Anda di halaman 1dari 14

“MANTU”

(Mochi Pandan Kenitu)

NUTRACEUTICAL BERBAHAN DASAR BUAH KENITU

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH ETNOMEDICINE

Dosen Pengampu:

Burhan Ma'arif Z.A, S.Farm., Apt., M.Farm

Disusun oleh:

Ainun Aulia Rahman (16670032)

Tsalits Kamilah N R (16670043)

Galih Elsy Karawid (16670053)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan jajanan manis merupakan salah satu makanan kegemaran masyarakat
terutama anak-anak. Makanan manis yang beredar di tengah masyarakat bermacam-macam
jenisnya, dari makanan tradisional hingga makanan cepat saji. Namun sayangnya,
masyarakat kurang selektif dalam mengkonsumsi makanan-makanan tersebut, mengingat
banyaknya makanan berbahaya yang beredar dengan bebas di tengah masyarakat,
khususnya di Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena banyaknya produsen yang tidak
memperdulikan kualitas barangnya dan hanya berfokus untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya melalui hasil penjualan produknya. Makanan manis yang tidak sehat
tentunya akan berdampak negatif bagi tubuh manusia.
Menurut WHO (1947), sehat merupakan sebuah keadaan yang sempurnabaik
secara fisik, mental, dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit ataukelemahan.
Kesehatan merupakan suatu hal berhubungan erat perilaku.Sehingga kondisi yang
dikatakan sehat merupakan suatu pilihan individu.Setiap perilaku yang ditunjukkan
merupakan dampak dari pengaruh-pengaruhbaik intrinsik maupun eksternal. Sebuah teori
perilaku sehat yaitu PAMP (The Precaution Adoption Process Model) menjelaskan
bagaimana sebuahkeputusan yang diambil oleh individu mempengaruhi bagaimana
tindakanyang berkaitan dengan perilaku sehat terbentuk. Bila fenomena diatas
dikajidengan menggunakan teori ini, maka dapat di jelaskan bagaimana perilaku
masyarakat dalam memilih dan mengkonsumsi makanan manis.
Buah kenitu merupakan buah yang memiliki rasa manis yang khas. Selama ini
masyarakat hanya mengkonsumsi kenitu secara langsung tanpa mengolahnya terlebih
dahulu. Belum terdapat produk olahan yang memanfaatkan buah musiman yang tidak
bertahan lama ini. Sehingga setelah panen tiba dan apabila buah ini tidak laku terjual di
pasar, maka buah ini akan membusuk dan tidak dapat dikonsumsi lagi.
Berdasarkan uraian diatas, maka kami berinisiatif untuk membuat makanan sehat
dan enak berbahan buah kenitu. Dengan begitu terdepat dua tujuan yang akan dicapai. Yaitu
meningkatkan kesehatan masyarakat dengan produk makanan sehat, serta membuat inovasi
baru olahan kenitu agar tidak terbuang percuma apabila tidak laku terjual pasca panen.
1.2 Tujuan
Tujuan dari dibuatnya produk nutraceutical ini yaitu menghasilkan produk olahan
kenitu yang memiliki khasiat untuk dijadikan makanan yang menarik dan diterima
masyarakat
1.3 Manfaat
Manfaat dari dibuatnya produk nutraceutical ini, diantaranya:
1. Memberi inovasi baru untuk pengolahan buah kenitu
2. Menciptakan makanan sehat dan enak bagi masyarakat
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nutraceutical
