PENDAHULUAN
Selama ini kita mengenal beragam makna dan fungsi globalisasi. Di luar perdebatan
tentang globalisasi tersebut kita menyaksikan munculnya pola kelakuan baru anak-anak muda
yang menerobos batas-batas keagamaan konvensional, tradisi, dan geografi. Pada masa kini
manusia mulai bisa belajar dari beragam cara, beragam sumber, beragam media, menerobos
batas-batas ruang kelas, rumah dan lingkungan sosial tradisional. Pendidikan tidak lagi bisa
berfungsi sebagai media tunggal pelahiran kepribadian dan penumbuhan kemampuan
profesional seseorang di tengah persaingan antar pribadi dan komunitas yang semakin sengit.
Peradaban atau kebudayaan dan keberagaman di era global tersebut, merupakan hasil
persilangan dari beragam nilai dan pengalaman hidup yang terus berubah dan berkembang
dalam satuan waktu amat cepat. Kehidupan manusia personal dan komunitas dalam lingkup
etnis, bangsa, dan juga keagamaan seperti kehilangan pijakan tradisionalnya. Kita seperti hidp
dalam bayang-banyang kebudayaan atau peradaban tanpa nama karena begitu cair dan terbuka
yang terus bergerak sedemikian cepat ke segala arah sperti tanpa tujuan.
Istilah globalisasi mungkin sudah sangat dikenal dalam kehidupan masyarakat kita, ia
adalah gambaran peradaban canggih dan impian kehidupan manusia. Kemudahan transportasi,
informasi dan komunikasi menjadi ciri khas dalam bidang teknologi, melalui teknologi
komputer dunia seakan terlipat yang dapat terjangkau kapan saja kita mau, bahkan Antoni
Gidden menyebutnya sebagai “time-space distanciation”, yaitu dunia tanpa batas; ruang dan
waktu bukanlah kendala yang berarti dalam kondisi seperti ini.
Namun demikian sedikit orang yang sadar dan secara kritis memahami bahaya globalisasi
yang secara sistematis mengancam kehidupan manusia, sebab globalisasi hanya difahami dari
aspek kemajuan teknologi saja bukan dari aspek-aspek lain yang sesungguhnya mempunyai
implikasi sosial luar biasa dalam kehidupan manusia salah satunya berdapak besar dalam
dinamika pendidikan di Indonesia.
1
Dalam makalah ini membahas akan dampak globalisasi terhadap pendidikan di
Indonesia dan solusi terhadap kebijakan pendidikan nasional agar dapat fight dalam
menghadapi era globalisasi. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca.
Untuk memahami dan mengetahui tentang dampak globalisasi terhadap pendidikan nasional
secara mendalam, bisa membaca buku-buku yang terkait.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pendidik dapat mempersiapkan peserta didik yang eksis, maka pendidik harus
mengenbangkan kemampuan mengantisipasi, mengerti dan mengatasi situasi,
mengakomodasi serta mereorientasi kepada peserta didik.
2. Pengertian Globalisasi
Globalisasi berasaal dari kata “the globe” (inggris) atau “la monde” (perancis)
yang berarti bumi, dunia ini. Maka globalisasi atau mondialisation secara sederhana
dapat diartikan sebagai proses menjadikan semuanya satu bumi atau satu dunia. Secara
lebih lengkap globalisasi banyak didefinisikan oleh para ilmuwan dunia. Baylis dan
smith misalnya, mendefinisikan globalisasi sebagai suatu proses meningkatnya
keterkaitan antara masyarakat sehingga satu peristiwa yang terjadi di wilayah tertentu
semakin lama akan kian kian berpengaruh terhadap manusia dan masyarakat yang
hidup di bagian lain di muka bumi ini. Anthony Giddens memandang globalisasi
sebagai sebuah proses sosial yang ditandai dengan semakin intensifnya hubungan
sosial yang mengglobal. Artinya kehidupan sosial di suatu wilayah akan berpengaruh
kepada kehidupan manusia di wilayah lain dan begitupun sebaliknya.
Dalam dimensi lain Wallerstain seorang pelopor teori sistem dunia memandang
globalisasi tidak sebatas hubungan lintas batas negara, namun globalisasi merupakan
wujud kejayaan ekonomi kapitalis dunia yang digerakkan oleh logika akumulasi
kapital. Senada dengan Wallerstain, Jin Young Chung ilmuwan politik asal korea
mendefinisikan globalisasi sebagai sebagai suatu proses terintegrasinya dunia melaui
peningkatan arus kapital, hasil-hasil produksi, jasa ide dan manusia yang lintas batas
negara. Proses ini merupakan hasil dari perkembangan-perkebangan teknologi
informasi dan telekomunikasi yang revolusioner, serta liberalisasi perdagangan dan
keuangan di negara-negara besar.
