Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PENGGANTI ULANGAN TENGAH SEMESTER (UTS) MATA

KULIAH PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

Balita Terlatar : “Prihatin Anak dan Balita Terlantar Indonesia dan Kota
Keraton Yogyakarta serta Lembaga Kesejahteraan Sosial
Anak (LKSA)”

Dosen Pengampu :

Kris Hendrijanto, S.Sos., M.Si.

Disusun Oleh :

Muhammad Hidayatullah (1809103010055)

PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS JEMBER

JEMBER

2018
Balita Terlatar : “Prihatin Anak dan Balita Terlantar Indonesia dan Kota Keraton
Yogyakarta serta Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA)”

Kasus-kasus penelantaran anak memiliki motif yang beragam. Kasus


dominan adalah kasus anak jalanan, pembuangan bayi, dan kesibukan orang tua.
Data kementerian sosial terbaru menunjukan ada 4,1 juta anak terlantar, 5.900
anak diantaranya menjadi korban perdagangan, 3.600 anak berhadapan dengan
hukum, 1,2 juta anak balita terlantar, serta 34.000 anak hidup di jalanan. 1 Akibat
dari penelantaran anak salah satunya adalah anak mengalami gizi buruk yang
perlu mendapat perhatian dan penanganan cepat. Hal ini menjadi pekerjaan utama
bagi pemerintah, negara, dan masyarakat. Berdasarkan data Kementerian
Kesehatan, prevalensi2 balita kurang gizi menurut indikator berat badan di
Indonesia tahu 2010 menunjukkan 4,9 balita Indonesia kurang gizi dari jumlah
populasi anak usia 0-4 tahun sebesar 21.571.500.3 Sementara hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 secara nasional diperkirakan prevalensi
balita gizi buruk sebesar 19.6%. jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun
2007, jumlah ini mengalami peningkatan yaitu 18,4%. Jika dilakukan konversi ke
dalam jumlah absolutnya, ketika jumlah balita tahun 2013 adalah 23.708.844,
maka jumlah balita gizi buruk dan kurang gizi sebesar 4.646.933 balita.4

Semenjak kemerdekaan, Indonesia telah memiliki kebijakan untuk


melindungi anak terlantar dan balita terlantar yang terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Berdasarkan Instruksi
Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan
ditetapkan Progam Keejahteraan Sosial Anak (PKSA) sebagai program prioritas
nasional yang didalamnya termasuk Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita
dan Program Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar. Selain itu, terdapat Peraturan
Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2011 tentang Standar nasional
Pengasuhan Anak untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yang meyebutkan

1
Adiantoro, kasus penelantaran anak, mensos : jumlahnya ada 5.900, harian terbit online.
Diakses pada 19 oktober 2018.
2
bagian dari studi epidemiologi yang membawa pengertian jumlah orang dalam populasi yang
mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada suatu tempoh waktu dihubungkan
dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal.
3
Peta Permasalah Perlindungan Anak di Indonesia. Diunduh dari www.KPAI.go.id. Diakses pada
19 oktober 2018.
4
4,6 juta balita gizi buruk kurang di Indonesia pertandan ketahanan pangan lampu kuningkah?.
Diunduh dari www.kompasiana.com. Diakses pada 19 oktober 2018.
Balita Terlatar : “Prihatin Anak dan Balita Terlantar Indonesia dan Kota Keraton
Yogyakarta serta Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA)”

bahwa setiap LKSA harus memiliki standar pelayanan sosial. Ada beberapa
standar pelayanan sosial untuk anak dan balita yaitu diantaranya standar
pelayanan pengasuhan, standar berbasis LKSA, dan standar kelembagaan.5

Pelayanan kesehatan untuk anak yang kurang mampu ini masih minim
walaupun pemerintah sudah meluncurkan program pelayanan kesehatan gratis
seperti BPJS. Kenyataan di lapangan menunjukan masyarakat kecil malah sulit
untuk mengakses program tersebut. Setiap anak berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan karena pelayanan tersebut merupakan hak asasi anak. Tidak jarang anak
kurang mendapatkan pelayanan yang diakibatkan karena ia tidak memiliki uang
jaminan di rumah sakit. Disisi lain, terdapat anak yang kehilangan nyawa karena
kelalaian dan terambat dalam penanganan. Salah satu upaya lain dari pemerintah
dalam menangani masalah ini adalah melalui Program Kesejahteraan Sosial Anak
(PKSA) dibawah naungan Kementerian Sosial Republik Indonesia. PKSA adalah
upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan oleh pemerintah
pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna
memnuhi kebutuhan dasar anak, meliputi bantuan pemenuhan kebutuhan dasar,
aksebilitas pelayanan sosial dasar, penguatan orang tua/keluarga, dan penguatan
lembaga kesejahteraan sosial anak. Tujuan PKSA adalah terwujudnya pemenuhan
hak dasar anak dan perlindungan terhadap anak dari keterlantaran, eksploitasi, dan
diskriminasi sehingga tumbuh-kembang, kelangsungan hidup, dan partisipasi
sosial anak dapat terwujud.

Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak Balita (PKSAB)


merupakan salah satu jawaban untuk meminimalisir permasalahan sosial bagi
anak balita terlantar/sengan ditelantarkan, yaitu dengan melayani kebutuhan dasar,
kesiapan belajar, dan layanan dukungan dalam rangka pemenuhan dan
perlindungan hak anak yang membutuhkan perlindungan khusus, aksebilitas
layanan publik, dan hak sipil. Melalui PKSAB masalah sosial anak hendaknya
dapat dikurangi bahkan dapat dihilangkan (dientaskan). Menurut Dinas Sosial
balita terlantar adalah anak yang berusia 0-4 tahun yang karena sebab tertentu
5
Peraturan Menteri Sosial Repulik Indinesia nomor 30 tahun 2011 tentang Stadar Nasional,
Pengasuhan Anak untu Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.
Balita Terlatar : “Prihatin Anak dan Balita Terlantar Indonesia dan Kota Keraton
Yogyakarta serta Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA)”

orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya sehingga terganggu


kelangsungan hidupnya, pertumbuhannya, dan perkembangannya baik secara
jasmani, rohani, maupun sosial. Balita terlantar merupakan salah satu korban dari
kegagalan keluarga utnuk dapat menyesuaikan diri dengan standar kehidupan
masyarakat yang terus berubah. Disisi lain orang tuanya tidak dapat melakukan
kewajibannya sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan
perkembangannya baik secara jasmani, rohani, maupun sosial.6

Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kasus anak dan balita terlantar juga
semakin banyak. Data dari Pemerintah kota Yogya menunjukkan adanya
peningkatan jumlah anak terlantar tiap tahunnya. Tahun 2006 jumlah anak
terlantar mencapai 175 orang dan 49 diantaranya anak usia balita (0-4 tahun).
Pada tahun 2007 mencapai 544 orang dari jumlah 1065 PMKS diantaranya adalah
balita.7 Hal ini disebabkan oleh orang tua yang harus bekerja mencari nafkah,
yang mana tuntunan hidup di Kota Yogyakarta membutuhkan banyak biaya.
Disamping itu, status keluarga9keluarga di kota ini biasanya adalah para
pendatang dari luar kota yang mempunyai harapan besar untuk hidup dan mencari
penghasilan lebih yang lebih baik. Faktor seperti inilah yang membuat anak
ditelantarkan oleh keluarganya sendiri. Oleh karena itu, Program Kesejahteraan
Sosial Anak Balita (PKSAB) mulai diadakan di Yogyakarta pada tahun 2014
sampai 2015 dengan memberikan dana stimuan Rp 200.000,-/bulan untuk
keperluan pemenuhan gizi balita, berbentuk tabungan untuk anak dibawah 5 tahun
yang dikelola oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) yang memiliki
klian di luar lembaga. Di Kota Yogyakarta terdapat tiga LKSA yang mengelola
program ini. LKSA Seri Derma mempunyai 45 anak klien dampingan, LKSA
Beringharjo mempunyai 35 anak klien dampingan, dan LKSA Yayasan Sayap Ibu

6
Petunjuk Teknis Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar. 1999. Jakarta : Departemen
Sosial.
7
Fitriana, arina. Pelayanan sosial untuk balita terlantar di panti I yayasan sayap ibu cabang DYI.
Skipsi. Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga,
tahun 2013.
Balita Terlatar : “Prihatin Anak dan Balita Terlantar Indonesia dan Kota Keraton
Yogyakarta serta Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA)”

memiliki 45 anak klien dampingan. Pada tahun 2016, program PKSAB masih
dalam tahap pengajuan proposal dari lembaga-lembaga penyalur LKSA.8

