REFERENSI
ARTIKEL
PUBLIKASI
Sementara itu, menurut data Statistik Penduduk Lanjut Usia yang diterbitkan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2014, proporsi Lansia di Indonesia
telah mencapai 8,03 persen dari keseluruhan penduduk dengan jumlah Lansia
yang sudah mencapai 20,3 juta jiwa, sementara itu, dengan proporsi penduduk
produktif 10-59 tahun yang lebih besar jika dibandingkan kelompok umur
lainnya, maka menunjukkan Indonesia adalah negara dengan struktur
penduduk menuju tua.
Masalah terbesar yang dihadapi para Lansia saat ini adalah marjinalisasi.
Banyak yang menganggap Lansia sudah tidak produktif. Ada pula yang sengaja
mengasingkan diri akibat merasa sudah tidak kuat lagi. Stigma negatif tentang
Lansia yang marjinal tersebut harus diubah. Karena pada dasarnya banyak
orang-orang yang sudah Lansia masih tetap produktif. Lihat saja, produktifitas
para profesor yang sebagian besar adalah Lansia.
Saat ini, BKKBN mengembangkan model kelompok Bina Keluarga Lansia (BKL)
wadah kegiatan keluarga yang mempunyai Lansia dan Lansianya sendiri yang
bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga yang memiliki
Lansia dan Lansia itu sendiri untuk meningkatkan kualitas hidup Lansia dalam
rangka mewujudkan Lansia yang tangguh, yaitu Lansia yang sehat, aktif,
mandiri, dan produktif.
Selain itu, BKKBN juga menggalakkan Gerakan Revolusi Mental Berbasis
Keluarga. Artinya, perubahan mental bangsa Indonesia dimulai dari keluarga.
Seluruh anggota keluarga Indonesia harus mulai berubah dalam mewujudkan
integritas, etos kerja, dan gotong royong.
Lansia, sebagai golongan yang telah memiliki pengalaman hidup dan bijak
secara paripurna, diharapkan bisa membagi pengalaman hidup untuk generasi
muda. Lansia diharapkan menjadi salah satu motor penggerak Gerakan Revolusi
Mental di keluarga masing-masing. Lansia tidak hanya dipandang sebagai
manusia yang menjadi beban keluarga atau beban pembangunan, sudah
saatnya Lansia menjadi pemimpin utama dalam memberikan nasihat dan
himbauan agar anak cucu mereka melakukan perubahan yang fundamental,
yaitu perubahan mental.
Ketiga, penduduk Lansia butuh lingkungan sosial dan fisik yang mendukung
untuk beraktivitas agar tetap bisa produktif. Masyarakat diajak bisa menerima
Lansia, memberi kesempatan kerja sesuai kemampuan, mendapat informasi
memadai tentang kelanjut-usiaan, dan menyediakan ruang-ruang publik untuk
mengekspresikan diri.
Semua orang pasti akan menua. Saatnya pemerintah serius untuk menjamin
mewujudkan kesejahteraan para Lansia sebagai bentuk kepedulian dan
penghormatan kepada warga Lansia.
Tak hanya itu, harus dipastikan bahwa generasi muda yang saat ini telah
memasuki masa bonus demografi juga harus mempersiapkan diri untuk
menyongsong masa tuanya, sehingga pada saatnya nanti akan mencapai
kondisi Lansia Tangguh yang sehat, aktif, produktif, dan mandiri yang mungkin
dapat membuka jendela peluang bonus demografi tahap kedua.