Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan dunia saat ini ditandai dengan kemajuan, keterbukaan, dan perubahan
yang sangat cepat sehingga dalam membuat analisa perhitungan strategis mengandung
ketidakpastian yang cukup besar. Dalam kehidupan global yang pertama kali harus disadari
adalah bahwa manusia adalah merupakan warga Negara global, sebagai penduduk dunia yang
memiliki hak dan kewajiban tertentu. Hak merupakan cornerstone of citizenship (Stainer,
1996:20), merupakan inti dari kehidupan warga dunia. Sedangkan kewajiban merupakan
panggilan atau tanggung jawab atau tugas kita sebagai warga dunia. Selain itu, perlu kita
sadari bahwa di dunia ini tidak hanya ada kita, akan tetapi pada orang lain yang bermukin di
seluruh belahan dunia. Oleh karena itu, kita harus banyak mempelajari tentang dunia dan
seisinya.

Oleh karena siswa kita merupakan bagian dari dunia maka dia harus diberikan
pengetahuan tentang keberadaan dia sebagai penduduk dunia. Tugas guru adalah
mengglobalkan pengetahuan dan sikap serta kesadaran siswa terhadap dunia. Guru seperti ini
adalah guru global atau Global Teacher (Steiner, 1996).

Kesadaran tentang terjadinya globalisasi adalah sikap menerima suatu kenyataan bahwa
planet tempat kita berada ini semakin menyempit dengan adanya terobosan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sikap dalam menghadapi globalisasi ini adalah bukan melawan
arus globalisasi akan tetapi kita harus dapat “menjinakkan” globalisasi itu sendiri. Globalisasi
adalah suatu proses yang berlanjut, bila kita lambat mengikutinya maka kita akan semakin
ketertinggalan. Tetapi juga akan berakibat fatal apabila kita salah dalam memperlakukannya.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pentingnya kesadaran dalam perspektif global.

B. Rumusan Masalah

1.      Bagaimana sejarah perkembangan sejarah perspektif global


2.      Bagaimana terjadinya tranformasi sejarah lokal menjadi sejarah global
3.      Bagaimana terjadinya interdependensi global
4.      Bagaimana sejarah bersama dan struktur sosial yang membentuk sub arus global

1
C. Tujuan Penulisan
1. Agar dapat mengetahui sejarah perkembangan perspektif global

2. Agar dapat memahami apa tranformasi sejarah lokal menjadi sejarah global

3. Agar dapat mengetahui interdependensi perspektif global

4. Agar kita semua mengerti sejarah bersama dan struktur sosial yang membentuk sub arus global

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH DALAM PERSPEKTIF GLOBAL

Telah diungkapkan oleh Emmanuel Kant pada Abad XVIII bahwa Sejarah dan Geografi
merupakan Ilmu Dwitunggal, artinya jika sejarah mempertanyakan suatu peristiwa itu
”kapan” terjadi, pengungkapan itu masih belum lengkap, jika tidak dipertanyakan ”di mana”
tempat terjadinya. Dalam hal ini, dimensi waktu dengan ruang saling melengkapi. Dengan
dipertanyakan waktu dan tempatnya maka karakter peristiwa itu menjadi jelas adanya.

Dapat digambarkan bahwa perspektif sejarah mengacu pada konsep waktu, atau dengan
perkataan lain, perspektif sejarah itu sama dengan perspektif waktu, terutama waktu yang
telah lampau. Perspektif sejarah suatu peristiwa, membawa citra kepada kita tentang suatu
pengalaman masa lampau yang dapat dikaji hari ini, untuk memprediksi kejadian-kejadian
yang akan datang. Selanjutnya, perspektif global dari sudut pandang sejarah tentang tokoh-
tokoh, bangunan-bangunan, perang, pertemuan internasional, dan peristiwa-peristiwa
bersejarah yang memiliki dampak luas terhadap tatanan kehidupan global, dapat dimunculkan
dalam pendidikan sebagai acuan transformasi budaya serta pengembangan kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) generasi muda untuk memasuki kehidupan global di hadapannya.

