Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pekerja sosial merupakan kegiatan profesional untuk membantu, individu, kelompok


maupun masyarakat yang sering disebut dengan isitilah klien. Penangangan individu
termasuk didalamnya adalah permasalahan tentang anak. Permaslahan pada anak sangat
beragam berbeda penangangannya pada setiap tahapan perkembangan anak. Peran pekerja
sosial dalam menangani kasus anak sehingga mereka dapat berfungsi sosial sesuai dengan
harapan dan tuntutan masyarakat yang ada di lingkungan anak.
Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan suatu model intervensi yang bersifat
holistik, dengan melibatkan banyak pihak dalam proses intervensinnya. Sering kali akar
masalah berada pada diri pribadi klien atau anak itu sendiri. Namun tidak menutup
kemungkinan bahwa kar masalah ada pada pihak luar pribadi klien seperti keluarga, bahkan
masyarakat sekitar. Sebaliknya banyak pula permasalahan yang akarnya dari berasal dari
individu itu sendiri dan lingkungan sekitar individu.
Oleh karena itu pekerja sosial perlu secara beijaksana dan cermat mengetahui
permasalahan dan situasi yang sebenarnya dialami oleh klien. Penggalian masalah dan
penggalian informasi mengenai sumber kekuatan yang mungkin digunakan klien termasuk
salah satu bagian dari proses pertolongan yang dilakukan pekerja sosial dalam membantu
menangani masalah klien. Penggalian informasi dilakukan agar pekerja sosial faham betul
hal-hal yang terkait dengan permasalahan dan kebutuhan klien sehingga proses pertolongan
yang dilakukan sesuai dan efisien. Dalam melakukan proses penggaliaan data melalui
assesmen dilakukan menggunkan berbagai teknik dan beberapa alat dalam pengumpulan
informasi, hal ini dilakukan agar informasi yang didapat dapat maksimal sehingga
intervensi yang dijalankan dapat sesuai dengan tujuan. Dalam perencanaan intervensi juga
diperlukan pemahaman tentang kebijakan yang sesuai dengan kesejahteraan anak.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak?
2. Bagaimana teknik assesmen yang digunakan untuk menangani masalah anak?
3. Bagaimana kebijakan tentang pelayanan kesejahteraan bagi anak?
1.3.Tujuan
1.Mengetahui jenis-jenis pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
2. Mengetahui macam-macam teknik assesmen yang digunakan untuk menangani masalah
kesejahteraan anak

3.Mengetahui kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan pelayanan kesejahteraan


anak
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pelayanan Kesejateraan Anak

a. Pengertian

Pelayanan sosial terdiri dari program-program yang diadakan tanpa


mempertimbangkan kriteria pasar untuk menjamin suatu tingkatan dalam penyediaan
fasilitas pemenuhan kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan untuk
melaksanakan fungsi-fungsinya, untuk memperlancar kemampuan menjangkau dan
menggunakan pelayanan serta lembaga-lembaga yang telah ada, dan membantu warga
masyarakat yang mengalami kesulitan atau ketelantaran.

Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) adalah upaya yang terarah ,


terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar anak.
PKSA ini meliputi : bantuan/subsidi pemenuhan kebutuhan dasar, aksesbilitas
pelayanan sosial dasar, penguatan orangtua/keluarga dan penguatan lembaga
kesejahteraan sosial anak. Tujuan dari PKSA adalah untuk mewujudkan pemenuhan
hak dasar anak dan perlindungan terhadap anak dari penelantaran, eksploitasi dan
diskriminasi, sehingga tumbuh kembang, kelangsungan hidup dan partisipasi anak
dapat terwujud.

b. Tujuan

Tujuan dari PKSA adalah untuk mewujudkan pemenuhan hak dasar anak dan
perlindungan terhadap anak dari penelantaran, eksploitasi dan diskriminasi, sehingga
tumbuh kembang, kelangsungan hidup dan partisipasi anak dapat terwujud

c. Sasaran

Sasaran PKSA adalah:

(1). Anak balita terlantar, anak jalanan, anak yang berhadapan dengan hukum, anak
dengan kecacatan dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus agar meningkat
prosentase terhadap akses pelayanan sosial dasar.
(2). Orangtua dan keluarga yang bertanggungjawab dalam pengasuhan dan
perlindungan kepada anak meningkat prosentasenya.

