Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia berdampak

terhadap terjadinya penurunan angka kelahiran, angka kesakitan, dan angka

kematian serta peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) saat lahir.

Meningkatnya jumlah dan proporsi kelompok penduduk usia lanjut yang

disebabkan oleh transisi demografik serta semakin tingginya rata-rata

harapan hidup. UHH (Umur Harapan Hidup) saat lahir dari 69,8 tahun pada

tahun 2010, menjadi 72,5 tahun pada tahun 2015 dan menjadi 75,4 tahun

pada tahun 2045, selanjutnya diproyeksikan terus bertambah, mengakibatkan

peningkatan jumlah penduduk lanjut usia secara signifikan di masa yang akan

datang (Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045).

Penduduk dikatakan ‘penduduk tua’ apabila proposi penduduk lanjut

usia (usia ≥ 60 tahun) sudah mencapai 10% atau lebih (adietoemo dan

Mujahid, 2014). WHO menyatakan kelompok Lansia meliputi mereka yang

berusia 60-74, lansia tua 75-90 tahun serta Lansia sangat tua di atas 90 tahun.

WHO memperkirakan tahun 2025 jumlah Lansia di seluruh dunia akan

mencapai 1,2 milliar orang yang akan terus bertambah hingga 2 milliar orang

pada tahun 2050. Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa

Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia

1
2

terbanyak di dunia. Persentase lansia Indonesia pada tahun 2035 akan

mencapai 15 persen, hampir dua kali lipat jika dibandingkan kondisi tahun ini

(Statistik Lanjut Usia 2017).

Jika dilihat secara total, persentase lansia yang menjadi Kepala Rumah

Tangga (KRT) ada sekitar 61,29% atau dengan kata lain enam dari sepuluh

lansia di Indonesia berperan sebagai KRT, terlepas apakah mereka produktif

atau tidak. Selain itu, sebagian besar lansia masih mempunyai pasangan,

sekitar 60,87% lansia berstatus kawin. Meningkatnya jumlah lansia pada

setiap tahunnya secara otomatis memberikan pengaruh terhadap semakin

banyaknya jumlah rumah tangga yang dihuni oleh lansia. Selama empat

tahun terakhir, rumah tangga lansia bertambah hampir dua persen (dari

24,5% menjadi 26,35%), di mana 60 % di antaranya menjadikan lansia

sebagai kepala rumah tangga. Yang menarik dari keberadaan lansia

Indonesia adalah ketersediaan dukungan potensial baik ekonomi maupun

sosial yang idealnya disediakan oleh keluarga (Statistik Lanjut Usia, 2018).

Hidup lansia yang berkualitas merupakan kondisi fungsional lansia

pada kondisi optimal sehingga mereka bisa menikmati masa tuanya dengan

penuh makna, membahagiakan dan berguna. Lansia yang sukses adalah

lansia yang mempunyai aktivitas sosial di lingkungannya contohnya lansia

mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya bersama lansia lainnya

atau orang- orang terdekat, menjalankan hobi serta aktif dalam aktivitas

kelompok. Aktivitas sosial merupakan kegiatan yang dilakukan bersama


3

dengan masyarakat di lingkungan sekitanya. Terhindar dari masalah

kesehatan atau ketidakmampuan yang berkaitan dengan penyakit.

Pemenuhan kebutuhan akan lingkungan yang layak dan memadai, di

antaranya tersedianya tempat tinggal yang bersih dan sehat, ketersediaan

informasi, transportasi dan keterjangkauan terhadap pelayanan kesehatan

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016)

Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam

membantu individu menyelesaikan masalah. Dukungan keluarga akan

menambah rasa percaya diri dan motivasi untuk menghadapi masalah dan

meningkatkan kepuasan hidup. Sampai saat ini keluarga masih merupakan

tempat berlindung yang paling disukai para lansia.Pengukuran kualitas hidup

yang berkaitan dengan kesehatan bersifat multidimensi yang meliputi fungsi

fisik, psikologis, sosial, lingkungan (Ningrum, 2017).