Kita tentu sangat mengenal tokoh-tokoh agama, para nabi, dan rasul yang tidak hanya
berpengaruh terhadap umatnya pada saat mereka masih hidup di kawasan lingkungannya
masa itu, melainkan tetap menjadi pola perilaku dan teladan secara global sampai saat ini.
Tokoh sejarah, bahkan tokoh dunia yang demikian itu, menjadi sorotan perspektif global,
bukan hanya dari sudut pandang sejarah, melainkan juga dari sudut pandang ilmuilmu
lainnya.

Bangunan-bangunan bersejarah seperti Ka’bah dan Masjidil Haram di Mekkah, Piramida


di Mesir, Tembok Besar di Cina, Mesjid Taj Mahal di Agra (India), dan Candi Borobudur di
Indonesia, yang merupakan beberapa bangunan ”keajaiban dunia”, tidak hanya bernilai dan
bermakna sejarah, melainkan memiliki nilai global yang mempersatukan umat, nilai budaya
dari aspek arsitektur, nilai ekonomi dalam mengembangkan lapangan kerja, dan lain
sebagainya. Secara material, bangunan-bangunan semacam itu, bukan hanya merupakan

3
pengetahuan, melainkan lebih jauh daripada itu wajib dijadikan acuan pendidikan mengenai
nilai-nilai kemanusiaan, budaya, bahkan keagamaan yang ada di dalamnya.

Berbagai perang di berbagai kawasan, terutama Perang Dunia yang tercatat sebagai
peristiwa sejarah, tidak hanya dilihat dari dahsyatnya penggunaan senjata dan ngerinya
pembunuhan umat manusia, namun dilihat dari sudut pandang global, dapat diungkapkan
nilai dan makna kemanusiaannya. Perang yang pada saat berlangsungnya sebagai ajang
pertentangan berbagai pihak atau berbagai negara, ternyata setelah usai menjadi alat
pemersatu berbagai bangsa dalam memikirkan umat secara global. Pengalaman buruk dari
perang telah menjadi alat penyadar umat dunia untuk memikirkan hal-hal yang lebih bernilai
dan bermakna bagi kemanusiaan. Bahkan secara global, meningkatkan kemampuan IPTEK
yang mendukung kesejahteraan. Sebaliknya pengalaman negatif yang membawa malapetaka
terhadap penghancuran umat, menjadi acuan kewaspadaan bagi kepentingan bersama. Bagi
kepentingan pendidikan, perang yang merupakan peristiwa sejarah itu juga menjadi ajang
meningkatkan kesadaran, penghayatan, dan kewaspadaan peserta didik terhadap bahaya
perang ”modern” di hari-hari mendatang.

Pertemuan internasional yang bernilai dan bermakna sejarah seperti antara lain
Konferensi Asia Afrika (1955) yang terkenal dengan ”Semangat Bandung”, telah
meningkatkan kesadaran masyarakat Asia Afrika akan haknya sebagai umat yang memiliki
hak untuk berdaulat di negaranya sendiri, bernilai kemanusiaan yang meningkatkan
”martabat” manusia di kawasan ini. Peristiwa itu juga telah membukakan mata negara-negara
”maju” sebagai bekas penjajah terhadap arti ”kemerdekaan” bagi bekas negara jajahan yang
wajib diperhitungkan. Dari peristiwa sejarah tersebut, telah menyadarkan masyarakat ”Dunia
Ketiga” terhadap pentingnya ”persatuan” untuk menghadapi negara-negara besar yang secara
sosialbudaya, sosial ekonomi, dan sosial politik lebih kuat daripada negara-negara Dunia
Ketiga yang bersangkutan. Perspektif global sejarah yang demikianlah yang wajib diangkat
dalam pendidikan.

Dengan belajar sejarah kita akan mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi dan
mampu belajar dari perubahan yang terjadi tersebut, sehingga mampu mengantisipasi,
mengahadapi dan mengatasinya.

