Anda di halaman 1dari 26

PERISTIWA G 30 S/PKI PKI YANG MENENTANG DAN BAHKAN

MENGANCAM NILAI-NILAI IDEOLOGI PANCASILA

Tugas Kelompok Pendidikan Pancasila 1

Oleh :

1. Anggela Wulandari Br Kaban


2. Farhan Reza Pratama
3. Muhammad Nafatra Evanffarba’i
4. Raja Moammar Harvin
5. Rahmadhan Ade Rizja

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pada aspek pendidikan, perbedaan anak dalam hal tampilan fisik, kom
unikasi, kemampuan, sikap, perilaku menjadikan mereka sangat rentan diskrimi
nasi. Mereka (anak berkebutuhan khusus) diperlakukan tidak adil oleh syst
em pendidikan. Misalnya pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus ha
rus bersekolah di sekolah khusus (Sekolah Luar Biasa). Pada umumnya, lokasi
SLB berada di Ibu Kota Provinsi ataupun di Ibu Kota Kabupaten. Padah
al anak-anak berkelainan tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/Desa),
tidak hanya di Ibu Kota. Akibatnya, sebagian anak berkebutuhan khusus, teru
tama yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekola
hkan karena lokasi Sekolah Luar Biasa jauh dari rumah; sementara kalau a
kan disekolahkan di SD terdekat, SD tersebut tidak bersedia menerima kar
ena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama in
i dapat diterima di SD terdekat, namun karena ketiadaan pelayanan khusus bag
i mereka, akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sek
olah (Jhonsen, B.H., & Skjorten M.D.,2003). Permasalahan di atas akan ber
akibat pada kegagalan program wajib belajar. Sementara mereka anak
berkebutuhan khusus sebagai anak bangsa juga mempunyai hak sama d
alam hal pendidikan sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

Pendidikan sangat dibutuhkan bagi anak-anak untuk mencapai kesejahteraan sosia


lnya. Tak terkecuali anak-anak yang kurang beruntung baik dalam segi fisik maup
un mental. Namun kenyataan di lapangan, anak-anak yang kurang beruntung dan
berkebutuhan khusus menjadi anak yang dapat dikatakan mendapat pengecualian.
Rencana pendidikan nasional, pendidikan untuk belum semua terpenuhi. Sebanya
k 49.647 anak berkebutuhan khusus dari total sekitar satu juta anak berkebutuhan
khusus yang dapat mengenyam pendidikan. Eksklusivitas dalam pendidikan menu
tup kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus dalam memperoleh pendidikan. Si
kap eksklusivitas semakin membuat anak yang kurang beruntung dan berkebutuha
n khusus semakin terpinggirkan. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan so
sial anak penyandang Disabilitas adalah dengan pendidikan inklusi. Pendidikan in
klusi merupakan model pendidikan yang memberi kesempatan bagi siswa yang be
rkebutuhan khusus untuk belajar bersama siswa-siswa lain seusianya yang tidak
berkebutuhan khusus.Pendidikan inklusi lahir atas dasar prinsip bahwa layanan
sekolah seharusnya diperuntukkan untuk semua siswa tanpa menghiraukan
perbedaan yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan
sosial, emosional, cultural, maupun bahasa (Leni, 2008: 202). Tujuan dari
dibentuknya sekolah inklusi adalah untuk menekan dampak yang ditimbulkan
oleh sikap eksklusif. Sekolah inklusi juga memberikan kesempatan bagi anak
berkebutuhan khusus dan kurang berutung dapat mengenyam pendidikan.

1.1.1 Permasalahan Anak-Anak Difabel Dalam Menerima Pendidikan

Selama ini, pendidikan nasional kita masih belum banyak memberikan


perhatian serius kepada kaum difabel. Kaum difabel adalah mereka yang
mempunyai kemampuan berbeda, tidak seperti biasa. Sekali lagi, mereka
bukanlah orang cacat, melainkan berkemampuan berbeda. Sayang sekali,
kemampuan mereka yang berbeda ini kerap dianggap keganjilan, sehingga
negara juga memberikan pelayanan pendidikan yang masih ganjil.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pada Pasal 5 Ayat 1 dan 2


menyebutkan bahwa:

Ayat satu menyebutkan bahwa, setiap warga negara mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Ayat dua menyebutkan 2
bahwa, warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

Pasal 11 ayat 1 dan 2 tentang hak dan kewajiban pemerintah dan


pemerintah daerah sebagai berikut:
“Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu
bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”.

“Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya


dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang
berusia 7-15 tahun”.

Undang-Undang di atas menunjukkan bahwa semua anak usia sekolah


harus memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu, serta pendidikan untuk
semua (education for all). Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak
pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal)
dalam pendidikan.

Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari bagaimana proses pendidikan


yang ada di dalamnya kemudian tertuang dalam kebijakan-kebijakan pemerintah
yang diambil dalam penyelenggaraan pendidikan. Salah satunya adalah anak
berkebutuhan khusus yang harus mendapat perlakuan sama dalam memperoleh
pendidikan yang layak dan bermutu. Dalam perkembangannya pendidikan anak
berkebutuhan khusus telah banyak mengalami perubahan yaitu pada awalnya
pendidikan anak berkebutuha khusus bersifat segregasi atau terpisah dari
masyarakat pada umumnya.

