Anda di halaman 1dari 14

Pertemuan 13

Memahami Teori Ekonomi Kependudukan Berdasarkan Kondisi Riil yang Ada

di Masyarakat dalam kajian ilmiah Analisis Kecenderungan Penduduk


Lanjut Usia Berpartisipasi Dalam Pasar Kerja Di Kota Mataram

Setelah mengikuti tatap muka, diskusi dengan berbagai teori yang diperoleh
mahasiswa dapat memahami dan menganailisis teori-teori dalam ekonomi
kependudukan terkait dengan perkembangan Kependudukan di Kota Mataram

1. Struktur Umur Penduduk Indonesia


Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) yang dilaksanakan BPS sejak tahun
1961, pola komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin dari dekade ke
dekade berikutnya mengalami perubahan berarti. Awalnya jumlah penduduk 0-4
tahun lebih banyak daripada jumlah penduduk 5-9 tahun. Akan tetapi setelah SP
1990, terjadi sebaliknya jumlah penduduk 0-4 tahun lebih sedikit daripada jumlah
penduduk 5-9 tahun. Selain itu, proporsi penduduk 10 tahun ke atas semakin
bertambah.
Perubahan komposisi penduduk Indonesia tersebut merupakan hasil dari jerih
payah Pemerintah Indonesia dalam mengendalikan fertilitas melalui program
Keluarga Berencana yang telah diterapkan sejak tahun 1970. Selain itu, didukung
pula oleh keberhasilan dari program pembangunan di bidang kesehatan yang mampu
menjadikan penduduk Indonesia dapat bertahan hidup lebih lama.

Hasil Susenas tahun 1994 juga memberikan gambaran struktur penduduk


yang sama, yaitu jumlah penduduk berusia 0-4 tahun lebih kecil dibanding jumlah
penduduk berusia 5-9 tahun. Begitupula jumlah penduduk usia kerja mengalami
peningkatan ditandai dengan semakin besarnya badan piramida penduduk. Sepuluh
tahun kemudian, hasil Susenas 2014 masih menunjukkan pola struktur penduduk

1
yang sama dengan struktur penduduk 1994 ,dimulai dari kelompok usia 60 tahun ke
atas, semakin melebar berarti terjadi peningkatan penduduk lansia.

Penurunan angka kelahiran, peningkatan angka harapan hidup, dan


bertambahnya jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa
struktur penduduk Indonesia bertransisi ke arah struktur penduduk tua (ageing
population). Tidak hanya dilihat dari jumlah penduduk, struktur penduduk tua juga
dapat dilihat dari proporsi penduduk pada kelompok umur tertentu. Suatu negara
dikatakan berstruktur tua jika mempunyai populasi lansia di atas tujuh persen
(Soeweno, 2009). Proporsi lansia di Indonesia telah mencapai 8,03 persen dari
keseluruhan penduduk (Statistik Penduduk Lanjut Usia, 2014).

2. Komposisi dan Distribusi Penduduk Lansia


Secara teoritis angka harapan hidup wanita lebih tinggi daripada laki-laki
sehingga keberadaan lansia perempuan akan lebih banyak daripada lansia laki-laki.
Hasil Sensus Penduduk 2010 mencatat angka harapan hidup perempuan sebesar
71,74 tahun, lebih tinggi daripada laki-laki yang sebesar 67,51 tahun. Sesuai dengan
teori, maka di Indonesia proporsi lansia perempuan akan lebih tinggi daripada
proporsi lansia laki-laki. Fenomena ini juga ditunjukkan dari hasil Susenas 2014.
Proporsi lansia perempuan pada tahun 2014 lebih tinggi 1.11% dibanding proporsi
lansia laki-laki. Baik di perkotaan maupun di perdesaan, proporsi lansia perempuan
lebih tinggi daripada proporsi lansia.
Penduduk lansia dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu lansia muda (60-69
tahun), lansia madya (70-79 tahun), dan lansia tua (80 tahun ke atas). Berdasarkan
golongan lansia, khususnya pada kelompok lansia muda terlihat bahwa proporsi
perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Akan tetapi, pada kelompok lansia madya
dan lansia tua proporsi perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini
membuktikan bahwa lansia wanita lebih survive daripada lansia laki-laki (Statistik
Penduduk Lanjut Usia 2014).

