Latar Belakang
1
PEMBAHASAN
1. Fenomena adalah dapat diartikan sebagai hal – hal yang dapat disaksikan dengan
panca indera dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah. Fenomena yang
dimaksudkan disini adalah banyaknya jumlah anak putus sekolah yang terdapat di
daerah nelayan yang mempunyai sarana dan fasilitas pendidikan yang memadai.
2. Anak adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum
mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, di mana kata anak
merujuk pada lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak dari orang tua mereka,
meskipun mereka telah dewasa.
3. Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga
pendidikan tempat dia belajar. Anak Putus sekolah yang dimaksud disini adalah
terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan formal, yang disebabkan oleh
berbagai faktor.
4.Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena
sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap
proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk
mendapatkan pendidikan yang layak
2
agar peserta didik secara aktif potensi dirinyauntuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa, dan negara”.
Angka Putus Sekolah mencerminkan anak-anak usia sekolah yang sudah tidak
bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu, hal ini
sering digunakan sebagai salah satu indikator berhasil/tidaknya pembangunan di
bidang pendidikan. Penyebab utama putus sekolah antara lain karena kurangnya
kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak sebagai investasi masa depannya;
kondisi ekonomi orang tua yang miskin; dan keadaan geografis yang kurang
menguntungkan.
Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena
sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap
proses tumbuh kembang anaka tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk
mendapatkan pendidikan yang layak.
3
Hak anak akan pendidikan
Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak wajib
dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan dan
pemerintah. Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu orang tua,
lembaga masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang jalannya
pendidikan. Hak kewajiban anak tertuuang dalam UU perlindungan anak :
“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembangm dan berpartisipasi
secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan diskriminasi (4). Setiap anak berhak atas suatu nama
sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan (5). Setiap anak berhak untuk
beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat
kecerdasan usianya dalam bimbingan orang tua (6). Setiap anak berhak mengetahui
orang tuanya sendiri (7 ayat 1). Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan
dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial (8).
Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan.
Pendidikan itu tanggung jawab semua masyarakat, bukan hanya tanggung jawab
sekolah. Konsekuensinya semua warga negara memiliki kewajiban moral untuk
menyelamatkan pendidikan. Sehingga ketika ada angggota masyarakat yang tidak bisa
sekolah hanya karena tidak punya uang, maka masyarakat yang kaya atau tergolong
sejahtera memiliki kewajiban moral untuk menjadi orang tua asuh bagi kelangsungan
sekolah anak yang putus sekolah pada tahun ini mencapai puluhan juta anak di
seluruh Indonesia. Pendidikan itu dimulai keluarga. Paradigma ini penting untuk
dimiliki oleh seluruh orang tua untuk membentuk karakter manusia masa depan
bangsa ini. Keluarga adalah lingkungan yang paling pertama dan utama dirasakan
oleh seorang anak, bahkan sejak masih dalam kandungan. Karena itu pendidikan di
keluarga yang mencerahkan dan mampu membentuk karakter anak yang sholeh dan
kreatif adalah modal penting bagi kesuksesan anak di masa-masa selanjutnya.
4
5
Sumber : statistik pendidikan, diolah Bang Imam Berbagi, 2019
6
Jumlah siswa yang putus sekolah di Tahun Ajaran 2018/2019 ini mencapai 105.143
anak. Uniknya, putus sekolah tersebut sudah ada sejak di Kelas 1 SD. Untuk
pertanyaan alasan kenapa bisa putus sekolah, hingga saat ini masih samar-samar,
karena putus sekolah sudah terjadi sejak Kelas 1 SD. Data yang terangkum dalam
Statistik Pendidikan Tahun Ajaran 2018/2019 misalnya, tercatat jumlah siswa putus
sekolah untuk Kelas 1 SD saja mencapai 9.056 anak. Ternyata siswa putus sekolah
Kelas 1 SD itu terbanyak di Provinsi Jawa Timur, di daerah ini tercatat jumlah siswa
putus sekolah mencapai 1.099 anak. Kemudian terbanyak di Provinsi Jawa Tengah
sebanyak 945 anak, Provinsi Jawa Barat 759 anak, Provinsi Sulawesi Selatan 542
anak, dan di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 530 anak. Tercatat juga jumlah siswa
putus sekolah terbanyak untuk jenjang SD berada di Kelas 6 yakni sebanyak 11.706
anak. Itu artinya sebanyak 35,18% anak putus sekolah di SD berada di Kelas 6.
