Anda di halaman 1dari 6

Home REFERENSI ARTIKEL Upaya Siapkan Lansia Tangguh

REFERENSI
ARTIKEL
PUBLIKASI

Upaya Siapkan Lansia Tangguh


4 October 2016
0
717

Indonesia masuk 5 besar negara dengan jumlah Lansia terbanyak di dunia.


Berdasarkan data proyeksi penduduk Indonesia, jumlah Lansia pada tahun 2010
sebanyak 18 juta jiwa (7,6%) dari total populasi penduduk 238,5 juta orang,
dan tahun 2016 diprediksi meningkat menjadi 22,6 juta jiwa dari total populasi
penduduk 255,5 juta orang, serta akan mencapai sekitar 48,2 juta jiwa dari
total populasi penduduk 305,7 juta orang pada tahun 2035 (Proyeksi Penduduk
Indonesia 2010-2035).

Sementara itu, menurut data Statistik Penduduk Lanjut Usia yang diterbitkan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2014, proporsi Lansia di Indonesia
telah mencapai 8,03 persen dari keseluruhan penduduk dengan jumlah Lansia
yang sudah mencapai 20,3 juta jiwa, sementara itu, dengan proporsi penduduk
produktif 10-59 tahun yang lebih besar jika dibandingkan kelompok umur
lainnya, maka menunjukkan Indonesia adalah negara dengan struktur
penduduk menuju tua.

Bonus demografi yang dinikmati Indonesia sejak sekarang akan membuat


piramida penduduk proporsi lanjut usia meningkat tajam. Itu sebabnya
pemerintah harus segera mempersiapkan diri.

Menurut UU No. 13/1998 tentang Kesejahteraan Lansia, penduduk Lansia


adalah warga yang telah berusia 60 tahun ke atas. Beda dengan di Singapura
dan Australia, kategori penduduk Lansia bagi yang berumur di atas 65 tahun,
sedangkan Eropa dan AS untuk di atas 70 tahun. Kementerian Kesehatan
membagi tiga golongan Lansia, yakni Lansia dini (55-64 tahun), kelompok yang
sebagian masih aktif produktif hingga persiapan menjelang pensiun; Lansia (65
tahun ke atas); dan Lansia berisiko tinggi (70 tahun ke atas), kelompok yang
rentan terhadap masalah degeneratif kesehatan.

Meningkatnya persentase penduduk Lansia memberikan dampak pada sektor


pembangunan lainnya, dan berdampak pada pembuatan kebijakan yang tidak
hanya kebijakan dibidang kependudukan, tetapi juga dibidang kesehatan,
sosial, ekonomi, maupun secara politik. Oleh karena itu persoalan pada
pertumbuhan penduduk Lansia tidak hanya dikarenakan pada seberapa banyak
jumlah Lansia tetapi yang menjadi masalah adalah pada seberapa besar
pengaruh keberadaan Lansia tersebut terhadap berbagai sektor pembangunan
di Indonesia.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Surya


Chandra Surapaty mengatakan besarnya jumlah penduduk Lansia di Indonesia
juga tentunya akan membawa konsekuensi akan kebutuhan hidup bagi Lansia.
Misalnya saja hunian yang ramah Lansia, taman yang ramah Lansia, fasilitas
gedung yang ramah Lansia, terminal, stasiun, rumah ibadah, mall yang ramah
Lansia, toilet rumah dan umum yang ramah Lansia, jalanan, trotoar, termasuk
juga alat transportasi umum yang ramah Lansia.

Besarnya jumlah penduduk Lansia di Indonesia pada masa mendatang dapat


membawa dampak positif maupun negatif. Kehadiran Lansia dapat berdampak
positif apabila Lansia berada dalam keadaan sehat, aktif, dan produktif. Di sisi
lain, besarnya jumlah penduduk Lansia dapat menjadi beban jika Lansia
memiliki masalah penurunan derajat kesehatan yang berakibat pada
peningkatan biaya pelayanan kesehatan, penurunan pendapat/penghasilan,
peningkatan disabilitas, tidak adanya dukungan sosial, dan lingkungan yang
tidak ramah Lansia.

Masalah terbesar yang dihadapi para Lansia saat ini adalah marjinalisasi.
Banyak yang menganggap Lansia sudah tidak produktif. Ada pula yang sengaja
mengasingkan diri akibat merasa sudah tidak kuat lagi. Stigma negatif tentang
Lansia yang marjinal tersebut harus diubah. Karena pada dasarnya banyak
orang-orang yang sudah Lansia masih tetap produktif. Lihat saja, produktifitas
para profesor yang sebagian besar adalah Lansia.

Sudah waktunya negara untuk memperhatikan kaum Lansia. Pun menyiapkan


generasi muda untuk menghadapi masa Lansia dengan peningkatan usia
harapan hidup, lanjut Surya.

Selama ini masih banyak kesalahan perlakuan dalam merawat Lansia di


keluarga. Banyak Lansia secara budaya etika tak dihormati, misalnya saja
dalam hal memomong cucu.