Selama ini akses dan fasilitas pendidikan untuk penyandang disabilitas masih dian
ggap kurang memadai dan masih minim fasilitas pendidikan di sekolah dan pergur
uan tinggi kita belum memadai. Kaum difabel belum banyak mendapatkan tempat
dan fasilitas yang layak. Belum banyak perguruan tinggi 5 yang mau menerima ka
um difabel. Ketersediaan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan belajar
dan mengajar difabel saat ini masih sangat terbatas di Indonesia pada umumnya d
an Yogyakarta khususnya. Ketersediaan fasilitas seperti lantai yang landai pada ge
dung – gedung dan fasilitas – fasilitas lain juga belum banyak ditemui di gedung s
ekolah ataun pun Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta.

Sampai saat ini juga belum banyak difabel yang mengakses sekolah model inklusi
f, padahal pemerintah sudah mensosialisasikan sekolah inklusi ini, namun belum
maksimal dan ketidak pahaman orang tua difabel mengenai sekolah model inklusi
f ini maka orang tua lebih memilih untuk tidak menyekolahkan anaknya. Orang tu
a yang memiliki anak difabel kurang menyadari pentingnya pendidikan untuk ana
k berkebutuhan khusus, selain itu mereka juga malu untuk memasukkan anaknya
ke SLB (sekolah luar biasa) atau sekolah inklusif. Padahal informasi dan kepaham
an orang tua difabel untuk program – program pemerintah yang terkait dengan pe
ndidikan difabel sangat penting guna untuk pemenuhan hak pendidikan difabel. P
ermasalahan pendidikan difabel diatas sangat menarik untuk diteliti peran pemerin
tah sangat dibutuhkan dalam menyeleaikan permasalahan terebut. Sehingga judul
yang diambil peneliti untuk meneliti permasalahan ini adalah “Peran Pemerintah
Kota Yogyakarta dalam Pemenuhan Hak Pendidikan bagi Kaum Difabel”.

Pendidikan inklusif merupakan sebuah Pendidikan yang dimana semua anak


harus memperjuangkan haknya untuk belajar dan mendapatkan pendidikan
dengan tidak ada keterbatasan dan hambatan dalam mencari ilmu. Dalam
sekolah inklusif itu terdapat anak-anak difabel atau anak-anak berkebutuhan
khusus yang berharap besar ingin sama seperti teman usia sebayanya, Yaitu
mereka ingin mendapatkan hak dan kewajibannya seperti anak-anak pada
umumnya yang mendapatkan pendidikan juga melakukan banyak hal
sebagaimana mestinya.

Beberapa dari kita tahu betapa pentingnya Pendidikan inklusif di kalangan


masyarakat dan lingkungan, selain itu Pendidikan inklusif juga membawa
dampak positif dari kalangan peserta didik, Juga mengembangkan tingkat
kreatifitas anak dan mamacu daya otak anak supaya lebih sering berinovasi
untuk melakukan hal-hal baru. Difabel hanyalah suatu bentuk kebhinekaan
seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya dan agama. Di dalam
individu berkelainan, pastilah ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu.
Sebaliknya, di dalam setiap indivudu pasti terdapat juga kecacatan tertentu,
karena tidak ada makhluk yang diciptakan sempurna. Hal ini diwujudkan dalam
sistem pendidikan inklusif yang memungkinkan terjadi interaksi antar siswa yang
beragam, sehingga mendorong sikap yang penuh toleransi dan saling
menghargai.

Pelaksanaan pendidikan inklusi akan mampu mendorong terjadinya perubahan


sikap lebih positif dari peserta didik terhadap adanya perbedaan melalui
pendidikan yang dilakukan secara bersama-sama dan pada akhirnya akan
mampu membentuk sebuah kelompok masyarakat yang tidak diskriminatif dan
bahkan menjadi akomodatif terhadap semua orang.

Beberapa manfaat yang diperoleh dari pelaksaan pendidikan inklusi adalah:

 bagi siswa

a) sejak dini siswa memiliki pemahamanyang baik terhadap perbedaan dan


keberagaman

b) munculnya sikap empati pada siswa secara alamiah

c) munculnya budaya saling menghargai dan menghormati antar siswa

d) menurunkan terjadinya stigma dan labeling kepada semua anak, khusunya


pada anak berkebutuhan khusus dan penyandang cacat
e) timbulnya budaya kooperatif dan kolaboratif pada siswa sehingga
memungkinkan adanya saling bantu antar satu dengan yang lainnya

 bagi guru
a. lebih tertantang untuk mengembangkan berbagai metode
pembelajaran
b. bertambahnya kemampuan dan pengetahuan guru tentang
keberagaman siswa termasuk keunikan, karakteristik, dan sekaligus
kebutuhannya
c. Terjalinnya komunikasi dan kerja sama dalam kemitraan antar guru
dan guru ahli bidang lain
d. menumbuhkembangkan sikap empati guru terhadao siswa termasuk
siswa penyandang cacat / siswa berkebutuhan khusus

 bagi sekolah

a. memberikan kontribusi yang sangat besar bagi program wajib belajar


b. memberikan peluang terjadinya pemerataan pendidikan bagi semua
kelompok masyarakat
c. menggunakan biaya yang relatif lebih efisien
d. mengakomodasi kebutuhan masyarakat
e. meningkatkan kualitas layanan pendidikan
1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah se
bagai berikut:

1. Apakah Pendidikan Inklusif itu?


2. Mengapa Pendidikan Inklusif penting terhadap kualitas hidup anak-anak difab
el?
3. Bagaimana dampak Pendidikan Inklusif terhadap kualitas hidup anak-anak difa
bel?

