Anda di halaman 1dari 9

PENANGGULANGAN ANAK PUTUS SEKOLAH DENGAN MANANAMKAN

KESADARAN PENDIDIKAN

Fajar Riza Anindyka


Universitas Negeri Malang

ABSTRAK : Pendidikan merupakan sarana dalam membangun sebuah bangsa. Kesadaran


akan pendidikan harus ditanamkan pada setiap orang agar tercipta manusia yang berkualitas,
yaitu manusia yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diinginkan. Maka
dari itu, fenomena anak putus sekolah yang marak terjadi di Indonesia harus dapat
diminimalkan. Anak yang putus sekolah berarti memutus generasi muda yang akan menjadi
penerus bangsa. maka dari itu, anak putus sekolah harus diminimalisir.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan kerja sama berbagai unsur masyarakat. Kerja sama yang
dimaksud yaitu adanya peran keluarga, lingkungan, sekolah, dan pemerintah yang sangat
dibutuhkan dalam penanggulangan anak putus sekolah.

Kata Kunci : penanggulangan, anak, putus sekolah, kesadaran, pendidikan,

Anak merupakan generasi muda yang nentinya akan mengukir bagaimana bangsa ini
kelak. Anak juga merupakan sumber daya manusia yang sangat berharga karena menentukan
arah kemajuan bangsa selanjutnya. Maka dari itu, anak perlu mendapatkan perhatian akan
hak-hak yang harus didapatkannya, salah satunya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan.
Namun pada kenyataannya, kebutuhan anak akan pendidikan tidak semuanya terpenuhi. Hal
ini dapat dilihat dari banyaknya anak yang putus sekolah yang terjadi di Indonesia. Anak
putus sekolah merupakan anak yang tidak melanjutkan pendidikannya. Kasus anak putus
sekolah ini merupakan kasus yang sangat rumit dan masih sulit diatasi sampai sekarang.
Banyak faktor yang melatarbelakangi anak putus sekolah, diantaranya yaitu faktor keluarga,
geografi, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Faktor penyebab tersebut dapat diminimalisir
dengan adanya kesadaran pendidikan dari seluruh pihak, baik dari pihak anak maupun pihak
lingkungan. Kesadaran akan pendidikan dapat menjadi dorongan yang kuat pada diri anak
untuk tatap melaksanakan pendidikannya. Selain itu, pihak yang turut berperan dalam
penanggulangan anak putus sekolah adalah pemerintah. Kebijaka-kebijakan pemerintah
dalam dunia pendidikan diharapkan mampu membantu anak agar tetap bisa melanjutkan
pendidikannya.

Kaitan Pendidikan dan Anak Putus Sekolah


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memilikin kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut
Ki Hajar Dewantara, Pendidikan adalah segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu,
agar sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mendapat keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tinnginya (Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1962).
Pendidikan dapat juga diartikan sebagai perbuatan mendidik dan pengetahuan tentang
mendidik. Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai
dengan nilai-nilai dan budaya masyarakat.
Pendidikan secara lebih luas dapat diartikan sebagai sebuah proses timbal balik dari pribadi-
pribadi manusia dalam menyesuaikan diri dengan manusia lain dan dengan alam semesta.
Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat
menerima dan memberi pelajaran menurut tingkatan yang ada. Sekolah memberikan fasilitas
dan sarana yang dapat digunakan anak untuk mendapatkan pendidikan secara formal.
Pendidikan yang diberikan kepada anak di sekolah dapat menjadi bekal bagi anak untuk
kehidupannya. Pendidikan tersebut dimaksudkan agar terjadi perubahan perilakua atau sikap
anak ke arah yang lebih baik.
Dari pengertian pendidikan dan sekolah di atas, dapat didefinisikan bahwa anak putus
sekolah adalah murid yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya dalam pendidikan
formal sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak tamat menyelesaikan program
belajarnya. Anak yang putus sekolah tidak melanjutkan pendidikannya lagi dan memilih
untuk melaksanakan kegitan lain di luar pendidikan.
Putus sekolah diartikan sebagai Drop-Out (DO) yang artinya bahwa seorang anak
didik yang telah masuk dalam sebuah lembaga pendidikan baik itu pada tingkat SD, SMP,
maupun SMA untuk belajar dan menerina pelajaran tetapi tidak sampai tamat atau lulus
kemudian mereka berhenti atau keluar dari sekolah.
Anak putus sekolah ialah anak yang dimana seharusnya ia mengecap pendidikan atau
duduk dibangku sekolah akan tetapi dikarenakan berbagai faktor ia tidak dapat
menyelesaikan program belajarnya hingga tuntas. Anak-anak putus sekolah seharusnya
mendapat perhatian besar dari pemerintah dikarenakan mereka adalah generasi penerus
bangsa, yang seharusnya mendapatkan hak bersekolah dan dimana kemampuan mereka dan
keinginan mereka dikembangkan agar mereka dapat hidup sejahtera dikemudian hari.

