberdayaan
adalah sebuah tempat yang mendukung proses pengembangan kemandirian dan
peningkatan kesejahteraan suatu individu atau kelompok. Dalam hal ini, yang di
berdayakan adalah anak-anak jalanan, anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya
secara wajar baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Rentang umur anak
jalanan yang akan diberdayakan berkisar 6-18 tahun yaitu di usaia anak TK, SD,
SMP dan SMA.
Kebutuhan anak jalanan yang sering tidak terpenuhi pada umumnya yaitu
kebutuhan akan lingkungan yang sehat, kebutuhan untuk memperoleh pendidikan,
kebutuhan mengembangkan kemampuan sosial, mental dan spiritual, serta
kebutuhan untuk memperoleh hak sipil. Hal ini disebabkan karena pihak yang
berwenang untuk menyediakan kebutuhan dasar anak jalanan belum/tidak mampu
bertindak maksimal. hal ini menjadi salah satu bukti bahwa permasalahan anak
jalanan sangatlah kompleks. Kompleksnya masalah tersebut menjadi salah satu
faktor penyebab anak jalanan menyimpang sehingga sikap dan prilaku anak
jalanan secara tegas dianggap tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang
berlaku umum. Situasi ini menurut James H. Stronge (2000: 66), menjadikan
kehidupan anak jalanan selalu berada dalam bayang-bayang resiko yang tinggi,
mereka sering merasakan ketidakstabilan sosial dan emosional, ketidakamanan
serta sering menghadapi deprivasi ekonomi (kekurangan). Hal ini membuat anak
jalanan semakin tidak mendapatkan kesempatan, ruang dan respon positif dalam
hubungan sosial budaya dengan masyarakat pada umumnya. Pada dasarnya anak

4
jalanan juga ingin mendapatkan hak dan perlakuan yang sama dengan anak lain
yang bukan anak jalanan.
Dengan permasalahan tersebut, maka pusat pemberdayaan anak jalanan ini
dirancang untuk memfasilitasi dan membina anak jalanan agar mendapat ruang
kembali di lingkungan masyarakat. Dengan kata lain mengkoneksikan hubungan
anatara anak jalanan dengan masyarakat umum. Pusat pemberdayaan anak jalanan
ini memprogramkan pengasuhan jangka pendek yaitu diatas 1 bulan dan di bawah
18 bulan. Pusat pemberdayaan ank jalanan ini menyediakan kapasitas sebanyak
200 anak. Sebanyak 150 anak untuk yang boleh menetap dan 50 anak untuk yang
masih tinggal dengan keluarga mereka. Pelayanan dan binaan yang diberikan oleh
pusat pemberdayaan anak jalanan ini mempertimbangkan rentang umur yang
berhubungan dengan karakter anak serta tahap tumbuh kembang pada anak. Atas
dasar pertimbangan tersebut, sehingga kegiatan pelayanan yang di berikan kepada
mereka selama berada di pusat pemberdayaan ini berbeda juga. Untuk itu,
pelayanan dan binaan di bagi menjadi dua kelompok sesuai dengan umur mereka.
Namun, pada dasarnya kedua kelompok tersebut akan mendapat pelayanan dasar
yang sama di bidang spiritual, kesehatan fisik maupun mental (konseling),
pengasuhan sementara, rekreatif (taman dan taman bermain) serta hubungan
sosial dengan masyarakat. Kelompok binaan pertama yaitu anak jalanan yang
berumur dari 6-11 tahun. Kebutuhan anak di rentang umur 6-11 tahun ini berada
pada proses pengembangan kecerdasan agar anak tumbuh aktif dan peningkatan
kepekaan. Difokuskan kepada bimbingan belajar nonformal seperti bimbingan
baca tulis, bimbingan bahasa asing, melatih kreatifitas anak melalui permainan
dan perlombaan serta interaksi sosial. Kelompok binaan yang kedua yaitu anak
jalanan yang berumur 12-18 tahun. Anak rentang umur 12-18 tahun dibutuhkan
pengembangan skill dan softskill untuk persiapan memasuki aktivitas bersama
masyarakat umum. Pelatihan dan bimbingan skill diantaranya yaitu pelatihan
kesenian (dibidang gambar, musik, tari dan kontencreator), pelatihan teknologi
dan computer, pelatihan perkebunan, dan pelatihan menjahit. Pelatihan dan

