JUDUL
PERANAN UNIT PELAYANAN SOSIAL ASUHAN ANAK “PAMARDI
SIWI II” DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN ANAK TERLANTAR DI
KECAMATAN WELERI KABUPATEN KENDAL
B. LATAR BELAKANG
Kunci utama dalam pencegahan anak terlantar terlebih utama adalah melalui
penyadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan hak-hak anak. Namun
terkadang hal tersebut tidak sesuai dengan harapan, karena sudut pandang dan
keadaan setiap masyarakat berbeda-beda. Sehingga pemerintah berkewajiban
memberi jaminan pelayanan sosial kepada anak-anak terlantar sebagaimana yang
tertera dalam Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 bahwa:
“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan”.
Kepedulian tersebut juga dilakukan pemerintah yang ditujukan termasuk
bagi anak terlantar di Indonesia. Dapat dilihat melalui keberadaan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak, pada Pasal 8
menyatakan bahwa:
Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Pamardi Siwi II” merupakan salah
satu unit pelayanan sosial asuhan untuk anak terlantar di Jawa Tengah yang
dinaungi oleh pihak Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah. Unit pelayanan sosial
asuhan anak ini berada di Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal. Di sana sebagian
besar anak-anak terlantar berasal dari keluarga tidak mampu dan orang tua yang
tidak lengkap. Sehingga, anggota keluarganya tidak memiliki kemampuan yang
memadai untuk menjamin terwujudnya hak-hak anak. Hal tersebut membuat
kebutuhan dan tumbuh kembang anak tidak tercukupi, baik dalam kebutuhan
hidup, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Guna mewujudkan kesejahteraan
anak, maka Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah melalui Unit Pelayanan Sosial
Asuhan Anak “Pamardi Siwi II” mempunyai misi mewujudkan kemandirian
dalam membangun kesejahteraan sosial bagi anak terlantar dengan suatu lembaga
pemerintah yang bertanggungjawab untuk menyelenggarakan alternatif
pengasuhan anak, perlindungan dan pelayanan sosial bagi anak selain orang tua/
keluarganya.
Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Pamardi Siwi II” menangani lima
puluh anak terlantar dengan jenis kelamin perempuan. Anak terlantar yang
ditangani berusia tujuh hingga delapan belas tahun. Disana mereka memperoleh
bimbingan dari pihak pelayanan sosial. Bimbingan tersebut berupa keterampilan
dan pengetahuan yang dapat memberdayakan mereka. Pemberdayaan tersebut
dilakukan baik dalam bidang pendidikan maupun pelatihan keterampilan. Dalam
bidang pendidikan mereka memperoleh pendidikan formal melalui bangku
sekolah sedangkan pelatihan keterampilan melalui program ekstrakurikuler. Hal
tersebut menunjukkan perlu adanya peranan dari unit pelayanan sosial dalam
proses pemberdayaan bagi anak terlantar.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peranan Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Pamardi Siwi
II” dalam upaya pemberdayaan anak terlantar di Kecamatan Weleri
Kabupaten Kendal?
2. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendorong bagi Unit
Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Pamardi Siwi II” dalam upaya
pemberdayaan anak terlantar di Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal?
3. Bagaimana hasil dari pemberdayaan kepada anak terlantar yang
dilakukan Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Pamardi Siwi II” di
Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal?
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peranan Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak
“Pamardi Siwi II” dalam upaya pemberdayaan anak terlantar di
Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal
2. Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendorong Unit Pelayanan
Sosial Asuhan Anak “Pamardi Siwi II” dalam uapaya pemberdayaan
anak terlantar di Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal
3. Untuk mengetahui hasil dari pemberdayaan kepada anak terlantar yang
dilakukan Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Pamardi Siwi II” di
Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal
E. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu sosial.
b. Dapat menjadi bahan acuan dalam penelitian sejenis atau sebagai
pengembangan apabila akan dilakukan penelitian lanjutan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis, sebagai media transfornasi ilmu yang diperoleh di
bangku kuliah guna menambah wawasan ilmu pengetahuan dan
pengalaman terutama dalam upaya pemberdayaan anak terlantar.
b. Bagi instansi terkait penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran yang digunakan dalam upaya peningkatan
pemberdayaan anak terlantar di Unit Pelayanan Sosial “Pamardi
Siwi II” Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal.
c. Bagi masyarakat diharapkan dapat menyadari pentingnya
pemenuhan hak-hak dan kebutuhan dasar bagi anak.