Perkembangan tingkat anak putus sekolah di Indonesia


Masalah anak putus sekolah yang ada di Indonesia menjadi masalah yang sangat
kompleks saat ini. Masalah yang telah berakar sejak lama ini sulit untuk diminimalisir
ataupun dihilangkan.
Menurut Sekjen Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, kasus putus
sekolah yang paling menonjol terjadi di tingkat SMP, yaitu 48 %. Adapun di tingkat SD
tercatat 23 %. Sedangkan prosentase jumlah putus sekolah di tingkat SMA adalah 29 %.
Angka statistik tersebut menunjukkan tingkat putus sekolah pada jenjang pendidikan
menengah ke bawah masih sangat tinggi, sehingga pendidikan di Indonesia belum merata
pada setiap jenjang. Angka anak yang putus sekolah umur 8–15 tahun merupakan proporsi
anak putus sekolah pada tingkat pendidikan tertentu pada suatu waktu terhadap jumlah
peserta didik pada tingkat pendidikan tertentu pada waktu tertentu pula. Peserta didik yang
putus sekolah adalah peserta didik yang tidak melanjutkan lagi sekolahnya sebelum
menamatkan tingkat pendidikan yang sedang ia duduki. Peserta didik yang putus sekolah
boleh jadi berhenti atau tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Hak Anak akan Pendidikan


Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak wajib dipenuhi
dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan dan
pemerintah.Menurut Tobing (tanpa tahun) “Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua
komponen yaitu orang tua, lembaga masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia
menunjang jalannya pendidikan.”
Pendidikan merupakan tanggung jawab semua masyarakat, bukan hanya tanggung
jawab sekolah. Konsekuensinya semua warga negara memiliki kewajiban moral untuk
menyelamatkan pendidikan. Sehingga ketika ada anggota masyarakat yang tidak bisa sekolah
hanya karena tidak punya uang, maka masyarakat yang kaya atau tergolong sejahtera
memiliki kewajiban moral untuk menjadi orang tua asuh bagi kelangsungan sekolah anak
yang putus sekolah pada tahun ini mencapai puluhan juta anak di seluruh Indonesia.
Pendidikan dimulai dari keluarga. Paradigma ini penting untuk dimiliki oleh seluruh
orang tua untuk membentuk karakter manusia masa depan bangsa ini. Menurut Maharani
(2014) “Keluarga adalah lingkungan yang paling pertama dan utama dirasakan oleh seorang
anak, bahkan sejak masih dalam kandungan. Karena itu pendidikan di keluarga yang
mencerahkan dan mampu membentuk karakter anak yang soleh dan kreatif adalah modal
penting bagi kesuksesan anak di masa – masa selanjutnya.”
Setiap anak yang lahir secara otomatis akan mendapatkan hak sebagai mahluk hidup
ciptaan tuhan dan warga Negara. Termasuk bagi setiap anak yang lahir di Negara Indonesia,
yang telah memiliki undang – undang perlindungan anak, dimana KPAI bertindak sebagai
salah satu wadah yang sangat mengagung – agungkan undang – undang tersebut.
Terlepas dari itu, setiap anak pun memiliki hak yang sama terlebih bagi anak yang
memiliki kebutuhan khusus dalam menuntut ilmu.
Dalam hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan, undang – undang di Indonesia
telah membahas hal tersebut. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak
(UUPA) disahkan pada tanggal 22 Oktober 2002 melalui UU Nomor 23 tahun 2002. UUPA
itu sendiri merupakan perangkat perundang-undangan yang paling akhir yang memberikan
pengaturan tentang perlindungan anak, setelah beberapa uu untuk anak di revisi, antara lain :
 UU Kesejahteraan Anak (UU No.4 tahun 1979)
 UU Pengadilan Anak (UU No.3 tahun 1997)
 UU Hak Asasi Manusia (UU No.39 tahun 1999, khususnya Bab 3 Bagian ke-10 tentang Hak
Anak).
UUPA merupakan kerangka payung yang memberikan perlindungan bagi anak.
Dalam UUPA sendiri, dijelaskan beberapa hak anak terutama untuk hal pendidikan, antara
lain tertuang pada pasal 9 ayat 1 dan 2, yang berisi :
1. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
2. Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang
cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki
keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan.