5
bimbingan softskill diantaranya yaitu pelatihan social skills (public speacking,
berkolaborasi), process skills (time management), dan generic skills (critical
thinking, problem solving). Pelatihan skill dan softskill ini bukan hanya sebatas
pelatihan saja, tetapi hingga menciptakan hasil sebuah karya atau produk dan
kemudian dipasarkan.
Berdasarkan kegiatan-kegiatan yang disebutkan di atas, maka dibutuhkan
banyak ruangan untuk memfasilitasi setiap pelayanan dan binaan. Fasilitas ruang
yang dibutuhkan yaitu: ruang kantor, ruang administrasi, ruang rapat, ruang
kesehatan, ruang konseling, tempat ibadah, asrama sementara, ruang aula, taman
bermain, ruang kelas, ruang studio musik, ruang seni tari, ruang lukis/gambar,
ruang studio foto, ruang pelatihan komputer, ruang pelatihan menjahit dan ruang
praktek berkebun. Oleh karena adanya perbedaan kegiatan dan pelaku serta
banyaknya ruang yang dibutuhkan maka fasilitas ruang akan dikelompokkan
berdasarkan kebutuhan suasana yaitu suasana tenang (ruang kantor, ruang
administrasi, ruang rapat, ruang kesehatan, ruang konseling, tempat ibadah),
suasana agak sibuk (asrama sementara, ruang aula, ruang lukis/gambar, ruang
pelatihan computer, ruang studio foto), dan suasana sibuk (taman bermain, ruang
kelas, ruang studio musik, ruang seni tari, ruang pelatihan menjahit, ruang praktek
berkebun).
Desain yang akan dirancang pada pusat pemberdayaan anak jalanan ini
adalah multimassa, di mana akan terdapat banyak ruang-ruang serta
pengelompokan massa bangunan berdasarkan kebutuhan suasana tiap ruang.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu penataan ruang yang lebih efisien dengan
menggunakan konsep programatik desain (hubungan ruang dan organisasi ruang)
sehingga mencapai kebutuhan suasana ruang sesuai dengan jenis kegiatan dan
pelaku yang berbeda-beda. Konsep programatik, selain diaplikasikan pada
penyelesaian tata ruang juga pada bentuk bangunan dengan aspek fungsional.
Konsep programatik yaitu perancangan yang membahas tentang konsep
fungsional (yang mencakup konsep hubungan ruang dan organisasi ruang),

6
konsep perancangan tapak, konsep tata bangunan dan ruang, konsep aklimatisasi
ruang, konsep struktur dan utilitas, hingga konsep perlengkapan dan kelengkapan
bangunan. Konsep ini dikenal sebagai tanggapan langsung dari pemecahan
masalah suatu proyek dan perancangannya. Mengorganisasi ruang yang memiliki
kebutuhan-kebutuhan tertentu. Kebutuhan ruang khusus dapat berupa fungsi
khusus atau membutuhkan bentuk yang khusus, fleksibel dalam penggunaan dan
dapat bebas dimanipulasi, tunggal dan unik fungsi atau kepentingannya terhadap
organisasi bangunannya, memiliki fungsi serupa dan dapat dikelompokkan
menjadi suatu kumpulan fungsional atau diulang dalam sebuah sekuen linear,
membutuhkan paparan eksterior terhadap cahaya, ventilasi, pemandangan, atau
akses ke ruang-ruang luar, kebutuhan harus terpisah demi menjaga privasi, harus
mudah diakses.
Dari solusi di atas, diharapkan rancangan pusat pemberdayaan anak jalanan
di Kota Medan mampu menjadi tempat bagi anak jalanan untuk mempersiapkan
diri dan merubah pola tatanan hidup sehingga bisa mendapat kesempatan, ruang
dan respon positif dalam masyarakat umum.