Pengobatan secara alami dengan menggunakan bahan-bahan alami sangat dibutuhkan
oleh tubuh untuk menghindari efek samping dari obat-obat tertentu yang akan merugikan
tubuh serta melihat dari keterjangkauan harga obat yang dibuat dari bahan alami dari
lingkungan sekitar. Terapi kuratif tidak hanya dilakukan dengan cara konvensional seperti
meminum obat pada umumnya, namun bisa dilakukan dengan makan makanan tertentu yang
mempunyai efek baik terhadap kesehatan. Penggunaan unsur tanaman untuk pengobatan dan
kesehatan disebut dengan nutraceutical atau pangan fungsional. Nutraceutical adalah istilah
yang diciptakan oleh Stephen DeFelice pada tahun 1979. Istilah ini didefinisikan sebagai
makanan atau bagian dari makanan yang dapat menyumbangkan manfaat bagi kesehatan
meliputi pencegahan dan pengobatan penyakit selain fungsi dasarnya sebagai penyedia zat
gizi (Tapas et al., 2008; Palupi, 2013).
Wildman (2001) menjelaskan pangan fungsional sebagai pangan alami (sebagai contoh,
buah-buahan dan sayur-sayuran) atau pangan olahan yang mengandung komponen bioaktif
sehingga dapat memberikan dampak positif pada fungsi metabolisme manusia.Definisi lain
yang dijelasakan oleh Wildman (2001) yaitu pangan fungsional merupakan pangan olahan
yang mengandung bahan-bahan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis
tertentu, tidak membahayakan, dan bermanfaat bagi kesehatan. Kalra (2003) menambahkan
bahwa pangan fungsional dapat bertindak sebagainutraceutical. Sebaagai contoh dapat
digunakan sebagai bahan fortifikasi pada produk susu.
Badan POM (2001) menjelaskanpangan fungsional sebagai pangan yang secara alamiah
maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-
kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi
kesehatan. Serta dikonsumsi sebagai mana layaknya makanan atau minuman, mempunyai
karakteristik sensori berupa penampakan, warna dan tekstur dan cita rasa yang dapat diterima
oleh konsumen, tidak memberikan kontraindikasi dan tidak memberikan efek samping pada
jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya. Pangan
fungsional berupa pangan yang dapat dikonsumsi setiap saat oleh yang memerlukannya, jadi
bukan berbentuk kapsul atau tablet. Jika diperhatikan berdasarkan fungsinya, maka pangan
fungsional dapat berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah penyakit,
memulihkan kondisi tubuh, dan menghambat proses penuaan.
Brower (1998) menjelaskan bahwa istilah "nutraceutical" diciptakan dari istilah
"nutrition" dan "pharmaceutical" oleh Stephen DeFelice, MD, pendiri dan ketua Yayasan
untuk Inovasi dalam Kedokteran (FIM) pada tahun 1989. DeFelice mendefinisikan
nutraceutical sebagai makanan (atau bagian dari makanan) yang memberikan manfaat medis
atau kesehatan, termasuk pencegahan dan/atau pengobatan suatu penyakit. Trottier el al
(2010) membedakan istilah nutraceutical dengan pangan fungsional. Ketika pangan
fungsional digunakan dalam pencegahan dan/atau pengobatan penyakit dan/atau gangguan
selain anemia, itu disebut nutraceutical.