(3). Penurunan prosentase anak yang mengalami masalah sosial.

(4). Lembaga kesejahteraan sosial yang menangani anak meningkat baik


kuantitas maupun kualitasnya.

(5). Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial dan Relawan Sosial di
bidang pelayanan kesejahteraan sosial anak yang terlatih meningkat.

(6). Pemerintah Daerah (kabupaten/kota) yang bermitra dan berkontribusi melalui dana
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dalam pelaksanaan PKSA.

(7). Produk hukum perlindungan hak anak yang djperlukan untuk landasan hukum
pelaksanaan PKSA.

Kriteria Penerima Program. Penerima manfaat program ini diprioritaskan


kepada anak-anak yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan
memiliki kriteria masalah sosial seperti kemiskinan, ketelantaran, kecacatan,
keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana, dan/atau
korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Prioritas penerima manfaat
dibagi dalam 5 (lima) kelompok, meliputi: (1). Anak balita terlantar dan/atau
membutuhkan perlindungan khusus (5 tahun ke bawah). (2). Anak telantar/tanpa
asuhan orangtua (6 – 18 tahun), meliputi: anak yang mengalami perlakuan salah dan
ditelantarkan oleh orangtua/keluarga atau anak kehilangan hak asuh dari
orangtua/keluarga. (3). Anak terpaksa bekerja di jalanan (6-18 tahun) meliputi: anak
yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja di jalanan, anak yang bekerja dan
hidup di jalanan. (4). Anak berhadapan dengan hukum (6 – 18 tahun) meliputi: anak
yang diindikasi melakukan pelanggaran hukum, anak yang mengikuti proses peradilan,
anak yang berstatus diversi, anak yang telah menjalani masa hukuman pidana, dan anak
yang menjadi korban perbuatan pelanggaran hukum. (5). Anak dengan kecacatan (0 –
18 tahun), meliputi: anak dengan kecacatan fisik, anak dengan kecacatan mental dan
anak dengan kecacatan ganda. (6). Anak yang memerlukan perlindungan khusus
lainnya (6 – 18 tahun), meliputi: anak dalam situasi darurat, anak korban trafficking
(perdagangan), anak korban kekerasan baik fisik dan atau mental, anak korban
eksploitasi, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi serta dari komunitas adat
terpencil, anak yang menjadi korban penyalagunaan narkotika, alcohol, psikotropika
dan zat adiktif lainnya (NAPZA), serta anak yang terenfeksi HIV/AIDS.

Kerangka Kerja Konseptual PKSA. Merupakan upaya peningkatan


kesejahteraan dan perlindungan anak berbasis keluarga yang dilaksanakan berdasarkan
proses sosial: (1). Asesmen masalah dan kebutuhan anak, termasuk orangtua/keluarga
dan lingkungan sosial. (2). Pendampingan sosial oleh Peksos, TKSA atau Relawan
Sosial sampai anak memperoleh bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, akses terhadap
pelayanan sosial dasar, dan meningkatnya tanggungjawab orangtua/keluarga dalam
pengasuhan dan perlindungan terhadap anak, serta semakin berperannya lembaga
kesejahteraan sosial anak. (3). Verifikasi/pemantauan terhadap keberlanjutan
pemenuhan hak-hak anak dalam system pengasuhan dan perlindungan
orangtua/keluarga, komunitas atau lembaga kesejahteraan sosial anak, yang sesuai
dengan karakteristik perkembangan fungsi sosial anak. Komponen Progam. PKSA
dibagi menjadi 5 komponen utama program, yaitu:

1. Program Kesejahteraan Sosial Anak Batira (PKS-AB)


2. Program Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar/Jalanan (PKS-Antar/PKS
Anjal)
3. Program Kesejahteraan Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum (PKS-
ABH)
4. Program Kesejahteraan Sosial Anak dengan Kecacatan (PKS-ADK)
5. Program Kesejahteraan Sosial Anak dengan Perlindungan Khusus (PKS-
AMPK)