1.2.1 Definisi Dasar Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan


kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki
potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan
peserta didik pada umumnya.

Pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat (1) yang menegaskan “setiap
warga berhak mendapatkan pendidikan”; Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32
ayat (2) yang menegaskan “setiap warga ank a wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya”. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat (1) yang menegaskan “setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu”. Undang-undang inilah yang menjadi bukti kuat hadirnya pendidikan
inklusi ditengah masyarah.

Pada pendidikan dasar, kehadiran pendidikan inklusi perlu mendapat perhatian


lebih. Pendidikan inklusif sebagai layanan pendidikan yang mengikutsertakan
anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama anak normal (non-ABK) usia
sebayanya di kelas ank ar/biasa yang terdekat dengan tempat tinggalnya.
Menerima ABK di Sekolah Dasar terdekat merupakan mimpi yang indah yang
dirasakan orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus.
1.2.2 Pentingnya Pendidikan Inklusif Terhadap Kualitas Hidup Anak-Anak
Difabel

Dalam pendidikan inklusif terdapat peserta didik yang beraneka ragam latar
belakang keluarga, tingkat kemampuan, kehidupan sosial, dan jenis
kebutuhannya. Pelayanan pendidikan di sekolah inklusif memungkinkan semua
peserta didik bersama-sama membangun hubungan dan interaksi untuk saling
memahami, mengerti, serta menerima perbedaan sebagai satu bentuk kekayayaan
bersama. Anak berkebutuhan khusus tetap dapat belajar di kelas reluger dengan
dibantu oleh guru kelas dan guru pendamping khusus.

Bagi anak berkebutuhan khusus, pada waktu tertentu diberikan pelayanan di


ruangan khusus, dipisahkan dari anak normal, serta ditangani oleh guru khusus
untuk bidang-bidang sulit yang membutuhkan waktu lebih lama untuk dimengerti.
Kegiatan khusus ini dimaksudkan untuk memberikan terapi sesuai dengan
kebutuhan. Oleh karena itu diperlukan guru yang memiliki kompetensi khusus
mendampingi anak berkebutuhan khusus.

Dalam pendidikan inklusif tidak dilihat dari sudut ketidakmampuannya,


kecacatannya, dan tidak pula dari segi penyebab kecacatannya, tetapi lebih pada
kebutuhan –kebutuhan khusus mereka. Kebutuhan mereka jelas berbeda dari satu
dengan yang lain.

Ada beberapa alasan pentingnya pendidikan inklusi dikembangkan dalam layanan


pendidikan bagi anak luar biasa. Alasan tersebut antara lain:

a. Semua anak, baik cacat maupun tidak mempunyai hak yang untuk belajar
bersama-sama dengan anak yang lain.

b. Seyogyanya anak tidak diberi label atau dibeda-bedakan secara rigid, tetapi
perlu dipandang bahwa mereka memiliki kesulitan dalam belajar.

c. Tidak ada alasan yang mendasar untuk memisah-misahkan anak dalam


pendidikan. Anak memilki kebersamaan yang saling diharapkan di antara mereka.
Ia tidak pernah ada upaya untuk melindungi dirinya dengan yang lain.
d. Penelitian menunjukkan bahwa anak cenderung menunjukkan hasil yang baik
secara akademik dan sosial bila mereka berada pada setting kebersamaan.

e. Tidak ada layanan pendidikan di SLB yang mampu mengambil bagian dalam
menangani anak di sekolah pada umumnya.

f. Semua anak membutuhkan pendidikan yang dapat mengembangkan hubungan


antar mereka dan mempersiapkan untuk hidup dalam masyarakatnya.

g. Hanya pendidikan inklusi yang potensial untuk menekan rasa takut dalam
membangun kebertemanan, tanggung jawab, dan pemahaman diri (Purwanta,
2002).

Dengan memperhatikan beberapa alasan tersebut, jelas dalam pendidikan inklusi


kebutuhan anak akan terpenuhi sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Kebutuhan
anak dapat berupa kebutuhan yang bersifat sementara, permanen, dan
kultural.Kebutahan sementara merupakan kebutuhan yang terjadi pada saat
tertentu yang dialam oleh seorang anak.Misalnya adanya sikap positif bagi siswa
berkelainan yang berkembang dari komunikasi dan interaksi dari pertemanan dan
kerja sebaya. Siswa belajar untuk sensitif, memahami, menghargai, dan
menumbuhkan rasa nyaman dengan perbedaan individual. Selain itu, anak
berkelainan belajar keterampilan sosial dan menjadi siap untuk tinggal di
masyarakat karena mereka dimasukkan dalam sekolah umum. Dan dengan
sekolah inklusi, anak terhindar dari dampak negatif dari sekolah segregasi, antara
lain kecenderungan pendidikannya yang kurang berguna untuk kehidupan nyata,
label “cacat” yang memberi stigma pada anak dari sekolah segregasi membuat
anak merasa inferior, serta kecilnya kemungkinan untuk saling bekerjasama, dan
menghargai perbedaan.
1.2.3 Dampak Pendidikan Inklusif Terhadap Kualitas Hidup Anak-Anak
Difabel