Menurut Karla (2003) ada persamaan antara pangan fungsional dan nutraceutical, yaitu
pangan fungsional dapat bertindak sebagai nutraceutical. Sebaagai contoh, nutraceutical dapat
digunakan sebagai bahan fortifikasi pada produk susu maupun indutri jus. Dalam penelitian
terdahulu oleh Broer (1998) beberapa zat yang terkandung di dalam makanan alamiseperti
vitamin E, selenium, vitamin D, teh hijau, kedelai, dan likopen adalah contoh dari
nutraceuticals yang telah dipelajari secara luas dalam kesehatan manusia.
Karla (2003) juga menjelaskan perbedaan nutraceuticals dengan suplemen, ditinjau dari
aspek berikut: (1) nutraceuticals tidak hanya harus melengkapi fungsi diet tetapi juga harus
membantu dalam pencegahan dan/atau pengobatan penyakit dan/atau gangguan kesehatan;
dan (2) nutraceuticals digunakan sebagai makanan konvensional atau sebagai item tunggal
makan. Laparra dan Sanz (2010) menambahkan bahwa komponen tersebut memainkan peran
yang bermanfaat di luar gizi dasar, yang mengarah ke pengembangan dari konsep pangan
fungsional dannutraceuticals.
Defelice (1989) mengungkapkan suatu definisi mengenai nutraceutical yaitu suatu
substansi yang berasal dari makanan atau bagian dari makanan yang memiliki efektifitas
dalam pengobatan atau kesehatan, termasuk untuk pencegahan dan mengobati penyakit.
Produk-produk merupakan nutraceutical isolate nutrisi, supplement food, dan makanan yang
diproses dengan teknologi. Produk nutraceutical dibagi dalam dua tipe yaitu; “Potential
Nutraceutical” (belum didukung oleh data klinis) dan “Established Nutraceutical” (telah
didukung oleh data klinis yang terbukti efektif untuk kesehatan). Pembuatan produk
nutraceutical menggunakan bahan dasar makanan sehingga aman untuk tubuh manusia dan
melalui proses pembuatan seperti produk farmasi/obat yaitu melalui tahapan yang panjang
yaitu uji pra klinis, uji klinis dan uji pasca pemasaran yang dapat membuktikan
efikasi/efektifitasnya.
2.2 Kenitu
Chrysophyllum cainito L. Umumnya
dikenal oleh masyarakat dengan istilah
kenitu, sedangkan di daerah asalnya
(Amerika Tengah) disebut star apple. Kenitu
berasal dari dataran rendah Amerika Tengah
dan Hindia Barat. Tanaman ini termasuk
dalam family Sapotaceae dan banyak tumbuh
di daerah dengan curah hujan tinggi dan lembab yaitu pada ketinggian 5-1000 meter dari
permukaan laut. C. Cainito merupakan jenis tumbuhan pohon yang tingginya berkisar 10-30
meter, berumur menahun (parenial). Termasuk tumbuhan hermafrodit (sel-fertile) (Zulaikhah,
2015).
Kenitu (Chrysophyllum cainito L.,suku Sapotaceae) atau Star Apple banyak terdapat di
pulau Jawa bagian hilir dan daerah pegunungan rendah. Tanaman ini pernah dibiakkan sebagai
tanaman buah-buahan atau tanaman hias. Di dalam buletin No. 37 Musium Kolonial, Kwast
mendeskripsikan buah kenitu sebagai buah yang lembut, berair, menyegarkan dan enak
rasanya. Akan tetapi, buah tersebut tidak laku dijual di sini bahkan juga di tempat asalnya di
Amerika tropis (Heyne, 1987).
2.2.1 Klasifikasi Tumbuhan Kenitu