PKSA dirancang sebagai upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang
dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan dan
bantuan kesejahteraan sosial anak bersyarat (conditional cash transfer), yang meliputi:
(1). Bantuan sosial/subsidi pemenuhan kebutuhan dasar. (2). Peningkatan aksesbilitas
terhadap pelayanan sosial dasar (akte kelahiran, pendidikan, kesehatan, tempat tinggal
dan air bersih, rekreasi, ketrampilan dan lain-lain). (3). Penguatan dan tanggungjawab
orangtua/keluarga dalam pengasuhan dan perlindungan anak. (4). Penguatan
kelembagaan kesejahteraan sosial anak.
Untuk mencapai tujuan di atas, Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
dikembangkan sebagai program dukungan sosial bagi anak dengan mensinergikan
pemanfaatan komponen inti Bantuan Tunai Bersyarat dan Layanan Rehabilitasi Sosial
.
1. Bantuan Tunai Bersyarat
Bantuan Tunai Bersyarat merupakan mekanisme pemberian bantuan tunai
dalam bentuk tabungan kepada anak dan keluarga yang dikaitkan dengan kewajiban
anak dan keluarga untuk memenuhi kondisi tertentu yang sejalan dengan tujuan
program. Dana bantuan ini dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dasar anak,
terutama perbaikan nutrisi/permakanan dan proses kepemilikan akte kelahiran.

2. Layanan Rehabilitasi Sosial


Layanan Rehabilitasi Sosial adalah kegiatan-kegiatan terstruktur dan interaktif yang
dapat memulihkan, membangun kemampuan, memperkuat, dan mengoptimalkan
keberfungsian sosial anak dan keluarga.
Bentuk layanan yang diberikan adalah:
- upaya pengembangan resiliensi dan kemampuan anak.
-penguatan tanggung jawab dan kemampuan orang tua/keluarga dalam
pengasuhan dan perlindungan anak
- akses pelayanan rehabilitatif (konseling, dukungan psiko-sosial, dan dukungan
akses layanan medis, hukum, dll)
2.2. Teknik Assesmen

Asesmen adalah suatu proses dan suatu produk/hasil pemahaman dimana


tindakan pertolongan diberikan kepada orang yang membutuhkan (atau dalam hal ini
adalah klien). Asesmen merupakan suatu proses berfikir yang menjadi alasan bagi
seorang pekerja sosial dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan data sampai dengan
kesimpulan sementara. Konsep tentang asesmen dalam pekerjaan sosial merupakan
upaya untuk mendapatkan pengetahuan dan pengambilan keputusan (graining
knowledge and making judgement).

Tujuan asesmen:

1. Mengidentifikasi dan mengindividualisasi kebutuhan-keebutuhan klien.


2. Cara untuk menjamin bahwa aktivitas pertolongan dilakukan secara selektif,
3. Menciptakan sesuatu yang rasional, dasar keyakinan untuk intervensi, terutama
dalam plan of intervention,
4. Menciptakan suatu pengertian yang disepakati tentang realita, kesulitan, kebutuhan
klien serta situasi dan tindakan yang dilakukan,
5. Memberikan pengertian pola dan penjelasan terhadap kesulitan klien,
6. Memberikan suatu evaluasi jenis tujuan/pengertian tentang penilaian normative
yang berkenaan dengan perilaku yang diinginkan,
7. Menyatakan prediksi-prediksi tertentu (assert certain predictions),
8. Memungkinkan pekerja sosial untuk menentukan dan menciptakan program
tindakan administrative dengan menemukan kasus atau kebutuhan klien, dengan
menemukan kasus atau kebutuhan klien.

Prinsip dasar asesmen

1. Pekerja sosial dalam melakukan asesmen harus mampu membedakan,


mengindividualisasi, mengidentifikasi secara akurat, dan mengevaluasi masalah
orang dan situasinya dalam intervensi pertolongan,
2. Dalam mengembangkan studi sosial terhadap klien, pemahaman masa lalu selalu
berkaitan dengan pemahaman masalah yang dialami klien saat ini,
3. Asesmen dan rekomendasi dilakukan secara sistimatis dan secara langsung pada
intervensi yang telah direncanakan,
4. Asesmen harus memberikan penilaian dan rekomendasi untuk tindakan
pertolongan,

4 (empat) tugas pekerja sosial dan tipe analisis dalam asesmen, yaitu:

1. Pernyataan tentang masalah (statement of the problem),


2. Asesmen kepribadian (an assessment of the personal),
3. Analisa situasional (an situasional analysis),
4. Evaluasi integrative tentang masalah lingkungan klien atau program yang berkaitan
dengan factor dan interaksi klien

3 (tiga) prinsip yang berhubungan dengan proses asesmen, yaitu:


1. Proses asesmen akan dilakukan dengan berbagi pengalaman dalam memahami
antara pekerja sosial dank lien,
2. Studi tentang unit ekologis klien akan terpisah agar dapat dibedakan komponen
kesulitan, kepribadian dan situasinya.
3. Untuk membantu klien secara efektif, pekerja sosial perlu menemukan sumber-
sumber dalam diri dan situasi individu dalam melakukan perubahan-perubahan
yang konstruktif dan positif.