Data Susenas 2017 menunjukkan bahwa hampir 10% lansia tinggal

sendiri, dimana lansia perempuan 14,37% dan lansia laki-laki 4.75%.

Dibutuhkan perhatian yang cukup tinggi dari seluruh elemen masyarakat

terkait hal ini, karena lansia yang tinggal sendiri membutuhkan dukungan

dari lingkungan sekitar mereka mengingat hidup mereka lebih

berisiko(Badan Pusat Statistik, 2018). Seiring dengan bertambahnya usia,

maka menurunnya fungsi organ tubuh karena proses degeneratif tidak dapat

dihindari, khususnya pada lansia. Hal ini akan menyebabkan tubuh mereka

lebih rentan terhadap penyakit tertentu, baik menular maupun tidak menular
4

yang terdeteksi melalui keluhan kesehatan. Angka kesakitan lansia tahun

2018 sebesar 25,99%. Artinya, dari 100 lansia terdapat 25 sampai 26 lansia

yang sakit. Sedangkan yang mengalami keluhan kesehatan sebesar 51,28%.

Segala bentuk keluhan kesehatan, baik yang mengganggu aktivitas sehari-

hari maupun tidak, setidaknya diobati sehingga tidak berlarut-larut. Hal ini

tercermin melalui perilaku kesehatan yang ditempuh lansia. Perilaku tersebut

dapat dilihat dari presentasi lansia melakukan mengobati sendiri 40,35%,

dengan mengunjungi tempat pengobatan (berobat jalan) termasuk

mendatangkan petugas kesehatan ke rumah 25,57%, Berobat Jalan dan Tidak

Mengobati Sendiri 29,93% dan Tidak Mengobati Sendiri/Berobat Jalan

4,15% (Statistik Lanjut Usia, 2018).

Untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia pemerintah membuat

beberapa kebjakan-kebijakan pelayanan kesehatan lansia. Tujuan umum

kebijakan pelayanan kesehatan lansia adalah meningkatkan derajat kesehatan

lansia untuk mencapai lansia sehat, mandiri, aktif, produktif dan berdaya

guna bagi keluarga dan masyarakat. Sementara tujuan khususnya adalah

meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan santun lansia,

meningkatkan koordinasi dengan lintas program, lintas sektor, organisasi

profesi dan pihak terkait lainnya, meningkatnya ketersediaan data dan

informasi di bidang kesehatan lansia, meningkatnya peran serta dan

pemberdayaan keluarga, masyarakat dan lansia dalam upaya serta


5

peningkatan kesehatan lansia, meningkatnya peran serta lansia dalam upaya

peningkatan kesehatan keluarga dan masyarakat (Kemenkes, 2016).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, 2013, penyakit terbanyak pada

lanjut usia terutama adalah penyakit tidak menular antara lain hipertensi,

osteo artritis, masalah gigi-mulut, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

dan Diabetes Mellitus (DM) (Kemenkes RI Infodatin Lansia, 2016).

Kepulauan Riau terdiri dari 5 Kabupaten dan 2 kota dengan jumlah penduduk

1.988.792, yang terdiri dari laki-laki 51,41% , perempuan 48,59%, dari jumlah

penduduk Kepri tersebut didapatkan 3,9% lansia yaitu 77,563% jiwa, terdiri dari

laki-laki 41,576 jiwa dan perempuan 35,987 jiwa.Penduduk Lansia di

Kepulauan Riau yang Mengalami Keluhan Kesehatan Selama Sebulan

Terakhir dan Mengobati Sendiri berdasarkan karakteritis gender yaitu laki-

laki 57,58% dan perempuan 55,29% sedangakan menurut tempat tinggal

yaitu perkotaan 58,33% dan pedesaan 52,43%. Kepulauan Riau termasuk 10

besar dalam Penyelenggraan Puskesmas Kesehatan Santun Lansia yaitu

45,21% (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Kepri,2017).