2
3. Status Perkawinan
Kebanyakan lansia menghabiskan waktu lebih banyak di dalam rumah. Oleh
karenanya, keberadaan anggota rumah tangga lain utamanya pasangan hidup lansia
sangat berarti untuk kesejahteraan lahir batin para lansia. Pada tahun 2014 separuh
lebih lansia masih memiliki pasangan hidup, yaitu sebesar 58,77 persen lansia masih
berstatus kawin. Sementara sepertiganya telah ditinggal mati oleh pasangan hidupnya
atau tepatnya 38,00 persen lansia berstatus cerai mati. Hanya sedikit lansia yang cerai
hidup dan belum kawin.
Pola komposisi status perkawinan tersebut terlihat baik di perkotaan maupun
perdesaan. Pola komposisi perkawinan yang berkebalikan antara lansia laki-laki dan
lansia perempuan, yaitu pola pada kelompok lansia kawin dan pola kelompok lansia
yang bercerai. Pada kelompok lansia kawin, proporsi laki-laki yang kawin lebih
tinggi daripada proporsi perempuan kawin, yaitu berturut-turut 83,28 persen
dibanding 37,23 persen. Sebaliknya pada kelompok cerai mati, proporsi laki-laki
yang berstatus cerai mati lebih rendah daripada proporsi perempuan yang cerai mati,
yaitu berturut-turut 14,84 persen dibanding 58,36 persen. Hal ini mengindikasikan
bahwa lansia perempuan cenderung dapat hidup mandiri dibanding lansia laki-laki.

4. Status Tinggal Bersama Lansia

Perubahan struktur sosial masyarakat dari pembentukan keluarga besar


(extended family) menjadi keluarga inti (nuclear family), juga ikut membawa
perubahan terhadap lansia. Jika sebelumnya lansia tinggal bersama dalam suatu
keluarga besar, kini tinggal terpisah dengan anak-anak mereka. Jika sebelumnya
menjadi penyokong utama ekonomi keluarga, kini cenderung dihindari dan dianggap
sebagai beban. Padahal untuk dapat menikmati masa tua dengan bahagia serta
meningkatkan kualitas hidupnya, lansia membutuhkan dukungan sosial dari orang-
orang terdekat. Tinggal bersama keluarga besar adalah salah satu cara untuk
mendapatkan dukungan sosial berupa rasa aman, nyaman, dan jaminan perawatan.

3
Keberadaan lansia dalam suatu rumah tangga tidak hanya bermanfaat dari sisi
lansia saja, akan tetapi juga kesejahteraan rumah tangga pada umumnya. Ketika
lansia tinggal bersama dengan generasi berikutnya, dimungkinkan terjadi transfer
pengetahuan antar generasi. Lansia dapat terhindar dari kepikunan dan generasi
berikutnya memperoleh nilai-nilai hidup yang baik dari lansia.

Status tinggal lansia dibedakan menjadi tinggal sendiri, bersama pasangan,


bersama keluarga, tiga generasi, dan lainnya. Lansia dianggap tinggal bersama
keluarga jika lansia tidak tinggal bersama pasangan namun tinggal bersama
anak/menantu atau orang tua/mertuanya dalam satu rumah tangga. Sementara itu
disebut tinggal dalam tiga generasi adalah ketika lansia tinggal dengan dua generasi
dibawahnya (anak dan cucunya) atau lansia yang tinggal dengan satu generasi diatas
dan satu generasi dibawahnya (orangtua/mertua dan anak/mantu) (Statistik Penduduk
Lanjut Usia 2014).

5. Pendidikan Penduduk Lanjut Usia

Keberadaan lansia dengan pendidikan yang memadai juga diharapkan untuk


pembangunan pendidikan. Para lansia yang berpendidikan dapat ikut andil dalam
pendidikan generasi berikutnya melalui pendekatan intergenerasi, misanya lansia
mengajarkan baca tulis kepada angota rumah tangga lainnya. Kegiatan intergenarasi
ini juga memiliki manfaat bagi lansia, yaitu mencegah kepikunan. Hal ini menjamin
pula adanya proses pendidikan sepanjang masa (long life learning).

