Disusun Oleh :
Kelompok 2 :
1. Elisa Septiana Dewi 2019143083
2. Rima Juniarti 2019143109
3. Siti Ngaisah 2019143097
Kelas 6C / PGSD
Dosen Pengampuh : Nurlela M. Pd
Gambar 2. Persentase anak berkebutuhan khusus usia 0-17 tahun berdasarkan jenis kelamin
Anak berkelainan indra pendengaran atau tunarungu secara medis dikatakan, jika
dalam mekanisme pendengaran karena sesuatu sebab terdapat satu atau lebih organ
mengalami gangguan atau rusak, akibatnya organ tersebut tidak mampu menjalankan
fungsinya untuk menghantarkan dan mempersepsi rangsang suatu yang ditangkap untuk
diubah menjadi tanggapan akustik.
Secara pedagogis, seorang anak dapat dikategorikan berkelainan indera pendengaran
atau tunarungu, jika dampak dari disfungsi nya organ-organ yang berfungsi sebagai
penghantar dan persepsi pendengaran mengakibatkan ia tidak mampu mengikuti program
pendidikan anak normal sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus untuk meniti
perkembangannya. Selain itu, terminologi kelainan bicara atau tunawicara adalah
ketidakmampuan seseorang dalam mengomunikasikan gagasannya kepada orang lain
(pendengar) dengan memanfaatkan organ bicaranya, karena celah langit-langit, bibir
sumbing, kerusakan otak, tunarungu, dan lain-lain (Patton 1991). Akibatnya, pesan yang
terlihat sederhana ketika disampaikan kepada lawan bicara menjadi tidak sederhana, sulit
dipahami, dan membingungkan.
Kelainan fungsi motorik tubuh atau tunadaksa adalah gangguan yang terjadi pada satu
atau beberapa atribut tubuh yang menyebabkan penderitaan nya mengalami kesulitan untuk
mengoptimalkan fungsi si tubuh nya secara normal. Berdasarkan jenisnya, kelainan alat
motorik tubuh dibedakan menjadi anak berkelainan fungsi anggota tubuh ortopedi (tunadaksa
ortopedi) dan anak berkelainan fungsi anggota tubuh saraf (tunadaksa neurologis). Tunadaksa
ortopedi ialah anak yang mengalami ketunaan, kecacatan, ketidak sempurnaan tertentu pada
motorik tubuhnya, terutama pada bagian tulang tulang-tulang, otot tubuh, dan daerah
persendian. Beberapa contoh kelainan yang termasuk dalam kategori tunadaksa ortopedi
antara lain poliomielitis, tubercolosis tulang, osteomyelitis, arthritis, hemiplegia, muscle
dystrophia, kelainan pertumbuhan atau anggota badan yang tidak sempurna dan lain-lain.
Adapun tunadaksa neurologis adalah anak yang mengalami kelainan pada fungsi
anggota tubuh (kelainan motorik tangan dan kaki) yang disebabkan oleh gangguan pada
susunan sarafnya. Salah satu kategori penderita tunadaksa saraf ini dapat dilihat pada anak
penderita celebral palsy (CP). Cerebral palsy adalah bentuk kelainan yang terjadi pada aspek
motorik yang disebabkan oleh di fungsinya sistem persyarafan otak. Gambaran klinis yang
diakibatkan oleh luka pada otak, di masa salah satu komponennya menjadi penghalang dalam
gerak sehingga timbul kondisi yang tampak semenjak kanak-kanak dengan sifat, seperti
lumpuh, lemah, tidak adanya koordinasi atau penyimpanan fungsi gerak yang disebabkan
oleh patologi pusat kontrol gerak di otak. Jenis-jenis cerebral palsy yang dapat dikenali dalam
kehidupan sehari-hari, antara lain spasticity, athetoris, ataxia, Tremor, dan rigidity
(Patton,1991).
B. Kelainan Mental
Anak berkelainan dalam aspek mental adalah anak yang memiliki penyimpangan
kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya. Kelainan pada
aspek mental ini dapat menyebar ke dua arah, yaitu kelainan mental dalam arti lebih
(supernormal) dan kelainan mental dalam arti kurang (subnormal). Kelainan mental dalam
arti lebih atau anak tunggal, menurut tingkatannya dikelompokkan menjadi:
a. Anak mampu belajar dengan cepat (rapid learner),
b. Anak berbakat (gifted),dan
c. Anak genius (extremelly gifted).
Karakteristik anak yang termasuk dalam kategori mampu belajar dengan cepat jika
hasil kecerdasan menunjukkan bahwa indeks kecerdasannya berada pada rentang 110-120,
anak berbakat jika indeks kecerdasannya berada pada rentang 120-140, dan akan sangat
berbakat atau genius jika indeks kejelasannya berada pada rentang di atas 140.