Kota Batam merupakan bagian dari wilayah Provinsi Kepri dan

merupakan kota dengan jumlah penduduk lebih banyak dari Kabupaten kota lain

di Kepri, begitu pula untuk jumlah penduduk lansia. Jumlah penduduk lansia

kota Batam 2018 adalah sebanyak 65,190 jiwa yang terdiri laki-laki 33,264 jiwa

(46%) ,jumlah perempuan 31,926 jiwa (54%) dan yang mendapatkan pelayanan

kesehatan hanya 19,834 jiwa (30%).Menurut data Dinas Kesehatan Kota Batam
6

tahun 2018, jumlah lansia terbayak yaitu diwilayah Batu Aji yaitu 9,178 jiwa

dengan yang mendapatkan pelayanan kesehatan 2,110 jiwa (22,99%). Penyakit

yang dialami lanjut usia di Kota Batam tahun 2017 yang pertama adalah

penyakit lain-lain dengan jumlah 22.767 jiwa (33,5%), kedua hipertensi dengan

jumlah 18.367 jiwa (27,0%), ketiga obesitas (IMT dengan lebih, diatas 25/grafik

warna merah) berjumlah 7.362 jiwa (10,8%). Yang mana lansia penderita

hipertensi berada di nomor urut kedua setelah penyakit lain-lain (Profil Dinkes

Kota Batam, 2017).

Posyandu Lansia adalah suatu wadah pelayanan kesehatan bersumber

daya masyarakat (UKBM) untuk melayani penduduk lansia, yang proses

pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama

lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-

pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan

pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif (Kemenkes, 2016).

Kegiatan posyandu lansia dikelompokkan dalam empat kelompok

kegiatan. Kegiatan tersebut, yakni: a) penyuluhan kesehatan, b) kegiatan

olahraga seperti senam lansia, keterampilan, sosial, keagamaan seperti

pengajian, rekreasi, seni budaya, c) pemeriksaan kesehatan secara berkala

seperti pengisian KMS, d) peningkatan kemandirian. Kegiatan tersebut dapat

dilakuakan di dalam gedung atau di tempat terbuka. Kegiatan tersebut

dilakukan dalam satu bulan sekali agar dalam rangka meningkatkan kualitas

hidup lansia melalui peningkatan kesehatandan kesejahteraan mereka. Selain


7

itu mereka dapat beraktifitas dan mengembangkan potensi diri (PMK No.25

Tentang RAN.Kes.Lanjut Usia Tahun 2016 -2019).

Hal ini didukung dengan hasil penelitian (Sianturi, 2017) dengan judul

Hubungan Dukungan Keluarga dan Faktor Lainnya dengan Kepatuhan Lanjut

Usia (Lansia) Mengikuti Kegiatan Posyandu Lansia Diwilayah Kerja

Puskesmas Rajabasa Indah dengan teknik proportionate stratified random

sampling dan jumlah 96 orang dengan uji chi square dan fisher’s exact

dengan hasil 53,7% lansia mendapat dukungan keluarga yang baik hal ini

dikarenakan dukungan keluarga dapat mendatangkan rasa senang, rasa aman,

rasa puas, rasa nyaman dan membuat orang mempengaruhi kesejahteraan

jiwa manusia. Dukungan keluarga berkaitan dengan pembentukan

keseimbangan mental dan kepuasan psikologis (Sianturi, 2017).

Selain faktor dukungan keluarga, 88,5% lansia memiliki jarak tempat

tinggal ke posyandu yang terjangkau sehingga lansia dapat memanfaatkan

pelayanan kesehatan. Jarak sendiri dapat diartikan sebagai ruang (panjang

atau jauh) antara benda atau tempat. 91,7 % lansia memiliki tingkat

pengetahuan mengenai posyandu yang baik hal ini sejalan dengan teori

Notoatmodjo (2014) bahwa hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu, sehingga sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Sianturi, 2017).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam terbentuknya tindakan seseorang dan faktor perkerja bagi lansia yang
8

bukan pegawai negeri sipil atau karyawan swasta pikiran akan pensiun

mungkin tidak terlintas, mereka umumnya mengurangi kegiatannya setelah

lansia. Kalau mereka masih melakukan kegiatan umunya sebatas untuk

beramal tua seolah-olah menjadi kegiatan hobby (Sianturi, 2017).