Kemampuan membaca dan menulis sangat bermanfaat bagi lansia. Dengan


mampu membaca dan menulis lansia dapat mengakses ilmu pengetahuan,
menjadikannya sebagai alat komunikasi baik lewat kertas maupun media elektronik,
dan dapat pula membantu pengentasan buta aksara generasi penerus. Statistik
Penduduk Lanjut Usia 2014 Lebih dari dua pertiga lansia di Indonesia mampu
membaca dan menulis. Persentase lansia yang mampu membaca dan menulis huruf
latin sebesar 35,81 persen, mampu membaca dan menulis huruf lainnya sebesar 14,64

4
persen, serta mampu membaca dan menulis huruf latin dan lainnya sebesar 28,52
persen. Sementara itu lansia yang sama sekali tidak mampu membaca dan menulis
sebesar 21,03 persen.

6. Kesehatan Penduduk Lanjut Usia

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menjelaskan bahwa kesehatan adalah suatu
keadaan sehat baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial, yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Segala upaya untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan, dalam rangka
peningkatan sumber daya manusia serta daya saing bangsa. Prinsip nondiskriminatif
berarti setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh akses atas sumber
daya kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau ( Statistik penduduk
Lansia,2014).

Menurut Statistik penduduk lansia 2014, kelompok masyarakat yang paling


membutuhkan pelayanan kesehatan adalah mereka yang menderita penyakit kronis,
berasal dari ekonomi lemah, penyandang disabilitas, atau penduduk lanjut usia.
Lansia yang telah membiasakan pola hidup sehatnya sejak muda akan memiliki
kondisi kesehatan yang lebih baik daripada lansia yang masa lalunya tidak
berperilaku hidup sehat.

7. Partisipasi Penduduk Lansia dalam Pasar Kerja

Lanjut usia dipandang sebagai masa kemunduran, masa dimana seseorang


mengalami penurunan-penurunan yang terjadi pada dirinya baik secara fisik maupun
psikologis. Para lansia menjalani dan memaknai usia lanjut dengan cara yang
berbeda-beda. Ada lansia yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks

5
eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi lansia kesempatan-
kesempatan untuk tumbuh berkembang dan memiliki keinginan untuk melakukan
sesuatu atau berarti untuk orang lain.

Usia lanjut tetap memungkinkan seseorang untuk bekerja memperoleh


penghasilan. Oleh karena itu tenaga kerja lanjut usia perlu didayagunakan untuk
meningkatkan kemandirian agar dapat membantu diri dan keluarga sehingga tidak
lagi menjadi beban bagi orang lain. Wirakartakusumah dan Anwar ,1994 dalam
Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014) mengatakan bahwa setidaknya ada tiga alasan
yang mempengaruhi lansia untuk terjun ke pasar kerja pertama, masih banyak lansia
yang tetap kuat secara fisik dan mental sehingga tidak ada alasan untuk keluar dari
pasar kerja. Kedua, terjunnya lansia ke pasar kerja karena desakan ekonomi. Ketiga,
alasan yang bukan didasarkan pada motif ekonomi, tetapi lebih didasarkan pada motif
aktualisasi diri atau emosi.

8. Jaminan Hari Tua/ Pensiun

Jaminan sosial juga merupakan satu skema perlindungan sosial. Perbedaannya


dengan bantuan sosial adalah jaminan sosial hanya diberikan kepada para peserta
sesuai dengan kontribusinya berupa premi atau tabungan yang dibayarkannya.
Jaminan pensiun/veteran, jaminan hari tua, asuransi kecelakaan kerja,
jaminan/asuransi kematian, dan pesangon PHK adalah bentuk jaminan sosial yang
diterapkan di Indonesia. Pada tahun 2015, sekitar 11,08 persen dari jumlah rumah
tangga lansia memiliki jaminan sosial. Kondisi ini menunjukkan bahwa masih
sedikitnya rumah tangga lansia yang memiliki jaminan sosial sehingga diperlukan
perhatian lebih dari berbagai pihak agar lansia bisa memperoleh jaminan sosial
sehingga dapat mempertahankan kesejahteraannya. (Statistil Penduduk Lansia,2015)

6
9. Kebijakan Pasar Kerja

Kebijakan pasar kerja dirancang untuk memfasilitasi pekerjaan dan


mempromosikan beroperasinya hukum penawaran dan permintaan kerja secara
efisien. Banyaknya lansia yang masih bekerja menjadikan program kebijakan ini
masih relevan untuk diterapkan pada penduduk lansia. Tidaklah mengherankan bila
lansia di Indonesia masih banyak yang bekerja.