Klasifikasi kenitu menurut USDA (2004) adalah sebagai berikut :


Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ebenales
Suku : Sapotaceae
Marga : Chrysophyllum
Jenis : Chrysophyllum cainito L.
2.2.2 Morfologi Tumbuhan Kenitu
Pohon C. Cainito memiliki tinggi 25-100 kaki (8-30 meter) dengan batang pendek
3 kaki (1 meter), tebal dan padat. Isi buah berwarna putih dan bergetah lateks. Buah
berbentuk bulat atau elips yang berbentuk seperti buah pir dengan diameter 5-10 cm,
berwarna merah-ungu, hitam ungu, atau hujau pucat, tekstur buah halus dan mengkilap.
Bijinya 3-10 butir, keras,mengkilap, pipih agak bulat telur dengan panjang 1 cm, berwarna
cokelat sampai hitam keunguan (Morton, 1987)
2.2.3 Kandungan Kimia Kenitu
C. cainito berisi 67,2 kalori dengan kandungan protein 0,72-2,33 g, kerbohidrat
14,7 g, dan serat 0,55-3,33 g. Vitamin yang terkandung dalam C. Cainito yaitu karoten
0,004-0,039 mg, tiamin -,018-0,08 mg, riboflavin 0,013-0,04 mg, niacin 0,935-1,340 mg,
dan asam askorbat 3,0-15,2 mg. Sedangkan asam amino yang terkandung dalam C. Cainito
yaitu triptofan 4 mg, metionin 2 mg, dan lisin 22 mg (Morton, 1987).
Buah kenitu diketahui mengandung berbagai polifenol antioksidan seperti: katekin,
epikatekin, galokatekin, epigalokatekin, kuersetin, kuersitrin, isokuersitrin, mirisitrin, dan
asam galat (Luo et al., 2002). Selain itu, buah kenitu mengandung antosianin antioksidan
sianidin-3-O-δ-glukopiranosida (Einbondet al., 2004). Biji buah kenitu mengandung
lucumin 1,2% (glikosida sianogenik yang pahit), pouterin 0,0037%, minyak lemak 6,6%,
saponin 0,19%, dekstrosa 2,4% dan abu 3,75%. Daun kenitu mengandung alkaloid, resin,
asam resinatdan senyawa pahit lainnya (Das et al., 2010).
2.2.4 Pengobatan Tradisional Kenitu
Secara umum, kenitu banyak digunakan untuk pengobatan tradisional berbagai
macam penyakit. Daun kenitu dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Infus
daun yang kaya akan tanin dipercaya oleh masyarakat Kuba di Miami sebagai obat kanker
(Morton, 1987). Infus daun juga digunakan untuk pengobatan diabetes dan rematik
persendian. Dekok daun digunakan untuk mengobati nyeri dada (Das et al., 2010).
Buah kenitu selain dikonsumsi secara langsung juga digunakan untuk pengobatan.
Buah yang sudah masak digunakan sebagai anti inflamasi pada keadaan laringitis dan
pneumonia serta pengobatan diabetes melitus (Morton, 1987). Buah yang masak ini juga
digunakan untuk pengobatan diabetes (Das et al., 2010). Dekok buah digunakan sebagai
obat kumur untuk pengobatan angina (nyeri otot jantung). Di Venezuela, buah yang belum
masak digunakan untuk gangguan pencernaan. Meski demikian, konsumsi buah secara
berlebihan menyebabkan konstipasi. Dekok kulit buah digunakan untuk mengobati nyeri
dada (Das et al., 2010).

2.3 Mochi
Kue Mochi merupakan salah satu kue yang
berasal dari Jepang dan terbuat dari beras ketan,
ditumbuk sehingga menjadi lembut dan
lengket, kemudian dibentuk bulat dan ditaburi
dengan tepung maizena yang sudah disangrai
atau wijen. Di Jepang, dahulu kue ini sering
dibuat dan dimakan pada saat perayaan tahun
baru Jepang. Namun sekarang jenis kue ini dapat dijual dan diperoleh di toko‐toko kue
sepanjang tahun. Kue ini memiliki rasa yang khas yaitu lembut saat pertama kali dimakan dan
lama kelamaan menjadi lengket. Masyarakat Indonesia membuat kue mochi dengan berbagai
macam variasi baik isi maupun adonan kulitnya. Kue mochi dapat dimodifikasi dengan
menggunakan substitusi bahan lain agar mempunyai nilai fungsional (Lungga, 2016).
Menurut Andriaryanto (2016) Mochi terbuat dari tepung ketan putih dan tepung sagu, oleh
sebab itu kandungan gizi pada makanan ini 75-90% adalah karbohidrat dan mengandung
sedikit sekali protein. Dalam satu porsi mochi mengandung lemak 1,3 gr, karbohidrat 16 gr,
fiber 1,3 gr dan protein hanya 1,3 gr.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Gambaran tentang Produk


