Anda di halaman 1dari 12

TREND ISSUE KEPERAWATAN GERONTIK

Pendahuluan
Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah
mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran
sejalan dengan waktu dan proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial serta saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada
lansia secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment),
keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan
keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pelayanan lansia, yaitu pelayanan konsultasi,
pelayanan mediasi, dan pelayanan advokasi. Pelayanan ini tidak lain untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan lansia, mewuujudkan kemandirian usaha sosial ekonomi lansia.
Mengingat proyeksi penduduk lansia pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 11,37 %
penduduk Indonesia, maka keperawatan gerontik memiliki potensi kerja yang cukup besar di
masa mendatang. Perawat perlu membudayakan kegiatan penelitian dan pemanfaatan hasil-
hasilnya dalam praktik klinik keperawatan untuk mempersiapkan pelayanan yang prima. Praktik
yang bersifat evidence-based harus dibuat sebagai bagian integral dari kebijakan organisatoris
pelayanan kesehatan pada semua tingkatan agar langkah-langkah tersebut dapat diaplikasikan
untuk meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan tersebut. Budaya ilmiah juga dapat
dimanfaatkan sebagai strategi akuntabilitas publik, justifikasi tindakan keperawatan, dan bahan
pengambilan keputusan.
Demografi lansia
Berdasarkan data Survey Penduduk antar Sensus (Supas) 2015, Jumlah lanjut usia
Indonesia sebanyak 21,7 juta atau 8,5%. Dari jumlah tersebut, terdiri dari lansia perempuan 11,6
juta (52,8%) dan 10,2 juta (47,2%) lanjut usia laki-laki (BPS, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa
Indonesia termasuk negara yang akan memasuki era penduduk menua (ageing population),
karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas telah melebihi angka 7,0%. Dilihat dari
distribusi penduduk lanjut usia menurut provinsi, terdapat beberapa provinsi yang sudah
mengalami penuaan penduduk pada Tahun 2015. Hasil Supas 2015 menunjukkan empat provinsi
dengan persentase penduduk lanjut usia tertinggi yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta (13,6%),
Jawa Tengah atau Jateng (11,7%), Jawa Timur atau Jatim (11,5%), dan Bali sebesar 10,4%
(BPS, 2016).
Pada tahun 2019, persentase lansia mencapai 9,60 persen atau sekitar 25,64 juta orang.
Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang bertransisi menuju ke arah penuaan penduduk
karena persentase penduduk berusia di atas 60 tahun mencapai di atas 7 persen dari keseluruhan
penduduk dan akan menjadi negara dengan struktur penduduk tua (ageing population) jika sudah
berada lebih dari 10 persen. Fenomena ini merupakan cerminan dari meningkatnya angka
harapan hidup penduduk Indonesia. Apabila diimbangi dengan kemampuan kelompok lanjut usia
yang bisa mandiri, berkualitas, dan tidak menjadi beban masyarakat, maka secara tidak langsung
ageing population akan memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan nasional.
Keberadaan penduduk lansia tersebar baik di perkotaan maupun perdesaan, dimana lansia
yang tinggal di perkotaan lebih tinggi dari perdesaan (52,80 persen berbanding 47,20 persen).
Adapun persentase lansia di Indonesia didominasi oleh lansia muda (kelompok umur 60-69
tahun) yang persentasenya mencapai 63,82 persen, sisanya adalah lansia madya (kelompok umur
70-79 tahun) sebesar 27,68 persen dan lansia tua (kelompok umur 80+ tahun) sebesar 8,50
persen. Kelompok lanjut usia biasanya merasakan kesepian di tengah masyarakat. Kondisi
tersebut akan semakin buruk jika ditambah dengan perekonomian yang sulit dan kondisi sosial
yang tidak kondusif sehingga menyebabkan lansia stres, depresi, hingga schizophrenia. Secara
biologis, daya tahan fisik penduduk lansia semakin lemah, sehingga mereka lebih rentan
terhadap serangan penyakit. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan dalam struktur dan
fungsi sel, jaringan, serta sistem organ pada tubuh lansia.