4
yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain,
mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan
menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh
negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga
terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam
bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan
mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak
mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian
dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.
Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi
pada tahun 1985.
5
c. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling
bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan
pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade
Organization (WTO).
d. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi,
film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat
mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang
melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan
makanan.
e. Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis
multinasional, inflasi regional dan lain-lain
6
Menurut Thomas L. Friedman (2000), globalisasi adalah sebuah sistem yang
netral yang dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif, bisa memperkuat atau
melemahkan sendi-sendi kehidupan, menyeragamkan atau mempolarisasikan, juga
mendemokratisasikan atau justru sebaliknya. Itu semua tergantung bagaimana kita
meresponnya.
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita
pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu.
Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut
ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai
dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta
kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan
globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.
7
Perubahan-perubahan global mengharuskan pada setiap organisasi termasuk
organisasi pendidikan untuk segera membenahi dan menyesuaikan diri dengan perubahan
yang ada, agar dapat memberikan jawaban terhadap tantangan jaman. Pemerintah tidak
pernah berhenti dalam membangun dan membenahi sektor pendidikan, karena adanya
tantangan jaman dan menyadari akan adanya permasalahan-permasalahan yang timbul
akibat adanya pergeseran-pergeseran dan perubahan jaman.
Globalisasi merupakan suatu kondisi yang tidak terelakkan oleh semua bangsa di
duni, dan bahkan oleh setiap umat manusia di bumi ini. Globalisasi tidak bisa dianggap
enteng dan ditangani sambil lalu belaka. Mau tidak mau, suka tidak suka, siap maupun
tidak siap, Indonesia terimbas, bahkan terseret pula oleh arus deras globalisasi.
8
Pembangunan yang menekankan pada sumber daya alam (resouce based) tidak lagi sesuai
dengan perkembangan zaman. Yang harus diutamakan sekarang adalah pembangunan
yang berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (human resouce –
based). Globalisasi membawa konsekuensi berupa berbagai dampak baik social, politik
maupun budaya, selain tentu saja dampak ekonominya yang paling menonjol. Berbagai
perubahan pada era globalisasi ini menimbulkan berbagai tantangan yang membutuhkan
cara-cara mengatasi, yang berbeda dengan cara-cara yang dilakukan pada masa lampau.
Dengan sepuluh ajaran ini mebawa pengaruh yang luar biasa terhadap formasi
sistem sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Pendidikan sebagai salah satu sistem sosial
juga mengalami dampak yang sama. Konseluensi yang harus dibayar oleh lelmbaga
pendidikan adalah perubahan logika pendidikan.. lebaga pendidikan perguaran tinggi
9
yang semula merupakan pelayan publik (publik servant) dengan memosisikan siswa dan
mahasiswa sebagai warga negara yang berhak mendapatkan pendidikan yang layak,
namun ketika status BHMN menjadi target, PTN (privatisasi pendidikan) tidak lebih
sebagai produsen, sedfangkan mahasiswa dan siswa sebagai konsumennya. Jalinan
realisional yang membentuk pun mengarah pada transaksi harga antara penjual dan
pembeli, sementara produk (output) yang dihsilkan adalah pesanan dari pemodal untuk
memenuhi kebutuhan produsen dan mengabikan aspek kesadaran kritis peserta didik.
10
Pendidikan sebagai bagian dari sistem sosial juga mengalami dampak yang
sama. Berawal dari dikeluarkannya PP no .61/1999 di era pemerintahan BJ Habibi yang
mengatur tentang perubahan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Milik Negara (PT
BHMN), dan sebagai implementasinya adalah otonomi kampus, berarti menjadi
legitimasi pemerintah untuk menyerahkan pendidikan kepada mekanisme pasar adalah
rub dari gagasan neoliberalisme dan anak kandung globalisasi dengan liberasasi
ekonominya.
11
“McDonaldisasi masyarakat” yang menjunjung prinsip teknologisasi, kuantifikasi,
terprediksi dan efisiensi dalam setiap sendi kehidupan. Dalam masyarakat seprti ini,
pendidikan tidak lagi dipandang sebagai public good, melainkan private goods.
Sebagaimana barang konsumsi lainnya, pendidikan tidak lagi harus disediakan oleh
pemerintah secara massal untuk menjamin harga murah. Ketiga, pemerintah merasa tidak
memiliki dana yang cukup untuk membiayai sektor pendidikan
Keempat, menimbulkan stigmatisasi. Segregasi kelas sosial antara orang kaya dan
miskin menimbulkan pelabelan sosial. Sekolah bagus dan ternama diidentikan dengan
sekolahan orang kaya. Sebaliknya, sekolah sederhana adalah sekolah kaum miskin.