F. BATASAN ISTILAH
1. Peranan
Peranan (role) merupakan aspek dinamis keududukan (status).
Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan (Soekanto: 2012)
Pada pembahasan ini peranan yang diteliti adalah peranan dari Unit
Pelayanan Sosial “Pamardi Siwi II” yang menjalankan tugasnya dalam
melakukan proses pemberdayaan bagi anak terlantar.
2. Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Pamardi Siwi II”
Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak adalah pelayanan kesejahteraan
sosial anak berbasis masyarakat yang memberikan perlindungan,
bimbingan dan pembinaan baik fisik, mental, dan sosial, serta
keterampilan kepada anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan
berpartisipasi secara wajar (Departemen Sosial RI, 2005).
Dalam penilitian ini unit pelayanan sosial asuhan anak yang
dimaksud adalah Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Pamardi Siwi II”
sebagai unit pelaksana teknis dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah yang
menampung anak-anak terlantar, berlokasi di Penyangkringan Kecamatan
Weleri Kabupaten Kendal.
3. Pemberdayaan
Menurut Djohani (dalam Anwas, 2013:49) pemberdayaan adalah
suatu proses untuk memberikan daya atau kekuasaan (power) kepada
pihak yang lemah (powerless), dan mengurangi kekuasaan
(disempowered) kepada pihak yang yang berkuasa (powerfull) sehingga
terjadi keseimbangan.
Pemberdayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses
pendidikan yang diberikan Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Pamardi
Siwi II” kepada anak terlantar agar memperoleh bekal hidup dan
kemandirian untuk membangun dirinya dimasa depan.
4. Anak Terlantar
Anak terlantar merupakan anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya
secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial (Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).
Anak terlantar dalam penelitian ini adalah anak terlantar yang berada
di dalam Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Pamardi Siwi II”
Kecamatan Weleri, Kabupaten Kendal.
G. LANDASAN TEORI
1. Peranan
Peran selalu melekat pada diri manusia, dimana seseorang
mempunyai kedudukan dia akan menjalankan sebuah peranan. Seperti
yang diungkapkan dalam Soekanto (2012: 212) bahwa peranan (role)
merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka
dia menjalankan suatu peranan.
Dari pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa peran
merupakan aspek dinamis dari tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh
seseorang maupun badan atau lembaga dalam sebuah sistem sosial yang
mempunyai posisi atau menempati kedudukan. Dalam melaksanakan
peranan terkadang dilakukan dengan cara yang ideal atau menurut
kehendak masyarakat terkadang peranan juga dapat dijalankan sesuai
situasi tertentu atau fleksibel.
Pelayanan sosial pada anak terbagi menjadi dua jalur yaitu pelayanan
berbasis panti dan pelayanan berbasis luar panti. Pelayanan berbasis panti
merupakan pilihan terakhir jika keluarga dan masyarakat tidak dapat
mengasuh anak degan baik sehingga harus diasuh di panti. Sedangkan
pelayanan sosial luar panti merupakan pelayanan dari pemerintah untuk
mendukung keluarga, sistem kekerabatan dan masyarakat agar mampu
memberikan pelayanan kepada anak sekaligus mencegah anak dikirim ke
panti (Depsos, 2005: 17).
Menurut Depsos (2005: 6) pelayanan sosial anak terlantar dalam
panti adalah sistem pelayanan yang diselenggarakn melalui basis dalam
panti yang terbuka, berupa kelembagaan dan masyarakat yang bertugas
memberikan perlindungan, bimbingan dan pembinaan fisik, mental, dan
sosial kepada anak agar dapat hidup, tumbuh kembang dan berpatisipasi
wajar.
Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) adalah suatu lembaga pemerintah
atau swasta yang bertanggungjawab untuk menyelenggarakan alternatif
pengasuhan anak, perlindungan dan pelayanan sosial bagi anak selain
orang tua/ keluarganya (Depsos, 2007).
b. Tujuan Pelayanan Sosial
Kesejahteraan sosial tidak akan tercapai tanpa adanya organisasi
yang menyediakan usaha kesejahteraan tersebut. Organisasi yang
menyedikan layanan sosial adalah organisasi pelayanan kemanusiaan
(human service organsation) atau disingkat HSO. HSO mempunyai
cakupan lebih luas dibanding organisasi sosial yang dikenal di Indonesia,
karena HSO bisa merupakan organisasi pemerintah, organisasi non
pemerintah yang memperhatikan masalah kesejahteraan seperti prostitusi,
anak jalanan, tuna netra, tuna rungu, dan tuna grahita (Adi, 2013: 107-
108).
Menurut Schneiderman (dalam Adi, 2013: 108-110) ada tiga tujuan
adanya pelayanan sosial yaitu:
1. Tujuan Kemanusiaan dan Keadilan Sosial (Humanitarian and Social
Justice Goal)
Layanan sosial diarahkan pada upaya pengidentifikasian kelompok
yang paling tidak mendapatkan perhatian, kelompok yang
diterlantarkan, kelompok yang paling tergantung terhadap pihak lain
ataupun kelompok yang kurang diuntungkan dalam usaha
kesejahteraan sosial yang menjadikan mereka sasaran dalam upaya
menjembatani kelangkaan sumber daya yang mereka miliki.
2. Tujuan yang Terkait dengan Pengendalian Sosial (Social Control Goal)
Tujuan pelayanan sosial ini untuk menghindari ‘ancaman’ dari
kelompok yang tidak diuntungkan atau kekurangan sehingga mereka
yang mapan ‘mengamankan’ diri dari sesuatu yang dapat mengancam
kehidupan, pemilikan maupun stabilitas yang sudah berjalan. Seperti
perusahaan multinasional yang mengalokasikan sebagian kecil
anggarannya untuk memberikan bantuan keuangan kepada masyarakat
sekitar lokasi.
3. Tujuan yang Terkait dengan Pembangunan Ekonomi (Economic
Development Goal)
Tujuan pembangunan ekonomi memprioritaskan pada program
yang dirancang untuk meningkatkan produksi barag, jasa, serta berbagai
sumber daya yang dapat menunjang dan memberikan sumbangan pada
pembagunan ekonomi. Beberapa contoh layanan sosial yang searah
dengan tujuan pembangunan ekonomi diantaranya: a) layanan sosial
yang secara langsung memberikan sumbangan terhadap peningkatan
produktivitas individu, kelompok, atau masyarakat, b) layanan sosial
yang berupaya mencegah atau meminimalisir hambatan (beban) akibat
adanya ‘tanggungan’ dari pekerja dewasa melalui tempat penitipan
anak, panti werdha, pusat rehabilitasi dan sebagainya, c) layanan sosial
yang mencegah atau melawan pengaruh buruk dari urbanisasi dan
industrialisasi terhadap kehidupan keluarga dan masyarakat, serta
membantu mengidentifikasikan dan mengembangkan kepemimpinan
lokal dalam komunitas.
c. Muatan Program Pelayanan Sosial
Alfred J. Khan (dalam Kayo, 2008: 32) menyatakan bahwa program
pelayanan sosial ditujukan untuk:
1. Melindungi atau memulihkan kehidupan keluarga.
2. Membantu perorangan untuk mengatasi masalah-masalah yang
diakibatkan faktor-faktor dari luar maupun dalam dirinya.
3. Meningkatkan proses perkembangan serta kemampuan orang untuk
memahami, menjangkau dan menggunakan pelayanan-pelayanan yang
tersedia melalui pemberian informasi, bimbingan, perwakilan
kepentingan dan bantuan-bantuan nyata dalam berbagai bentuknya yang
lain.