Secara umum karakteristik anak dengan kemampuan mental lebih, di samping
memiliki potensi kecerdasan yang tinggi dalam prestasi, juga memiliki kemampuan menonjol
dalam bidang tertentu, antara lain:
1. Kemampuan intelektual umum,
2. Kemampuan akademik khusus,
3. Kemampuan berpikir kreatif produktif,
4. Kemampuan dalam salah satu bidang kesenian,
5. Kemampuan psikomotorik, dan
6. Kemampuan psikososial dan kepemimpinan
(Tirtonegoro,1984).
Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau tunagrahita, yaitu anak yang
diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah normal)
sehingga untuk mengamati tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan
secara khusus, termasuk didalamnya kebutuhan program pendidikan dan bimbingannya.
Kondisi tunagrahitaan dalam praktik kehidupan sehari-hari di kalangan awam seringkali
disalah persepsikan, terutama bagi keluarga yang mempunyai anak tunagrahita, yakni
berharap dengan memasukkan anak tunagrahita ke dalam lembaga pendidikan, kelak anaknya
dapat berkembang sebagaimana anak normal lainnya.
Perlu dipahami bahwa kondisi anak tunagrahita tidak bisa disamakan dengan
penyakit, atau yang berhubungan dengan penyakit, tetapi keadaan tunagrahita suatu kondisi
sebagaimana adanya, "Mental retarded is not disease but a condition" (kirk,1970). Atas dasar
itulah tunagrahita dalam gradasi manapun tidak bisa disembuhkan atau diobati dengan
penyakit apapun. Berdasarkan kapabilitas kemampuan yang bisa dirujuk sebagai dasar
pengembangan potensi, anak tunagrahita dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Anak tunagrahita memiliki kemampuan umum dididik dengan rentang IQ 50-75,
b. Anak tunagrahita memiliki kemampuan untuk dilatih dengan rentang IQ 25-50,
c. Anak tunagrahita memiliki kemampuan untuk dirawat dengan rentang IQ 25-ke bawah
(Hallahan & kauffman,1991).
3. Retardasi mental
Definisi anak yang mengalami retardasi mental atau keterbelakangan mental menurut
beberapa pendapat ahli bermacam-macam. Sebagian besar ahli mendefinisikan atau
memberikan istilah anak keterbelakangan mental dengan IQ sebagai indikator. Namun, tidak
sedikit juga yang mendefinisikan anak dengan keterbelakangan mental dengan indikator
perilaku.
4. Gangguan emosional
Anak dengan gangguan emosional didefinisikan sebagai anak yang mempunyai
ketidakmampuan dalam mengendalikan perilaku yang sangat mempengaruhi proses belajar,
terutama dalam mencapai kemajuan akademik dan hubungan interpersonal yang baik.
Walaupun telah dilakukan pendampingan ataupun layanan konseling tetapi masih
menunjukkan sikap yang sulit untuk berubah. Gangguan emosional yang dimiliki anak
menuntut guru untuk dapat melakukan intervensi yang tepat dan efektif dalam rangka
memenuhi akademik, sosial, dan perilaku anak agar tercapai tujuan pembelajaran. guru harus
mampu mengidentifikasi karakteristik siswa secara mendetail agar intervensi yang dilakukan
memberikan dampak positif kepada diri siswa, baik untuk jangka pendek, terlebih jangka
panjang siswa.
Beberapa kategori siswa atau anak berkebutuhan khusus dengan kategori sebagai
kesehatan lainnya yang banyak ditemui oleh siswa ABK dengan kecacatan seperti tunanetra,
tunarungu, maupun kelainan fisik lainnya.
Jika melihat kategori dan penyebab kelainan visual yang terjadi, penting bagi guru
khususnya dalam pembelajaran merancang kegiatan, menempatkan siswa tunanetra dalam
kelas inklusif sesuai dengan keterbatasannya. Hal ini dilakukan agar proses pembelajaran
dapat diikuti oleh siswa tunanetra.
1. Cerebral Palsy
Cerebral Palsy merupakan gangguan pada otak untuk mengendalikan Gerakan tubuh.
beberapa penyebab cerebral palsy adalah adanya kerusakan otak yang disebabkan oleh
asfiksia, yaitu kerusakan otak pada saat sebelum, selama, dan sesudah kelahiran, Pendarahan
otak, meningitis, ensefalitis, atau penyakit kuning.
2. Spina Bifida
Spina bifida merupakan Suatu kondisi satu atau lebih tulang belakang gagal menutup
dengan benar atau tidak sempurnanya tabung saraf untuk berkembang. Faktor utama
penyebabnya adalah lokasi lesi dan tingkat kerusakan pada saraf tersebut.