Karakteristik Anak Putus Sekolah


Secara garis besar, karakteristik Anak putus sekolah adalah sebagi berikut
1. Awal dari tidak tertib mengikuti pelajaran disekolah, terkesan memahami belajar hanya
sekedar kewajiban masuk di kelas, dan mendengarkan guru berbicara tanpa diikuti dengan
kesungguhan untuk mencerna pelajaran secara baik.
2. Akibat prestasi belajar yang rendah, pengaruh keluarga, atau karena pengaruh teman sebaya,
kebanyakan Anak PUTUS SEKOLAH selalu ketinggalan pelajaran dibandingkan teman-
teman sekelasnya.
3. Kegiatan belajar di rumah tidak tertib, dan tidak disiplin, terutama karena tidak didukung
oleh upaya pengawasan dari pihak orang tua.
4. Perhatian terhadap pelajaran kurang dan mulai didominasi oleh kegiatan lain yang ada
hubungannya dengan pelajaran.
5. Kegiatan bermain dengan teman sebayanya meningkat pesat.

Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah


Faktor penyebab anak putus sekolah adalah hal-hal yang menyebabkan anak putus sekolah. Berikut
dipaparkan beberapa faktor penyebab anak putus sekolah. Antara lain penyebab anak yang putus sekolah
dikarenakan oleh beberapa faktor, yaitu ekonomi, minat anak yang kurang, perhatian orang tua rendah, faktor
budaya, fasilitas belajar kurang, ketiadaan sekolah/sarana, dan cacat atau kelainan jiwa.
1. Faktor Ekonomi
Faktor pertama yang menyebabkan anak putus sekolah adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi yang
dimaksudkan adalah ketidakmampuan keluarga anak untuk membiayai segala proses yang dibutuhkan selama
menempuh pendidikan atau sekolah dalam satu jenjang tertentu. Walaupun Pemerintah telah mencanangkan
wajib belajar 9 tahun, namun belum berimplikasi secara maksimal terhadap penurunan jumlah anak yang tidak
dan putus sekolah. Selain itu, program pendidikan gratis yang telah dilaksanakan belum tersosialisasi hingga
kelevel bawah.
Konsep gratis belum jelas sasaran pembiayaannya oleh sekolah sehingga masih dianggap sebagai
beban bagi keluarga yang kurang mampu. Sebab, selain biaya yang dikeluarkan selama sekolah anak harus
mengeluarkan biaya untuk pakaian sekolah, uang daftar, buku dan alat tulis lainnya, serta biaya transportasi atau
akomodasi bagi siswa yang jauh dari sekolah. Hal-hal tersebut masih dianggap sebagai beban oleh orang tua
sehingga membuat mereka enggan untuk menyekolahkan anaknya. Selain itu, mata pencaharian orang tua anak
tidak dan putus sekolah sebagian besar petani, sebagian kecil nelayan, buruh, serta terdapat orang tua anak yang
tidak memiliki pekerjaan (tetap).
2. Faktor Kurangnya Minat
Faktor kedua yang menyebabkan anak putus sekolah adalah rendahnya atau kurangnya minat anak
untuk bersekolah, rendahnya minat anak dapat disebabkan oleh perhatian orang tua yang kurang, jarak antara
tempat tinggal anak dengan sekolah yang jauh, fasilitas belajar yang kurang, dan pengaruh lingkungan
sekitarnya. Minat yang kurang dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan misalnya tingkat pendidikan
masyarakat rendah yang diikuti oleh rendahnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan. Ada pula anak putus
sekolah karena malas untuk pergi sekolah karena merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan
sekolahnya, sering dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban biaya sekolah dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Ketidakmampuan ekonomi keluarga dalam menopang biaya pendidikan yang berdampak
terhadap masalah putus sekolahikologi anak sehingga anak tidak bisa bersosialisasi dengan baik dalam
pergaulan dengan teman sekolahnya selain itu adalah peranan lingkungan.
3. Faktor Kurangnya Perhatian Orang Tua
Faktor ketiga adalah kurangnya perhatian orang tua. Rendahnya perhatian orang tua terhadap anak
dapat disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga atau rendahnya pendapatan orang tua anak sehingga
perhatian orang tua lebih banyak tercurah pada upaya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Persentase anak
yang tidak dan putus sekolah karena rendahnya kurangnya perhatian orang tua. Dalam keluarga miskin
cenderung timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pembiayaan hidup anak, sehingga mengganggu
kegiatan belajar dan kesulitan mengikuti pelajaran. Banyak sekali anak yang putus sekolah ini diakibatkan
karena keadaan dirumahnya, biasanya dialami pada masa SMP dan SMA, karena pada masa itu anak sedang
mencari jati dirinya sendiri, sehingga sangat sulit untuk dinasehati orang tunya. Itu berakibat hubungan sang
orang tua dengan anak menjadi tidak harmonis lagi.
4. Faktor Ketiadaan Prasarana Sekolah
Faktor prasarana yang dimaksudkan adalah terkait dengan ketidaktersediaan prasarana pendidikan
berupa gedung sekolah atau alat transportasi dari tempat tinggal siswa dengan sekolah. Persentase anak yang
putus sekolah yang disebabkan karena faktor ketiadaan prasarana sekolah. Masalah ini sering terjadi di sekolah-