Keterlibatan lansia terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan
keputusan, serta luasnya hubungan sosial juga semakin menurun. Keterbatasan-keterbatasan
yang dimiliki lansia tersebut menjadikan mereka tidak memiliki pilihan ruang yang lebih luas
sehingga cenderung lebih nyaman berada dalam komunitas dengan kultur yang relatif sama. Data
Susenas Maret 2019 menunjukkan bahwa provinsi dengan persentase penduduk lansia terbanyak
pada tahun 2019 adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (14,50 persen), Jawa Tengah (13,36
persen), Jawa Timur (12,96 persen), Bali (11,30 persen), dan Sulawesi Utara (11,15 persen).
Kelima provinsi tersebut merupakan provinsi yang memiliki struktur penduduk tua mengingat
persentase lansianya sudah berada di atas 10 persen. Mengingat semakin meningkatnya jumlah
penduduk lanjut usia di Indonesia, maka pengembangan di bidang pelayanan lansia perlu
mempertimbangkan kebutuhan mereka seiring dengan menurunnya metabolisme tubuh agar
memberikan rasa nyaman dan aman bagi lansia baik secara fisik maupun psikologis. Hal ini
penting guna mendukung lansia dalam mengaktualisasikan dirinya secara optimal dalam
berinteraksi sosial, serta mudah mengakses pelayanan yang dibutuhkan. Investasi ini perlu
dilakukan di seluruh provinsi dan pelosok negeri terutama wilayah dengan jumlah penduduk
lanjut usia yang lebih besar. Secara ekonomi, penduduk lansia lebih sering dipandang sebagai
beban daripada sebagai sumber daya.
Penduduk lansia dianggap sudah tidak produktif dan hidupnya bergantung pada generasi
yang lebih muda. Beberapa penduduk lansia masih berperan dalam dunia kerja, namun
produktivitasnya sudah menurun sehingga umumnya mereka memiliki pendapatan yang lebih
rendah dibandingkan penduduk usia produktif. Rasio ketergantungan lansia terhadap penduduk
produktif terus meningkat. Pada tahun 2019, tercatat bahwa rasio ketergantungan lansia sebesar
15,01. Artinya, pada tahun 2019 setiap 100 orang penduduk usia produktif (usia 15-59 tahun)
harus menanggung 15 orang penduduk lansia. Banyaknya populasi lansia menyebabkan tuntutan
perawatan yang lebih besar sehingga menambah tanggungan beban ekonomi penduduk usia
produktif untuk membiayai penduduk lansia. Oleh karena itu, penuaan berpengaruh besar
terhadap generasi lainnya. Angka rasio ketergantungan penduduk lansia meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia karena bertambahnya jumlah penduduk lanjut
usia cenderung menambah beban tanggungan penduduk usia produktif. Apabila jumlah
penduduk lanjut usia semakin meningkat, maka hal ini berkaitan dengan tuntutan biaya
perawatan lansia yang cukup besar. Sebaliknya, apabila penduduk lansia dalam kondisi sehat,
aktif, dan produktif, maka besarnya jumlah penduduk lansia berdampak positif terhadap angka
rasio ketergantungan (umur) serta kondisi sosial ekonomi keluarga, masyarakat, dan negara.
Lansia dalam Rumah Tangga Jumlah lansia yang semakin bertambah tiap tahunnya, berpengaruh
terhadap banyaknya jumlah rumah tangga yang dihuni oleh lansia. Dalam lima tahun terakhir,
rumah tangga lansia bertambah hampir 3 persen (dari 25,14 persen menjadi 27,88 persen).
Dengan kata lain, di antara empat rumah tangga di Indonesia, satu di antaranya merupakan
rumah tangga lansia. Berdasarkan angka proyeksi penduduk Indonesia tahun 2010-2035,
penduduk lansia semakin bertambah tiap tahunnya.