3. Muscular Distropi
Merupakan suatu kelainan otot progresif yang menyebabkan otot menjadi lemah dan
terbuang. Biasanya jenis duchenne paling banyak menyerang anak laki-laki dengan gejala
melemahnya otot secara terus-menerus, serta tidak berkembang dengan memadai sehingga
tetap diganti dengan jaringan serat dan lemak.
D. Epilepsi
Epilepsi merupakan kondisi neurologis yang menyebabkan kejang tiba-tiba, serta
terjadi berulang-ulang yang diindikasikan dengan adanya aktivitas listrik yang tidak
terkendali di otak. Secara fisik, penderita epilepsi tidak menunjukkan perbedaan dengan anak
lainnya, atau terlihat normal, namun, ketika terjadinya serangan atau kejang yang terjadi tiba-
tiba akan terlihat perbedaannya, kejang-kejang ini terjadi karena kontraksi otot, gerakan tanpa
terkontrol, ataupun kejang otot yang menyebabkan kerasnya beberapa atau keseluruhan
anggota badan.
Penyebab epilepsi sampai saat ini masih diteliti, walaupun beberapa penyebab yang sering
dijumpai pada umumnya dikarenakan kerusakan otak yang dapat terjadi karena akibat
kecelakaan disertai dengan pendarahan pada otak, atau beberapa penyebab meningitis atau
kekurangan oksigen juga dapat menyebabkan epilepsi.
E. Asma
Asma merupakan penyakit yang biasanya dialami anak pada masa kecil, yang terjadi
karena penyempitan saluran udara paru-paru sehingga menyebabkan sulit bernafas serangan
asma biasanya terjadi secara tiba-tiba. Beberapa penyebab timbulnya asma antara lain alergi,
stress cuaca dingin, infeksi virus maupun asap kendaraan dan cat. Gejala yang umum terjadi
antara lain sesak napas, mengi, batuk yang berulang, dada menjadi kencang dan sulit
bernapas.
F. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan suatu kondisi ketika gula tidak mengalami metabolisme
dengan benar, karena tidak cukupnya insulin di dalam pankreas. Akibat tidak cukup insulin,
kadar glukosa dalam darah menjadi lebih tinggi. Hal ini menyebabkan rasa haus yang
ekstrem mengeluarkan urine yang berlebihan. Dengan demikian, dampaknya dapat
mempengaruhi turunnya berat badan karena badan tidak mampu menyimpan glukosa yang
menyebabkan kelelahan dan kelaparan terus-menerus. Diabetes melitus tipe 1 biasanya
menyerang anak-anak pada usia 10-16 tahun, yang rentan dengan usia sekolah.
G. Autis
Autis merupakan suatu sindrom yang terjadi karena defisit dalam perkembangan
kognitif afektif maupun sosial. Penyebab terjadinya autis sampai saat ini masih diselidiki
untuk dapat melihat penyebab autis. Beberapa ahli menyatakan bahwa penyebab autis
disebabkan oleh faktor genetik yang diturunkan dari orang tua yang memiliki anak autis akan
mempunyai resiko bagi anak yang lain terkena autis juga. Penyebab lain, seperti pengaruh
lingkungan yang berkaitan dengan adanya racun pada saat sebelum kelahiran maupun
komplikasi pada persalinan Ibu pada saat melahirkan. Biasanya perkembangan kecacatan
berlangsung dimulai sebelum usia 3 tahun. Belum ada obat secara medis untuk dapat
menyembuhkan anak-anak penderita autis tetapi selama ini dengan pengurangan gluten atau
kasein, serta penambahan gizi makanan bagi penderita autis berdasarkan pengalaman orang
tua dapat mempengaruhi dampak autis.
2. Anak Berbakat/Kreaktif/Jenius
Sebagian besar para ahli sejak dulu mendefinisikan anak berbakat atau kreatif dan
menghubungkannya dengan intelegensinya yang sangat tinggi hal ini dibuktikan dengan tes
intelegensi yang dilakukan oleh Stanford Binet intelligence test yang kemudian
dikembangkan oleh berbagai ahli lainnya seperti Lewis terman. Angka yang menandai bahwa
anak-anak ini sangat berbakat dengan intelligence quotient (IQ) 130-140.
Anak berbakat merupakan anak yang memiliki kategori kemampuan di atas standar
anak lainnya, mempunyai komitmen kuat dalam menyelesaikan tugas, serta kreativitas yang
tinggi. Definisi lain menyatakan bahwa anak yang berbakat atau kreatif adalah anak yang
memiliki potensi sangat jauh melebihi anak seusianya. Keperbakatan ini biasanya merupakan
hasil kombinasi dari motivasi, tempramen lingkungan, serta mempunyai hubungan dengan
bakat bawaan yang dimiliki.
DAFTAR PUSTAKA