1.3 Rumusan Masalah


Bagaimana perancangan pusat pemberadayaan anak jalanan di Kota Medan yang
penataan ruangan dan pengelompokan massa bangunannya sesuai dengan
kebutuhan suasana yang berbeda-beda dengan menggunakan konsep programatik
(hubungan ruang dan organisasi ruang)?

1.4 Ruang Lingkup Permasalahan


Adapun topik batasan yang akan dikerjakan adalah dibatasi oleh hal-hal yang
menyangkut ilmu arsitektur atau hal lain yang mampu mendukung untuk
memecahkan masalah dalam penulisan di antara adalah:

7
1. Pembahasan mengenai perancangan pusat pemberdayaan anak jalanan di Kota
Medan dengan pendekatan programatik (hubungan ruang dan organisasi
ruang)
2. Menentukan konteks dalam desain yang harus dipenuhi
3. Menentukan kebutuhan bangunan yang harus didesain.
4. Luasan setiap ruangan yang diperlukan.
5. Menciptakan ruang yang efektif dan efisien terhadap kebutuhan suasana ruang
yang dibutuhkan
6. Tata ruang dalam dan tata ruang luar

1.5 Tujuan dan Sasaran


1.5.1 Tujuan
Untuk mengetahui hasil rancangan pusat pemberadayaan anak jalanan di Kota
Medan yang penataan ruangan dan pengelompokan massa bangunannya sesuai
dengan kebutuhan suasana yang berbeda-beda dengan menggunakan konsep
programatik (hubungan ruang dan organisasi ruang)?
Sasaran
1. Mempelajari bangunan melalui literatur.
2. Melakukan studi banding dan analisa preseden
3. Mengetahui kebutuhan ruang
4. Tinjauan teori ruang yang berhubungan dengan pendekatan programatik
yang mengacu pada hubungan ruang dan organisasi ruang
5. Mempelajari variabel desain pusat pemberdayaan anak jalanan
6. Mendapatkan hasil rancangan pusat pemberdayaan anak jalanan

1.6 Metodologi
1.6.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam perancangan pusat
pemberdayaan anak jalanan ini yaitu dengan mengumpulkan data baik dengan studi

8
literature maupun studi banding yang berkaitan dengan arsitektur programatik
(organisasi ruang).

1. Studi Literatur/ Data Sekunder


Mencari data penunjang berupa literatur-literatur bersumber dari buku,
ebook, artikel, dan jurnal sebagai referensi kajian teori yang berkaitan
dengan pemberdayaan anak jalanan. Data sekunder ini berupa bukti,
catatan ataupun laporan yang telah tersusun dalam arsip yang telah
dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan
2. Studi Banding/ Data Primer
Mencari dan membuat sebuah objek studi banding yang berkaitan dan
sesuai dengan fungsi bangunan. Data primer ini diperoleh langsung dari
sumber asli disekitar lingkungan yaitu dengan melakukan survey lapangan
dan wawancara.
1.6.2 Analisis
Analisis dilakukan dengan melihat hasil studi banding, observasi, dan juga
studi literature yang mengacu pada perancangan pusat pemberdayaan anak
jalanan
1.6.3 Kesimpulan
Hasil akhir yang menyimpulkan rancangan penerapan desain pada pusat
pemberdayaan anak jalanan di Kota Medan.

