Anda di halaman 1dari 8

Tugas ini disusun untuk memenuhi mata kuliah

“Gender Sosial Inklusi’

Dosen Pengampu:

Dr Hj Evi Muafiah Mg, Ag

Disusun oleh :

Pipin Alvia Sarantika (203180216)

PGMI F

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2021
Pendidikan Gender Sosial Inklusi pada Pembelajaran Sekolah Reguler
Pipin Alvia Sarantika

pipinalviasarantika@gmail.com

IAIN Ponorogo

A. Pendahuluan
Indonesia kebijakan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus diatur
melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Secara khusus dalam undang undang tersebut dinyatakan bahwa
warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan atau sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus dan penyelenggaraannya dilakukan
secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus
Pendidikan merupakan hal yang penting bagi setiap orang yang ada di
dunia dan untuk bangsa dalam mencari jati diri dan meningkatkan daya saing.
Dan hal itu negara harus menfasilitasi pelyanan pendidikan bermutu kepada
warganya tanpa terkecuali, dan termasuk juga untuk semua orang yang
berbutuhan khusus. Sekolah inklusi merupakan salah satu bentuk pemerataan
dan bentuk perwujudan pendidikan tanpa diskriminasi dimana anak
berkebutuhan khusus dan anak-anak pada umumnya dapat memperoleh
pendidikan yang sama. Sekolah Inklusi merupakan sekolah regular (biasa) yang
menerima anak berkebutuhan khusus dan menyediakan sistem layanan
pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak tanpa kebutuhan khusus
(ATBK) dan anak berkebutuhan khusus melalui adaptasi kurikulum,
pembelajaran, penilaian, dan sarana prasarananya. Pendidikan inklusif
merupakan suatu proses untuk menghilangkan penghalang yang memisahkan
peserta didik berkebutuhan khusus dari peserta didik normal agar mereka dapat
belajar dan bekerja sama secara efektif dalam satu sekolah. Saat ini sekolah
diwajibkan melaksanakan pendidikan inklusi. Hal ini selaras dengan Kebijakan
setiap kota bahwa setiap satuan pendidikan wajib menerima peserta didik
berkebutuhan khusus, artinya bahwa semua sekolah di kota tidak boleh menolak
anak dan harus menerima siapa saja yang akan mendaftar di sekolah tersebut.
Pendidikan segregasi bagi anak berkebutuhan khusus sampai saat ini belum
menunjukkan titik terang dalam memberikan layanan bagi mereka. pendidikan
inklusi juga akan memberikan kesempatan yang besar bagi anak berkebutuhan
khusus untuk berkembang potensinya tanpa dibedakan dengan teman
sebayanya. Mereka dapat bersosialisasi, partisipasi, dan berekspresi dalam
proses pembelajaran yang bermakna. Dengan memberikan kebebasan mereka
untuk duduk bersama, belajar dan bermain bersama secara psikologis akan
memperkecil jurang pemisah dengan teman lainnya, sehingga kepercayaan
dirinya akan terbangun dengan baik. Kepercayaan diri bagi anak berkebutuhan
khusus sangat menentukan dalam kehidupanya kelak. Mereka akan dapat hidup
secara normal dan menyatu dengan masyarakat
B. Pembahasan
Istilah gender lahir untuk memberikan penjelasan tentang perbedaan antara laki-
laki dan perempuan dalam konteks biologis dan sosial. Penjelasan ini diperlukan
karena muncul berbagai ketimpangan dan ketidakadilan terhadap kedua jenis
kelamin yang diakibatkan oleh ketidakpahaman mana perbedaan yang bersifat
kodrati dan mana yang merupakan hasil konstruksi sosial dan budaya. gender
menyangkut aturan sosial yang berkaitan dengan jenis kelamin manusia laki-laki
dan perempuan. Perbedaan biologis dalam hal alat reproduksi antara laki-laki
dan perempuan memang membawa konsekuensi fungsi reproduksi yang
berbeda (perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui;
laki-laki membuahi dengan spermatozoa). Jenis kelamin biologis inilah yang
merupakan ciptaan Tuhan, bersifat kodrat, tidak dapat berubah, tidak dapat
dipertukarkan dan berlaku sepanjang zaman.
Isu kesenjangan gender dalam pendidikan yang paling menonjol menurut
Widodo (2010) dalam penelitiannya ditemukan bahwa: 1) semakin tinggi jenjang
pendidikan makin lebar kesenjangan gendernya; 2) kurangnya keterwakilan
perempuan dalam pengambilan kebijakan dan terbatasnya pemahaman para
pengelola dan pelaksana pendidikan akan pentingnya kesetaraan gender; 3)
masih terjadi gejala segregasi gender (gender segregation) dalam pemilihan
jurusan atau program studi di Sekolah Menengah Umum Pembelajaran dengan
paradigma GESI untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan pembelajaran
untuk semua lapisan masyarakat, yaitu laki-laki, perempuan, cacat, miskin,
berbagai suku, berbagai warna kulit, dan status ekonomi. Jika menginginkan
terlaksananya pembelajaran gender dan sosial inklusi, maka diperlukan
paradigma gender dan sosial inklusi (GSI) dalam manajemen pembelajaran.
Usaha untuk meminalisir kesenjangan gender adalah melalui pendidikan
yang responsif gender, untuk membentuk karakter manusia (human character
building). mengapa pendidikan inklusi harus diimplementasikan antara lain
:semua anak mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
bermutu dan tidak diskriminatif, semua anak memiliki kemampuan untuk
mengikuti pelajaran tanpa melihat kelainan dan kecacatannya, perbedaan
merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi semua anak,
sekolah dan guru mempunyai kemampuan untuk belajar merespons kebutuhan
pembelajaran yang berbeda Sisi positif implementasi pendidikan inklusif antara
lain: membangun kesadaran dan konsensus pentingnya pendidikan inklusif
sekaligus menghilangkan nilai dan sikap diskriminatif, melibatkan dan
memberdayakan masyarakat untuk memberlakukan analisis situasi pendidikan
setempat, memberikan kesmpatan kepada anak dan mengidentifikasi alasan
meraka tidak sekolah (bagi anak yang belum/tidak sekolah).
Fungsi pendidikan inklusi adalah untuk menjamin semua peserta didik
berkebutuhan khusus mendapatkan kesempatan dan akses yang sama untuk
memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya dan
bermutu diberbagai jalur, jenis, dan jenjang pendidikan serta menciptakan
lingkungan pendidikan yang kondusif bagi peserta didik berkebutuhan khusus
untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
sistem sekolah inklusi merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi
untuk membangun masyarakat inklusi. Sebuah tatanan masyarakat yang saling
menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman sebagai realitas
kehidupan. Banyak kasus yang muncul terkait pelaksanaan pendidikan inklusi,
seperti minimnya sarana penunjang sistem pendidikan inklusi, terbatasnya
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh para guru sekolah inklusi
menunjukkan bahwa sistem pendidikan inklusi belum dipersiapkan dengan
baik. Penyelenggaraan sekolah inklusi bagi anak berkebutuhan khusus
seharusnya menciptakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran, yang
memungkinkan semua siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
Dengan dukungan yang dibutuhkan berupa dukungan material maupun
keterlibatan langsung dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi. Dukungan
pemerintah baik pusat maupun daerah belum merata di semua daerah dan
masih sangat terbatas, baik dalam bantuan teknis (keterlibatan dalam
pelaksanaan : monitoring, pembimbingan maupun evaluasi pelaksanaan
pendidikan inklusi) maupun bantuan non-teknis (dana maupun peralatan).
Model pertemuan tatap muka merupakan salah satu model yang
bermanfaat bagi pembinaan kehangatan hubungan antar pribadi. Model
pertemuan tatap muka adalah pola belajar mengajar yang dirancang untuk
mengembangkan pemahaman diri sendiri, dan rasa tanggung jawab pada diri
sendiri dan kelompok. Strategi mengajar model ini mendorong siswa belajar
secara aktif- Model ini merupakan salah satu model yang memungkinkan untuk
diterapkan dalam pembelajaran yang responsif gender karena lebih menekankan
pada proses. Pendekatan yang berorientasi pada proses dapat memberikan
pengalaman belajar langsung pada diri siswa baik dalam sikap dan pola pikir
yang peka terhadap keadilan dan kesetaraan gender.Ada model sekolah inklusi
yang dapat dilakukan di Indonesia adalah sebagai berikut (Ashman, 1994 dalam
Emawati, 2008) :