Contoh : terjadinya revolusi industri telah mengubah masyarakat feodal

(berdasarkan pada tanah / agraris ) ke masyarakat industri. Sedangkan

4
pada abad sekarang ini yang terjadi revolusi informasi, sehingga

negara-negara yang menguasai teknologi informasi yang akan berjaya.

Malaise ekonomi yang terjadi pada tahun 1930 an telah mengacaukan

kegiatan ekonomi dunia, dan sekarang ini juga terjadi krisis ekonomi

di Asia terutama Asia Tenggara. Bila keadaan ini tidak segera diatasi

akan bisa berpengaruh pada perekonomian dunia.

B. TRANSFORMASI SEJARAH LOKAL MENJADI SEJARAH GLOBAL

Globalisasi budaya memiliki sejarah panjang.Pembentukan dan perluasan agama-agama


besar dunia adalah salah satu contoh terbaik dari kapasitas gagasan dan keyakinan untuk
menyeberangi jarak yang besar dengan dampak sosial menentukan. Tidak kalah penting
adalah kerajaan pra-modern yang besar, tanpa adanya kontrol militer dan politik langsung,
yang diselenggarakan domain mereka bersama-sama melalui budaya berkuasa bersama dan
luas kelas.

Untuk sebagian besar dari sejarah manusia budaya ini berkuasa luas melewati sebuah
mosaik terfragmentasi budaya lokal dan particularisms - kecil berdiri di antara pengadilan
dan desa.Itu hanya dengan munculnya negara-bangsa dan budaya nasional yang bentuk
identitas budaya bersatu antara dua ekstrem.

Dengan bangkitnya negara-bangsa dan proyek nasionalis, globalisasi budaya dipotong.


Negara-bangsa mengambil alih praktek pendidikan, kebijakan linguistik, sistem pos dan
telepon, dll Namun, sejak abad kedelapan belas sebagai kerajaan Eropa mulai berkubu sendiri
dan sebagai serangkaian inovasi teknologi mulai beroperasi (transportasi mekanis regularized
dan telegraf terutama), bentuk-bentuk baru globalisasi budaya muncul. Ini disertai dengan
baru lembaga internasional swasta seperti rumah-rumah penerbitan dan kantor berita, tetapi
dampaknya terhadap budaya lebih lokal dan nasional masih terbatas.

Ide yang paling penting dan argumen muncul dari Barat dalam era ekspansi adalah ilmu
pengetahuan, liberalisme dan sosialisme. Masing-masing cara pemikiran dan praktek-praktek
yang datang dengan mereka mengubah budaya berkuasa hampir setiap masyarakat di planet

5
ini.. Mereka tentu memiliki dampak yang lebih besar terhadap budaya nasional dan lokal dari
budaya populer kontemporer.

Pada periode sejak Perang Dunia Kedua, bagaimanapun, extensity, intensitas, kecepatan
dan volume tipis komunikasi budaya di tingkat global tak tertandingi. Difusi global radio,
televisi, internet, satelit dan teknologi digital, dan sebagainya, telah membuat komunikasi
instan mungkin, diberikan banyak pemeriksaan perbatasan dan kontrol atas informasi tidak
efektif, dan terkena suatu konstituen yang sangat besar untuk output beragam budaya dan
nilai-nila.  Sementara perbedaan linguistik terus menjadi penghalang untuk proses-proses ini,
dominasi global dari bahasa Inggris menyediakan infrastruktur linguistik yang sejalan dengan
teknologi infrastruktur zaman.. Berbeda dengan masa sebelumnya di mana negara dan
theocracies sangat sentral globalisasi budaya, era saat ini adalah satu di mana perusahaan
adalah produsen pusat dan distributor produk-produk budaya.