Indonesia saat ini sedang menikmati masa bonus demografi dimana jumlah penduduk usia
produktif lebih banyak dari usia tidak produktif, yakni lebih dari 68% dari total populasi. Adapun
penduduk dengan kelompok umur 0-14 tahun (usia anak-anak) mencapai 66,17 juta jiwa atau
sekitar 24,8% dari total populasi. Kemudian penduduk kelompok umur 15-64 tahun (usia
produktif) sebanyak 183,36 juta jiwa atau sebesar 68,7% dan kelompok umur lebih dari 65 tahun
(usia sudah tidak produktif) berjumlah 17,37 juta jiwa atau sebesar 6,51% dari total populasi.
Masalah kesehatan pada lansia
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, penyakit yang terbanyak pada lansia adalah untuk
penyakit tidak menular antara lain; hipertensi, masalah gigi, penyakit sendi, masalah mulut,
diabetes mellitus, penyakit jantung dan stroke, dan penyakit menular antara lain seperti ISPA,
diare, dan pneumonia.
Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan pada dewasa muda,
karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat
penyakit dan proses menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat berthan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Demikian juga, masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang
dewasa, yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu immobility
(kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence
(beser buang air kecil dan atau buang air besar), intellectual impairment (gangguan
intelektual/dementia), infection (infeksi), impairment of vision and hearing, taste, smell,
communication, convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi,
penyembuhan, dan kulit), impaction (sulit buang air besar), isolation (depresi), inanition (kurang
gizi), impecunity (tidak punya uang), iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan),
insomnia (gangguan tidur), immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), impotence
(impotensi).
Masalah kesehatan utama tersebut di atas yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal dan
dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan perawatan lansia agar dapat
memberikan perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang seoptimal mungkin.
a. Kurang bergerak: gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat menyebabkan
lansia kurang bergerak. Penyebab yang paling sering adalah gangguan tulang, sendi dan
otot, gangguan saraf, dan penyakit jantung dan pembuluh darah
b. Instabilitas: penyebab terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik (hal-hal yang
berkaitan dengan keadaan tubuh penderita) baik karena proses menua, penyakit maupun
faktor ekstrinsik (hal-hal yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-obat tertentu dan
faktor lingkungan. Akibat yang paling sering dari terjatuh pada lansia adalah kerusakan
bahagian tertentu dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit, patah tulang, cedera pada
kepala, luka bakar karena air panas akibat terjatuh ke dalam tempat mandi.
Selain daripada itu, terjatuh menyebabkan lansia tersebut sangat membatasi
pergerakannya.
c. Beser: beser buang air kecil (bak) merupakan salah satu masalah yang sering didapati
pada lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah dan kekerapan yang
cukup mengakibatkan masalah kesehatan atau sosial. Beser bak merupakan masalah yang
seringkali dianggap wajar dan normal pada lansia, walaupun sebenarnya hal ini tidak
dikehendaki terjadi baik oleh lansia tersebut maupun keluarganya. Akibatnya timbul
berbagai masalah, baik masalah kesehatan maupun sosial, yang kesemuanya akan
memperburuk kualitas hidup dari lansia tersebut. Lansia dengan beser bak sering
mengurangi minum dengan harapan untuk mengurangi keluhan tersebut, sehingga dapat
menyebabkan lansia kekurangan cairan dan juga berkurangnya kemampuan kandung
kemih. Beser bak sering pula disertai dengan beser buang air besar (bab), yang justru
akan memperberat keluhan beser bak tadi.
d. Gangguan intelektual: merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan
fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya
aktivitas kehidupan shari-hari. Kejadian ini meningkat dengan cepat mulai usia 60 sampai
85 tahun atau lebih, yaitu kurang dari 5 % lansia yang berusia 60-74 tahun mengalami
dementia (kepikunan berat) sedangkan pada usia setelah 85 tahun kejadian ini meningkat
mendekati 50 %. Salah satu hal yang dapat menyebabkan gangguan interlektual adalah
depresi sehingga perlu dibedakan dengan gangguan intelektual lainnya.