sekolah yang berada di pedesaan, maupun di wilayah pedalaman seperti di hutan. Alat transportasi yang kurang
serta jarak antara rumah dengan sekolah yang cukup jauh.
5. Faktor Fasilitas Belajar Kurang Memadai
Fasilitas belajar yang dimaksudkan adalah fasilitas belajar yang tersedia di sekolah, misalnya perangkat
(alat, bahan, dan media) pembelajaran yang kurang memadai, buku pelajaran kurang memadai, dan sebagainya.
Kebutuhan dan fasilitas belajar yang dibutuhkan siswa tidak dapat dipenuhi siswa dapat menyebabkan turunnya
minat anak yang pada akhirnya menyebabkan putus sekolah.
6. Faktor Budaya
Faktor budaya yang di maksudkan di sini adalah terkait dengan kebiasaan masyarakat di sekitarnya.
Yaitu, rendahnya kesadaran orang tua atau masyarakat akan pentingnya pendidikan. Perilaku masyarakat
pedesaan dalam menyekolahkan anaknya lebih banyak dipengaruhi faktor lingkungan. Mereka beranggapan
tanpa bersekolah pun anak-anak mereka dapat hidup layak seperti anak lainnya yang bersekolah. Oleh karena di
desa jumlah anak yang tidak bersekolah lebih banyak dan mereka dapat hidup layak maka kondisi seperti itu
dijadikan landasan dalam menentukan masa depan anaknya. Kendala budaya yang dimaksudkan adalah
pandangan masyarakat yang menganggap bahwa pendidikan tidak penting. Pandangan banyak anak banyak
rejeki membuat masyarakat di pedesaan lebih banyak mengarahkan anaknya yang masih usia sekolah diarahkan
untuk membantu orang tua dalam mencari nafkah.
7. Faktor lainnya, adalah cacat, IQ yang rendah, rendah diri, dan umur yang melampaui usia sekolah.
Persentase anak yang putus sekolah yang disebabkan karena faktor ini sangat sedikit, yaitu kurang dari
1%. Begitu juga untuk kategori anak tidak sekolah sama sekali, faktor penyebabnya adalah karena ekonomi di
samping faktor sarana, minat yang kurang, perhatian orang tua yang rendah, dan fasilitas yang kurang. Sebagian
kecil anak yang tidak sekolah sama sekali disebabkan karena cacat fisik.
Selain berbagai faktor-faktor di atas, terdapat faktor lain yang dikemukan oleh beberapa ahli diantaranya sebagai
berikut :
1. Keadaan Kehidupan Keluarga
Kita ketahui bahwa pendidikan itu tidak hanya berlangsung di sekolah (pendidikan formal), akan tetapi
dapat juga berlangsung di dalam keluarga (pendidikan informal). Keluarga sangat menentukan berhasil tidaknya
anak dalam pendidikan, karena pendidikan yang pertama dan utama diterima oleh anak adalah di dalam
keluarga. Begitu anak dilahirkan ke dunia masih dalam keadaan yang sangat lemah dan tidak berdaya, pada saat
ini sangat membutuhkan bantuan terutama dari kedua orang tua dan anggota keluarga yang lainnya sampai anak
menjadi dewasa. Di sinilah anak memperoleh bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman, baik yang
berupa susah, gembira dan kebiasaan-kebiasaan lain, seperti larangan, celaan, pujian dan juga sikap
kepemimpinan orang tuanya, kesemuanya ini ikut mempengaruhi jiwa anak, baik secara langsung ataupun tidak
langsung. (Farmadi,Selamatkan Anak-Anak dari Putusnya Pendidikan (Semarang: Mujahid Press, 2004), hal.
59).
2. Keadaan Ekonomi Orang Tua
Lemahnya keadaan ekonomi orang adalah salah satu penyebab terjadinya anak putus sekolah. Apabila
keadaan ekonomi orang tua kurang mampu, maka kebutuhan anak dalam bidang pendidikan tidak dapat
terpenuhi dengan baik. Sebaliknya kebutuhan yang cukup bagi anak hanyalah didasarkan kepada kemampuan
ekonomi dari orang tuanya, yang dapat terpenuhinya segala keperluan kepentingan anak terutama dalam bidang
pendidikan.
Jadi, kurangnya biaya pendidikan, maka akan mengakibatkan pendidikan tertunda. Bila dilihat dari segi
perkembangan zaman sekarang ini, yaitu biaya pendidikan yang setiap tahun terus meningkat, kebutuhan pokok
masyarakat terus meningkatkan harganya sedangkan mata pencahariannya semakin merosot, sehingga keadaan
kehidupan semakin sulit dan melarat. Keadaan semacam ini bisa kita lihat secara langsung di negara kita sendiri
Indonesia.
3. Keadaan Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan suatu situasi yang sangat erat kaitannya dengan anak putus sekolah. Di
mana sekolah itu merupakan suatu lembaga atau tempat anak memperoleh atau menerima pendidikan dan
pengetahuan kepada anak serta berusaha supaya anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Di
sekolah guru mengajarkan seorang anak untuk bisa bertanggung jawab baik untuk dirinya sendiri, keluarga
dan masyarakat.Dalam upaya untuk tercapainya tujuan pendidikan faktor-faktor sarana dan prasarana sangat di
butuhkan, seperti fasilitas gedung, ruangan serta alat-alat sekolah lainnya.
Baharuddin M, mengemukakan bahwa: Apabila faktor sarana ini tidak terpenuhi, maka banyak murid
usia sekolah, maupun berbagi tingkat pendidikan yang tidak bisa bersekolah, atau tidak bisa melanjutkan
sekolahnya. Bila hal tersebut terjadi berarti “putus sekolah” pun terciptalah dikarenakan faktor tersebut. Yang
vital adalah kurangnya pengadaan sarana tempat belajar dan pengadaan guru.