Sekolah inklusi bukanlah sekedar sekolah yang menerapkan konsep penyetaraan


terhadap semua manusia dalam memperoleh pendidikan, tapi juga membutuhkan
settinggan ramah anak didalamnya. Setting ramah anak ini sangat membantu dan
mendorong kemajuan perkembangan penerapan pendidikan inklusi di sekolah.

Dimana para anak penyandang Disabilitas sangat membutuhkan dukungan dan


motivasi yang mampu mendorong mereka untuk berinteraksi dengan
lingkungannya, maka komponen utama yang paling mereka butuhkan di
sekolahnya adalah sebuah keramahan, yang menerjamahkan pada mereka suatu
penunjukkan kondisi penerimaan terhadap diri mereka.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Bersumber pada rumusan permasalahan yang disusun oleh penulis di atas, hingga
tujuan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui defisi Pendidikan Inklusif.


2. Untuk mengetahui pentingnya Pendidikan Inklusif terhadap kualitas hidup ana
k-anak difabel.
4. Untuk mengetahui bagaimana dampak Pendidikan Inklusif terhadap kualitas hi
dup anak-anak difabel?
1.3.1 Tujuan Utama Proposal

Pendidikan inklusif berarti semua peserta didik belajar di sekolah reguler bersama
anak-anak normal tanpa mempertimbangkan keterbatasan masing-masing.
Proposal ini bertujuan mendeskripsikan pentingnya pendidikan inklusif bagi anak
berkebutuhan khusus dan dampak Pendidikan Inklusif terhadap kualitas hidup
anak-anak difabel. Pernyataan ini didasarkan pada realitas berkaitan dengan anak
berkebutuhan khusus yang tidak mendapat perlakuan pendidikan yang layak
sebagaimana anak normal lainnya. Tulisan ini membuka pemahaman dan
wawasan orang tentang hak setiap warga negara, khususnya anak berkebutuhan
khusus untuk memperoleh pendidikan yang layak.

1.4 Manfaat Penelitian

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah mengenai peristiwa G 30 S/PKI adalah tema yang sudah banyak digarap d
an diangkat. Peristiwa ini mencoba merubah ideologi Pancasila dengan membant
ai 6 Jenderal TNI AD, dan 1 Perwira TNI AD dan juga PKI ingin merubah Indone
sia menjadi negara Komunis yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

G 30 S/PKI adalah sebuah gerakan yang memiliki tujuan untuk menggulingkan pe


merintahan Presiden Soekarno, gerakan tersebut dipimpin langsung oleh DN Aidit
yang saat itu adalah Ketua dari PKI atau Partai Komunis Indonesia. Namun, renca
na tersebut digagalkan oleh Jenderal Soeharto.
2.1 AWAL PERISTIWA G 30 S/PKI

Pada hari Jum’at tanggal 1 Oktober 1965 secara berturut-turut RRI Jakarta
menyiarkan berita penting. Sekitar pukul 7 pagi memuat berita bahwa pada hari
kamis tanggal 30 September 1965 di Ibukota RI, Jakarta telah terjadi “gerakan
militer dalam AD” yang disebut dengan “Gerakan 30 September”, dikepalai oleh
Letnan Kolonel Utung, Komandan Batalion Cakrabirawa, pasukan pengawal
pribadi Presiden Soekarno.

Sekitar pukul 13.00 hari itu juga memberitakan Dekrit Nomor 1 tentang
pembentukan Dewan Revolusi Indonesia dan Keputusan Nomor 1 tentang
Susunan Dewan Revolusi Indonesia. Dalam siaran kedua ini diumumkan susuan
Komandan Bridjen Soepardjo, Letnan Kolonel Udara Heru, Kolonel Laut
Soenardi dan Ajun Komisaris Besar Polisi Anwas sebagai Wakil Komandan.

Pada pukul 19.00 hari itu juga RRI Jakarta menyiarkan pidato radio panglima
komandan Tjadangan strategis Angkatan darat, Mayor Jendral Soeharto yang
menyampaikan bahwa Gerakan 30 September tersebut adalah golongan kontra
revolusioner yang telah menculik beberapa perwira tinggi AD dan telah
mengambil alih kekuasaan negara dari presiden/panglima
tertinggi/ABRI/pemimpin besar revolusi dan melempar Kabinet DWIKORA ke
kedudukan demisioner.

Latar belakang G 30 S/PKI perlu ditelusuri sejak masuknya paham


komunisme/marxisme-lenimisme ke Indonesia awal abad ke-20, penyusupannya
ke dalam organisasi lain, serta kaitannya dengan Gerakan Komunisme
Internasional. Dalam hal-hal yang mendasar dari politik PKI di Indonesia terbukti
merupakan pelaksanaan perintah dari pimpinan Gerakan Komunisme
Internasional.
Persiapan PKI:

1. Membentuk biro khusus dibawah pimpinan Syam Kmaruzman. Tugasnya


adalah merancang dan mempersiapkan perebutan kekuasaan.