e. Infeksi: merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia, karena
selain sering didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan
keterlambatan di dalam diaggnosis dan pengobatan serta risiko menjadi fatal meningkat
pula. Beberapa faktor risiko yang menyebabkan lansia mudah mendapat penyakit infeksi
karena kekurangan gizi, kekebalan tubuh:yang menurun, berkurangnya fungsi berbagai
organ tubuh, terdapatnya beberapa penyakit sekaligus (komorbiditas) yang menyebabkan
daya tahan tubuh yang sangat berkurang. Selain daripada itu, faktor lingkungan, jumlah
dan keganasan kuman akan mempermudah tubuh mengalami infeksi.
f. Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit: akibat prosesd menua
semua pancaindera berkurang fungsinya, demikian juga gangguan pada otak, saraf dan
otot-otot yang digunakan untuk berbicara dapat menyebabkn terganggunya komunikasi,
sedangkan kulit menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan trauma yang
minimal.
g. Sulit buang air besar (konstipasi): beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
konstipasi, seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang sekali mengandung
serat, kurang minum, akibat pemberian obat-obat tertentu dan lain-lain. Akibatnya,
pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi usus menjadi tertahan. Pada konstipasi,
kotoran di dalam usus menjadi keras dan kering, dan pada keadaan yang berat dapat
terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada
daerah perut.
h. Depresi: perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian
sosial serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah satu pemicu
munculnya depresi pada lansia. Namun demikian, sering sekali gejala depresi menyertai
penderita dengan penyakit-penyakit gangguan fisik, yang tidak dapat diketahui ataupun
terpikirkan sebelumnya, karena gejala-gejala depresi yang muncul seringkali dianggap
sebagai suatu bagian dari proses menua yang normal ataupun tidak khas. Fejala-gejala
depresi dapat berupa perasaan sedih, tidak bahagia, sering menangis, merasa kesepian,
tidur terganggu, pikiran dan gerakan tubuh lamban, cepat lelah dan menurunnya aktivitas,
tidak ada selera makan, berat badan berkurang, daya ingat berkurang, sulit untuk
memusatkan pikiran dan perhatian, kurangnya minat, hilangnya kesenangan yang
biasanya dinikmati, menyusahkan orang lain, merasa rendah diri, harga diri dan
kepercayaan diri berkurang, merasa bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi
bahkan mau bunuh diri, dan gejala-gejala fisik lainnya. Akan tetapi pada lansia sering
timbul depresi terselubung, yaitu yang menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit
kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang, gangguan pencernaan dan lain-lain,
sedangkan gangguan jiwa tidak jelas.
i. Kurang gizi: kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan lingkungan
maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih
makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat) terutama karena gangguan
pancaindera, kemiskinan, hidup seorang diri yang terutama terjadi pada pria yang sangat
tua dan baru kehilangan pasangan hidup, sedangkan faktor kondisi kesehatan berupa
penyakit fisik, mental, gangguan tidur, alkoholisme, obat-obatan dan lain-lain.
j. Tidak punya uang: dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan
mental akan berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan
tubuh dalam mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak dapat
memberikan penghasilan. Untuk dapat menikmati masa tua yang bahagia kelak
diperlukan paling sedikit tiga syarat, yaitu :memiliki uang yang diperlukan yang paling
sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, memiliki tempat tinggal yang layak,
mempunyai peranan di dalam menjalani masa tuanya.
k. Penyakit akibat obat-obatan: salah satu yang sering didapati pada lansia adalah
menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat yang lebih banyak,
apalagi sebahagian lansia sering menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa
pengawasan dokter dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat pemakaian obat-obat
yaqng digunakan.