1. Kelas Reguler (Inklusi Penuh)


Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak normal sepanjang hari di
kelas regular dengan menggunakan kurikulum yang sama.
2. Kelas regular dengan Cluster
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak normal di kelas regular
dalam kelompok khusus.
3. Kelas Reguler dengan Pull Out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak normal di kelas regular
namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas regular ke ruang lain
untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4. Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak norma di kelas regular
dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas
regular ke kelas lain untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
5. Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian
Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah
regular, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak
normal di kelas regular.
6. Kelas Khusus Penuh Anak
berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah regular.

C. Kesimpulan
pendidikan inklusi adalah untuk menjamin semua peserta didik berkebutuhan
khusus mendapatkan kesempatan dan akses yang sama untuk memperoleh
layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya dan bermutu diberbagai
jalur, jenis, dan jenjang pendidikan serta menciptakan lingkungan pendidikan
yang kondusif bagi peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengembangkan
potensinya secara optimal. Sekolah inklusi memiliki siswa heterogen dengan
menempatkan siswa berkebutuhan khusus dengan siswa normal dalam satu
lingkungan. Heterogenitas dalam sekolah inklusi terdiri dari perbedaan ras,
suku, agama, bahasa, bahasa, kondisi fisik dan mental. Ada model sekolah
inklusi yang dapat dilakukan di Indonesia adalah sebagai berikut (Ashman, 1994
dalam Emawati, 2008) : Kelas Reguler (Inklusi Penuh), Kelas regular dengan
Cluster, Kelas Reguler dengan Pull Out, Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull
Out, Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian dan Kelas Khusus Penuh

Anda mungkin juga menyukai