Masayarakat biasa yang bersusah payah menyekolahkan anaknya di sekolah “gedongan”
harus menerima kenyataan maenjadi warga kelas dua, karena sumbangan dana
pendidikannya rendah.
Kelima, menggeser budaya akademik menjadi budaya ekonomis. Para guru akan
memiliki mentalitas “pedagang” ketimbang mentalitas pendidik. Mereka lebih tertarik
12
mencari pendapatan daripada menembangkan pengetahuan. Mereka lebih tertarik mencari
pendapatan daripada mengembangkan pengetahuan. Mereka lebih terdorong untuk
mengumpulkan “kredit koin” daripada kredit poin. Di Perguruan Tinggi, fenomena ini
melahirkan dua kategori dosen yaitu “dosen luar biasa dan “dosen biasa di luar”. Keenam,
memperburuk kualitas SDM dan kepemimpinan masa depan. Di dorong oleh misi untuk
meningkatkan akumulasi kapital sebsar-besranya, lembaga pendidikan akan lebih banyak
menerima pelajar-pelajar gedongan meski memiliki IQ pas-pasan. Pelajar yang
berprestasi tetapi miskin, tidak dapat sekolah atau melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi. Mobilitas sosial vertikal hanya akan menjadi milik orang kaya yang mampu
sekolah tinggi, meskipun secara intektual diragukan.
Dengan harus bersikap kritis terhadap dampak yang yang diakibatkan globalisasi,
perlu dipersiapkan suatu konsep paradigma pendidikan sebagai respon dan counter
terhadap globalisasi. Arus globalisasi memang tidak dapat dibendung karena keharusan
sejarah dalam evolusi peradaban manusia, namun mengatur strategi dan mensiasati agar
tidak mengahncurkan sendi-sendi kemanusiaan manusia adalah keharusan. Kemajuan
teknologi dan majunya sistem sosial, ekonomi-politik adalah untuk manusia yang harus
digunakan secara manusiawi bukan sebaliknya kehidupan manusia diwakafkan untuk
kepentingan teknologi, sistem sosial, ekonomi dan politik. Jika ini terjadi, pengagungan
terhadap teknologi akan merebut peran akan sehat (rasio), nurani dan kemanusiaan.
13
demokratisasi dan desentralisasi pendidikan yang mengarah pada dua hal yakni
pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otonomi daerah). Hal
ini berarti peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat.
Demikian juga peranan pemerintah pusat yang bersifat sentralis diperkecil dengan
memberikan peranan yang lebih besarkepada pemerintah daerah atau dengan sistem yang
dikenaldengan desentralisasi. Demokarsi dan desentralisasi ini harus berjalan secar
dinamis, seimbang dan simultan.
Ketiga, peningkatan kesejahteraan dan kualitas pengajar atau guru. Disadari atau
tidak komponen yang penting dalam pembelajaran adalah peranan guru dan kualitas guru
pengajar. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan-pelatihan untuk pengjar dan
peningkatan kesejahteraan pengajar, samapai saat ini kemampuan guru dan kesejahteraan
guru masih memprihatinkan.
14
sisdiknas itu kaitannya dengan globalisasi dengan mesin neoliberalnya adalah gagasna
liberalisasi pendidikan yang membuka investor dan pemodal asing merambah dunia
pendidikan, karena prinsipnya adalah penanaman modal (investasi), maka aspek
keuntunganlah yang menjadi terget sehingga pendidikan menjadi lahan komersil, mewah
dan tidak terjangkau oelh masyarakat miskin. Meskipun dengan adanya badan hukum
pendidikan dan masuknya investasi asing/swasta itu disyaratkan harus berprinsip nirlaba
dan dikelola secara profesional, tarnsparan, dan akuntabiitas publiknya dapat dijamin,
tampaknya hssl itu msih “jauh panggang dari apinya” di tengah-tengah globalisasi.
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan memang tidak lepas dari aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya,
menganggap pendidikan sebagai sesuatu yang berdiri sendiri tanpa ada kaitannya dengan
aspek sosial yang melingkupinya akan berakibat kepada keterasingan pendidikan dalam
realitas nyata. Lebih-lebih di era globalisasi di mana dunia telah terlipat yang dapat dijangkau
kapan dan dimana saja kita ada; yaitu sebuah dunia tanpa batas ruang dan waktu
15
reparadigmatisasi dimaksud adalah perubahan mendasar terhadap pokok-pokok persoalan
pendidikan nasional terkait dengan bidang sosial, poloitik, ekonomi, dan budaya yang
beregerak secara sistematis, berkesinambungan dan simultan.
DAFTAR PUSTAKA
Holton, Robert, J. Globalization and Nation State London, Macmillan Press, 1998
Http//http://rizaaditya.com/dampak-globalisasi.html
16