Banyaknya lansia yang masih bekerja disebabkan oleh kebutuhan ekonomi


yang relatif masih besar, serta secara fisik dan mental lansia tersebut masih mampu
melakukan aktivitas sehari-hari. Salah satu cara mewujudkan kebijakan pasar kerja
(labour market policies) yang dilakukan pemerintah untuk memfasilitasi pekerjaan
yang dibutuhkan oleh penduduk lansia adalah dengan mengadakan program PNPM
Mandiri dan Program lainnya (seperti: Kelompok Usaha Bersama (KUBE/KUB), dan
lainnya)

Selain itu, terdapat perbedaan jumlah lansia yang bekerja antara lansia yang
tinggal di pedesaandan perkotaan. Lebih dari separuh (57,5 persen) lansia tinggal di
pedesaan. Selanjutnya dari semualansia bekerja, 67,3 persen diantaranya tinggal di
pedesaan. Umumnya lansia yang tinggal didaerah pedesaan masih banyak yang
melakukan aktivitas bekerja, dan biasanya mereka bekerja disektor
pertanian.Sedangkan lansia yang tinggal di perkotaan umumnya menggeluti bidang
industri atau jasa.Lansia yang bekerja umumnya ditunjang dengan kondisi
kesehatannya, yang memungkinkanlansia tersebut bekerja.
Hasil pengolahan data mengenai aktivitas melakukan kegiatan sehari-hari
(ADL=Activity Daily Living) menunjukkan bahwa sebagian besar kondisi fisik lansia
masihtergolong sehat, yaitu lebih dari 90 persen. Hanya saja untuk kondisi psikis
sedikit lebih rendah dari kondisi fisiknya yaitu hanya sekitar 69 persen.Namun pada
kenyataan tidak tertutup kemungkinan ditemukannya lansia yang tergolong tidak
sehat namun masih bekerja.Hal ini terjadikarena lansia tersebut berada pada kondisi

7
sangat miskin yang mau tidak mau mereka harus tetapbekerja untuk mempertahankan
hidup. Selain itu, ada juga lansia yang bekerja karena alas angengsi untuk disebut
“tua/jompo” sehingga demi kepentingan aktualisasi diri, mereka terpaksabekerja.
Hasil Kajian terkait dengan Analisis Kecenderungan Penduduk Lanjut Usia
Berpartisipasi Dalam Pasar Kerja Di Kota Mataram dapat dilihat pada bahasan
berikut ini :

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Kecenderungan penduduk lansia berpartisipasi dalam pasar kerja


2. Pendidikan penduduk lansia
3. Kesehatan penduduk lansia
4. Status perkawinan penduduk lansia
5. Jumlah tanggungan keluarga
6. Jenis kelamin

7. Tunjangan hari tua/pension

Analisis Hasil Estimasi dan Pengujian Hipotesis


Sebelum menguraikan hasil estimasi dan pengujian hipotesis, berikut ini
dijelaskan kemaknaan dan ketepatan hasil estimasi dari variabel penjelas terhadap
model empiris. Seperti diketahui bahwa tidak terjadinya hubungan/ketergantungan
baik secara nyata maupun secara sempurna di antara variabel bebas, yang salah satu
pengukurnya adalah berdasarkan nilai standar error. Implikasi yang ditimbulkan dari
terpenuhinya syarat tidak terjadinya hubungan/ketergantungan di antara variabel
penjelas ini adalah bahwa variabel bebas yang mampu memberikan nilai ekspektasi
yang signifikan. Hasil estimasi parameter model dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Berdasarkan nilai standard error (S.E) setiap variabel bebas diketahui bahwa tidak
terdapat nilai yang melebihi 2 sehingga dapat dikatakan tidak terdapat persoalan