4. Keadaan Masyarakat
Masalah kehidupan anak bukan saja berlangsung di dalam rumah tangga dan sekolah, tetapi sebagian
besar kehidupannya berada dalam masyarakat yang lebih luas. Kehidupan dalam masyarakat merupakan
lingkungan yang ketiga bagi anak yang juga salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap
pendidikan mereka. Karena dalam lingkungan masyarakat inilah anak menerima bermacam-macam pengalaman
baik yang sifatnya positif maupun yang sifatnya negatif. Hal ini menunjukkan bahwa anak akan memperoleh
pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain.
A.H. Harahap mengemukakan bahwa: Lingkungan masyarakat merupakan faktor yang cukup kuat
dalam mempengaruhi perkembangan anak remaja yang sulit dikontrol pengaruhnya. Orang tua dan sekolah
adalah lembaga yang khusus, mempunyai anggota tertentu, serta mempunyai tujuan dan tanggung jawab yang
pasti dalam mendidik anak. Berbeda dengan masyarakat, di mana di dalamnya terdapat berbagai macam
kegiatan. Berlaku untuk segala tingkatan umur dan ruang lingkup yang sangat luas. (A.H. Harahap, Bina
Remaja (Medan: Yayasan Bina Pembangunan Indonesia, 1981), hal. 143 ).
Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa terjadinya anak putus sekolah disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain keadaan ekonomi orang tua yang tidak stabil, juga sarana dan prasarana. Sarana dan
prasarana adalah salah satu penunjang bagi anak untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
Kemudian masyarakat merupakan lingkungan yang ketiga bagi anak yang juga salah satu faktor yang sangat
besar pengaruhnya terhadap pendidikan mereka. Karena dalam lingkungan masyarakat inilah anak menerima
bermacam-macam pengalaman baik yang sifatnya positif maupun yang sifatnya negatif.