Ketrampilan yang diperlukan dalam asesmen, yaitu:

1. Ketrampilan dalam menggunakan berbagai metode pengumpulan data, tidak hanya


menginterviuw klien tetapi juga menggunakan rekaman, data tes, bahan-bahan
tertulis lainnya,
2. Kemampuan untuk focus pada pengumpulan data-data yang diperlukan,
3. Kemampuan menggunakan pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan,
perbedaan manusia dan budaya, interaksi dari system manusia untuk menganalisis
dan menginterprestasikan data yang dikumpulkan,
4. Kemampuan untuk mengidentifikasikan dan mengorganisasikan data sebagai cara
untuk membuat aksi yang bermanfaat,
5. Kemampuan untuk memilah-milah, menyeleksi tugas-tugas atau area pekerjaan,
6. Kemampuan untuk menggeneralisasi alternative-alternatif rencana dan untuk
menentukan kekuatan masing-masing alternative,
7. Kemampuan untuk melibatkan klien dalam pembuatan keputusan,
8. Kemampuan untuk mengkhususkan masalah,
9. Kemampuan untukmengembangkan rencana-rencana aksi khusus.

Isi Asesmen

Terdapat beberapa isi asesmen yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Memberikan makna pada pemahaman klien terhadap fakta yang ada.


2. Percaya kepada klien.
3. Menemukan apa yang diinginkan klien.
4. Mengarahkan asesmen kepada kekuatan individu dan lingkungan klien.
5. Membuat asesmen kekuatan multi demensi.
6. Menggunakan asesmen untuk menemukan keunikan.
7. Menggunakan bahasa yang bisa dipahami oleh klien.
8. Memperoleh suatu persetujuan yang bermanfaat.
9. Menghindari sikap/perilaku menyalahkan.
10. Menghindari pemikiran sebab dan akibat.
11. Asesmen tidak mendiagnosa.

Jenis-jenis Asesmen

Terdapat banyak sekali jenis asesmen, tergantung dari permasalahan klien.


Maksudnya adalah bahwa setiap keunikan masalah dan karakter klien akan
mempengaruhi pula jenis asesmen apa yang akan dilakukan. Hal ini tidak lepas dari
focus masalah yang akan ditangani dalam intervensi pekerjaan sosial, yaitu klien dalam
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

Berbagai jenis asesmen tersebut, antara lain adalah:

1. Asesmen sosial (seperti: latar belakang dan situasi keluarga, fungsi fisik dan
kesehatan, fungsi intelektual, fungsi emosional, relasi antar orang dan relasi
sosialnya, agama dan spiritual, ekonomi, perumahan dan transportasi, penggunaan
pelayanan sosial dan sebagainya).
2. Genogram dan ekomapping.
3. Asesmen dukungan sosial.
4. Asesmen kekuatan yang dimiliki klien.
5. Sejarah kehidupan.
6. Strategi mengatasi masalah dan pertahanan ego (mekanisme pertahanan
diri)asesmen penampilan peranaan klien.
7. Asesmen keberfungsian keluarga.

Franklin dan Jordan (Beulah R. Compton, 1999) mengemukakan 4 model/jenis


asesmen yang biasa digunakan dalam pekerjaan sosial, yaitu:

1. Model Psikososial (Psychosocial model).


2. Model Kognisi Perilaku (Cognitive behavioral model).
3. Model Kehidupan (life model).
4. Model Sistem Keluarga (Famili systems model)

teknik asesmen

a. Interview (Wawancara)
Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi
dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian (Emzir,
2010: 50). Dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini, wawancara bisa saja
dilakukan tanpa tatap muka, yakni melalui media telekomunikasi. Pada hakikatnya
wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang
sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian. Atau, merupakan proses pembuktian
terhadap informasi atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain
sebelumnya.