1.7 Metode Perancangan


Metode yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir arsitektur dengan judul
Pusat Pemberdayaan Anak Jalanan di Kota Medan adalah perancangan tiga
langkah, yaitu rekognisi, fase kreatif, dan implementasi (Jones,1992):
1. Rekognisi
Adalah tahap pengenalan terhadap hal yang akan dirancang, mengenai
kawasan dan area site yang akan dibangun, kemudian mengenal proses
pembentukan bangunan
2. Fase Kreatif

9
Adalah proses berfikir menemukan bentuk, memecahkan pemsalahan yang
ada pada site dan menemukan alternative ide kreatif yang akan diterapkan.
Fase kreatif di dapat dengan menemukan permasalahan untuk kemudian di
analisa dan dikaitkan dengan kajian literature, sehingga didapatkan sintesa
yang diterapkan ke dalam rancangan Pusat Pemberdayaan Anak Jalanan.
3. Implementasi
Adalah proses penerapan ide kreatif pada rancangan Pusat Pemberdayaan
Anak Jalanan. Pada tahap ini konsep dan hasil rancangan akan dilakukan
feed back atau kesesuaian terhadap tujuan dan sasaran, jika belum sesuai
akan dilakukan perbaikan

1.8 Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan dan
sasaran, ruang lingkup, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Membahas tentang pengertian judul objek maupun pendekatan konsep, serta
gambaran umum yang berkaitan dengan desain.
BAB III STUDI BANDING DAN RENCANA LOKASI
Berisikan tentang deskripsi hasil studi banding dengan objek desain.
BAB IV ANALISA DAN PROGRAM
Berisi pembahasan mengenai proses analisa dan program perancangan
BAB V LAPORAN PERANCANGAN
Berisikan tentang hasil penyelesaian permasalahan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

10
1.9 Kerangka Berfikir
“PUSAT PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN di KOTA MEDAN”

Latar Belakang
Tingginya jumlah Anak jalanan di Kota Medan yang belum mendapatkan hak yang sama dengan anak lain
pada umunya. Upaya pemerintah yang belum maksimal untuk permasalahan anak jalanan. Kurangnya sarana
dan prasarana lembaga peduli anak jalanan juga menjadi salah satu penyebab masih banyaknya anak jalanan di
Kota Medan. Maka perlu solusi lain untuk penyelesaian masalah anak jalanan.

Identifikasi Masalah
Permasalahan anak jalanan yang sangat kompleks membentuk sikap dan prilaku yang kebanyakan
menyimpang, sehingga sikap dan prilaku anak jalanan secara tegas dianggap tidak sesuai dengan norma-norma
kehidupan yang berlaku umum. Hal ini membuat anak jalanan semakin tidak mendapatkan kesempatan, ruang
dan respon positif dalam hubungan sosial budaya dengan masyarakat pada umumnya. Dengan permasalahan
tersebut, maka perlunya perancangan pusat pemberdayaan anak jalanan untuk memfasilitasi dan membina anak
jalanan untuk mendapat hidup yang lebih berkualitas sehingga mampu mendapat ruang di lingkungan
masyarakat.

Rumusan Masalah
Bagaimana perancangan pusat pemberadayaan anak jalanan di Kota Medan yang penataan ruangan dan
pengelompokan massa bangunannya sesuai dengan kebutuhan suasana yang berbeda-beda dengan
menggunakan konsep programatik (hubungan ruang dan organisasi ruang)?

Tujuan
Untuk mengetahui hasil rancangan pusat pemberadayaan anak jalanan di Kota Medan yang penataan ruangan
dan pengelompokan massa bangunannya sesuai dengan kebutuhan suasana yang berbeda-beda dengan
menggunakan konsep programatik (hubungan ruang dan organisasi ruang)?

Studi Pustaka Pengumpulan Data


Tinjauan Lokasi
Studi banding dan literatur

pusat pemberdayaan anak


jalanan, analisa aktifitas dan Analisa site
program ruang/standar, kegiatan
efektifitas tata ruang analisa fungsi
Programatik ruang (hubungan analisa kebutuhan ruang
ruang dan organisasi ruang),

Analisa preseden

Sintesa Sintesa Sintesa

Konsep Desain

DESAIN PUSAT PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN di KOTA MEDAN


11
BAB

12

Anda mungkin juga menyukai