Akibat Anak Putus Sekolah


Akibat dari Anak putus sekolah adalah munculnya tekanan dari orang tuanya karena
faktor keluarga yang ekonominya rendah. Sebenarnya telah disebutkan dan diakui bahwa
anak-anak pada hakikatnya berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak, dan mereka
seyogianya tidak terlibat dalam aktivistas ekonomi secara dini. Namun demikian, akibat
tekanan kemiskinan, kurangnya animo orang tua terhadap pentingnya pendidikan bagi si
anak, dan sejumlah faktor lain, maka secara sukarela maupun terpaksa anak menjadi salah
satu sumber pendapatan keluarga yang penting.
Menurut Johannes Muller dalam Alful (2013) “kemiskinan dan ketimpangan struktur
institusional adalah variabel utama yang mengakibatkan kesempatan masyarakat terutama
Anak putus sekolah karena untuk memperoleh pendidikan menjadi terhambat.”Akibat
tekanan kemiskinan dan latar belakang sosial orang tua yang kebanyakan yang kurang
berpendidikan. Didaerah pedesaan Anak putus sekolah relatif ketinggalan dibandingkan
dengan teman-temannya yang kain dan tak jarang pula mereka kemudian putus sekolah di
tengah jalan. Karena orang tuanya tidak memiliki biaya yang cukup untuk menyekolahkan
anak mereka.
Berbeda dengan anak-anak dari kalangan atas yang ekonominya mapan dan terpelajar.
Di mana sejak kecil mereka sudah didukung oleh fasilitas belajar yang memadai. Anak-anak
dari keluarga miskin di daerah pedesaan umumnya hanya memiliki fasilitas yang pas-pasan,
dan yang paling memprihatinkan adalah orang tua si anak biasanya bersikap acuh tak acuh
pada urusan sekolah anaknya.
Sehingga anak putus sekolah tidak bisa merasakan bahwa sekolah itu memang penting bagi
masa depannya. jika anak putus sekolah tidak bisa sekolah lagi itu akan memberatkan anak
putus sekolah, karena anak putus sekolah akan semakin bodoh tidak akan semakin pintar lagi.
berbeda jika anak putus sekolah akan melanjutkan sekolahnya pasti mereka akan berusaha
belajar dari nol agar mereka bisa pintar kembali.
karena pendidikan itu paling penting untuk anak putus sekolah kalau anak putus
sekolah tidak bisa melanjutkan sekolahnya kembali, masa depannya akan suram. sehingga
anak putus sekolah tetap melanjutkan sekolahnya. dengan tidak memiliki bekal pendidikan
anak putus sekolah tidak akan bisa mencari pekerjaan di masa mendatang.