2. Menuntut dibentuknya Angkatan ke-5 yang terdiri atas buruh dan tani yang
dipersenjatai

3. melakukan sabotase, aksi sepihak, dan aksi terror. Sabotase terhadap


transportasi kereta yang dilakukan aksi buruh kereta api (Januari - Oktober 1964)
yang mengakibatkan serentetan kecelakaan kereta api seperti di Purwokerto,
Kroya, Tasikmalaya, Bandung, dan Tanah Abang.

4. Melakukan aksi fitnah terhadap ABRI khususnya TNI-AD yang dianggap


sebagai penghambat pelaksanaan programnya yaitu dengan melancarkan isu
Dewan Jendral. Tujuannya untuk menghilangkan kepercayaan terhadap TNI-AD
dan mengadu domba antara TNI-AD dengan presiden Soekarno.

5. Melakukan Latihan kemiliteran di Lubang Buaya Pondok Gede Jakarta.

2.2 PERISTIWA G 30S/PKI

Setelah persiapan dianggap matang oleh para Pemimpin PKI, maka mereka
menentukan pelaksanaannya yaitu 30 September. Gerakan untuk merebut
kekuasaan dari pemerintah RI yang sah ini didahului dengan penculikan dan
pembunuhan terhadap jendral-jendral TNI-AD yang dianggap anti PKI. Gerakan
30 September 1965 dipimpin oleh Letnan Kolonen Untung, Komandan Batalyon I
Resimen Cakrabirawa, yaitu pasukan Pengawal Presiden. Gerakan ini dimulai
pada dini hari, tanggal 1 Oktober dengan menculik dan membunuh enam Perwira
Tinggi dan seorang Perwira Muda Angkatan Darat. Mereka yang diculik dibunuh
di desa Lubang Buaya sebelah Selatan Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma
oleh anggota-anggota Pemuda rakyat Gerwani dan ormas PKI yang lain. Keenam
jendral yang dibunuh itu adalah Letna Jendral Ahmad Yani, Mayor Jendral R.
Suprakto, Mayor Jendral M.T Haryono, Mayor Jendral S. Parman, Brigadir DI
Panjaitan, Brigadir Jendral Soetoyo Siswomiharjo. Sementara itu Gerakan 30
September telah berhasil menguasai 2 sarana telekomunikasi yakni Studio RRI
dan kantor PN telekomunikasi.

2.3 MOMEN PERINGATAN

Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai hari Peringatan


Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari
Kesaktian Pancasila. Pada masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film
mengenai kejadian tersebut juga ditayangkan di seluruh Stasiun Televisi di
Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu pada masa Soeharto
biasanya dilakukan Upacara Bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang
Buaya dan dilanjutkan dengan Tabur Bunga di Makam Pahlawan Revolusi di
TMP Kalibata. Namun, sejak Era Revormasi bergulir, film, itu sudah tidak
ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan. Pada 29
September – 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian Acara Peringatan untuk
mengenang Peristiwa Pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di
berbagai pelosok Indonesia. Acara yang bertajuk “Pekan Seni Budaya dalam
rangka Memperingati 40 tahun tragedi kemanusiaa 1965” ini berlangsung di
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok. Selain civitas Academica
Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan
1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, dan Putmainah.
BAB 3
METODOLOGI PENULISAN

3.1 PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI

Data dan informasi yang mendukung penulisan dikumpulkan dengan melakukan


penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang relevan dan pencarian data
melalui internet. Data dan informasi yang digunakan yaitu data dari skripsi, media
elektronik, dan beberapa pustaka yang relevan. Adapun teknik pengumpulan data
yang dilakukan yaitu:

1. Sebelum analisis data dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan studi pustaka


yang menjadi bahan pertimbangan dan tambahan wawasan untuk penulis
mengenai lingkup kegiatan dan konsep-konsep yang tercakup dalam penulisan

2. Untuk melakukan pembahasan analisis dan sintesis data-data yang diperoleh,


diperlukan data referensi yang digunakan sebagai acuan, dimana data tersebut
dapat dikembangkan untuk dapat mencari kesatuan materi sehingga diperoleh
suatu solusi dan kesimpulan.

3.2 PENGOLAHAN DATA DAN INFORMASI

Beberapa data dan informasi yang diperoleh pada tahap pengumpulan data,
kemudian diolah dengan menggunakan suatu metode analisis deskriptif
berdasarkan data sekunder.
3.3 ANALISIS DAN SINTESIS

Aspek-aspek yang akan dianalisis yaitu perkebunan kelapa sawit sebagai komoditi
strategis nasional dengan permasalahan lingkungan akibat dari pengembangan
perkebunan kelapa sawit. Sintesis yang dijelaskan yaitu alternatif solusi untuk
mengatasi permasalah yang dianalisis
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1. PENGERTIAN G 30 S/PKI

Salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia adalah G 30 S/PKI. Gerakan
30 September oleh PKI yang disebut G 30 S/PKI adalah salah satu tragedi nasiona
l mengancam keutuhan NKRI. Seperti namanya tragedi tersebut terjadi pada tangg
al 30 September 1965. Peristiwa itu berlangsung selama dua hari yakni sampai tan
ggal 1 Oktober 1965.