Byrne (2001) menyarankan agar sebelum memilih wawancara sebagai metoda


pengumpulan data, peneliti harus menentukan apakah pertanyaan penelitian dapat dijawab
dengan tepat oleh orang yang dipilih sebagai partisipan. Studi hipotesis perlu digunakan
untuk menggambarkan satu proses yang digunakan peneliti untuk memfasilitasi
wawancara.

Menurut Miles dan Huberman (1984) ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan dalam
melakukan wawancara, yaitu:

a) The setting, peneliti perlu mengetahui kondisi lapangan penelitian yang sebenarnya
untuk membantu dalam merencanakan pengambilan data. Hal-hal yang perlu diketahui
untuk menunjang pelaksanaan pengambilan data meliputi tempat pengambilan data, waktu
dan lamanya wawancara, serta biaya yang dibutuhkan.

b) The actors, mendapatkan data tentang karakteristik calon partisipan. Di dalamnya


termasuk situasi yang lebih disukai partisipan, kalimat pembuka, pembicaraan pendahuluan
dan sikap peneliti dalam melakukan pendekatan.

c) The events, menyusun protokol wawancara, meliputi:

1)Pendahuluan,
2)Pertanyaaapembuka
3)pertanyaankunci
4) Probing, pada bagian ini peneliti akan memanfaatkan hasil pada bagian kedua untuk
membuat kalimat pendahuluan dan pernyataan pembuka, serta hasil penyusunan
pedoman wawancara sebagai pertanyaan kunci.

b) The process, berdasarkan persiapan pada bagian pertama sampai ketiga, maka disusunlah
strategi pengumpulan data secara keseluruhan. Strategi ini mencakup seluruh perencanaan
pengambilan data mulai dari kondisi, strategi pendekatan dan bagaimana pengambilan data
dilakukan.

Karena merupakan proses pembuktian, maka bisa saja hasil wawancara sesuai atau
berbeda dengan informasi yang telah diperoleh sebelumnya. Agar wawancara efektif, maka
terdapat berapa tahapan yang harus dilalui yakni: 1). mengenalkan diri, 2). menjelaskan
maksud kedatangan, 3). menjelaskan materi wawancara, dan 4). mengajukan pertanyaan
(Yunus, 2010: 358).

Selain itu, agar informan dapat menyampaikan informasi yang komprehensif


sebagaimana diharapkan peneliti, maka berdasarkan pengalaman wawancara yang penulis
lakukan terdapat beberapa kiat sebagai berikut; 1). Ciptakan suasana wawancara yang
kondusif dan tidak tegang, 2). Cari waktu dan tempat yang telah disepakati dengan
informan, 3). Mulai pertanyaan dari hal-hal sederhana hingga ke yang serius, 4). Bersikap
hormat dan ramah terhadap informan, 5). Tidak menyangkal informasi yang diberikan
informan, 6). Tidak menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi yang tidak ada hubungannya
dengan masalah/tema penelitian, 7). Tidak bersifat menggurui terhadap informan, 8). Tidak
menanyakan hal-hal yang membuat informan tersinggung atau marah, dan 9). Sebaiknya
dilakukan secara sendiri, 10) Ucapkan terima kasih setelah wawancara selesai dan minta
disediakan waktu lagi jika ada informasi yang belum lengkap.

Setidaknya, terdapat dua jenis wawancara, yakni: 1). wawancara mendalam (in-depth
interview), di mana peneliti menggali informasi secara mendalam dengan cara terlibat
langsung dengan kehidupan informan dan bertanya jawab secara bebas tanpa pedoman
pertanyaan yang disiapkan sebelumnya sehingga suasananya hidup, dan dilakukan berkali-
kali. 2). wawancara terarah (guided interview) di mana peneliti menanyakan kepada
informan hal-hal yang telah disiapkan sebelumnya. Berbeda dengan wawancara mendalam,
wawancara terarah memiliki kelemahan, yakni suasana tidak hidup, karena peneliti
terikat dengan pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Sering terjadi pewawancara
atau peneliti lebih memperhatikan daftar pertanyaan yang diajukan daripada bertatap muka
dengan informan, sehingga suasana terasa kaku.

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin


melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit/ kecil.

Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti
dalam menggunakan teknik interview dan juga kuesioner adalah sebagai berikut:

Bahwa subjek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri

Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya

Bahwa interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya


adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh si peneliti.

Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat
dilakukan dengan tatap muka maupun lewat telepon.

1. Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau
pengumpul data telah mengetahui dengan pasti informasi apa yang akan diperoleh. Oleh
karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen
penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun sudah
disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama,
dan pengumpul data mencatatnya.

Dalam melakukan wawancara, selain harus membawa instrumen sebagai pedoman


untuk wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape
recorder, gambar, brosur dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara
berjalan lancer.

2. Wawancara tidak terstruktur

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan

Wawancara tidak terstruktur sering digunakan dalam penelitian pendahuluan malahan


untuk penelitian yang lebih mendalam tentang responden. Pada penelitian pendahuluan,
peneliti berusaha mendapatkan informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang
ada pada objek, sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau variabel
apa yang harus diteliti.

Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data apa
yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan
oleh responden. Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka
peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada satu
tujuan.

Dalam melakukan wawancara maka pewawancara harus memperhatikan tentang situasi


dan kondisi sehingga dapat memilih waktu yang tepat kapan dan dimana harus melakukan
wawancara.

b. Observasi

Dalam menggunakan observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan
format atau blangko pengamatan sebagai instrumen pertimbangan kemudian format yang
disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan. Dari peneliti
berpengalaman diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah sekedar
mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian kepada
skala bertingkat. Misalanya memperhatikan reaksi penonton televisi, bukan hanya mencatat
rekasi tersebut, tetapi juga menilai reaksi tersebut apakah sangat kurang, atau tidak sesuai
dengan apa yang dikehendaki (Arikunto, 2006: 229).

Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan kegiatan
dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk
memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil
observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan
perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu
peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian (Guba dan Lincoln, 1981:
191-193).

Bungin (2007: 115-117) mengemukakan beberapa bentuk observasi, yaitu: 1). Observasi
partisipasi, 2). observasi tidak terstruktur, dan 3). observasi kelompok. Berikut
penjelasannya:
1) Observasi partisipasi adalah (participant observation) adalah metode pengumpulan data
yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan
di mana peneliti terlibat dalam keseharian informan.

2) Observasi tidak terstruktur ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan


pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan
perkembangan yang terjadi di lapangan.

3) Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti
terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian

c. Dokumentasi

Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh lewat fakta yang
tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal
kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali
infromasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan teoretik untuk
memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang tidak bermakna
(Faisal, 1990: 77).

2.3. Kebijakan

kebijakan tentang anak

WHO pada tahun 1977 mencanankan suatu gerakan internasional yang


tujuannya adalah tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi seluruh
individu. Oleh pemerintah program tersebut dijabarkan dalam bentuk pelayanan
kesehatan dasar yang dituangkan dalam wujud SKN. Materi dan upaya pelaksanaan
pelayanan kesehatan dasar perupa pelayanan:
1. Penyuluhan kesehatan tentang cara pencegahan dan pengolahan penyakit.
2. Promosi gizi tentang pengadaan bahan makanan dan cara menyediakan makanan.
3. Penyediaan dan pengadaan air bersih serta sanitasi lingkungan.
4. Pelayanan KIA termasuk program keluarga berencana.
5. Pencegahan dan pengolahan penyakit endemik
6. Imunisasi terhadap penyakit infeksi utama.
7. Pengobatan yang memadai terhadap penyakit dan gangguan kesehatan lain.
8. Pengadaan obaat essensial.
Dalam penjabaran SKN tersebut salah satu program pokoknya adalah pelayanan KIA
yang dilaksanakan oleh suatu badan usaha yang disebut BKIA. Upaya pelaksanaan
kesehatan ibu dan anak ini dilakukan oleh pemerintah maupun swasta.
Program kesehatan ibu dan anak juga tertuang dalam program puskesmas.
Pada tanggal 23 november 2000 disahkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia
yaitu UU RI No. 39 Th. 1999 Tentang Hak Azasi Manusia. Undang-undang ini
merupakan penjabaran Deklarasi Universal tentang hak azasi manusia yang
sebelumnya telah dibuat oleh PBB.
Undang-undang ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan manusia sebagai
individu, masyarakat dan warga negara. Individu yang dimaksud termasuk anak
maupun janin yang masih dalam kandungan.
Undang-undang ini banyak mengatur tentang hak anak. Pasal–pasal yang dimaksud
adalah sebagai berikut:

BAB I
Ketentuan Umum
PASAL 1
Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah,
termasuk anak yang masih dalam kandungan apabilah hal tersebut adalah
kepentingannya.