l. Gangguan tidur: dua proses normal yang paling penting di dalam kehidupan manusia
adalah makan dan tidur. Walaupun keduanya sangat penting akan tetapi karena sangat
rutin maka kita sering melupakan akan proses itu dan baru setelah adanya gangguan pada
kedua proses tersebut maka kita ingat akan pentingnya kedua keadaan ini. Jadi dalam
keadaan normal (sehat) maka pada umumnya manusia dapat menikmati makan enak dan
tidur nyenyak. Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh para lansia,
yakni sulit untuk masuk dalam proses tidur. tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun,
tidurnya banyak mimpi, jika terbangun sukar tidur kembali, terbangun dinihari, lesu
setelah bangun dipagi hari.
m. Daya tahan tubuh yang menurun: daya tahan tubuh yang menurun pada lansia
merupakan salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan bertambahnya umur
seseorang walaupun tidak selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tetapi dapat
pula karena berbagai keadaan seperti penyakit yang sudah lama diderita (menahun)
maupun penyakit yang baru saja diderita (akut) dapat menyebabkan penurunan daya
tahan tubuh seseorang. Demikian juga penggunaan berbagai obat, keadaan gizi yang
kurang, penurunan fungsi organ-organ tubuh dan lain-lain.
n. Impotensi: merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan
ereksi yang cukup untuk melakukan sanggama yang memuaskan yang terjadi paling
sedikit 3 bulan. Menurut Massachusetts Male Aging Study (MMAS) bahwa penelitian
yang dilakukan pada pria usia 40-70 tahun yang diwawancarai ternyata 52 % menderita
disfungsi ereksi, yang terdiri dari disfungsi ereksi total 10 %, disfungsi ereksi sedang 25
% dan minimal 17 %. Penyebab disfungsi ereksi pada lansia adalah hambatan aliran
darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh darah
(arteriosklerosis) baik karena proses menua maupun penyakit, dan juga berkurangnya sel-
sel otot polos yang terdapat pada alat kelamin serta berkurangnya kepekaan dari alat
kelamin pria terhadap rangsangan (Siburian, 2009).
Pendekatan pada Lansia
1. Pendekatan fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui perhatian
terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadianyang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya,
perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan,
dan penyakitnya yang dapat dicegah atau progresivitasnya. Perawatan fisik umum bagi klien
lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:
a. Klien lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih mampu bergerak
tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu
melakukannya sendiri.
b. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini, terutama
tentang hal yang terhubung dengan kebersihan perseorangan untuk mempertahankan
kesehatannya.
2. Pendekatan psikis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung dan interpreter terhadap segala sesuatu
yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu
yang cukup banyak untuk menerima berbagai bdentuk keluhan agar lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service.
Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa
melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat ahrus mendukung mental mereka kearah
pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban. Bila
perlu, usahakan agar mereka merasa puas dan bahagia di masa lanjut usianya.
3. Pendekatan social
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama sesame klien
lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan
pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial,
baik antara lanjut usia maupun lanjut usia dengan perawat.
Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk mengadakan
komunikasi, melakukan rekreasi. Lansia prlu dirangsang untuk membaca surat kabar dan
majalah.
Dengan demikian, perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi, baik dengan sesama
mereka maupun petugas yang secara lansung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial
bagi lanjut usia, termasuk asuhan keperawatan lansia dipanti sosial tresna wherda
Tempat Pemberian Pelayanan Bagi Lansia
1. Pelayanan social di keluarga sendiri
Home care service merupakan bentuk pelayanan sosial bagi lanjut usia yangdlakukan di
rumah sendiri atau dalam lingkungan keluarga lanjut usia. Tujuan pelayanan yang diberikan
adalah membantu keluarga dalam mengatasi dan memecahkan masalah lansia sekaligus
memberikan kesempatan kepada lansia untuk tetap tinggal di lingkungan keluarganya.
Pelayanan ini dapat diberikan oleh:
a. Perseorangan : perawat, pemberi asuhan
b. Keluarga
c. Kelompok
d. Lembaga / organisasi sosial
e. Dunia usaha dan pemerintah
Jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa bantuan makanan, bantuan melakukan aktivitas
sehari-hari, bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan, penyuluhan gizi. Pelayanan diberikan
secara kontinu setiap hari, minggu, bulan dan selama lansia atau keluarganya membutuhkan.