Usaha Mengatasi Anak Putus Sekolah


Dalam mengatasi terjadinya anak putus sekolah harus adanya berbagai usaha
pencegahannya sejak dini, baik yang dilakukan oleh orang tua, sekolah (pemerintah) maupun
oleh masyarakat. Sehingga anak putus sekolah dapat dibatasi sekecil mungkin.Menurut Sari
(2013) “Usaha-usaha untuk mengatasi terjadinya anak putus sekolah di antaranya dapat di
tempuh dengan cara membangkitkan kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak,
memberikan dorongan dan bantuan kepada anak dalam belajar, mengadakan pengawasan
terhadap di rumah serta memberikan motivasi kepada anak sehingga anak rajin dalam belajar
dan tidak membuat si anak bosan dalam mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan di
sekolah, tidak membiarkan anak bekerja mencari uang dalam masa belajar, dan tidak
memanjakan anak dengan memberikan uang jajan yang terlalu banyak.”
Selain itu, penanganan putus sekolah dapat dilakukan dengan
1. Peningkatan peran Pemerintah dalam menyelesaikan masalah pendidikan, yaitu dengan
mengalokasikan anggaran pendidikan yang memadai disertai dengan pengawasan
pelaksanaan anggaran agar dapat benar-benar dimanfaatkan untuk memperbaiki pendidikan
di Indonesia
2. Program pembangunan infrastruktur sekolah yang merata. Pendidikan yang baik tidak hanya
diselenggarakan di kota, namun dapat menjangkau pedesaan, daerah terpencil bahkan daerah
pedalaman yang tersebar di pulau-pulau yang ada di Indonesia. Harus ada niat dan
pengawalan yang ketat untuk pembangunan infrastruktur pendidikan tersebut, agar dana yang
telah dialokasikan tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak atau oknum tertentu yang ingin
mendapatkan keuntungan pribadi.
3. Menyusun kurikulum yang lebih representatif yang dapat menggali potensi siswa, tidak
sekedar hardskill, namun juga softskill, sehingga anak-anak Indonesia dapat lebih berkualitas,
cerdas, bermoral dan beretika
4. Guru merupakan salah satu tonggak untuk berjalannya pendidikan, karena guru sangat
berperan dalam menciptakan siswa yang cerdas, terampil, bermoral dan berpengetahuan luas.
Sehingga Pemerintah harus lebih memperhatikan kualitas, distribusi dan kesejahteraan guru
di Indonesia.
5. Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Seharusnya pendidikan berkualitas dapat
dinikmati oleh seluruh anak-anak Indonesia dari tingkat TK (Taman Kanak-Kanak) sampai
Perguruan Tinggi, baik miskin maupun kaya dengan kualitas pendidikan yang sama.
Sehingga sepantasnya Pemerintah dapat membuat aturan untuk menuju penyelenggaraan
pendidikan yang berkualitas yang dapat dijangkau oleh seluruh rakyat Indonesia. Karena jika
kita lihat kembali UUD 1945, maka Pemerintah lah yang wajib menjamin seluruh rakyat
Indonesia untuk mendapatkan pendidikan.
6. Penguatan pendidikan non-formal di keluarga. Saat ini banyak sekali orang tua yang kurang
memperhatikan pendidikan anak di rumah. Pendidikan di keluarga dapat menjadi dasar yang
kuat bagi anak untuk membantu dalam pergaulan dan perkembangan anak diluar rumah,
terutama disertai dengan pendidikan agama yang cukup kuat. Kurangnya kontrol dan
pengawasan orang tua kepada anak, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya
kualitas pendidikan anak di Indonesia, terutama pendidikan softskill. Selain itu juga
komitmen orang tua untuk memberikan pendidikan yang terbaik untuk putra-putrinya
sehingga dapat menjadi anak yang cerdas dan berguna untuk bangsa dan negara.
Pada intinya, Pendidikan merupakan pondasi bagi generasi bangsa, yang akan
menyiapkan generasi yang cerdas, bermoral dan berkualitas bagi masa depan. Untuk itu
marilah kita mulai turut berperan dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan
di Indonesia dengan perannya masing-masing
PENUTUP
Kesimpulan
Anak putus sekolah ialah anak yang dimana seharusnya ia mengecap pendidikan atau
duduk dibangku sekolah akan tetapi dikarenakan berbagai faktor ia tidak dapat
menyelesaikan program belajarnya hingga tuntas.
Penyebab anak yang putus sekolah dikarenakan oleh beberapa faktor, yaitu ekonomi, minat anak yang
kurang, perhatian orang tua rendah, faktor budaya, fasilitas belajar kurang, ketiadaan sekolah/sarana, dan cacat
atau kelainan jiwa.
Akibat dari Anak putus sekolah adalah munculnya tekanan dari orang tuanya karena faktor
keluarga yang ekonominya rendah.
Akibat tekanan kemiskinan, kurangnya animo orang tua terhadap pentingnya
pendidikan bagi si anak, dan sejumlah faktor lain, maka secara sukarela maupun terpaksa
anak menjadi salah satu sumber pendapatan keluarga yang penting.
Usaha-usaha untuk mengatasi terjadinya anak putus sekolah di antaranya dapat di
tempuh dengan cara membangkitkan kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak,
memberikan dorongan dan bantuan kepada anak dalam belajar, dan tidak memanjakan anak
dengan memberikan uang jajan yang terlalu banyak.

Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran/rekomendasi yang diajukan sebagai berikut. Upaya untuk
meminimalisir anak putus sekolah harus dilakukan melalui kerja sama semua unsur masyarakat, baik itu dari
pendidikan formal, informal, dan non formal.

DAFTAR RUJUKAN
Alful. Penyebab Anak Putus Sekolah dan Cara Penanggulangannya,
(Online).https://alful161.wordpress.com/2013/06/09/penyebab-anak-anak-putus-sekolah-dan-
cara-penanggulangannya/, diakses tanggal 15 Maret 2015

Maharani, Warih. Pendidikan Anak di


Indonesia, (Online).https://publicanonyme.wordpress.com/2014/04/06/potret-pendidikan-
anak-di-indonesia/ , diakses tanggal 15 Maret 2015

Sari, Vitriana Nowita. Mengentaskan Anak Putus Sekolah,


(Online).https://vitri2404.wordpress.com/2013/06/09/mengentaskan-anak-putus-sekolah/,
diakses tanggal 15 Maret 2015

Tobing, Jakob. Hak untuk Mendapatkan


Pendidikan, (Online).http://www.leimena.org/id/page/v/750/kenali-hak-dan-tanggung-jawab-
anda-hak-untuk-mendapat-pendidikan-4, diakses tanggal 15 Maret 2015

Anda mungkin juga menyukai