BAB II
Hak Azasi Manuasia dan Kebebasan Dasar Manusia.

Bagian kesepuluh
HAK ANAK
Pasal 52
1. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan
negara.
2. Hak anak adalah hak asai manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui
dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.
Pasal 53
1. Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup,
dan menigkatkan taraf kehidupannya.
2. Setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status
kewarganegaraan.
Pasal 54
Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan,
pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin
kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri,
dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Pasal 55
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir, dan berekspresi sesuai
dengan tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali.
Pasal 56
1.Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh
orang tuanya.
2.Dalam hal oarang tua anak tidak mampu membesarkan dan memelihara anaknya
dengan baik dan sesuai dengan undang-undang ini maka anak tersebut boleh diasuh
atau diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
Pasal 57
1.Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan
dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.Setiap anak berhak mendapatkan orang tua angkat atau wali berdasarkan putusan
pengadilan apabilah kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena suatu sebab
yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua.
3. Orang tua angkat atau wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menjalankan
kewajiban sebagai orang tua yang sesungguhanya.
Pasal 58
1.Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk
kekerasan fisik dan mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual
selam dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain mana pun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.
2. Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk
penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual
termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya
dilindungi maka harus dikenakan pemberatan hukuman.
Pasal 59
1. Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari oarang tuanya secara bertentangan
dengan kehendak anak sendiri, kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah yang
menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak.
2. Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dala ayat (1), hak anak untuk tetap
bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan orang tuanya tetap
dijamin oleh undang-undang.
Pasal 60
1. Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya.
2. Setiap anak berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan
tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai
dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Pasal 61
Setiap anak berhak untuk bertistirahat, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekresi
dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi
pangembangan dirinya.
Pasal 62
Setiap anak berhak untuk memperoleh palayanan kesehatan dan jaminan sosial secara
layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mmental spiritualnya.
Pasal 63
Setiap anak berhak untuk tidak dilibatkan didalam peristiwa peperangan, sengketa
bersenjata, kerusuhan sosial, dan peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan.

Pasal 64
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi
dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu
pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritual.
Pasal 65
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan
pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
Pasal 66
1.Setiap anak berhAk untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau
penjatuhan hukuman yang tidak manusia.
2.Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku
tindak pidana yang masih anak.
3.Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.
4.Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai
dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.
5.Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara
manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai
dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.
6.Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau
bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.
7.Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan
memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak
dalam sidang yang tertutup untuk umum.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014


TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002
TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Undang – Undang (UU) RI No.10 Tahun 2012 Tentang Anak (PROTOKOL


OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK,
PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK)

Undang – Undang (UU) RI No.19 Tahun 1999 Tentang Konvensi ILO (UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG
PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION
OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA
PAKSA)

Undang – Undang (UU) RI No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004


TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007


TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979


TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK

UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 yaitu Fakir Miskin dan anak - anak terlantar dipelihara oleh
negara.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pelayanan sosial terdiri dari program-program yang diadakan tanpa mempertimbangkan


kriteria pasar untuk menjamin suatu tingkatan dalam penyediaan fasilitas pemenuhan
kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan untuk melaksanakan fungsi-fungsinya,
untuk memperlancar kemampuan menjangkau dan menggunakan pelayanan serta lembaga-
lembaga yang telah ada, dan membantu warga masyarakat yang mengalami kesulitan atau
ketelantaran.

Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) dikembangkan sebagai program dukungan


sosial bagi anak dengan mensinergikan pemanfaatan komponen inti Bantuan Tunai Bersyarat
dan Layanan Rehabilitasi Sosial

Model/jenis asesmen yang biasa digunakan dalam pekerjaan sosial, yaitu:Model


Psikososial (Psychosocial model), Model Kognisi Perilaku (Cognitive behavioral model),
Model Kehidupan (life model), Model Sistem Keluarga (Famili systems model). Teknik dalam
assesmen yaitu wawancara, observasi dan studi dokumentasi.

WHO pada tahun 1977 mencanankan suatu gerakan internasional yang tujuannya
adalah tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi seluruh individu. Oleh
pemerintah program tersebut dijabarkan dalam bentuk pelayanan kesehatan dasar yang
dituangkan dalam wujud SKN

Anda mungkin juga menyukai