2. Foster Care Service
Pelayanan sosial lansia melalui keluarga pengganti adalah pelayanan sosial yang diberikan
kepada lansia di luar keluarga sendiri dan di luar lembaga. Lansia tinggal bersama keluarga lain
karena keluarganya tidak dapat memberi pelayanan yang dibutuhkannya atau berada dalm
kondisi terlantar.
Tujuan pelayanan ini adalah membantu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang
dihadapi lansia dan keluarganya. Sasaran pelayanannya adalah lansia terlantar, tidak dapat
dilayani oleh keluarganya sendiri.
Jenis-jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa
a. Bantuan makanan, misalnya menyiapkan dan memberi makanan
b. Peningkatan gizi
c. Bantuan aktivitas
d. Bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan
e. Pendampingan rekreasi
f. Olah raga dsb
3. Pusat santunan keluarga (pusaka)
Pelayanan kepada warga lansia ini diberikan di tempat yang tidak jauh daritempat tinggal
lansia. Tujuan pelayanan ini adalah membantu keluarga/lanjut usia dalam mengatasi
permasalahan, memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah lansia sekaligus member kesempatan
kepada lansia untuk tetap tinggal di lingkungan keluarga.
Sasaran pelayanan adalah lansia yang tinggal/berada dalam lingkungan keluarga sendiri atau
keluarga pengganti. Lansia masih sehat, mandiri tetapi mengalami keterbatasan ekonomi.
4. Panti social Tresna Wherda
Institusi yang member pelayanan dan perawatan jasmani, rohani, sosial dan perlindungan
untuk memenuhi kebutuhan lansia agar dapat memiliki kehidupan secara wajar.
Pelayanan yang diberikan dalam bentuk kegiatan, antara lain:
 Kegiatan rutin
a. Pemenuhan makan 3x/hari
b. Senam lansia (senam pernafasan, senam jantung, senam gerak latih otak dsb)
c. Bimbingan rohani/keagamaan sesuai dengan agama
d. Kerajinan tangan (menjahit, menyulam, merenda)
e. Menyalurkan hobi (bermain angklung, menyanyi, karaoke, berkebun)
 Kegiatan waktu luang
a. Bermain (catur, pingpong)
b. Berpantun/baca puisi
c. Menonton film
d. Membaca Koran
Promosi kesehatan pada lansia
Lansia merupakan kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan. Peningkatan
pengetahuan tentang kesehatan lansia merupakan salah satu upaya mempertahankan
produktifitas lansia. Pemberian promosi kesehatan melalui penyuluhan kesehatan atau
pendidikan kesehatan merupakan bagian dari strategi intervensi dalam keperawatan komunitas
selain proses kelompok, pemberdayaan dan kemitraan. Bentuk promosi kesehatan dengan
kegiatan pendidikan kesehatan ditujukan sebagai diseminasi informasi, mendorong seseorang
untuk berprerilaku hidup sehat atau mengurangi faktor risiko, membuat perubahan perilaku yang
dapat meningkatkan kualitas hidup (Riasmini dkk, 2017). Dalam promosi kesehatan selain
kegiatan penyuluhan kesehatan maka harus didukung dengan kegiatan pemberdayaan
masyarakat, kemitraan dan advokasi. Dalam proses advokasi yang dilakukan oleh petugas
puskesmas yaitu melakukan pendekatan langsung kepada masyarakat dengan program yang ada
di puskesmas. Advokasi dilakukan dengan program Puskesmas melalui Posyandu, polindes dan
pustu. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan kelompok sasaran
sehingga kelompok tersebut mampu mengambil tindakan tepat atas berbagai permasalahan yang
dialami. Pemberdayaan masyarakat ialah suatu upaya atau proses untuk menumbuhkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara,
melindungi dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dukungan sosial berupa kesediaan
menjadi kader kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dilakukan kader Posyandu berupa
penyuluhan baik dari pemerintah maupun LSM.

Anda mungkin juga menyukai