8
ketergantungan yang kuat antara satu variabel bebas yang satu dengan variabel yang
lainnya di dalam model tersebut.
Pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan program atau soft
ware statistik yakni program SPSS versi IBM 20.0. Hasil estimasi model regresi
logistik di sajikan dalam tabel berikut.
Tabel 4.1.Hasil Estimasi Model Logistik
Variabel Koefisien Standar Wald Sig. Exp(B)
Error
Constant -1,492 1,325 1,268 ,260 ,225
Pendidikan (X1) ,225 ,154 2,136 ,144 1,252
Kesehatan (X2) 3,196 1,282 6,210 ,013 24,436
Status Perkawinan (X3) 1,682 1,694 ,986 ,321 5,378
Jumlah Tanggungan (X4) ,386 ,305 1,609 ,205 1,472
Jenis Kelamin (X5) -2,521 1,737 2,106 ,147 ,080
Pensiunan (X6) -5,929 2,112 7,881 ,005 ,003
Sumber : Data Primer, Diolah
Hasil estimasi model logit, dapat diungkapkan melalui persamaan berikut.
Ln [p/1-p] = -1,492 + 0,225 Pendidikann + 3,196 Kesehatan + 1,682 Status
Perkawinan + 0,386 Jumlah Tanggungan – 2,521 Jenis Kelamin – 5,929 Pensiunan.
Berdasarkan tabel di atas dari seluruh variabel pengamatan sesuai dengan
permasalahan dalam penelitian serta hipotesis yang akan dibuktikan kebenarnnya.
Adapun variabel yang dimaksud adalah pendidikan (X1), kesehatan (X2), status
perkawinan (X3), jumlah tanggungan (X4), jenis kelamin (X5), dan pensiunan (X6)
yang berpengaruh terhadap memilih pekerjaan pada sektor formal(Y) di Kota
Mataram. Berikut akan dilakukan pengujian hipotesis dan dilanjutkan dengan
intepretasi hasil estimasi.
Berdasarkan tabel 4.17 di atas dapat diungkapkan bahwa nilai statistik dari
masing-masing variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan pada α 5 persen

9
adalah kesehatan (X2 dan pensiunan (X6), dengan nilai Wald statistiknya untuk
kesehatan (X2 ) sebesar 6,210 (sig = 0,013 pensiunan (X6), sebesar 7,881
(sig=0,005). Dengan demikian bahwa yang mempengaruhi responden dalam
penelitian ini guna memutuskan untuk berpartisipasi dalam pasar kerja di Kota
Mataram ditentukan oleh kesehatan dan pensiunan.
Adapun pendidikan (X1), status perkawinan (X3), jumlah tanggungan (X4),
dan jenis kelamin (X5), adalah tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan
berpartisipasi dalam pasar kerja di Kota Mataram. Yang ditandai oleh nilai
statistiknya yang tidak signifikan pada α 5 persen, yaitu pendidikan (X1) sebesar
2,136(sig=0,144), status perkawinan (X3) sebesar 0, 986(sig=0,321), jumlah
tanggungan (X4) sebesar 1,609 (sig=0,205), dan jenis kelamin (X5) sebesar 2,106
(sig=0,147).

Dalam melakukan interpretasi koefisien-koefisien dalam model regresi logit


maka diaplikasikan dalam odd ratio (rasio kecenderungan). Rasio Odd ditulis sebagai
B atau Exp (B). Rasio Odd digunakan untuk mengetahui kecenderungan peluang
suatu variabel. Di sisi lain, nilai Rasio Odd (OR) setiap variabel digunakan untuk
menginterpertasikan hubungan variabel dependen dengan seluruh variabel
independen. Pengaruh dari masing-masing variabel tersebut dapat dideskripsikan
dengan melihat variabel bebasnya (Exp(B)), yaitu sebagai berikut.

1) Nilai OR variabel pendidikan adalah sebesar 1,252 bermakana bahwa setiap


kenaikan tingkat pendidikan akan menaikkan keputusan penduduk lansia
berpartisipasi dalam pasar kerja di kota Mataram sebesar 1,252 kali.
2) Nilai OR variabel kesehatan adalah sebesar 24,436 bermakana bahwa keputusan
penduduk lansia berpartisipasi dalam pasar kerja di kota Mataram dengan kondisi
sehat sebesar 24,436 kali dibandingkan dengan penduduk lansia yang tidak sehat.
3) Nilai OR variabel status perkawinan adalah sebesar 5,378 bermakna keputusan
penduduk lansia berpartisipasi dalam pasar kerja di kota Mataram dengan status

10
menikah sebesar 5,378 kali dibandingkan dengan yang tidak/belum menikah atau
janda dan duda.
4) Nilai OR variabel jumlah tanggungan adalah sebesar 1,472 bermakana bahwa
setiap kenaikan jumlah tanggungan akan menaikkan keputusan penduduk lansia
berpartisipasi dalam pasar kerja di kota Mataram sebesar 1,472 kali.
5) Nilai OR variabel jenis kelamin adalah sebesar 0,080 bermakana bahwa keputusan
penduduk lansia berpartisipasi dalam pasar kerja di kota Mataram dengan jenis
kelamin laki-laki sebesar 0,080 kali dibandingkan dengan penduduk lansia yang
berjenis kelamin perempuan.
6) Nilai OR variabel pensiunan adalah sebesar 0,003 bermakna bahwa keputusan
penduduk lansia berpartisipasi dalam pasar kerja di kota Mataram yang memiliki
pensiun sebesar 0,003 kali dibandingkan dengan penduduk lansia yang tidak
memiliki pensiun.
Dalam penelitian ini beberapa hal mendasar dapat diungkapakan bahwa
kondisi kesehatan lansia dan adanya jaminan hari tua atau pensiunan menjadi
pertimbangan yang utama dalam memutuskan berpartisipasi dalam pasar kerja di kota
Mataram, disamping variabel lain seperti pendidikan, status perkawinan, jumlah
tanggungan, dan jenis kelamin.

11
DAFTAR PUSTAKA

Arfida BR, 2003, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Ghalia Indonesia, Jakarta
Affandi, M.,2009 ,Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penduduk Lanjut Usia Memilih
Untuk Bekerja. Journal of Indonesian Applied Economics Vol. 3 No. 2,
Oktober , Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
Badan Pusat Statistik. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2013. Jakarta: BPS; 2014
Badan Pusat Statistik. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. Jakarta: BPS; 2015
Burhan Bungin, 2011, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta
Benyamin Davis, 2013, Menemukan Landas Pijak Bersama Bagi Penanganan Isu-Isu
Penuaan Penduduk, Yogyakarta
Bondan Sikoki, 2013, Penuaan Penduduk di Indonesia ; Tantangan ke Depan ,
Yogyakarta
Heryanah, 2015, Ageing Population dan Bonus Demografi Kedua Di Indonesia,
Jurnal Populasi Volume 23 Nomor 2
Gst. Ayu Arini, dkk, 2013. Analisis Kecenderungan Angkatan Kerja Terdidik Dalam
Memilih Jenis Pekerjaan Pada Pasar Kerja Utama (Sektor Formal) Di Kota
Mataram, Lembaga Penelitian Universitas Mataram
Mudrajad Kuncoro, 1997, Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan,
YKPN, Yogyakarta,
Mulyadi S, 2003, Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Pembangunan,
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Nazir, Moh, 1999, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta
Ni Kadek Andini, Desak Pt Eka Nilakusumawati, Made Susilawati, Faktor- faktor
Yang Mempengaruhi Penduduk Lanjut Usia Masih Bekerja,Jurnal Piramida
Vol. IX No.1, Juli 2013.
Ni Putu Rusmala Dewi K, I Kt. Sudibia, Pengaruh Variabel Sosial Demografi dan
Sosial Ekonomi Terhadap Partisipasi Kerja Penduduk Lanjut Usia, Jurnal EP
Unud, Vol. 3 No.6, Juni 2014
Rusli Said, 1982, Pengantar Ekonomi Kependudukan , LP3ES, Jakarta

12
Soekidjo N, 2009, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta,Jakarta
Sonny Sumarsono, 2009, Teori dan Kebijakan Publik Ekonomi Sumber Daya
Manusia, Graha Ilmu, Yogyakarta
Sudarwan Danim, 2004, Ekonomi Sumber Daya Manusia, CV Pustaka Setia,
Bandung
Sri Sultan Hamengku Buwono X, 2013, Penduduk Lanjut Usia Sebagai Aset, Bukan
Beban, Yogyakarta
Tiwi Setyawati, Analisis faktor sosial ekonomi dan demografi pekerja lanjut usia di
wilayah Jawa Tengah (studi kasus data sakernas 2007)
Wirakartakusumah, M. Djuhari, Hisar Sirait, dan Zainul Hidayat. 1996. Pelibatan
Penduduk Usia Lanjut dalam Keluarga. Jakarta: Lembaga Demografi Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia

13
14

Anda mungkin juga menyukai