Produk nutraceutikal yang direncanakan adalah kue mochi dengan pandan sebagai
pewarna dan buah kenitu sebagai isian untuk menambah rasa. Produk ini sebagai
pengganti makanan manis yang tidak sehat bagi masyarakat. Produk ini akan diberi nama
“MANTU” yaitu kepanjangan dari “Mochi Pandan Kenitu”.
MANTU merupakan makanan manis yang menyehatkan karena dalam kue ini
terdapat isian buah kenitu yang rendah kalori, tidak mengandung lemak, mengurangi
gejala sindrom pra-menstruasi, serta memiliki rasa yang enak. Nutrisi yang terkandung
dalam kenitu juga dapat menurunkan resiko beberapa jenis kanker. Selain sebagai
pewarna dan penambah aroma, kandungan dalam pandan dapat melancarkan sistem
pencernaan, menetralkan racun, dan juga mencegah kanker.
MANTU dapat menyelesaikan atau menjadi alternative solusi untuk mengatasi
akibat dari makanan manis berlebihan pada masyarakat yang menimbulkan masalah pada
perkembangan tubuh manusia dan memunculkan berbagai penyakit. Selain itu, MANTU
juga dapat menghadirkan kembali jajanan tradisional yang sudah lama tidak muncul
dengan variasi rasa baru yang menarik.
3.2 Prosedur Pembuatan Produk
3.2.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang harus disiapkan dalam pembuatan kue MANTU ini adalah sebagai
berikut:
 Baskom
 Blender
 Pengukus
 Kompor
 Wajan

Sedangakan bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kue MANTU adalah


sebagai berikut:
 Bahan kulit luar

 Tepung beras ketan 400 gr


 Gula pasir 200 gr
 Tepung beras 40 gr
 Tepung Meizena 70 gr
 Air 500 ml
 Garam 1 sendok teh
 Mentega 4 sendok makan
 Sari Pandan sesuai selera
 Pewarna makanan hijau sesuai selera

 Bahan isian
 Daging buah kenitu 2 kg
 Gula 1 kg

3.2.2 Cara Pembuatan


Pembuatan MANTU ini dibagi menjadi 3 tahapan. Diantara tahapan-tahapan
tersebut yaitu pembuatan kulit luar mochi, pembuatan isian, dan memasukkan isian ke
dalam kulit luar mochi. Langkah yang paling awal yaitu disiapkan segala alat dan
bahan yang mendukung proses pembuatan MANTU.
Tahapan yang pertama atau pembuatan kulit bagian luar kue mochi yaitu disiapkan
wadah, dicampurkan 400 gr tepung ketan, 20 gr tepung beras, dan 4 sendok makan
mentega lalu aduk hingga rata. Dimasukkan larutan yang terbuat dari 200 gr gula pasir,
1 sendok teh garam dan 500 ml air dan sari pandan secukupnya dalam wadah yang
berisi tepung ketan dan tepung beras. Untuk mempercantik tampilan, ditambahkan
pewarna makanan. Diaduk semua bahan tersebut hingga rata. Setelah semua bahan
tercampur rata, dimasukkan adonan ke dalam pengukus. Dikukus adonan selama 30
menit. Jika telah matang dikeluarkan adonan, dimasukkan dalam sebuah wadah dan
ditunggu hingga suhunya turun.
Sembari menunggu, dibuat isian kue mochi berupa selai kenitu. Tahapan
pembuatan selai ini yaitu dipisahkan 2 kg daging kenitu dari kulit dan bijinya.
Kemudian dihaluskan dengan cara di blender. Setelah daging kenitu halus, dipanaskan
bersama 1 kg gula pasir menggunakan wajan selama kurang lebih setengah jam.
barulah setelah selai mengental, diangkat dan didingikan.
Tahap terakhir yaitu memasukkan isian atau selai kenitu ke dalam kulit luar mochi.
Diambil bagian luar mochi sebanyak 3 sendok makan lalu dipipihkan. Setelah bagian
luar mochi telah pipih dimasukkan isian selai kenitu di dalamnya sebanyak 1 sendok
makan. Dibungkus isian selai kenitu dengan bagian luar hingga isian tidak terlihat.
Setelah itu dibentuk membulat. Mochi yang telah selesai dibulatkan kemudian
diguling-gulingkan di atas tepung meizena yang sebelumnya telah disangrai.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik yaitu buah kenitu dapat diambil manfaatnya selain
dengan cara dimakan langsung seperti pada umumnya. Salah satunya diolah menjadi
produk makanan enak berupa kue mochi. Sehingga manfaat dalam buah kenitu dapat
dinikmati dalam bentuk variasi yang lebih enak.
4.2 Saran
Saran untuk pembuatan MANTU ini yaitu agar lebih berhati-hati dalam mengolah
selai kenitu. Terutama saat memisahkan daging buah dengan kulit dan biji, sehingga
getah tidak ikut dalam daging buah dan menyebabkan rasa sepat pada selai.
DAFTAR PUSTAKA