Dengan adanya lembaga-lembaga yang diadakan oleh pemerintah maka


ada beberapa hal yang harus dilakukan, diperbaiki dan ditingkatkan pula oleh para
lembaga pengasuh. Dalam masalah-masalah seperti ini tidak hanya pemerintah
yang memiliki peran, tetapi seluruh masyarakat Indonesiajuga harus ambil peran
dalam penyelesaian masalah anak dan balita terlantar ini. Jika pengasuhnya
sejahtera dan jumlahnya seimbang dengan jumlah balita yang dirawat maka tidak
akan menganggu perkembangan dan pertumbuhan balita tersebut. Kemudian perlu
juga diadakan yang namanya sosialisasi tentang kepedulian terhadap anak dan
balita terlantar dari pemerintah, pekerja sosial ataupun remaja-remaja yang peduli
terhadap generasi selanjutnya. Perlu adanya evaluasi secara rutin terkait program
pelayan sosial yang telah dilakukan. Jika ada beberapa kebijakan yang
bertentangan dengan kenyataan yang ada dilapangan maka bisa didiskusikan lebih
detail lagi kepada pembuat kebijakan. Untuk para pengasuh adalah orang-orang
yang setidaknya berlatarbelakang pendidikannya adalah keilmuan pekerjaan
sosial. Adanya dukungan yang lebih lagi dari pemerintah maupun swasta, tidak
hanya berupa materi tetapi juga bisa dalam bentuk promitif, preventif, maupun
rehabilitatif, karena perlunya kerjasama dengan semua pihak terkait dengan hal
ini. Peran pendamping diperlukan dalam kegiatan pembinaan anak sehingga perlu
dipertahankan. Peran pendamping yang perlu dipertahankan adalah pemungkin
(enabler), pemberi motivasi (motivator) dan penjangkau (outreacher). Selain
ketiga peran pendamping yang dipertahankan, peran pendamping juga perlu
ditambah maupun diperluas sehingga tujuan pendampingan pada anak dapat
tercapai secara optimal. Adanya materi penambahan pengelolaan usaha
sampingan untuk orang tua/keluarga balita terlantar yang terkategori dari keluarga
miskin, keluarga tersebut harus diberdayakan pula dengan pembekalan-
pembekalan usaha.

8
Arfiana, Siska. Pendampingan Balita Terlantar di LKSA Seri Derma Yogyakarta. Tesis. Program
Studi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Pekerjaan Sosial UIN Sunan Kalijaga. Tahun
2016.
Balita Terlatar : “Prihatin Anak dan Balita Terlantar Indonesia dan Kota Keraton
Yogyakarta serta Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA)”

DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang
- Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
- Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program
Pembangunan yang Berkeadilan ditetapkan Progam Keejahteraan Sosial Anak
(PKSA).
- Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2011 tentang
Standar nasional Pengasuhan Anak untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

2. Sumber Lainnya (Buku, Jurnal, dan Internet)


- Adiantoro, KASUS PENELANTARAN ANAK, MENSOS : JUMLAHNYA ADA
5.900. Harian Terbit Online. Diakses pada 19 oktober 2018.
- _____. ____ . PETA PERMASALAH PERLINDUNGAN ANAK DI
INDONESIA. Diunduh dari www.KPAI.go.id. Diakses pada 19 oktober 2018.
- _____. ____. 4,6 JUTA BALITA GIZI BURUK KURANG DI INDONESIA
PERTANDAN KETAHANAN PANGAN LAMPU KUNINGKAH?. Diunduh dari
www.kompasiana.com. Diakses pada 19 oktober 2018.
- ____. 1999. PETUNJUK TEKNIS PEMBINAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
ANAK TERLANTAR. Jakarta : Departemen Sosial.
- Fitriana, arina. PELAYANAN SOSIAL UNTUK BALITA TERLANTAR DI
PANTI I YAYASAN SAYAP IBU CABANG DYI. Skipsi. Jurusan Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga,
tahun 2013.
- Arfiana, Siska. PENDAMPINGAN BALITA TERLANTAR DI LKSA SERI
DERMA YOGYAKARTA. Tesis. Program Studi Interdisciplinary Islamic
Studies Konsentrasi Pekerjaan Sosial UIN Sunan Kalijaga. Tahun 2016.
- Suharto, Edi. 2011. PEKERJAAN SOSIAL DI INDONESIA SEJARAH DAN
DINAMIKAN PERKEMBANGAN. Yogyakarta : Samudra Biru.
- Departemen Sosial RI. 2010. PANDUAN UMUM PROGRAM
KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK (PKSA).

Anda mungkin juga menyukai