Sementara itu fungsi dari penanganan anak terlantar melalui
pelayanan sosial asuhan anak menurut Depsos (2007, 15- 16) yaitu:
1. Substitutif
Fungsi lembaga sebagai pengganti peran orang tua bagi anak-anak
yang tidak lagi mempunyai orang tua/ keluarga. Fugsi pengganti bagi
pengasuh bersifat menetap dan sementara sampai orang tua/keluarganya
dinyatakan mampu untuk mengasuh anak mereka.
2. Suplementer
Pengananganan anak terlantar berfungsi sebagai suplementer atau
pelengkap penanganan permasalahan anak terlantar di masyarakat
(pencegahan) yang dilakukan oleh keluarga maupun masyarakat, antara
lain:
a. Panti dapat merumuskan rencana kerja yang bersifat melakukan
penyembuhan penyakit sosial khususnya yang dialami anak
terlantar.
b. Anak-anak terlantar dapat melaksanakan bakti sosial di
lingkungannya untuk meningkatkan ikatan yang kuat terhadap anak
terlantar sebagai bagian dari masyarakat.
c. Panti menyediakan akses bagi anak, sehingga kebutuhan anak
dapat tersalurkan.
c. Pendekatan Pelayanan Sosial
Depsos (2005: 24) menyebutkan ada empat pendekatan dalam
pelayanan sosial berdasarkan basis pelayanan antara lain:
1) Pelayanan berbasis panti, yaitu penanganan anak yang dilakukan
panti dengan memusatkan pada usaha pelayanan kesejahteraan
anak terlantar sebagai pengganti fungsi keluarga.
2) Pelayanan berbasis keluarga, yaitu penanganan anak terlantar yang
dilakukan oleh anggota keluarga dalam kerangka pelayanan yang
telah disusun bersama pekerja sosial di panti.
3) Pelayanan berbasis masyarakat, yaitu penanganan anak terlantar
yang dilakukan oleh masyarakat dalam kerangka program
pelayanan yang telah disusun bersama pekerja sosial di panti.
4) Pelayanan berbasis sekolah adalah penangan anak terlantar yang
dilakukan pihak sekolah dalam dalam kerangka program pelayanan
yang telah disusun bersama pekerja sosial di panti.
Pada penelitian ini menggunakan pendekatan berbasis panti. Dimana
penanganan anak terlantar dilakukan panti melalui penyediaan fasilitas
asrama dan bentuk pengasuhan bagi anak terlantar.
d. Strategi Pelayanan Sosial
Menurut Depsos (2005: 28) strategi yang dilakukan dalam pelayanan
anak terlantar diantaranya:
1) Pemberdayaan sosial yakni pemberian kepercayaan dan peluang
kepada keluarga, masyarakat, dan dunia usaha untuk mencegah dan
mengatasi masalah yang ada di lingkungannya.
2) Kemitraan sosial yakni adanya kerjasama, sistem informasi, dan
pelayanan sosial yang mengembangkan kemanfaatan timbal balik.
3) Partisipasi sosial yakni adanya prakarsa dan peranan dari penerima
pelayanan dan lingkungan sosialnya dalam pengambilan keputusan
serta melakukan pilihan terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan
sosial anak.
4) Advokasi sosial yakni adanya upaya-upaya mendukung, membela,
dan melindungi penyandang maslah, keluarga serta masyarakat
sehingga dapat melakukan tindakan yang menolong mereka untuk
memenuhi kesejahteraan sosialnya.
Adapun proses penangan baik dalam lingkup pelayanan, pengasuhan
maupun perlindungan di pelyanan sosial asuhan anak dijabarkan dalam
enam tahap yaitu pendekatan awal, pengkajian kebutuhan anak,
pentusunan rencana kerja, pelaksanaan penanaganan, review, dan pasca
penanganan.
3. Pemberdayaan
a. Definisi Pemberdayaan
Istilah pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang berarti kekuatan,
sehingga pemberdayaan berarti upaya untuk memperoleh kekuatan.