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang menjadi tragedi nasional tersebut did
uga dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia dan menimbulkan korban di kalang
an petinggi militer. Latar belakang peristiwa G 30 S/PKI adalah sebab persaingan
politik, karena PKI sebagai kekuatan politik merasa khawatir dengan kondisi kese
hatan Presiden Soekarno yang memburuk.

Pada awal Agustus 1965, ketika Presiden Soekarno tiba-tiba pingsan setelah berpi
dato, banyak pihak yang beranggapan bahwa usia beliau tidak akan lama lagi. Seh
ingga muncul pertanyaan besar tentang siapa yang akan menjadi pengganti Presid
en Soekarno nantinya. Hal ini yang menyebabkan persaingan semakin tajam antar
a PKI dengan TNI.

4.2 KRONOLOGI SINGKAT AWAL PEMBERONTAKAN G 30 S/PKI :

Peristiwa G 30 S/PKI terjadi selama dua hari satu malam, yakni mulai 30 Septemb
er sampai 1 Oktober tahun 1965. Pada tanggal 30 September 1965, kegiatan koord
inasi dan persiapan, selanjutnya pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari kegiatan pel
aksanaan penculikan dan pembunuhan.
Gerakan 30 September 1965 berada di bawah kendali Letkol Untung dari Komand
o Batalion I resimen Cakrabirawa, Letkol Untung pemimpin Gerakan 30 Septemb
er 1965, Letkol Untung menunjuk Lettu Dul Arief menjadi ketua pelaksanaan pen
culikan, Pasukan bergerak mulai pukul 03.00, enam Jendral menjadi korban pencu
likan dan pembunuhan yakni Letjen. Ahmad Yani, Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen
Harjono, Mayjen. S. Parman, Brigjen D.I. Panjaitan dan Brigjen Sutoyo dan satu
perwira yakni Lettu Pierre Tendean. Keseluruhannya dimasukkan ke dalam luban
g di kawasan Pondok Gede, Jakarta Satu Jendral selamat dalam penculikan ini yak
ni Jendral A.H. Nasution, namun putrinya menjadi korban yakni Ade Irma Suryan
i serta ajudannya Lettu Pierre Tendean Korban lain adalah, Brigadir Polisi K.S. T
ubun wafat ketika mengawal rumah Dr. J. Leimena.

Gerakan ini menyebar juga di Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta, Kolonel Katamso
dan Letkol. Sugiono menjadi korban karena tidak mendukung gerakan ini. Setelah
berhasil menculik dan membunuh petinggi AD, PKI menguasai gedung Radio Re
publik Indonesia. Dan mengumumkan sebuah Dekrit yang diberi nama Dekrit no.
1, yakni pernyataan bahwa G 30 S/PKI adalah upaya penyelamatan negara dari De
wan Jendral yang ingin mengambil alih negara.

Akibat peristiwa pada 30 September 1965 itu, banyak petinggi AD tidak diketahui
keberadaannya. Setelah menerima laporan serta membuat perkiraan, Soeharto me
ngambil kesimpulan bahwa para perwira tinggi itu telah diculik dan dibunuh, lalu
langsung mengambil alih pimpinan AD guna menindaklanjuti peristiwa tersebut.

Pada 1 Oktober 1965, penumpasan pemberontakan G 30 S/PKI pun dimulai. TNI


berusaha menetralisasi pasukan-pasukan yang menduduki Lapangan Merdeka. Sel
anjutnya, Mayjen Soeharto menugaskan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo untuk mere
but kembali gedung RRI dan Pusat Telekomunikasi.

Dengan dikuasainya RRI dan Telekomunikasi, pada jam 20.00 WIB Soeharto men
gumumkan bahwa telah terjadi perebutan kekuasaan oleh pasukan G 30 S/PKI. Di
umumkan pula bahwa Presiden Soekarno dan Menko Hankam/KASAB Jenderal
A.H. Nasution dalam keadaan selamat.

Pada 2 Oktober 1965, operasi berlanjut ke kawasan Halim Perdanakusuma, tempa


t pasukan G 30 S/PKI mengundurkan diri dari kawasan Monas Kawasan. Pada tan
ggal yang sama atas petunjuk Polisi Sukitman yang berhasil lolos dari penculikan
PKI, pasukan pemerintah menemukan lokasi jenazah para perwira di lubang sumu
r tua yang disebut Lubang Buaya.

Pada 4 Oktober 1965, dilakukan pengangkatan jenazah tersebut dan keesokan hari
nya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta. Para perwira yang
gugur akibat pemberontakan ini diberi penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi.

Selanjutnya, atas desakan rakyat yang menuntut PKI untuk dibubarkan, puncakny
a pada saat Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Super
semar), Soeharto langsung mengeluarkan larangan terhadap PKI dan ormas-ormas
di bawahnya.