Hal ini sejalan juga dengan penelitian (KHORNI, 2017) yang

berjudul “Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup

Lansia Di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo” yang

menunjukkan sebagian besar responden mendapat dukungan yang cukup

yaitu 23 responden (61,2%), karena sebagian besar responden tinggal sendiri

dan keluarga kurang memahami pentingnya dukungan tersebut dalam

perawatan lansia (KHORNI, 2017).

Dengan adanya dukungan dari keluarga, para lansia ini merasa ada

yang memperhatikan dan dihargai keberadaannya sehingga terbangun rasa

gembira dan motivasi dalam menjalani masa tuanya. Dukungan ini dapat

diberikan baik berupa dukungan harapan, dukungan nyata, dukungan

informasi serta dukungan emosiona (KHORNI, 2017).

Hal ini juga sejalan dengan penelitian (Wafroh, 2016) yang berjudul

Dukungan Keluarga Pada Lansia Di PSTW Budi Sejahtera Banjarbaru

memiliki tingkat dukungan keluarga kurang berjumlah 23 orang (46%) dan

kualitas hidup lansia di PSTW Budi Sejahtera Banjarbaru memiliki status

kualitas hidup sedang berjumlah 36 orang (72%). Terdapat hubungan antara


9

dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia di PSTW Budi Sejahtera

Banjarbaru. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan

bahwa kualitas hidup lebih menekankan persepsi individu terkait dengan

kepuasan terhadap posisi serta dipengaruhi oleh sejauh mana tercapainya

tugas perkembangan dalam kehidupa(Wafroh, 2016).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di posyandu

kemuning puskopkar terhadap 5 lansia. 5 orang lansia mengatakan kurangnya

dukungan dari keluarga mendapinginya dalam perawatan saat sedang sakit

dan banyak mengalami perubahan fisik yang mengakibatkan penurunan

kemampuan aktifitas dalam kehidupan sehari-hari, sering sakit, kurang tidur,

kurang percaya diri, kadang merasa sedih karena keluarganya sibuk dengan

pekerjaan dan sibuk dengan keluarga barunya. Rasa sedih dan kurang

percaya diri ini menyebabkan rendahnya kualitas hidup dari lansia.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitihan permasalahan tersebut dengan judul “Dukungan Keluarga

terhadap Kualitas Hidup Lansia di Posyandu Kemuning Puskopkar Batu Aji

Kota Batam 2019.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat di rumuskan masalah

sebagai berikut : Apakah Ada eeratab Dukungan Keluarga terhadap Kualitas

Hidup Lansia di Posyandu Kemuning Puskopkar Batu Aji Kota Batam 2019?
10

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arah dan keeratan

dukungan keluarga terhadap kualitas hidup Lansia di Posyandu

Kemuning Puskopkar Batu Aji Kota Batam 2019.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi dukungan keluarga terhadap

lansia yang datang ke posyandu kemuning puskopkar tahun 2019.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kualitas hidup lansia yang

datang ke posyandu lansia kemuning puskopkar tahun 2019.

c. Untuk mengetahu hubungan dukungan keluarga dengan kualitas

hidup lansia di posyandu kemuning puskopkar tahun 2019.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Bagi Responden

Dengan hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan

keluarga dalam merawat dan memberikan dukungan pada keluarga,

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia.

b. Bagi Puskesmas dan Posyandu

Dengan hasil yang didapat dari penelitian ini diharapkan tenaga

kesehatan memberikan edukasi berupa pendidikan kesehatan kepada

keluarga mengenai dukungan fisik maupun psikis pada lansia untuk

mengurangi terjadinya penurunan kualitas hidup lansia.


11

c. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai tambahan

informasi, wawasan dan pengetahuan serta umpan balik proses

pembelajaran (referensi kepustakaan).

d. Bagi Peneliti Lain

Sebagai suatu gambaran dan sumber untuk melakukan penelitian

selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai