Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam

kehidupannya untuk berinteraksi. Kehidupan manusia mengalami perkembangan

dengan periode yang berurutan, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa hingga

lansia dan mengukuti pola perkembangan dengan pasti. Setiap masa yang dilalui

merupakan tahap yang saling berkaitan dan tidak dapat diulang kembali. Hal-hal

yang terjadi di awal perkembangan individu sangat berpengaruh terhadap masa

yang akan datang. Salah satu tahap yang dilalui individu tersebut adalah masa tua

atau lanjut usia dan setiap manusia ingin memiliki kehidupan yang sejahtera,

bahagia, damai, dan menikmati masa tua bersama keluarga yang diimpikan.

Pada umumnya para lansia dirawat oleh keluarga atau anak-anak mereka,

tetapi dalam kehidupan manusia terkadang ada kondisi dimana para lansia

menjalani kehidupan sendiri tanpa bantuan orang lain, dengan berbagai sebab

misalnya mereka memang tidak memiliki saudara, dan sebab lain seperti saudara

atau keluarga tidak bisa merawat orang tuanya. Menjadi tua merupakan suatu hal

yang tidak dapat dihindari, seiring berjalannya waktu maka usia muda menjadi

semakin tua dan rentan sehingga membutuhkan tempat kasih sayang dari

lingkungana sekitar terutama dari keluarga.

Sebagai orang lanjut usia sering merasa hidupnya tidak berarti dan organ

tubuhnya tidak dapat berfungsi dengan baik seperti dahulu, namun dengan usia

1
yang sudah tua manusia memerlukan adanya ketentraman dalam menikmati usia

lanjut. Manusia yang sudah lanjut usia mengalami banyak perubahan baik secara

fisik maupun mental, khususnya kemunduran berbagai kemampuan yang pernah

dimiliki. Selain mengalami banyak perubahan dalam bentuk fisik, mereka juga

kehilangan peran diri dan kedudukan social yang telah dicapai sebelumnya

(Soejono, 2000:20).

Menurut World Health Organization (2019) lansia merupakan seseorang

yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada

manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Keadaan yang

sudah tidak muda lagi, membuat seorang lansia merasa cemas dan terpuruk akan

hari tuanya, sehingga dibutuhkan persiapan secara sosial dan psikologis untuk

menghadapi situasi baru seperti kehilangan pasangan, berpisah dengan keluarga,

tidak terpenuhinya tuntutan ekonomi, merasa kesepian dan kurangnya hubungan

antar keluarga dan rekan-rekan kerja. Masalah yang timbul ketika manusia sudah

menjadi lanjut usia yaitu keras kepala, pikun, bersikap kembali kemasa anak-anak,

bingung, kurang kreatif, sering merasa tersinggung dan merasa tidak dihargai

kembali. (Jurnal Keperawatan Soedirman/The Soedirman Journal of Nursing,

Volume 9, No.2, Juli 2014)

Keberadaan lansia di Indonesia bukan hanya menjadi tanggungjawab

pemerintah sebagai pelaksanaan disebuah Negara, melainkan keberadaan lansia

menjadi tanggungjawab keluarga sebagai lembaga primer. Keluarga merupakan

kelompok orang yang berhubungan darah atau perkawinan. Keluarga memiliki

peran penting dalam merawat dan membantu lansia untuk menjangkau sumber-

2
sumber yang ada dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun seiring

berjalannya zaman yang semakin modern dan tuntutan zaman yang semakin banyak

maka kebiasaan anak atau keluarga merawat orangtua yang sudah berusia lanjut

menjadi semakin berkurang.

Perubahan struktur didalam keluarga menyebabkan keluarga memandang

bahwa keberadaan lansia merupakan beban. Keluarga mengalami kesulitan untuk

melakukan pelayanan dalam memenuhi kebutuhan lansia dengan kondisi keluarga

yang memiliki kesibukan dengan masalahnya sendiri, sehingga kurang

memperhatikan dan memperdulikan keberadaan lansia serta kurangnya komunikasi

yang baik terhadap lansia. Karena ketidakberdayaan dan ketergantungan anggota

keluarga yang sudah lanjut usia kemudian dijadikan alasan keluarga untuk

menitipkan mereka ke panti-panti jompo bahkan diterlantarkan.

Masalah lanjut usia terlantar semakin hari semakin meningkat, mengingat

jumlah usia harapan hidup (UHH) di Indonesia semakin meningkat. Konsekuensi

dari meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia adalah terjadinya

peningkatan persentase penduduk lanjut usia atau lansia 60 tahun ke atas.

Persentase penduduk lansia Indonesia meningkat menjadi 9,78 persen di tahun

2020 dari 7,59 persen pada tahun 2010 berdasarkan hasil Sensus penduduk 2010.

Jumlah penduduk lansia di Indonesia berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik

tahun 2020 sebanyak 16,07 juta jiwa atau 5,95 persen. Kondisi ini menunjukkan

bahwa pada tahun 2020 berada dalam masa transisi menuju era ageing population

yaitu ketika persentase penduduk usia 60 tahun ke atas mencapai lebih dari 10

persen. (Badan Pusat Statistik, 2020).

3
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin

meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia

harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia terus

meningkat dari tahun ke tahun. Permasalahan lansia terlantar di Indonesia semakin

banyak seiring bertambahnya jumlah lansia. Lanjut usia mempunyai hak yang sama

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemerintah, masyarakat

dan keluarga bertanggungjawab atas terwujudnya upaya peningkatan kesejahteraan

sosial lanjut usia. (http://ejournal.billfath.ac.id/index.php/projustice/article/view/52)

Dengan banyaknya permasalahan penyandang masalah kesejahteraan sosial

yang terjadi dimasyarakat terutama bagi lanjut usia, pemerintah berupaya

mengeluarkan berbagai program untuk mengatasi permasalahan yang terjadi

dimasyarakat. Salah satu program yang diberikan yaitu program jaminan sosial.

Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan untuk menjamin agar

seluruh rakyat mendapat kebutuhan dasar yang layak. Berdasarkan Undang-

Undang No. 40 Th 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, setiap orang

berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang

layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia

yang sejahtera, adil dan makmur.

Masalah fisik, psikis dan sosial yang dialami para lanjut usia terlantar

memaksa pemerintah mengeluarkan program yang dianggap mampu untuk

mengatasi masalah lanjut usia terlantar salah satunya dengan program Jaminan

Sosial Lanjut Usia. Jaminan Sosial Lanjut Usia/JSLU menurut Eko Sriyanto(2008)

Peneliti dan Fasilitator Waterplant NGO Yogyakarta adalah program pemerintah

4
berupa perlindungan sosial bagi masyarakat khususnya bagi lanjut usia.

(http://puslit.kemsos.go.id/hasil-penelitian/46/evaluasi-program-jaminan-sosial-

lanjut-usia-(jslu)).

Dalam kehidupan bernegara, negara mempunyai tanggung jawab memberi

perlindungan sosial kepada warga negaranya, terutama kepada lanjut usia yang

terlantar. Mereka sangat membutuhkan perlindungan sosial karena keterbatasan

yang dimilikinya, seperti yang tercantum dalam amanat pada Pancasila dan Undang

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berisi tentang negara

mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan

memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia serta mewujudkan kehidupan layak dan bermartabat untuk

memenuhi hak atas kebutuhan dasar warga demi tercapainya kesejahteraan sosial.

(UU No 11 Tahun 2011, tentang Kesejahteraan Sosial)

Pada pasal 9 Undang Undang Dasar Nomor 11 Tahun 2009 tentang

Kesejahteraan Sosial juga telah menjelaskan bahwa dalam jaminan sosial

pemerintah menjamin kebutuhan dasar penyandang masalah kesejahteraan sosial

dengan berupa asuransi kesejahteraan sosial dan bantuan langsung berkelanjutan

serta tunjangan berkelanjutan. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial berupa

rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial dan perlindungan sosial.

Kesejahteraan sosial merupakan salah satu tujuan hidup pada setiap manusia yang

diperoleh dari terpenuhinya seluruh kebutuhan hidup dalam kehidupan sekitar.

Kesejahteraan lansia telah ditekankan dalam UU No. 13 Tahun 1998 bahwa

lanjut usia memiliki hak dan kewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan sosial

5
yang meliputi pelayanan keagamaan dan mental spiritual, pelayanan kesehatan,

pelayanan kesempatan kerja, pelayanan pendidikan dan pelatihan, kemudahan

dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum, kemudahan dalam

layanan dan bantuan hukum, perlindungan sosial, dan bantuan sosial. Kesejahteraan

sosial usia lanjut merupakan suatu tindakan sebagai upaya untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan bagi masyarakat, khususnya para lanjut usia yang tidak dapat

menjalankan fungsi sosialnya yaitu dengan pelayanan bantuan dan penyantunan.

Dengan demikian maka diharapkan para lansia dapat meningkatkan kesejahteraan

mereka sehingga mereka mampu hidup dengan layak.

Pemerintah, masyarakat dan pihak swasta berusaha untuk memberikan

kemudahan pelayanan bagi lansia agar dapat mewujudkan dan menikmati taraf

hidup layak dan aman yang telah dilakukan baik melalui kegiatan dipanti maupun

non panti. Jenis pelayanan yang diberikan melalui panti yaitu pemberian tempat

tinggal, jaminan hidup seperti makanan, pakaian, pemeliharaan kesehatan,

bimbingan sosial, pengisisan waktu luang seperti rekreasi dan mental spiritual

keagamaan (Depsos RI, 2009).

Pelayanan melalui panti khusus diperuntukan bagi lansia yang tidak

memiliki keluarga atau mengalami keterlantaran. Sedangkan jenis pelayanan yang

diberikan melalui kegiatan non panti yaitu home care, bimbingan sosial dan

keterampilan, bantuan KUBE (Depsos RI, 2009). Pelayanan non panti diperuntukan

bagi mereka yang masih berada dilingkungan keluarga dan masyarakat tetapi pada

kenyataannya aksesbilitasi pelayanan sosial ditingkat desa atau kota belum merata.

6
Panti wreda atau panti jompo adalah unit pelaksanaan teknis kegiatan

pelayanan social kepada lansia untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka secara

layak melalui pemberian penampungan yaitu penempatan lansia didalamnya,

jaminan hidup seperti makanan dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian

waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan social, mental, serta agama, sehingga

mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin.

(Derektorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial dan Direktorat Bina

Pelayanan Sosial Lanjut Usia, 2004).

Panti Wreda sebagai tempat dimana berkumpulnya orang-orang lanjut usia

yang baik sukarela ataupun diserahkan keluarga untuk diurus segala keperluannya.

Pelayanan yang diberikan oleh panti Wreda kepada lansia dengan berbagai program

yang ada memiliki tujuan akhir yaitu meningkatkan keberfungsian sosial lansia dan

terwujudnya kesejahteraan lansia yang berpengaruh terhadap kemampuan lansia

untuk melewati masa tuanya tanpa adanya rasa beban maupun rasa bersalah karena

kurangnya pendampingan dari keluarga. (SCHOULID: Indonesian Journal of

School Counseling Open Access. Journal:https://jurnal.iicet.org/index.php/schoulid)

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti ingin melakukan

penelitian tentang pelaksanaan jaminan sosial bagi pemenuhan kesejahteraan sosial

yang ditujukan untuk para lansia agar masa tuanya menjadi masa yang

menyenangkan dan bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain yaitu dengan

penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Jaminan Sosial dalam pemenuhan

Kesejahteraan Sosial Lansia di Panti Wreda Perandan Padudan Gereja Kristen Jawa

Gondokusuman, Yogyakarta”.

7
B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang telah difokuskan sebelumnya, guna memfokuskan topik

penelitian maka permasalahan yang dapat di rumuskan “Bagaimana pelaksanaan

jaminan sosial dalam pemenuhan kesejahteraan sosial lansia di Panti Wreda

Perandan Padudan Gereja Kristen Jawa Gondokusuman?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.Tujuan

a. Untuk mengetahui pelaksanan jaminan sosial bagi pemenuhan kesejahteraan

sosial lansia di Panti Wreda Perandan Padudan Gereja Kristen Jawa

Gondokusuman Yogyakarta

b. Untuk mengetahui hambatan pelaksanaan jaminan sosial bagi pemenuhan

kesejahteraan sosial lansia di Panti Wreda Perandan Padudan Gereja Kristen

Jawa Gondokusuman Yogyakarta.

2. Manfaat

a. Manfaat akademis

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk menambah

ilmu pengetahuan.

2) Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang

berkaitan dengan kesejahteraan sosial lansia.

8
b. Manfaat Praktis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pemahaman

bagi semua pihak atau lembaga terkait dalam mengatasi masalah

kesejahteraan sosial lansia.

2) Bagi peneliti dapat memberikan pengalaman berpikir ilmiah melalui

penyusunan dan penulisan skripsi, sehingga menambah pengetahuan,

pengalaman dan wawasan dalam hal ilmu kesejahteraan sosial.

D. KERANGKA TEORI

Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (1989:46) dalam Metode Penelitian

Sosial mengatakan teori adalah serangkaian asumsi, konsep, kontras, defenisi dan

preposisi untuk menerangkan suatu fenomena secara sistematis dengan cara

merumuskan hubungan antar konsep. Teori ini menjadi landasan agar penelitian

mempunyai dasar yang kokoh.

Adapun yang menjadi kerangka teori dari penelitian adalah sebagai berikut;

1. Jaminan sosial

Jaminan Sosial berasal dari kata sosial dan security. Kata sosial

menunjuk pada istilah masyarakat atau orang banyak (society), sedangkan

security diambil dari Bahasa latin “securus” yang bermakna “se” (pembebasan

atau liberation) dan “curus” yang berati kesulitan (Soendoro Emir, 2009:21).

Dengan demikian, arti dari jaminan sosial secara harfiah adalah pembebasan

kesulitan masyarakat atau upaya untuk membebaskan masyarakat dari kesulitan.

Jaminan sosial (social security) dapat didefinisikan sebagai sistem pemberian

9
uang dan/atau pelayanan sosial guna melindungi seseorang dari resiko tidak

memiliki atau kehilangan pendapatan akibat kecelakaan, kecacatan, sakit,

menganggur, kehamilan, masa tua, dan kematian.

Jaminan Sosial dalam “The World Bank Researcher Observer (1991),

Jaminan sosial atau social security” dapat didefinisikan secara luas sebagai

tindakan publik, termasuk yang dilakukan oleh masyarakat, untuk melindungi

kaum miskin dan lemah dari perubahan yang merugikan dalam standar hidup,

sehingga mereka memiliki standar hidup yang dapat diterima.

Kenneth Thomson (1980:60) menyatakan jaminan sosial sebagai

perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk

resiko-resiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin,

untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat

mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk

memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi

ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan

keluarga dan anak.

Suharto (2001:29-35, 2002:20) menjelaskan jaminan sosial sebagai aksi

secara kolektif merujuk pada ide freternity yang memandang bahwa usaha

kesejahteraan sosial merupakan tanggung jawab bersama (anggota masyarakat).

Jaminan sosial yakni ialah bentuk solidaritas sosial kepada anggota masyarakat,

terutama kelompok yang lemah. Jaminan sosial dalam penelitian Friendlander

(1980:45) merupakan suatu proses perlindungan yang disediakan bagi

masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya kesukaran hidup seperti sakit,

10
mengganggur, ketergantungan karena usia lanjut, kecelakaan kerja, cacat yang

tidak dapat diatasi oleh kemampuan dirinya atau keluarganya

Pengertian jaminian sosial menurut Undang-Undang No.6 Tahun 1974

tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial adalah sebagai perwujudan dari

sekuritas sosial adalah seluruh sistem perlindungan dan pemeliharaan

kesejahteraan sosial bagi warga negara yang diselenggarakan oleh pemerintah

dan atau masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial. Sedangkan

dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional, jaminan sosial merupakan salah satu bentuk

perlindungan sosial dengan tujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat

memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

a. Dasar Hukum

1) UUD 1945 dan perubahannya tahun 2002, pasal 5, pasal 20, pasal 28 dan

pasal 34.

2) Deklarasi HAM PBB atau Universal Declaration of Human Rights tahun

1948 dan konvensi ILO No.102 tahun 1952.

3) TAP MPR RI no X/MPR/2001 yang menugaskan kepada presiden RI

untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional.

4) UU No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

5) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial

11
b. Tiga pilar penyelenggaraan jaminan sosial

1) Pilar bantuan sosial, (social assistance) bagi mereka yang miskin dan tidak

mampu, atau tidak memiliki penghasilan tetap yang memadai untuk

memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Dalam prakteknya, bantuan

sosial ini diwujudkan dengan bantuan iuran oleh pemerintah agar mereka

yang miskin dan tidak mampu dapat tetap menjadi peserta sistem jaminan

sosial nasional.

2) Pilar asuransi sosial, yang merupakan suatu sistem asuransi yang wajib

diikuti bagi semua penduduk yang mempunyai penghasilan (di atas garis

kemiskinan) dengan membayar iuran yang proporsional terhadap

penghasilan atau upahnya. Pilar bantuan sosial dan asuransi sosial ini,

merupakan pondasi sistem jaminan sosial nasional untuk memenuhi

kebutuhan dasar hidup layak, yang harus diikuti dan diterima oleh seluruh

rakyat (pilar jaminan sosial publik).

3) Pilar tambahan atau suplemen bagi mereka yang menginginkan jaminan

yang lebih besar dari jaminan kebutuhan standar hidup yang layak dan

mereka mampu membeli jaminan tersebut

c. Asas Jaminan Sosial

1) Asas kemanusiaan merupakan asas yang terkait dengan penghargaan

terhadap martabat manusia.

2) Asas manfaat merupakan asas yang bersifat operasional menggambarkan

pengelolaan yang efisien dan efektif.

3) Asas keadilan sosial merupakan asas yang bersifat ideal.

12
Dari gambaran pemahaman tentang jaminan sosial yang dikemukakan diatas,

maka dapat dipahami bahwa inti dari konsep jaminan sosial adalah memberikan

perlindungan bagi kaum miskin dan lemah untuk menghindari peristiwa-

peristiwa yang dapat mengakibatkan terjadinya kesukaran hidup seperti sakit,

kecacatan, ketergantungan lanjut usia, sehingga jaminan sosial dapat memenuhi

standar kebutuhan hidup manusia.

2. Kesejahteraan Sosial

a. Pengertian Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai

tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan

masyarakat yang lebih baik. Menurut Wilensky dan Lebeaux (1965:138)

kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisasi dari pelayanan-

pelayanan dan lembaga-lembaga sosial, yang dirancang untuk membantu

individu-individu dan kelompok-kelompok agar mencapai tingkat hidup

dankesehatan yang memuaskan. Maksudnya agar tercipta hubungan-

hubungan personal dan sosial yang memberi kesempatan kepada individu-

individu pengembangan kemampuan-kemampuan mereka seluas-luasnya dan

meningkatkan kesejahteraan mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan

masyarakat.

Friedlander (dalam Adi Fahrudin, 2012:9) menyebutkan bahwa

kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari pelayanan

pelayanan sosial dan institusi-institusi yang dirancang untuk membantu

individu dan kelompok guna mencapai standar hidup dan kesehatan yang

13
memadai dan relasi-relasi personal dan sosial sehingga memungkinkan

mereka dapat mengembangkan kemampuan dan kesejahteraan sepenuhnya

selaras dengan kebutuhan kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009 pasal 1

tentang Kesejahteraan Sosial dinyatakan kesejahteraan sosial adalah kondisi

terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar

dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat

melaksanakan fungsi sosialnya. Suharto (2009:154) menjelaskan

kesejahteraan sosial kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan

sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,

sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

James Midgley (1997:5) mengatakan kesejahteraan sosial merupakan

suatu kondisi yang harus memenuhi tiga syarat utama :

1) Ketika masalah sosial dapat dimenej atau di rencanakan dengan baik, kaya

atau miskin pasti akan menghadapi suatu masalah tetapi memiliki

kemampuan yang berbeda dalam menghadapi masalah terbut.

Kesejahteraannya tergantung kepada kemampuan dalam menghadapi dan

menyelesaikan setiap masalah.

2) Ketika kebutuhan terpenuhi, tidak hanya dalam bidang ekonomi tetapi

menyangkut keamanan, kesehatan, pendidikan, keharmonisan dalam

pergaulan, dan kebutuhan non-ekonomi lainnya.

3) Ketika peluang-peluang sosial terbuka secara maksimal dengan adanya

program pendidikan dari pemerintah maupun menciptakan sistem sosial

14
yang mendukung bagi setiap warganya untuk memperoleh apa yang

diinginkan.

Berdasarkan definisi diatas, maka kesejahteraan sosial merupakan keadaan

untuk memenuhi semua kebutuhan dari mulai material dan spiritual sehingga

dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik dan layak tanpa adanya

halangan apapun. Fungsi sosial tersebut dapat juga berupa sosialisasinya serta

mobilitas dalam kesehariannya.

b. Tujuan Kesejahteraan Sosial

Tujuan kesejahteraan sosial yaitu untuk menjamin kebutuhan manusia,

standar kesehatan dan kondisi kehidupan yang layak, mendapatkan

kesempatan-kesempatan dengan warga negara lainnya, peningkatan derajat

harga diri setinggi mungkin, kebebasan berfikir dan melakukan kegiatan

tanpa gangguan sesuai dengan hak-hak azasi seperti yang dimiliki sesamanya

Friendlander (dalam Sumarnonugroho, 1994:31).

Schneiderman (dalam Fahrudin, 2012:10) mengemukakan tiga tujuan

utama dari sistem kesejahteraan sosial yang sampai tingkat tertentu tercermin

dalam semua program kesejahteraan adalah sebagai berikut :

1) Untuk mencapai kehidupan yg sejahtera dalam arti tercapainya standar

kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan

relasi-relasi sosial yang harmonis dengan lingkungannya.

2) Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan

masyarakat di lingkungannya, misalnya dengan menggali sumber-

15
sumber, meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang

memuaskan.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan

Sosial, penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan untuk :

1) Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan kelangsungan hidup.

2) Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan

menangani masalah kesejahteraan sosial.

3) Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia

usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan

berkelanjutan.

4) Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian.

5) Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan

masyarakat untuk meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang

memuaskan.

6) Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

c. Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial memiliki fungsi yang berkaitan dengan penyesuaian

sosial dan relasi sosial sehingga diharapkan peranan-peranan sosial yang

terganggu dapat kembali sesuai dengan apa yang diinginkan dan keberfungsian

sosial masyarakat dapat kembali normal.

Friedlander dan Apte (dalam Fahrudin, 2012:12) mengatakn fungsi-

kesejahteraan sosial adalah sebagai berikut:

16
1) Fungsi Pencegahan (preventive) kesejahteraan sosial ditujukan untuk

memperkuat individu, keluarga, dan masyarakat supaya terhindar dari

masalah-masalah sosial baru.

2) Fungsi penyembuhan (curative) kesejahteraan sosial ditujukan untuk

menghilangkan kondisi-kondisi ketidakmampuan fisik, emosional, dan

sosial agar orang yang mengalami masalah tersebut daapat berfungsi

kembali secara wajar dalam masyarakat.

3) Fungsi Pengembangan (development) kesejahteraan sosial berfungsi untuk

memberikan sumbangan langsung ataupun tidak langsung dalam proses

pembangunan atau pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial

dalam masyarakat.

4) Fungsi Penunjang (supportive) mencakup kegiatan-kegiatan untuk

membantu mencapai tujuan sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan

sosial. Fungsi kesejahteraan sosial ini dapat di terapkan dalam praktik

pekerja sosial profesional dan dalam pemecahan masalah penyandang

disabilitas yang tidak dapat terlaksana kemandiriannya, upaya untuk

memenuhi kemandirian penyandang disabilitas pihak lembaga yang terkait

perlu untuk terlibat dalam memecahkan masalah tersebut.

3. Lanjut Usia

a. Pengertian Lanjut Usia

UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan Lansia berbunyi bahwa usia

lanjut atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60

17
tahun. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu

suatu periode dimana seseorang telah ”beranjak jauh” dari periode dahulu

yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat.

Bila seseorang yang sudah beranjak jauh dari periode hidupnya yang

terdahulu, ia sering melihat masa lalunya, biasanya dengan penuh penyesalan,

dan cenderung ingin hidup pada masa sekarang, mencoba mengabaikan masa

depan sedapat mungkin.

Lansia Menurut World Health Organization (2019:6) adalah seseorang

yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang

dikategorikan lansia ini mengalami suatu proses penuaan. Proses penuaan

adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya

berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh

terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.

Perubahan tersebut pada umumnya berpengaruh pada kemunduran kesehatan

fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada aktivitas

kehidupan sehari hari.

Tamher (2009:46) menyatakan lansia merupakan seseorang yang berusia

60 tahun keatas baik pria maupun wanita, yang masih aktif beraktivitas dan

bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri

sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi dirinya. Secara

umum seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke

atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu

18
proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk

beradaptasi dengan stress lingkungan.

Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah

melalaui tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonates, toodler, pra school,

school, remaja, dewasa, dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai baik secara

biologis maupun psikologis (Padila, 2013 : 97). Usia lanjut sering dikatakan

sebagai fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang dimulai dengan

adanya perubahan dalam hidup sebagaimana diketahui, ketika manusia

mencapai usia dewasa, mereka mempunyai kemampuan resproduksi dan

melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan

tugas dan fungsi ini, dan semakin selanjutnya usia lanjut kemudian mati.

b. Kriteria Lansia

Usia yang dijadikan patokan untuk Lanjut Usia berbeda-beda, umumnya

berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia

lansia adalah sebagai berikut:

1) World Health Organization (2013), yaitu:

a) Usia Pertengahan, mulai dari usia 45 sampai 59 tahun;

b) Usia lanjut, antara 60-70 tahun;

c) Usia lanjut Tua, antara 75-90 tahun; dan

d) Usia sangat Tua, di atas 90 tahun

2) Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari :

a) Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun

b) Lansia ialan seseorang yang berusia 60 tahun lebih

19
c) Lansia resiko tinggi ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih

dengan masalah kesehatan

d) Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan

pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan baramg atau jasa

e) Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah

sehingga hidupnya bergantung pada bantuan oranglain.

3) Burnside (1979:98) memaparkan ada empat tahap lanjut usia, yakni :

a) Young old (usia 60 - 69 tahun).

b) Middle age old (usia 70 - 79 tahun).

c) Old-old (usia 80 - 89 tahun).

d) Very old-old (usia 90 tahun ke atas).

Untuk memenuhi hak lansia yang diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999

pasal 42, Hak Asasi Manusia yang menyatakan “bahwa setiap warga negara

berusia lanjut, cacat fisik, dan atau cacat mental berhak memperoleh

perawatan dan bantuan khusus atas biaya negara untuk menjamin kehidupan

yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa

percaya diri dan kemampuanberpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.

Hak lanjut usia dalam meningkatkan kesejahteraan sosial:

a) Pelayanan keagamaan dan mental spiritual;

b) Pelayanan kesehatan;

c) Pelayanan kesempatan kerja

d) Pelayanan pendidikan dan pelatihan;

e) Kemudahan penggunaan fasilitas, sarana, & prasaranan umum;

20
f) Kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum;

g) Perlindungan sosial;

h) serta bantuan sosial

c. Kebutuhan Hidup Lansia

Lansia juga mempunyai kebutuhan hidup seperti orang lain, agar hidup

dapat dipertahankan. Kebutuhan hidup seperti kebutuhan makanan yang

mengandung gizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin dan

sebagainya diperlukan oleh lansia agar dapat mandiri.

Kebutuhan orang lanjut usia menurut Argyo Demartoto (2007:33) dapat

dibagi menjadi 4 bagian, diantaranya yaitu:

1) Standar kehidupan dan tempat tinggal yang layak.

2) Hubungan sosial dan kegiatan di setiap waktu untuk mengatasi kesunyian.

3) Pemeliharaan kesehatan.

4) Pencegahan terhadap kerusakan yang menimpa kehidupan orang lanjut usia.

Sedangkan Maslow berpendapat dalam teori Hierarki Kebutuhan Maslow,

kebutuhan manusia meliputi:

1) Kebutuhan Fisik (Physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis

seperti pangan, sandang, papan.

2) Kebutuhan ketentraman (Safety needs) adalah kebutuhan akan rasa

keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batin seperti kebutuhan

akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian, dan sebagainya.

21
3) Kebutuhan Sosial (Social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat

atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi,

profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobi, dan sebagainya.

4) Kebutuhan harga diri (Esteem needs) adalah kebutuhan akan harga

diri untuk diakui keberadaannya.

5) Kebutuhan aktualisasi diri (Self actualization needs) adalah kebutuhan

untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir

berdasarkan pengalamanya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan

berperan dalam kehidupan.

d. Masalah-masalah yang dihadapi lansia

Masalah yang pada umumnya dihadapi oleh lanjut usia dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

1) Masalah Ekonomi

Usia lanjut ditandai dengan menurunnya produktivitas kerja memasuki

masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Kondisi yang tidak

memungkinkan, berarti masa tua tidak produktif lagi dan berkurang atau

bahkan tiada penghasilan. Pada hal disisi lain, usia lanjut dihadapkan

kepada berbagai kebutuhan yang semakin meningkat, seperti kebutuhan

akan makanan yang bergii dan seimbang, pemeriksaan kesehatan secara

rutin.

2) Masalah Sosial

Memasuki masa tua ditandai dengan kekurangannya kontak sosial, baik

dengan anggota keluarga, anggota masyarakat maupun teman kerja sebagai

22
akibat terputusnya hubungan kerja karena pensiun. Disamping itu

kecendrungan meluasnya keluarga inti atau keluarga batih (nucleus family)

dari pada keluaga luas (extended family) juga akan mengurangi kontak

sosial usia lanjut.

Perubahan sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat

individualistik, berpengaruh bagi para usia lanjut yang kurang mendapatkan

perhatian, sehingga sering tersisih dari kehidupan masyarakat dan terlantar.

Kurangnya kontak sosial ini menimbulkan perasaan kesepian, murung. Hal

ini tidak sejalan dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang

dalam hidupnya selalu membutuhkan orang lain.

3) Masalah Kesehatan

Para usia lanjut terjadi kemunduran sel-sel karena proses penuaan yang

berakibat pada kelemahan organ, kemunduran fisik, timbulnya berbagai

macam penyakit terutama penyakit degeratif. Hal ini akan menimbulkan

masalah kesehatan, sosial dan membebani perekonomian baik

4) Masalah Psikologis

Masalah psikologis yang dihadapi usia lanjut pada umumnya meliputi,

kesepian, terasing dari lingkungan, ketidakberdayaan, perasaan tidak

berguna, kurang percaya diri, ketergantungan, keterlantaran terutama bagi

usia lanjut yang miskin. Kebutuhan psikologis merupakan kebutuhan akan

rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki serta akan rasa kasih

sayang, kebutuhan akan aktualisasi diri.

23
Kebutuhan akan rasa aman meliputi kebutuhan akan keselamatan, seperti

keamanan, kematapan, ketegantungan, perlindungan, terbebas dari rasa

takut, kecemasan. Keinginan untuk lebih dekat kepada Tuhan merupakan

kebutuhan usia lanjut. Proses menua yang sering tidak sesuai dengan

harapan tersebut, dirasakan sebagai beban mental yang cukup berat.

e. Faktor yang Mempengaruhi Lansia Tinggal di Panti Wreda

Semakin menua umur seseorang semakin ia membutuhkan tempat untuk

berlindung dan mendapatkan kasih sayang dari orang-orang terdekatnya

terutama keluarganya, tetapi pada kenyataannya banyak para lansia yang

malah tidak tinggal bersama keluarganya dan malah berada atau tinggal di

panti sosial atau panti jompo bahkan ada juga yang malah terlantar.

Rianto (2004:38) menjelaskan ada beberapa faktor-faktor penyebab

lansia tinggal di panti sosial atau panti jompo adalah:

1) Ketiadaan sanak keluarga, kerabat dan masyarkat lingkungan yang dapat

memberikan bantuan tempat tinggal dan penghidupan.

2) Kesulitan hubungan antara usia lanjut dengan keluarga di tempat selama

ia tinggal

3) Ketidakmampuan keuangan atau ekonomi dari keluarga untuk menjamin

penghidupan secara layak

4) Kehidupan penghidupannya tidak dapat dipenuhi melalui lapangan kerja

yang ada

5) Perbedaan nilai-nilai yang dianut antara para usia lanjut dengan generasi

muda yang mengakibatkan timbulnya keresahan para usia lanjut

24
6) Berkurangnya kesempatan keluarga untuk memberikan pelayanan

kepada usia lanjut.

4. Panti Wreda

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh penduduk lanjut usia

seperti lansia yang ditelantarkan oleh anaknya atau karena sudah tidak

memiliki keluarga maka pemerintah dan masyarakat telah berupaya

melaksanakan kebijakan dan program untuk kesejahteraaan lanjut usia dengan

mendirikan panti-panti wreda. Dalam mengatasi masalah lansia tentunya

memerlukan kerja sama antar pemerintah dan masyarakat, khususnya anggota

keluarga. Pemerintah berperan dalam usaha sosial untuk kesejahteraan sosial

lansia dengan mendirikan panti wreda dan jaminan sosial terhadap lansia.

Pelayanan ini berfungsi untuk memberikan perawatan kepada lansia yang tidak

mempunyai keluarga, keluarga tidak ingin terbebani, memiliki masalah dengan

keluarga dan sebagainya. (Tamher, 2009:15)

b. Pengertian Panti Wreda

Panti wreda merupakan rumah tempat memelihara dan merawat orang

jompo (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

1990:43). Pengertian ini sejalan dengan pendapat Rinawati dan Vembriarto

dalam Salamah (2005:17) bahwa panti wreda sebagai lembaga yang dapat

menggantikan keluarga dengan tujuan merawat dan mengurus para lansia

sehingga terjamin keselamatan, Kesehatan serta memberikan kenyamanan

dan ketenangan bagi lansia

25
Notoatmodjo (2007:108) menyatakan panti wreda merupakan suatu

wadah pelayanan bagi lanjut usia di masyarakat, dimana proses

pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintahan, non

pemerintahan, swasta, organisasi sosial dan sebagainya dengan menitik

beratkan pelayanan pada upaya preventif. Peneliti lain mengungkapkan

panti wreda merupakan salah satu lembaga yang bertujuan untuk

memberikan pelayanan sosial bagi lansia, meningkatkan taraf kesejahteraan

bagi lansia agar dapat menikmati hari tua dengan aman, tentram, sejahtera

lahir dan batin (Sri Salmah, 2010:63)

Panti wreda atau panti sosial sebagai unit pelaksana teknis di

lingkungan departemen sosial yang memberikan pelayanan kesejahteraan

sosial (Pasal 1 Kep. Mensos, No.22 Tahun 1995). Tugasnya adalah

memberikan pelayanan kesejahteraan sosial dan rehabilitasi sosial bagi

penyandang masalah kesejahteraan sosial sesuai dengan peraturan

perundang- undangan yang berlaku. Proses pelayanan lanjut usia dalam

panti adalah proses bantuan pertolongan, perlindungan, bimbingan,

santunan dan perawatan yang dilakukan secara sistematis, terarah, dan

terencana dalam panti yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

lanjut usia.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa panti wreda

merupakan tempat tinggal lansia baik didalam maupun diluar panti, dimana

lansia diberikan bimbingan dan perawatan agar mereka dapat terpenuhi

26
kebutuhannya dan dapat menikmati masa tuanya dengan penuh kenyamanan

dan bahagia, sehingga nantinya akan menciptakan kesejahteraan sosial bagi

lansia.

c. Tujuan Panti Wreda

Tujuan umum dari panti wreda menurut Depkes Republik Indonesia

(2003:8) adalah meningkatkan kesejahteraan lansia melalui kegiatan yang

mandiri dalam masyarakat. Sedangkan tujuan panti wreda secara khusus

yaitu:

1) Pusat pelayanan kesejahteraan lanjut usia (dalam memenuhi kebutuhan

pokok lansia).

2) Menyediakan suatu wadah berupa kompleks bangunan dan memberikan

kesempatan pula bagi lansia melakukan aktivitas-aktivitas sosial-rekreasi.

3) Bertujuan membuat lansia dapat menjalani proses penuaannya

dengan sehat dan mandiri.

Dari beberapa tujuan panti wreda diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan

panti wreda adalah untuk memenuhi kebutuhan lansia yang mencakup biologis,

psikologis, sosial dan spiritual serta terwujudnya kesejahteraan sosial lansia.

E. METODE PENELITIAN

Metode penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2018:213), adalah metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, yang digunakan untuk

meneliti pada kondisi ilmiah di mana peneliti sendiri adalah instrumennya, teknik

pengumpulan data dan di analisis yang bersifat kualitatif lebih menekan pada

27
makna. Pengertian metode penelitian lain dikemukakan oleh Moleong (2017:1),

bahwa penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena mengenai apa yang

dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,

secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Dalam melakukan pemilihan terhadap suatu metode penelitian, seorang

peneliti tidak lepas dari filosofi yang mendasarinya. Pengetahuan tentang filsafat

yang mendasari suatu metode penelitian akan berguna menuntun langkah yang

harus dilakukan secara konsisten. Langkah-langkah itu digunakan untuk mencari

sebuah kebenaran ilmu pengetahuan pada metode penelitian.

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskripti - kualitatif, karena penelitian

ini dipandang mampu menganalisa realita sosial secara mendetail. Metode

kualitatif dapat digunakan untuk menglaji, membuka, menggambarkan atau

menguraikan sesuatu dengan apa adanya. Boghdan dan Taylor yang

dikutip oleh Lexy J. Moleong(2007:4), menyatakan bahwa penelitian kualitatif

merupakan salah satu prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan

atau tulisan dan sikap orang-orang yang diamati, dengan tujuan untuk dapat

menggambarkan suatu fenomena sosial sebgai objek penelitian.

Adapun ciri-ciri pokok metode deskritif menurut Hadari Nawawi (1983 : 63-64)

adalah :

a) Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian

dilakukan atau maslah-masalah yang bersifat aktual.

28
b) Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana

adanya, diiringi dengan interprestasi rasional yang terkini.

2. Ruang Lingkup Penelitian

a. Objek penelitian

Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu

penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk

mendapatkan jawaban atau solusi dari permasalahan yang terjadi. Objek

penelitian ini terkait dengan Pelaksanaan Jaminan sosial terhadap pemenuhan

Kesejahteraan sosial lansia di Panti Wreda Perandan Padudan Gereja Kristen

Jawa Gondokusuman.

b. Definisi Konseptual

Definisi konseptual menurut Singarimbun dan Effendi (2001:121), adalah

pemahaman dari sebuah konsep yang digunakan sehingga memudahkan

peneliti dalam mengoperasikan kosep tersebut di lapangan. Adapun kosep

yang dimaksud sebagai berikut:

1) Jaminan sosial

Jaminan sosial merupakan perlindungan yang disediakan oleh pemerintah,

organisasi ataupu masyarakat kepada penyandang masalah kesejahteraan

sosial dalam bentuk program asuransi sosial, pelayanan sosial dan bantual

sosial dengan tujuan penerima jaminan sosial adalah pihak-pihak yang

mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhannya.

29
2) Kesejahteraan sosial

Kesejahteraan sosial diartikan sebagai suatu kondisi masyarakat yang

sejahtera, yaitu sebuah keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup minimal

kebutuhan dasar yang mencakup seperti sandang, pangan, papan,

pendidikan, dan kesehatan yang diberikan oleh instansi pemerintah

maupun swasta dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan yang

dihadapi oleh penyandang masalah kesejahteraan sosial.

Kesejahteraan sosial lansia merupakan erpenuhinya kebutuhan

seseorang tidak hanya bergantung dengan kekayaan ataupun

bergelimpangnya harta tapi ketika seseorang itu mempunyai suatu masalah

dalam hidupnya dan ia mampu menyelesaikan masalah itu dengan baik,

ketika seseorang itu nyaman dan tentram berada dilingkungan yang rasa

sosial dan solidaritasnya baik, serta sehat jasmani, dan rohani.

3) Lansia

Lanjut usia didefinisikan sebagai penurunan, kelemahan, meningkatnya

kerentanan terhadap berbagai penyakit dan perubahan lingkungan,

hilangnya mobilitas dan ketangkasan, serta perubahan fisiologis yang

terkait dengan usia.

4) Panti wreda

Panti wreda merupakan suatu tempat untuk menampung lansia dan jompo

terlantar dengan memberikan pelayanan sehingga mereka merasa aman,

tentram senang tiada perasaan gelisah maupun khawatir dalam

menghadapi usia tua.

30
c. Definisi Operasional

Definisi operasional menurut Masri Singarimbun dan Sofian Efendi

(1995:45) merupakan operasionalisasi dari konsep-konsep yang akan

digunakan, sehinggga memudahkan untuk mengaplikasikannya dilapangan.

Dengan demikian maka definisi operasional pelaksanaan jaminan sosial

dalam pemenuhan kesejahteraan lansia di panti wreda perandan padudan

Gereja Kristen Jawa Gondokusuman adalah :

1. Bantuan sosial, (social assistance) diwujudkan dengan bantuan iuran oleh

pemerintah bagi mereka yang miskin dan tidak mampu, untuk memenuhi

kebutuhan dasar hidup yang layak meliputi:

a. Perlindungan sosial

b. Bantuan sosial

2. Asuransi sosial, yang wajib diikuti bagi semua penduduk yang mempunyai

penghasilan dengan membayar iuran untuk memenuhi kebutuhan dasar

hidup layak, meliputi pelayanan kesehatan

3. Tambahan atau suplemen merupakan jaminan kebutuhan standar hidup

yang layak meliputi:

a. pelayanan keagamaan

b. pelayanan kesempatan kerja

c. pelayanan pendidikan dan pelatihan

d. kemudahan penggunaan fasilitas sarana dan prasarana

e. kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum

31
3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2016:26), memberi batasan

subjek penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk variabel

penelitian melekat, dan yang di permasalahkan. Dalam sebuah penelitian, subjek

penelitian mempunyai peran yang sangat strategis karena pada subjek penelitian,

itulah data tentang variabel yang penelitian amati. Pada penelitian kualitatif

responden atau subjek penelitian disebut dengan istilah informan, yaitu orang

memberi informasi tentang data yang diinginkan peneliti berkaitan dengan

penelitian yang sedang dilaksanakan.

Dalam penelitian ini subjek yang peneliti gunakan yaitu:

a. Ketua dan pengurus Panti Wreda Perandan Padudan Gereja Kristen Jawa

Gondokusuman sejumlah 3 orang

b. Pengasuh lansia yang membantu melayani dan mendampingi lansia di Panti

Wreda Perandan Padudan Gereja Kristen Jawa Gondokusuman sejumlah 1

orang

c. Lansia yang ada di Panti Wreda Perandan Padudan Gereja Kristen Jawa

Gondokusuman sejumlah 3 orang

Subjek penelitian yang diambil adalah ketua dan pengurus panti wreda,

pengasuh serta para lansia yang ada di panti wreda. Alasan peneliti mengambil

beberapa subjek yang berbeda, diharapkan dapat menjawab apa yang menjadi

harapan peneliti yaitu tentang “Pelaksanaan Jaminan Sosial terhadap Pemenuhan

Kesejahteraan Sosial Lansia di Panti Wreda Perandan Padudan Gereja Kristen

Jawa Gondokusuman”.

32
4. Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan salah satu komponen terpenting dalam penelitian, maka

tanpa data, analisis tidak dapat dilakukan dan tujuan penelitianpun tidak dapat

dicapai. Pada penelitian ini, ada beberapa teknik pengumpulan data yang

diperlukan, dimana masing masing teknik pengumpulan data bersifat saling

melengkapi satu sama lain. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu

sebagai berikut:

a. Observasi

Sutrisno Hadi (1990:136), mengatakan bahwa observasi merupakan suatu

pengamatan dan pencatatatn langsung dengan sistematis mengenai fenomena-

fenomena yang diselidiki, metode ini berguna untuk mengamati secara

langsung dan mengerti keadaan sebenarnya. Sedangkan Hadari Nawawi

(1983:100) mengatakan observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang

dilakukan dengan melihat fenomena-fenomena yang terjadi disekitar kita,

terutama yang terjadi dengan menggunakan alat indera dan langsung ketempat

peneliti yang diharapkan.

Dalam kaitannya dengan observasi pada penelitian ini digunakan metode

pengumpulan data yang dilakukan mulai bulan Desember 2021 – Februari

2022 dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan. Dalam hal ini

peneliti melakukan pengamatan langsung kepada para lansia panti wreda

Perandan Padudan Gereja Kristen Jawa Gondokusuman. Pengamatan

dilakukan untuk mengetahui Pelaksanaan Jaminan Sosial terhadap Pemenuhan

33
Kesejahteraan Sosial Lansia di Panti Wreda Perandan Padudan Gereja Kristen

Jawa Gondokusuman.

b. Wawancara

Budiyono (2003:51), mengatakan bahwa metode wawancara atau

interview yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan

antara peneliti atau orang yang ditugasi dengan subyek penelitian atau

responden atau sumber data. Dalam hal ini peneliti menggunakan percakapan

sedemikian hingga yang diwawancara bersedia terbuka mengeluarkan

pendapatnya. Biasanya yang diminta bukan kemampuan tetapi informasi

mengenai sesuatu.

Wawancara dilakukan untuk membina kedekatan dengan informan dengan

cara menyapa dan mengajak cerita lansia dalam melakukan kegiatan sehari-

hari di panti yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan serta

pengalaman dalam menjalani kehidupan, setelah itu baru masuk pada fokus

penelitian. Kendala yang dialami oleh peneliti ketika melakukan wawancara

dengan para lansia, karena dari 3 orang lansia ada 1 lansia yang memiliki

pendengaran yang kurang akibat faktor usia sehingga harus diulang-ulang

hingga lansia tersebut menangkap apa yang ditanyakan oleh peneliti namun

untuk menyikapi hal tersebut peneliti melakukan pendekatan kepada ibu Rita

sebagai pengasuh lansia di panti wreda untuk membantu menyampaikan

maksud dari pertanyaan penelitian.

Dalam pelaksanaan wawancara dengan lansia hanya dilakukan sekali

karena keadaan covid-19 meskipun sudah melakukan tes swab pcr dan

34
mematuhi protokol kesehatan, namun untuk menghindari resiko terhadap

kerentanan lansia maka peneliti mengikuti peraturan yang sudah disepakati

bersama dalam pertemuan awal dengan pengurus panti wreda. Kemudian untuk

mendukung keberhasilan wawancara peneliti menggunakan peralatan tulis

untuk mencatat informasi dan handphone sebagai alat untuk merekam

wawancara dengan informan. Hal ini bertujuan agar informasi yang telah

diberikan tidak muda hilang dan dapat dibaca atau didengar kembali.

c. Dokumentasi

Dokumentasi menurut Sugiyono (2015:329), adalah sebuah cara untuk

memperoleh informasi dan data dalam bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan

angka dan gambar yang berupa laporan serta keterangan yang bisa mendukung

sebuah penelitian. Pada intinya metode ini merupakan metode yang digunakan

untuk menelusuri data histori sehiingga dengan demikian pada penelitian ini

dokumentasi dalam penelitian memegang peranan penting. Pengumpulan data

melalui dokumentasi diambil dari berbagai macam pihak baik dari dokumen

buku dan dokumen yang ada di kantor Gereja Kristen Jawa dan di Panti Wreda

Perandan Padudan GKJ Gondokusuman serta foto-foto kegiatan yang

dilakukan di panti wreda.

d. Studi literatur

Studi Literatur adalah salah satu teknik yang dapat digunakan dalam

melaksanakan sebuah penelitian. Sumber yang saya gunakan berasal dari jurnal

dan media internet.

35
5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan teknik dalam memeriksa dan menganalisis

data sehingga menghasilkan data yang akurat dan benar-benar dapat dipercaya.

Moleong (2001:67), menyatakan analisis data adalah proses pengorganisasian dan

pengurutan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian sehingga dapat

ditemukan tema-temanya. Miles dan Huberman (1984:19), menyatakan aktivitas

analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlansung secara terus

menerus. Aktivitas ini dimulai dari reduksi data (data reduction), penyajian data

(data display), serta penarikan kesimpulan (conclusion drawing) dan verifikasi

(verification).

a. Data Reduction (reduksi data) adalah merangkum, memilih hal-hal yang

pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

b. Data display (penyajian data), penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya.

c. Penarikan kesimpulan. Kesimpulan pertama bersifat sementara, dan

akan berubah bila tidak ditemukan bukti yang mendukung.

36
BAB II

DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

A. LETAK GEOGRAFIS

Panti Wreda Perandan Padudan Gereja Kristen Jawa (GKJ) beralamat di Klitren Lor

GK 3/450, Kelurahan Klitren, Kemantren Gondokusuman, D.I Yogyakarta.

B. SEJARAH SINGKAT PANTI WREDA PERANDAN PADUDAN GEREJA

KRISTEN JAWA (GKJ)

Panti wreda Perandan Padudan berdiri pada tahun 1943, sebagaimana diketahui

oleh sebagian orang di Yogyakarta pada waktu penjajahan zaman Jepang tidak

sedikit warga jemaat Gereja Kristen Jawa atau GKJ Gondokusuman yang menjadi

janda karena suami mereka di tangkap oleh tentara Jepang dan dipekerjakan sebagai

Romusha/kerja paksa dan tidak pernah kembali lagi, sehingga Gereja Kristen Jawa

Gondokusuman Yogyakarta dalam rangka mewujudkan layanan kasih maka

mendirikan rumah penampungan bagi janda yang sudah lanjut usia dan tidak

mempunyai keluarga. Panti Wreda Perandan Padudan GKJ Gondokusuman ini

berada di tengah kota Yogyakarta, dibawah naungan Gereja Kristen Jawa

Gondokosuman. Lokasi panti ini berada di belakang GKJ Gondokusuman dan

berdekatan dengan rumah Pendeta GKJ Gondokusuman.

Berdasarkan akta notaris Gideon Haryo Adhi, S. H. nomor : 14 tanggal 09 Juli

2007 “Rumah Penampungan” tersebut diatas menjadi Panti yang bernama “Panti

Wreda Perandan Padudan” yang memiliki arti janda dan duda. Panti wreda perandan

37
padudan ini beralamat di Klitren Lor GK III/450 Yogyakarta. Panti wreda ini

merupakan panti yang melayani dua gender (pria dan wanita), namun karena warga

panti pria dan wanita bukan satu keluarga dan dapat menimbulkan hal-hal yang tidak

diinginkan maka di ambil kebijakan bahwa panti wreda perandan padudan hanya

menampung lansia janda, kendati nama yang melekat belum di ubah dengan harapan

suatu saat Gereja dapat mendirikan Panti Wreda yang di khususkan untuk lansia pria.

Panti Wreda Perandan Padudan GKJ Gondokusuman ini milik Gereja Kristen

Jawa Gondokusuman, dimana keberadaannya berada dibawah naungan bidang

diakonia komisi Panti Wreda Perandan Padudan. Dengan harapan warga jemaat yang

telah lanjut usia sekalipun tidak memiliki keluarga namun tetap hidup layak dan

sejahtera menikmati karunia Tuhan melalui layanan kasih dari Gereja Kristen Jawa

Gondokusuman Yogyakarta.

Panti Wreda Perandan Padudan Gondokusuman merupakan lembaga yang

bergerak dalam bidang sosial, sehingga Panti Wreda Perandan Padudan GKJ

Gondokusuman memiliki tanggung jawab dalam memberikan pelayanan

kesejahteraan bagi para lanjut usia. Panti Wreda Perandan Padudan GKJ

Gondokusuman Yogyakarta sebagai Unit Teknis Pelaksana Daerah Sesuai dengan

Peraturan Daerah Nomor: 6 Tahun 2008 Peraturan Gubernur Daerah Istimewa

Yogyakarta Nomor 44 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas dan

Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Provinsi DIY, yang memberikan pelayanan

kesejahteraan kepada lanjut usia.

38
C. VISI DAN MISI PANTI WREDA PERANDAN PADUDAN GEREJA

KRISTEN JAWA (GKJ)

Panti Wreda Perandan Padudan Gereja Kristen Jawa (GKJ) Gondokusuman

memiliki visi dan misi sebagai berikut:

1. Visi:

Menjadi rumah penampungan secara cuma-cuma bagi warga jemaat lanjut usia,

baik janda maupun wanita lajang yang tidak mampunyai saudara dan tidak

mampu, atau mempunyai saudara namun tidak mampu mengampu dari aspek

ekonominya, dengan landasan kasih, dibawah naungan Majelis Gereja Kristen

Jawa Gondokusuman Yogyakarta.

2. Misi

Mewujudkan rasa damai sejahtera bagi para penghuni panti

D. TUGAS POKOK PANTI WREDA PERANDAN PADUDAN GEREJA

KRISTEN JAWA GONDOKUSUMAN

1. Menyelenggarakan kegiatan penyantunan dan pelayanan sosial bagi warga

jemaat wanita yang telah lanjut usia, yang tinggal di dalam panti maupun diluar

panti.

2. Menyelenggarakan kegiatan koordinasi dengan istitusi/lembaga terkait dalam

rangka pelayanan bagi warga panti.

3. Melaksanakan kegiatan panti, dimulai dari perencanaan, pelaksanaan,

pemantauan, evaluasi hingga pelaporan.

Adapun untuk pelaporan ditujukan kepada:

a. Majelis GKJ Gondokusuman;

39
b. Dinas Perizinan dan Penanaman Modal DIY;

c. Dinas Sosial Provinsi DIY;

d. Dinas Sosial Kota DIY;

e. Institusi terkait dalam bidang tatakelola keuangan d.h.i Badan Arsip daerah

Provinsi DIY;

f. Koordinator Kegiatan Kesejahteraan Sosial (K3S) Kota Yogyakarta;

E. FUNGSI DARI TUGAS POKOK PANTI WREDA PERANDAN PADUDAN

Berkenaan dengan tugas pokok tersebut, maka panti wreda perandan paudan

mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Menjadi temapt penampungan guna mendapatkan pelayanan kessejahteraan

sosial secara jasmani, rohani bagi para wanita lanjut usia yang tidak memiliki

sanak saudara, tidak mempunyai pengampuh dan tidak mempunyai tempat

tinggal.

2. Menjadi tempat belajar bagi warga masyarakat maupun komunitas, siswa

sekolah, mahasiswa untuk berempati dan bersimpati, mempersiapkan diri

menjelang masa lansia supaya lebih bisa berucap syukur kepada Sang Pencipta

Yang Maha Kuasa atas anugerah yang telah diterima serta melayani para wanita

lansia

F. PERSYARATAN MENJADI ANGGOTA ATAU PENGHUNI PANTI

WREDA

Adapun persyaratan dalam menjadi penghuni Panti Wreda Perandan Padudan

GKJ Gondokusuman Yogyakarta yaitu:

40
1. Syarat Pendaftaran

a. Warga Gereja Kristen Jawa Gondokusuman atau warga lain bersedia menjadi

warga Gereja Kristen Jawa Gondokusuman Yogyakarta;

b. Berusia 60 tahun keatas;

c. Kurang mampu secara ekonomi dan tidak produktif, dengan pengertian:

1) Tidak berpengahasilan sendiri

2) Tidak memiliki pengampu, baik saudara kandung maupun pihak lain

3) Bukan penerima pensiun diri sendiri

4) Bukan penerima pensiun janda/warakawuri

d. Kondisi tempat tinggal;

1) Tidak memiliki tempat tingal, serta keluarga yang masih ada tidak dapat

memberi tumpangan tempat tinggal

2) Mempunyai tempat tinggal yang sederhana namun tidak mmapu

memelihara atau merawat

e. Kondisi kesehatan;

1) Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan dari

dokter Puskesmas/ Rumah sakit

2) Pengertian sehat jasmani antara lain, bisa mandiri, seperti makan, mencuci

pakaian, mandi, urusan kekamar belakang, berjalan menuju rumah ibadah

f. Mendapat persetujuan dari keluarga dan diketahui oleh Majelis di wilayah

tempat tinggalnya.

2. Kelengkapan administrasi yang perlu dilampirkan:

a. Fotocopy kartu keluarga/ kartu C1

41
b. Fotocopy KTP

c. Fotocopy kartu Jamkesmas/ Jamkesda/ BPJS kesehatan/ KMS/KIS

d. Surat pernyataan bermaterai Rp10.000 yang ditandatangani oleh

penanggungjawab, disetujui oleh keluarga serta diketahui oleh majelis

wilayah setempat

e. Surat keterangan dokter dari Puskesmas/ Rumah Sakit

3. Prosedur penerimaan dan pelayanan di panti:

a. Mengisi formulir permohonan untuk menjadi warga panti wreda.

b. Dilakukan perkunjungan kerumah pemohon (observasi), jika perlu dilakukan

perkunjungan kerumah terdekat saudara sedarah, atau perkunjungan kerumah

pengampu oleh Komisi Pastoral Bidang Diakonia GKJ gondokusuman

Yogyakarta.

c. Hasil perkunjungan pastoral diperbincangkan dalam rapat Pleno bidang

Diakonia, guna mendapatkan penetapan untuk diterima atau tidak diterima.

G. PROGRAM PELAYANAN DI PANTI WREDA PERANDAN PADUDAN

1. Rutin

a. Memberi pelayanan bagi warga panti yang memerlukan dukungan untuk

memenuhi kebutuhan ekonomi sosial yang didalam panti saat ini berjumlah 6

orang;

b. Memberikan perhatian bagi warga diluar panti yang berjumlah 9 orang;

c. Memberikan bimbingan rohani;

d. Mendengarkan cerita dan curahan hati warga panti;

2. Layanan Kesehatan

42
a. Memberikan layanan kesehatan rumah panti dengan kehadiran:

1) Tenaga sukarela yang bekerja di RS Bethesda, yaitu tenaga dokter dan

perawat yang setiap dua minggu sekali melakukan perkunjungan namun

setiap saat dapat dihadirkan.

2) Tenaga kesehatan dari institusi kesehatan lainnya setiap dua minggu

sekali.

b. Membawa warga panti yang sakit ke PUSKESMAS atau kerumah sakit, oleh

karena perlu dilakukan pemeriksaan dan tindakan segera.

H. KEGIATAN PELAYANAN DI PANTI WREDA PERANDAN PADUDAN

1. Pemenuhan kebutuhan jasmani/ makanan harian

2. Bimbingan mental dan rohani yaitu mendengarkan firman Tuhan setiap pagi

oleh Pengasuh Panti, dan setiap hari selasa sore pukul 16.30 oleh pengurus

bidang diakonia bersama pengurus komisi.

3. Menyambut tamu dan curahan hati bersama tamu komunitas, kelompok

mahasiswa, kelompok siswa, keluarga perseorangan yang berempati kepada

warga panti.

4. Rekreasi dilaksanakan bersama:

a. Komunitas yang sering berkunjung ke Panti Wreda Perandan Padudan

b. Dengan warga jemaat GKJ Gondokusuman Yogyakarta

c. Undangan atas instansi dinas Sosial Kota Yogyakarta.

Catatan: selama masa pandemic covid-19 tidak menerima kunjungan tatap muka

bagi warga panti, sehingga digunakan pertemuan secara daring.

43
I. SASARAN KEGIATAN

Para wanita/ janda lansia berusia 60 tahun keatas yang memerlukan santunan dan

dukungan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sosial, dan memenuhi persyaratan

yang tertuang dalam surat permohonan.

J. STRUKTUR KEPENGURUSAN PANTI WREDA PERANDAN PADUDAN

GEREJA KRISTEN JAWA GONDOKUSUMAN

1. Kepengurusan Panti Wreda Perandan Padudan

Tabel : II.1

Daftar Pengurus Panti Wreda Perandan Padudan

No Nama Pengurus Jabatan

1 Ir. Agung Miyarta Hadi Ketua Pengurus Induk

2 Suharti Ketua Komisi Panti Wreda

3 Inti Retnowati Sekretaris

4 Erstiwati Meganingsih Bendahara

5 Rukmono Wuryantoro Anggota

6 Surati Anggota

7 Natalia Purwanti Anggota

8 Rinaras widi Atmini Anggota

9 Rita Winarni Anggota

10 Soewondo Anggota

Sumber data : wawancara tanggal 4 Januari 2022

44
2. Bagan Kepengurusan

Ketua Pengurus Induk


Ir. Agung Miyarta Hadi

Ketua Komisi Panti Wreda

Suharti

SEKRETARIS BENDAHARA
(Bendahara) ( Sekretaris )
Inti Retnowati Erstiwati Meganingsih

Anggota

1. Rukmono Wuryantoro
2. Surati
3.Natalia Purwanti
4. Rinaras Widi Atmini
5. Rita Winarni
6. Soewondo

(Sumber bagan: Dokumentasi Panti Wreda Perandan Padudan GKJ

Gondokusuman)

45
3. Data Lansia Panti Wreda Perandan Padudan GKJ Gondokusuman

Yogyakarta 2021

Tabel : II.2

Identitas Lansia Panti Wreda Perandan Padudan GKJ Gondokusuman

Yogyakarta

No Nama Jenis Tempat Tempat dan Usia Agama

kelamin tinggal tanggal lahir

tetap

1 Sri Hartini Perempuan Dalam Panti Klaten, 89 Kristen

15/08/1932

2 Suharni Perempuan Dalam Panti Klaten, 88 Kristen

14/10/1933

3 Maria Perempuan Dalam Panti Temanggung, 82 Kristen

Kalengkongan 01/10/1939

4 Yasmi Perempuan Dalam Panti Sokaraja, 77 Kristen

05/10/1944

5 Sri Rahaju Perempuan Dalam Panti Kulon Progo, 67 Kristen

06/07/1954

6 Sumaryati Perempuan Luar Panti Yogyakarta, 76 Kristen

30/11/1945

7 Soeratini Perempuan Luar Panti Yogyakarta, 82 Kristen

31/12/1939

8 Mulkimah Perempuan Luar Panti Klaten, 71 Kristen

46
07/01/1951

9 Mukinem Perempuan Luar Panti Yogyakarta, 65 Kristen

26/03/1956

10 Boniyem Perempuan Luar Panti Yogyakarta, 84 Kristen

Subari 27/11/1937

11 Waginah Perempuan Luar Panti Yogyakarta, 71 Kristen

04/08/1950

12 Ngadiyem Perempuan Luar Panti Yogyakarta, 72 Kristen

07/07/1949

13 Sulamiyati Perempuan Luar Panti Yogyakarta, 66 Kristen

16/06/1955

14 Ponikem Perempuan Luar Panti Yogyakarta, 68 Kristen

25/02/1953

15 Supartinah Perempuan Luar Panti Yogyakarta, 64 Kristen

25/08/1957

(sumber data: wawancara, 04 Januari 2022 dan dokumen Panti Wreda Perandan

Padudan GKJ Gondokusuman)

47
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Argo, Demartoto. 2007. Pelayanan Sosial Non Panti bagi Lansia. Surakarta:
Universitas Negeri Surakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2016. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta

Effendi, Sofyan dan Masri Singarimbun.1995. Metode Penelitian Survasi, Cet. ke-2,
Jakarta: LP3ES,

Effendi, Sofyan dan Masri Singarimbun. 2001. Metode Penelitian Survasi. PT Midas
Suryo Grafindo.

Emir, Soendoro. 2009. Jaminan Sosial Solusi Bangsa Indonesia Berdikari. Bandung:
Dinov Progress Indonesia.

Fadhil, Nurdin M. 1990. Pengantar Sudi Kesejahteraan Sosial. Bandung: Pustaka

Fahrudin, Adi. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama

Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research 2. Yogyakarta: Fakultas Psikologi


Universitas Gajah Mada.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. Remaja


Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2017. Metode Penelitian Kualitatif, cetakan ke-36. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya Offset.

Midgley, James. 1997. Pembangunan Sosial:Perspektif pembangunan dalam


kesejahteraan sosial. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Nawawi Hadari. 1983. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Maryam, Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Jakarta: Salemba
Medika

Sugiyono 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung:


Alfabeta

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

74
Suardiman, Siti Partini. 2011. Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Refernesi dari sumber lain


Jurnal

Syauq, Ahmad. 2019. “Undang-Undang Kesejahteraan Lansia Vol. 1 No. 02 (2019):”


http://ejournal.billfath.ac.id/index.php/projustice/article/view/52 Di akses 11 Oktober
2021 pukul 14.25

Hentika, Yiyit. 2016. Konsep Diri Lansia di Panti Jompo (SCHOULID: Indonesian
Journal of School Counseling Open Access Journal:
https://jurnal.iicet.org/index.php/schoulid. Diakses 10 Oktober 2021 pukul 15.45

Kusuma Wardani, “Analisis Faktor Penyebab Lanjut Usia Tinggal Di Panti Werdha”
(Skripsi Sarjana, Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, 2015)
http://repository.unj.ac.id/2511/1/SKRIPSI.pdf. Diakses 25 Oktober 2021 pkl 10.11
WIB

Nauli, Fathra Annis dkk “Hubungan tingkat depresi dengan tingkat kemandirian dalam
aktifitas sehari-hari pada lansia di wilayah kerja puskesmas tembilahan huluwulan”
(Jurnal Keperawatan Soedirman/The Soedirman Journal of Nursing, Volume 9, No.2,
Juli 2014). Di akses 10 Oktober pukul 15.15

Undang - Undang
Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia

PP No. 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lansia

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 19 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pelayanan Sosial Lansia

75
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009, Tentang Kesejahteraan
Sosial.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok


Kesejahteraan Sosial

Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 44 Tahun 2008

Website

Badan Pusat Stastitik. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2020.


https://www.bps.go.id/publication/2020/12/21/0fc023221965624a644c1111/statistik-
penduduk-lanjut-usia-2020.html. Di akses 17 Oktober 2021 pukul 09.45

Dosen Pendidikan. 2021. Pengertian Sistem Jaminan Sosial Menurut Para Ahli.
https://www.dosenpendidikan.co.id/jaminan-sosial/ Di akses 02 November 2021

Gunawan dkk. 2008. Departemen Sosial RI. Penyempurnaan Pedoman Pelaksanaan


Program Jaminan Sosial Lanjut Usia (JSLU).http://puslit.kemsos.go.id/hasil-
penelitian/46/evaluasi-program-jaminan-sosial-lanjut-usia-(jslu). Diakses 21 Oktober
2021

Lifepal. 2020. Jaminan Sosial: Pengertian, Jenis, dan Contohnya di Indonesia.


https://lifepal.co.id/media/jaminan-sosial/ diakses 20 oktober 2021 pukul 20.30 WIB

Muhammad Akbar.2010. Analisis Kebijakan Prospektif (Jaminan Sosial Lanjut


Usia/JSLU). https://adilika.wordpress.com/2011/03/06/analisis-kebijakan-
retrospektif-jaminan-sosial-lanjut-usiajslu/. Diakses 01 November 2021 pukul 11.35
WIB

76
Psychology mania. 2012. Definisi kesejahteraan sosial.
https://www.psychologymania.com/2012/10/definisi-kesejahteraan-sosial.html.
Diakses 20 oktober 2021 pukul 20.02 WIB.

Seputar pengetahuan.2017. Pengertian Jaminan Sosial Menurut Para Ahli.


https://www.seputarpengetahuan.co.id/2017/10/14-pengertian-jaminan-sosial-
menurut-para-ahli.html#Pengertian_Jaminan_Sosial_Menurut_Para_Ahli. Di akses
01 November 2021 pukul 08.30 WIB

Syauqi, Ahmad. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Undang-Undang


Kesejahteraan Lansia. ejournal.billfath.ac.id/index.php/projustice/article/view/52. Di
akses 17 oktober 2021 pukul 12.30 WIB.

77

Anda mungkin juga menyukai