4.3 ALASAN PEMBERONTAKAN G 30 S/PKI

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) atau
dikenal G 30 S/PKI adalah pengkhianatan terbesar terhadap bangsa Indonesia. Ko
munisme masih menjadi ancaman negara Pancasila. Karenanya, pada level simbol
is, seharusnya peringatan G 30 S/PKI atau Kesaktian Pancasila tetap penting untu
k membangkitkan kesadaran kolektif bangsa Indonesia terhadap ancaman atas ked
aulatan negara. G 30 S PKI merupakan upaya kudeta yang dilakukan PKI untuk m
engganti idiologi Pancasila dengan komunisme.

Jika komunisme adalah anti agama, maka mereka bukan hanya anti Islam, tetapi j
uga menolak semua agama. Karena menjadi ancaman, maka baik pemerintah dan
masyarakat seharusnya bersatu untuk terus secara istikamah melakukan revitalisas
i idiologi Pancasila. Perlu dirumuskan cara yang paling sesuai, cara dan pola baru
untuk memahamkan Pancasila, menghayatinya, mempraktikkan, dan meneladanka
nnya kepada bangsa Indonesia yang terus berganti generasi dari waktu ke waktu.
Bukan dengan indoktrinasi, pemaksaan dan ancaman, melainkan melalui proses il
miyah, kultural, dan penyadaran sistematis yang menancap dalam sanubari warga
negara Indonesia.

Hal lain yang juga penting untuk mendapatkan perhatian kolektif bangsa ini adala
h berikhtiar secara terus-menerus untuk meningkatkan kesadaran untuk terus men
gingat sejarah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sekalig
us menyadari betul tentang jatidiri bangsa Indonesia.

Kita sadar sesadar-sadarnya, bahwa bangsa ini adalah bangsa yang besar. Sudah b
anyak ulasan yang menggambarkan kebesaran Indonesia bahkan dibandingkan ne
gara-negara besar dunia dari segi luas wilayah, lautan, pulau, serta kebesaran pen
duduk, suku bangsa, agama serta budayanya. Sebagai bangsa yang besar, Indonesi
a dibangun di atas cita-cita dan konsepsi besar yang mampu menaungi kebesarann
ya. Bangsa ini dibangun oleh manusia-manusia besar Indonesia.

Dengan modalitas itu, setiap warga bangsa Indonesia sudah semestinya selalu ber
pikir dan berjiwa besar, menyadari realitas kebesarannya, sekaligus menjawab ber
bagai tantangannya ke depan. Sebagai bangsa besar, kita tidak boleh terombang-a
mbing, terseret, apalagi terbelah oleh cara-cara bangsa lain. Cukup kita kembali d
an menggali konsepsi bangsa ini yang termanifestasi dalam platform dan konsepsi
kebangsaan kita: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Bung Karno pernah menyatakan “Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sa
ma. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjuang sendiri-sendiri, mempunyai karakt
eristik sendiri. Oleh karena itu pada hakikatnya bangsa sebagai individu mempuny
ai kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud dalam berbagai hal, dalam keb
udayaannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya, dan lain-lain sebagainya
(Soekarno, 1958).

Apa karakteristik dan kepribadian bangsa Indonesia yang dimaksud Bung Karno?
Ialah Pancasila. Pancasila memberikan warna (corak) identitas karakter sebagai se
buah bangsa. Maka, jika ada pentanyaan apa karakter khas bangsa Indonesia, jawa
bnya adalah Pancasila. Lima sila dalam Pancasila diambil dan disarikan dari nilai-
nilai luhur yang ada dan berkembang dalam diri bangsa Indonesia sendiri.

Pancasila merupakan visi peradaban Indonesia: manusia yang bertaqwa kepada


Tuhan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, mampu
mengembangkan persatuan, penuh kebijaksanaan serta berkeadilan sosial.

Pancasila adalah titik temu (common denominator) yang menyatukan


keindonesiaan. Pancasila sebagai falsafah dan norma dasar (ground norm) dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara (philosophisce grondslag). Konsekuensinya,
Pancasila menjadi dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum dalam
bernegara.

Tugas kita hari ini adalah dengan menanamkan nilai nilai Pancasila secara terus
menerus kepada masyarakat terutama di lembaga pendidikan dan kepada kaum
muda Indonesia. Pemerintah juga harus melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh
agama untuk membina dan memberi pendidikan akhlak yang baik bagi setiap
warga negara. Dengan penanaman nilai nilai ini, maka akan memberi pemahaman
yang baik akan pentingnya meningkatkan kewaspadaan nasional terhadap bahaya
komunisme, demi terwujudnya ketahanan nasional berdasarkan Pancasila sebagai
ideologi berbangsa dan bernegara.

Walhasil, kita harus bisa menghadirkan Pancasila dalam ruang nyata


kewarganegaraan, kebangsaan dan kemanusiaan yang ada dalam kehidupan
Indonesia. Wujud kehadiran itu sesungguhnya adalah keberfihakan dan
pembelaannya melalui kebijakan, perhatian, sentuhan, dan intervensi lain yang
adil dan manusiawi yang secara nyata mampu mengubahnya menuju keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia.