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan
Fungsional. Jakarta: BPOM.

Andriaryanto. 2016. KAJIAN MUTU MOCHI YANG DIFORTIFIKASI DENGAN KONSENTRAT


PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata). Students of Fisheries and Marine Science
Faculty, University of Riau

Brower, V. 1998. Nutraceuticals: poised for a healthy slice of the healthcare market?. Nat.
Biotechnol . 16. 728-731.

Das, A., Badaruddin, B.N., Bhaumik, A., 2010. A Brief Review on Chrysophyllum cainito.
Journal of Pharmacognosy and Herbal Formulations. 1, 1, 1-7.

Einbond, L.S., Reynertson, K.A., Luo, X-D., Basile, M.J., Kennelly, E.J. 2004. Anthocyanin
Antioxidants from Edible Fruits. Food Chemistry. 84: 23-28.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I dan II. Terj. Badan Libang Kehutanan.
Cetakan I. Jakarta Pusat: Koperasi karyawan Departemen Kehutanan.

Kalra E, K. 2003. Nutraceutical – Definition and Introduction. AAPS PharmSci. 5 (3)

Laparra, J.M.; Sanz, Y. 2010. Interactions of gut microbiota with functional foodcomponents and
nutraceuticals. Pharmacol. Res 61, 219-225.

Lungga, Athanasia. Dkk. 2016. KARAKTERISTIK KUE MOCHI DENGAN EKSTRAK


DAUN JAMBU BIJI MERAH (Psidium guajava) DAN JAHE (Zingiber officinale). Fakultas
Teknologi dan Industri Pangan Universitas Slamet Riyadi Surakarta

Luo, X.D., Basile, M.J., Kennely, E.J., 2002, Polyphenolic Antioxidants from Chrysophyllum
cainito L. (Star Apple). Journal of Agricultural and Food Chemistry. 50 ( 6): 1379-1382

Morton, J. 1987. Fruits of warm climates. Miami: FL, pp.281-286.


Palupi, Nurheni Sri. 2013. Pangan Fungsional dalam Pola Konsumsi Pangan Untuk Hidup Sehat,
Aktif dan Produktif. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor.

Tapas A, Sakarkar DM, Kakde RB. 2008. Flavonoids as nutraceuticals : a review, Tropical J
Pharm Res. 7(3) : 1089-1099

Trottier, G. et,al. 2010. Nutraceuticals and prostate cancer prevention: a current review . Nat.
Rev. Urol. 7, 21-30.
USDA, NRCS. 2004. The Plants Database, Version 3.5. National Plant Data Center, Baton Rouge,
LA USA.

Wildman, R.E.C. 2001. Handbook of Nutraceuticals dan Functional Food. CRC Press. Boca
Raton.

World Health Organization. 1947. Definisi Sehat. WHO

Zulaikhah, Siti. 2015. Uji Aktivitas Polivenol dan Flavonoid Ekstrak Air, Aseton, Etanol,
Beberapa Varian Daun Kenitu Dari Daerah Jember. Fakultas Farmasi Universitas Jember

Anda mungkin juga menyukai