Konsep ini terlahir dari perkembangan pikiran masyarakat dan kebudayaan
Eropa yang muncul pada dekade 70-an yang berkembang terus saat ini.
Secara historis, empowerment pada masyarakat Eropa modern merupakan
suatu aksi emansipasi dan liberasi manusia dari totaliterisme keagamaan.
Emansipasi dan liberalisasi terhadap segala kekuasaan dan penguasaan
inilah yang kemudian menjadi substansi dari pemberdayaan (Priyono dan
Pranaka dalam Widiastuti, 2015: 169).
Kata pemberdayaan (empowerment) populer di Indonesia setelah
rezim Orde Baru tumbang. Istilah pemberdayaan dipakai sebagai kata
ganti ‘pembangunan’ pada rezim orde baru untuk melakukan perubahan
terutama dalam bidang ekonomi. Setelah orde baru ditingalkan kemudian
diganti prinsip-prinsip baru yang diyakini dapat meningkatkan
kesejahteran yaitu dengan pemberdayaan (Usman, 2015: 50-51).
Menurut Usman (2015: 51-52) ada tiga hal penting yang terendap
dalam definisi pemberdayaan yang diungkapkan Narayan. Pertama,
pemberdayaan menekankan ekspansi aset dan kemampuan kelompok
miskin sehingga pemberdayaan berusaha memperluas kemampuan
tersebut. Kedua, perluasan aset dan kemampuan tersebut dilakukan melalui
mekanisme atau sistem delivery yang bersifat konstruktif (membangun),
bukan untuk kepentingan yang bersifat distruktif (merusak). Ketiga, fokus
pemberdayaan adalah kelompok miskin yang memiliki keterbatasan akses
pada sumber daya (resources) ekonomi dan politik.
Disamping itu, pemberdayaan berkembang dari kenyataan individu
maupun masyarakat yang tidak berdaya (powerless). Menurut Anwas
(2013: 48) pemberdayaan (empowerment) merupakan konsep yang
berkaitan dengan kekuasaaan (power), dimana kekuasaan identik dengan
kemampuan individu untuk membuat dirinya atau pihak lain melakukan
apa yang diinginkannya.
Bertolak dari pengertian di atas, maka pemberdayaan dimaknani
sebagai proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan dari
pihak yang mempunyai daya kepada pihak yang belum berdaya
(Widjayanti: 2011).
Menurut Munandar (2008) pemberdayaan (empowerment) diartikan
sebagai pemberian atau peningkatan kekuasaan (power) kepada
masyarakat lemah ataupun tidak beruntung (disadvantage).
Menurut Djohani (dalam Anwas, 2013:49) pemberdayaan
merupakan proses memberikan daya/ kekuasaan (power) kepada pihak
yang lemah (powerless) dan mengurangi kekuasaan (disempowered)
kepada pihak yang terlalu berkuasa (powerfull) sehingga terjadi
keseimbangan. Untuk memperoleh keseimbangan tersebut perlu adanya
pembagian kekuasaan. Dimana pembagian kekuasaan yang adil dapat
meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan kelompok yang lemah serta
memperbesar pengaruh mereka terhadap proses dan hasil pembangunan
(Paul dalam Widiastuti, 2015:169).
Pemberdayaan merupakan upaya pemanusiaan, yang bertujuan untuk
menguatkan diri dari ketidakberdayaan manusia. Menurut Priyono dan
Pranarka yang dikutip dari Widiastuti (2015), pemberdayaan mempunyai
dua makna, yakni:
a. Mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat
posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-
kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan.
b. Melindungi, membela dan berpihak kepada yang lemah untuk
mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan terjadinya
eksploitasi terhadap yang lemah.
4. Anak Terlantar
a. Definisi Anak Terlantar
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak menyebutkan bahwa:
“Anak Terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya
secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial”.