4.4. KHITTAH PANCASILA


Kita perlu menekankan kembali apa yang menjadi “khittah Pancasila”. Sejak
Pancasila lahir, dia memiliki khittahnya. Khittah ini penting, karena khittah adalah
tonggak garis perjuangan dan landasan dasar Pancasila ini ada. Khittah Pancasila,
berada dalam nilai-nilai dan prinsip-prinsipnya yang melekat dalam sila-sila
Pancasila. Yakni, ketuhanan (al-ilahiyah), kemanusiaan (al-basyariyyah),
persatuan (al-ukhuwwah), kerakyatan (ar-raiyyah), dan keadilan sosial (al-‘adalah
al-ijtimaiyyah). Lima nilai dan prinsip dasar dasar ini merupakan satu keutuhan
yang tak terpisahkan. Ketuhanan yang Maha Esa, sebagai sila pertama
memberikan nafas sekaligus ruh bagi keseluruhan sila-sila Pancasila.

Para founding fathers menginginkan Indonesia menjadi negara yang ber-Tuhan,


negara yang rakyatnya juga ber-Tuhan. Jelas dikatakan oleh Soekarno pada Pidato
1 Juni 1945, yang kemudian diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila, “Bukan saja
bangsa Indonesia ber-Tuhan, tapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-
Tuhan dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang ber-Tuhan.”

Dengan sila ketuhanan ini, nampak kuat kehendak para pendiri bangsa
menjadikan Negara Pancasila sebagai negara yang religius (religious nation state).
Dengan paham tersebut, kita tidak menganut paham sekuler yang ekstrim yang
memisahkan “agama” dan “negara” dan berpretensi menyudutkan peran agama ke
ruang-ruang privat/komunitas. Meski kita juga bukan negara agama, dalam arti
hanya satu agama yang diakui menjadi dasar negara Indonesia. Menjadi religious
nation state maknanya adalah negara melindungi dan mengembangkan kehidupan
beragama. Lebih dari itu agama didorong untuk memainkan peran publik yang
berkaitan dengan penguatan norma dan etika sosial.

Dalam praksis kehidupan berbangsa dan bernegara nilai-nilai ketuhanan (nilai-


nilai agama/religiusitas) harus dijadikan sumber etika dan spiritualitas. Nilai-nilai
yang bersifat vertikal-transendental ini menjadi fundamen etika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sehingga sangat jelas bahwa kebangsaan kita adalah
kebangsaan yang berketuhanan.
Konstitusi, UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa negara ini berdiri di atas
dasar ketuhanan. Hal itu dinyatakan pada Pasal 29 Ayat (1), “Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa.” Lalu tegas disebut dalam Ayat (2)-nya, “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Oleh karena itu, di negara ini tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti-
Ketuhanan dan antikeagamaan. Tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang
menghinakan dan menistakan agama. Sama halnya tidak boleh ada sikap dan
perbuatan yang mengerdilkan peran agama. Aktualisasi keagamaan bukan saja
diberikan ruang, akan tetapi didorong secara terus menerus untuk menjadi basis
moralitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, segala upaya
sekularisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sungguh tidak memiliki
tempat di Indonesia dan bertentangan dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945.
BAB 5

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

1. Gerakan 30 September oleh PKI yang disebut G 30 S/PKI adalah salah satu
tragedi nasional mengancam keutuhan NKRI. Seperti namanya tragedi tersebut
terjadi pada tanggal 30 September 1965. Peristiwa Gerakan 30 September 1965
oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) atau dikenal G 30 S/PKI adalah
pengkhianatan terbesar terhadap bangsa Indonesia. Komunisme masih menjadi
ancaman negara Pancasila.

2. Latar belakang pemberontakan G30S/PKI adalah keinginan PKI untuk merubah


idiologi bangsa yakni Pancasila dan bentuk negara Indonesia.

3. Peristiwa ini mencoba merubah ideologi Pancasila dengan membantai 6


Jenderal TNI AD, dan 1 Perwira TNI AD dan juga PKI ingin merubah Indonesia
menjadi negara Komunis yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

5.2 SARAN

Tentunya penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih
banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.

Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah deng
an menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun
dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Adam, A. W. (2018). Gerakan 30 September 1965. Archipel, 95. Https://Doi.Org/


10.4000/Archipel.604

Drooglever, P. (1987). F. Tichelman, Socialisme In Indonesië. De Indische Sociaa


l-Democratische Vereeniging 1897-1917, I. Bmgn - Low Countries Historical Rev
iew, 102(2). Https://Doi.Org/10.18352/Bmgn-Lchr.2840

Kartikasari, D. (2014). Pelarangan Buku-Buku Karya Sastrawan Lekra Tahun 196


5-1968. Avatara, E-Journal Pendidikan Sejarah, 2(3).

Mafrudin, E., A., A. F. A., & Widjijanto. (2014). Peristiwa Gerakan 30 September
Partai Komunis Indonesia 1965-1998. Jurnal Genta, 2(2).

Nami, N. I. B. (2022). Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Gerakan Pemberontaka


n Partai Komunis Indonesia (Pki) 1926-1927. Politeia: Jurnal Ilmu Politik, 14(1).
Https://Doi.Org/10.32734/Politeia.V14i1.6360

Anda mungkin juga menyukai