Sebagian besar produk-produk budaya yang berasal di Amerika Serikat dan masyarakat
Barat kunci tertentu.. Namun, bukti yang tersedia untuk mendukung tesis kasar 'imperialisme
budaya' adalah tipis.. Nasional dan budaya lokal tetap kuat, lembaga nasional terus di banyak
negara memiliki dampak pusat pada kehidupan masyarakat, produk asing terus-menerus
dibaca dan ditafsirkan kembali dengan cara baru oleh khalayak nasional.

Mereka negara yang berusaha untuk mengejar kebijakan pintu tertutup kaku pada
informasi dan budaya tentu dibawah ancaman dari proses-proses komunikasi baru dan
teknologi, dan kemungkinan bahwa perilaku hidup ekonomi di mana-mana akan diubah oleh
mereka juga. Arus budaya sangat mengubah politik identitas nasional dan politik identitas
yang lebih umum.

C. INTERDEPENDENSIYANGKOMPLEKS(COMPLEXINTERDEPENDENCE)
SEBAGAI SEBUAH PANDANGAN DUNIA   

Ketergantungan pada global tingkat Satu negara tergantung pada negara lain untuk
sesuatu dan negara yang mungkin tergantung pada negara lain, yang akhirnya menciptakan
saling ketergantungan global. Mengimpor dan mengekspor barang dan jasa sangat
memberikan kontribusi untuk saling ketergantungan global. Beberapa komoditas seperti
minyak telah menciptakan saling ketergantungan global antara negara-negara yang
menghasilkan komoditi berharga dan mereka yang menginginkan hal itu. Sebagai sebuah

6
perspektif analitik yang eksplisit, inderdendensi  kompleks (complex interdependence)
muncul pada  tahun 1970-an untuk menantang asumsi-asumsi kunci kerangka teoritis
saingannya, khususnya realisme klasik.

Pertama, menantang asumsi yang ada bahwa negara bangsa hanya satu-satunya aktor
penting dalam politik dunia. Lalu mereka memperlakukan aktor lain seperti perusahaan
multinasional dan bank-bank transnasional sebagai “penting bukan karena hanya
kegiatannya dalam mengejar kepentingan mereka, namun juga karena mereka
bertindak sabuk transmisi sehingga membuat kebijakan pemerintah di sejumlah negara lebih
sensitif terhadap negara lain (Keohane dan Nye, 1988).

Dalam pengertian ini, interdependensi kompleks sebagai sebuah “holistik”, konsepsi sistem


yang melukiskan politik dunia sebagai jumlah interaksi banyak bagian dalam “masyarakat
global” (Holsti, 1988).

Kedua,intedependen kompleks mempertanyakan apakah isu keamanan nasional


mendominasi agenda keputusan negara bangsa. Berdasarkan kondisi interdependensi, agenda
politik luar negeri menjadi “semakin luas dan beragam” karena jangkauan luas kebijakan
“pemerintah”, meskipun sebelumnya dipandang sebagai kebijakan domestik.

Ketiga,perspektif yang dipertikaikan dalam konsep populer bahwa kekuatan militer satu-
satunya alatdominan dalam menggunakan pengaruh di politik internasioal, khsusnya diantara
negara industri dan masyarakat demokratis di Eropa dan Amerika Utara.

D.SEJARAH BERSAMA YANG MEMBENTUK ARUS SEJARAH SUB GLOBAL

Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat. termasuk


diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang
dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap
berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek
kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini
menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi
oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil
pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari
kebudayaan.

7
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh
dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal
bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa
Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).

Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20
dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak
fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan
komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya
perkembangan globalisasi kebudayaan.

Ciri berkembangnya arus sejarah global :

1. Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.

2. Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu


individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.

3. Berkembangnya turisme dan pariwisata.

4. Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.

5. Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.

6. Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.

7. Persaingan bebas dalam bidang ekonomi

8. Meningkakan interaksi budaya antarnegara melalui perkembangan media massa.

8
Daftar Pustaka

Nursid,Sumaatmadja.2008.Perspektif Global.Jakarta:Universitas Terbuka

http://ridha90.blogspot.com/2013/05/sejarah-dalam-perspektif-global.html

Anda mungkin juga menyukai