I. KERANGKA BERPIKIR
Pada kerangka berpikir ini diuraikan bahwa anak terlantar merupakan
anak yang tidak terpenuhi akan kebutuhan dasar dan tidak memiliki
keterampilan sewaktu tinggal bersama keluarganya. Oleh karena itu perlu
adanya peran dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah dalam upaya
mensejahterakan dan melindungi anak terlantar. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah melalui Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Pamardi Siwi
II” untuk menangani ketidakberdayaan anak terlantar melalui pemberdayaan
anak. Proses pemberdayaan dilakukan melalui bimbingan dan penyantunan
dimaksudkan untuk membentuk kemandirian dan bekal bagi anak dalam
menjalani hidup di masa yang akan datang.
Namun keberhasilan pemberdayaan yang dilakukan bagi anak terlantar
tidak terlepas dari faktor- faktor pendorong dan faktor- faktor penghambat
dalam pelaksanaan pemberdayaan yang dilakukan oleh panti. Diharapkan
dengan adanya pemberdayaan yang dilaksanakan Unit Pelayanan Sosial
Asuhan Anak “Pamardi Siwi II” ini dapat memberikan bekal baik
pegetahuan, sosial, spiritual, dan keterampilan yang menjadikan mereka
untuk hidup mandiri.
Anak terlantar
Dilakukan Pemberdayaan
kepada Anak Terlantar
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak
“Pamardi Siwi II” Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal. Unit pelayanan
sosial ini terletak di Jalan Tamtama Nomor 112 Penyangkringan, Weleri,
Kendal, Jawa Tengah. Pemilihan Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak
“Pamardi Siwi II” ini sebagai lokasi penelitian karena sasaran peneliti adalah
anak terlantar dan pelayanan sosial tersebut menjadi alternatif lokasi
penelitian.
3. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah:
a. Untuk mengetahui peranan Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Pamardi
Siwi II” dalam upaya pemberdayaan anak terlantar di Kecamatan Weleri
Kabupaten Kendal
b. Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendorong Unit Pelayanan
Sosial Asuhan Anak “Pamardi Siwi II” dalam uapaya pemberdayaan anak
terlantar di Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal
c. Untuk mengetahui hasil dari pemberdayaan kepada anak terlantar yang
dilakukan Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Pamardi Siwi II” di
Kecamatan Weleri Kabupaten Kendal
pengumpulan data
penyajian data
reduksi data
kesimpulan dan
verifikasi
a. Reduksi data, diartikan sebagai proses merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya dan membuang yang tidak perlu. Data yang diperoleh selama
penelitian baik melalui wawancara, observasi dan dokumentasi dengan
petugas Unit Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Pamardi Siwi II” ditulis
secara rinci dalam catatan sistematis.
b. Penyajian data, berupa sekumpulan informasi yang telah tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar katagori. Setelah peneliti
mendapatkan data-data yang berhubungan dengan peranan Unit
Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Pamardi Siwi II dalam pemberdayaan
anak terlantar kemudian disajikan, diolah dan dianalisis. Data terkait
bentuk kegiatan pemberdayaan yang diperoleh dari observasi dan
wawancara yang terpilih kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif.
c. Penarikan kesimpulan, merupakan langkah terakhir dalam analisis
data. Penarikan kesimpulan dalam penelitian kualitatif dapat menjawab
rumusan masalah yang didasarkan pada reduksi data. Kesimpulan
dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan
baru yang sebelumnya belum pernah ada.
Daftar Pustaka
Departemen Sosial RI. 2007. Pedoman Pelayanan Sosial Anak Terlantar Melalui
Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA)
Gunarso, Singgih D. 2009. dari Anak sampai Usia Lanjut Bunga Rampai
Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
Sari, Riza Fitria Sartika. 2015. Studi Deskriptif tentang Efektifitas Pemberdayaan
dalam Meningkatkan Kemandirian Anak Jalanan di Unit Pelaksana
Teknis Dinas (UPTD) Kampung Anak Negeri Dinas Sosial Kota
Surabaya. Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik. Vol. 3. No. 1. Hal 1-
9
http://lukitojokoanggoro.blogspot.co.id/2015/06/pendataan-pmks-dan-psks-jawa-
tengah.html (9 Februari 2017)