Kemudian disusul Kelas 1 sebanyak 9.056 anak (27,22%). Jumlah siswa Kelas 6
paling banyak putus sekolah berada di Provinsi Papua sebanyak 1.889 anak, Provinsi
Sumatera Utara sebanyak 1.202 anak, dan Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 1.051
anak. Secara umum jumlah putus sekolah terbanyak berada pada jenjang SD sebanyak
33.268 anak (31,64%). Kemudian disusul jenjang SMP sebanyak 28.651 anak
(27.24%), SMK 25.357 anak (24,11%), dan di SMA sebanyak 15.953 anak (15,17%)
7
dan di SLB sebanyak 1.914 anak (1,84%). Jumlah anak putus sekolah lebih banyak di
sekolah negeri (59,82%) dan di sekolah swasta sebanyak 40,18%.
www.pdfcrawler.com/102981/wajib-belajar-sembilan-tahun.html
1. Faktor pertama yang menyebabkan anak tidak dan putus sekolah adalah faktor
ekonomi, yaitu mencapai 36%. Faktor ekonomi yang dimaksudkan adalah
ketidakmampuan keluarga si anak untuk membiayai segala proses yang
dibutuhkan selama menempuh pendidikan atau sekolah dalam satu jenjang
tertentu. Walaupun Pemerintah telah mencanangkan wajib belajar 9 tahun, namun
belum berimplikasi secara maksimal terhadap penurunan jumlah anak yang tidak
dan putus sekolah.
8
2. Faktor kedua yang menyebabkan anak tidak dan putus sekolah adalah rendahnya
atau kurangnya minat anak untuk bersekolah, Rendahnya minat anak dapat
disebabkan oleh perhatian orang tua yang kurang, jarak antara tempat tinggal
anak dengan sekolah yang jauh, fasilitas belajar yang kurang, dan pengaruh
lingkungan sekitarnya. Minat yang kurang dapat disebabkan oleh pengaruh
lingkungan misalnya tingkat pendidikan masyarakat rendah yang diikuti oleh
rendahnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan. Ada pula anak putus
sekolah karena malas untuk pergi sekolah karena merasa minder, tidak dapat
bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya, sering dicemoohkan karena tidak
mampu membayar kewajiban biaya sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor.
3. Faktor ketiga adalah kurangnya perhatian orang tua. Rendahnya perhatian orang
tua terhadap anak dapat disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga atau
rendahnya pendapatan orang tua si anak sehingga perhatian orang tua lebih
banyak tercurah pada upaya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Persentase
anak yang tidak dan putus sekolah karena rendahnya kurangnya perhatian orang
tua. Dalam keluarga miskin cenderung timbul berbagai masalah yang berkaitan
dengan pembiayaan hidup anak,sehingga mengganggu kegiatan belajar dan
kesulitan mengikuti pelajaran.
4. Faktor yang keempat adalah ketiadaan prasarana sekolah. Faktor prasarana yang
dimaksudkan adalah terkait dengan ketidaktersediaan prasarana pendidikan
berupa gedung sekolah atau alat transportasi dari tempat tinggal siswa dengan
sekolah. Persentase anak yang putus sekolah yang disebabkan karena faktor
ketiadaan prasarana sekolah.
5. Faktor kelima yang menyebabkan anak putus sekolah adalah fasilitas belajar yang
kurang memadai. Fasilitas belajar yang dimaksudkan adalah fasilitas belajar yang
tersedia di sekolah, misalnya perangkat (alat, bahan, dan media) pembelajaran
yang kurang memadai, buku pelajaran kurang memadai, dan sebagainya.
6. Faktor keenam, adalah budaya. Faktor budaya yang dimaksudkan di sini adalah
terkait dengan kebiasaan masyarakat di sekitarnya. Yaitu, rendahnya kesadaran
orang tua atau masyarakat akan pentingnya pendidikan. Perilaku masyarakat
pedesaan dalam menyekolahkan anaknya lebih banyak dipengaruhi faktor
lingkungan.
9
7. Faktor lainnya, adalah cacat, IQ yang rendah, rendah diri, dan umur yang
melampaui usia sekolah. Persentase anak yang putus sekolah yang disebabkan
karena faktor ini sangat sedikit, yaitu kurang dari 1%. Begitu juga untuk kategori
anak tidak sekolah sama sekali, faktor penyebabnya adalah karena ekonomi di
samping faktor sarana, minat yang kurang, perhatian orang tua yang rendah, dan
fasilitas yang kurang. Sebagian kecil anak yang tidak sekolah sama sekali
disebabkan karena cacat fisik.
Wawancara 1 :
Dalam sebuah wawancara dengan salah satu tokoh masyarakat yang tinggal di
kota Padang, Bapak Sahwan menjelaskan penyebab banyaknya anak yang putus
sekolah adalah :
2. Faktor kondisi ekonomi masyarakat, berdasarkan data yang didapat dari kota
Padang bahwa sebagian besar warganya berprofesi sebagai petani, peternak,
pengusaha furniture, buruh bangunan,pegawai negeri sipil dan tukang ojek.