Saat ini, BKKBN mengembangkan model kelompok Bina Keluarga Lansia (BKL)
wadah kegiatan keluarga yang mempunyai Lansia dan Lansianya sendiri yang
bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga yang memiliki
Lansia dan Lansia itu sendiri untuk meningkatkan kualitas hidup Lansia dalam
rangka mewujudkan Lansia yang tangguh, yaitu Lansia yang sehat, aktif,
mandiri, dan produktif.
Selain itu, BKKBN juga menggalakkan Gerakan Revolusi Mental Berbasis
Keluarga. Artinya, perubahan mental bangsa Indonesia dimulai dari keluarga.
Seluruh anggota keluarga Indonesia harus mulai berubah dalam mewujudkan
integritas, etos kerja, dan gotong royong.

Lansia, sebagai golongan yang telah memiliki pengalaman hidup dan bijak
secara paripurna, diharapkan bisa membagi pengalaman hidup untuk generasi
muda. Lansia diharapkan menjadi salah satu motor penggerak Gerakan Revolusi
Mental di keluarga masing-masing. Lansia tidak hanya dipandang sebagai
manusia yang menjadi beban keluarga atau beban pembangunan, sudah
saatnya Lansia menjadi pemimpin utama dalam memberikan nasihat dan
himbauan agar anak cucu mereka melakukan perubahan yang fundamental,
yaitu perubahan mental.

Harapannya gerakan ini dilakukan bersama-sama di dalam keluarga.


Pemerintah juga melakukan aksi bersama demi terwujudnya Lansia Tangguh.
Sesuai Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia,
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Kesejahteraan Lansia, dan
Rencana Aksi Nasional Lansia, ada beberapa langkah yang diwujudkan dalam
membangun Kota Ramah Lansia (KRL).

Pertama, KRL bertujuan menciptakan kelompok Lansia yang tangguh, sehat,


dan produktif, sebagai bonus demografi kedua. Pemerintah kota/kabupaten
harus menjamin hak-hak Lansia yakni penuaan dan pembangunan, kesehatan
dan kesejahteraan, serta lingkungan fisik dan sosial ramah Lansia.

Kedua, pemerintah menciptakan lingkungan yang sehat selama masa produktif


sehingga usia harapan hidup terus meningkat, serta didukung ketersediaan
layanan, fasilitas, dan asuransi kesehatan.

Ketiga, penduduk Lansia butuh lingkungan sosial dan fisik yang mendukung
untuk beraktivitas agar tetap bisa produktif. Masyarakat diajak bisa menerima
Lansia, memberi kesempatan kerja sesuai kemampuan, mendapat informasi
memadai tentang kelanjut-usiaan, dan menyediakan ruang-ruang publik untuk
mengekspresikan diri.

Keempat, pelayanan keagamaan, mental, dan spiritual, seperti jaminan


kesehatan masyarakat Lansia telantar di panti jompo atau panti sosial. Fasilitasi
dan tempat kegiatan ibadah bersama untuk pengajian, kebaktian, atau kegiatan
keagamaan lainnya. Pemerintah bekerjasama dengan pihak rumah sakit,
yayasan, dan rumah ibadah dalam proses persiapan, pelaksanaan hingga
pemakaman dengan mudah dan murah.

Kelima, pelayanan kesehatan dan pelayanan umum, seperti pos pelayanan


terpadu Lansia, tenaga medis dan paramedis dilatih dasar-dasar gerontologi
dan geriatri, infrastruktur ramah Lansia, petugas keliling ke rumah warga
Lansia. Lansia diberi insentif pajak, kartu diskon, tiket transportasi seumur
hidup, layanan kesehatan gratis. Di era digital, Lansia dapat mengakses layanan
kesehatan online untuk konsultasi kesehatan, berobat jalan, hingga pemesanan
rawat inap, yang terhubung ke puskesmas, klinik, rumah sakit, atau apotik
terdekat.

Keenam, kemudahan dalam penggunaanfasilitas umum, mencakup puskesmas


ramah Lansia, layanan geriatri. Fasilitas gedung perkantoran, pusat
perbelanjaan, pasar, terminal bus, stasiun kereta api, dan taman kota perlu
ditata ulang dengan memerhatikan kebutuhan khusus dan keterbatasan Lansia.
Trotoar lebar, aman, dan nyaman, serta taman asri, sangat dibutuhkan Lansia
untuk berolahraga (senam jantung, jalan refleksi) dan berinteraksi sosial.

Semua orang pasti akan menua. Saatnya pemerintah serius untuk menjamin
mewujudkan kesejahteraan para Lansia sebagai bentuk kepedulian dan
penghormatan kepada warga Lansia.

Tak hanya itu, harus dipastikan bahwa generasi muda yang saat ini telah
memasuki masa bonus demografi juga harus mempersiapkan diri untuk
menyongsong masa tuanya, sehingga pada saatnya nanti akan mencapai
kondisi Lansia Tangguh yang sehat, aktif, produktif, dan mandiri yang mungkin
dapat membuka jendela peluang bonus demografi tahap kedua.

Anda mungkin juga menyukai