Kurangnya komunikasi antara anak dan orang tua menyebabkan anak senang
berada diluar rumah dan mengikuti hal-hal yang bersifat negatif seperti bermain game
online, merokok, mendatangi hiburan orgen tunggaldimalam hari, coba-coba dan
terjerumus kedalam narkoba kemudian menjadi pengedar kecil dan akhirnya
dikeluarkan dari sekolah.Namun antara faktor ekonomi, keluarga dan lingkungan
10
sosialmemang saling berkaitan. Dampak anak putus sekolah membuat mereka akan
menjadi pengangguran karena mereka merupakan tenaga kerja yang tidak terampil.
Wawancara 2
Kita mewawancarai seorang narasumber dari daerang tempat tinggal kita yaitu
11
Manoko. Anak ini tidak mau dipublikaskan identitasnya. Anak ini sekarang berumur
18 tahun, dia memilih berhenti sekolah karena keterbatasan ekonomi orangtuanya.
Dia mempunyai 1 orang adik perempuan. Anak ini hanya kelulusan SMP, pada saat
SMP pun dia sudah mulai mencari pekerjaan untuk meringankan beban orangtuanya,
dia bekerja di pencucian motor dan juga bekerja sebagai pengepak sayuran di daerah
tempat tinggalnya.Ibunya bekerja di salah satu toko emas di daerah pasar Padang dan
Ayahnya yang hanya seorang tukang ojeg. Pada saat kelulusan SMP pun ijazahnya
sempat ditahan oleh pihan sekolah karena masih ada keuangan yang belum ia lunasi.
Dia sangat tidak ingin membebani orang tuanya dan memilih untuk putus sekolah dan
ia pun berusaha mencari uang untuk menebus ijazah tersebut. Dia harus
mengurungkan niatnya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi karena
masalah keuangan tersebut. Dan pada saat ini ia masih bekerja untuk membantu
orangtuanya dan meringankan biaya kehidupan. Keinginan dia untuk sekolah pun
sangat tinggi, walaupun sangat telat 2 tahun yang lalu tapi dia mengikuti persamaan.
Konflik yang terdapat dalam kasus tersebut Permasalahan tersebut termasuk ke dalam
konflik batin karena ada pergolakan di dalam hatinya. Tidak ada seorang anak pun
yang ingin putus sekolah, setiap anak pasti ingin bersekolah dan mewujudkan
cita-citanya. Karena adanya keterbatasan ekonomi yang harus memili membantu
orang tua bekerja atau melanjutkan sekolah tanpa adanya biaya, itu adalah pilihan
yang sulit dan dapat menimbulkan konflik batin bagi anak tersebut.
Wawancara 3 :
Dari hasil wawancara antara si “A” dan “L” memiliki kegiatan yang berbeda. Si
“A” menghabiskan hari-harinya untuk bermain, berangkat sore pulang pagi. Biasanya
dia bermain balap motor dengan temannya. Sedangkan si “L” menghabiskan
hari-harinya untuk menjaga warung kecil yang dibuatkan dari orang tuanya.
Selain contoh diatas kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh anak yang putus
sekolah adalah menjadi pemulung, mengamen, mencuri dll.
12
Solusi atau usaha mengatasi anak putus sekolah
Dalam mengatasi terjadinya anak putus sekolah harus adanya berbagai usaha
pencegahannya sejak dini, baik yang dilakukan oleh orang tua, sekolah (pemerintah)
maupun oleh masyarakat. Sehingga anak putus sekolah dapat dibatasi sekecil
mungkin.
13
PENUTUP
Kesimpulan
Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena
sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap
proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk
mendapatkan pendidikan yang layak Pendidikan merupakan hak yang sangat
fundamental bagi anak. Hak wajib dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang
tua siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah. Pendidikan akan mampu terealisasi
jika semua komponen orang tua, lembaga masyarakat, pendidikan dan
pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan Akibat yang disebabkan anak
putus sekolah adalah kenakalan remaja, tawuran, kebut-kebutan di jalan raya , minum
– minuman dan perkelahian, akibat lainnya juga adalah perasaan minder dan rendah
diri.
Saran
Tuga ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu saya berharap agar pembaca dapat
memanfaatkan tugas ini dengan baik. Segala kritikan maupun saran dari pembaca
saya terima dengan lapang dada untuk menambah wawasan serta perbaikan
penyusunan yang lebih baik lagi. Untuk kebaikan bersama kami selaku penyusun
menginginkan agar pembaca dapat memahami isi dari tugas ini agar dapat dipahami
14
dan diamalkan kapan dan dimanapun. Serta dapat bermanfaat bagi masyarakat yang
membutuhkan
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Sekretariat Jenderal Pusat Data dan Statistik
Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. 2017.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Sekretariat Jenderal Pusat Data dan Statistik
Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. 2018.
15
Suyanto, & Abbas. (2005). Wajah dan dinamika pendidikan anak bangsa. Yogyakrta:
Adicita.
UU Republik Inonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
16