Anda di halaman 1dari 251

Pendidikan Inklusi

BY. PUTRI AGUSTINA


KONTRAK BELAJAR
MATERI

 Pendidikan Inklusi
 Konsep dasar anak berkebutuhan khusus
 Anak tuna netra
 Anak tuna rungu
 Anak tuna grahita
 Anak tuna daksa
 Anak tuna laras
 Anak autis
 Anak berkesulitan belajar
 Anak berbakat
PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSI

 Konsep/pendekatan pendidikan yang berupaya menjangkau semua anak tanpa terkecuali.


 Anak memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh manfaat yang maksimal
dari pendidikan.
 Pendidikan inklusi sebagai proses yang ditujukan dan menanggapi berbagai kebutuhan dari
semua peserta didik melalui peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya dan masyarakat,
dan mengurangi eksklusi/ pengenyampingan dalam dan dari pendidikan. Hal itu termasuk
perubahan dan modifikasi dari isi, pendekatan, struktur, strategi, dengan pandangan wajar
yang melindungi semua anak terhadap ketepatan jarak usia dan penghukuman; yang
merupakan tanggung-jawab dari sistem regular untuk mendidik semua anak. Selain itu
pendidikan inklusif peduli dengan tanggapan yang tepat dengan spektrum yang luas
terhadap kebutuhan belajar dalam setting pendidikan formal dan non-formal
Lanjutan pengertian

 Pendidikan inklusif merupakan inti dari hak azazi manusia untuk memperoleh
pendidikan. Hal ini telah dinyatakan dalam Deklarasi Universal tentang hak dinyatakan
dalam Deklarasi Universal tentang hak azazi manusia di tahun1949. Kesamaan
kepentingan adalah hak anak untuk tidak didiskriminasikan, dinyatakan dalam pasal 2
dari Konvensi tentang hak anak.
 Konsekuensi logik dari hak ini adalah bahwa semua anak mempunyai hak untuk
menerima jenis pendidikan yang tidak mendiskriminasikan pada latar dari
ketidakmampuan, etnik, agama, bahasa, jender, kapabilitas dan lain sebagainya.
Lanjutan pengertian

 Sapon-Shevin dalam O’Neil (1994:1) menyatakan bahwa: pendidikan inklusif


merupakan suatu sistem layanan pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua
anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah terdekat di kelas reguler bersama
teman-teman seusianya.
 Umesh Sharma, Chris Forlin, Tim Loreman dan Earle (2006:80) menyatakan
bahwa: inklusi adalah praktek pendidikan berbasis pada gagasan keadilan sosial
yang menganjurkan kesamaan kesempatan memperoleh pendidikan untuk semua
siswa sehubungan dengan kehadiran siswa berkelainan.
Lanjutan pengertian

 Pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan semua anak termasuk anak-anak


berkelainan/berkebutuhan pendidikan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan
secara inklusif bersama-sama dengan anak-anak pada umumnya.
 Semua anak mempunyai hak untuk menerima jenis pendidikan yang tidak
mendiskriminasikan pada latar dari ketidakmampuan, etnik, agama, bahasa, jender,
kapabilitas dan lain sebagainya, termasuk anak berkelainan/ berkebutuhan pendidikan
khusus.
 Oleh karena itu sekolah mengakomodasi semua anak tanpa adanya diskriminasi atas dasar
kondisi phisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik atau kondisi lain mereka,
termasuk anak cacat/berkelainan dan anak berbakat
Bentuk layanan

Menurut Hallahan dan Kauffman (1991):


a. Reguler Class Only (Kelas biasa dengan guru biasa)
b. Reguler Class with Consultation (Kelas biasa dengan konsultan guru PLB)
c. Itinerant Teacher (Kelas biasa  dengan guru kunjung)
d. Resource Teacher (Guru sumber, yaitu kelas biasa dengan guru biasa, namun dalam beberapa kesempatan anak
berada di ruang sumber dengan guru sumber)
e. Pusat Diagnostik-Prescriptif
f. Hospital or Homebound Instruction (Pendidikan di rumah atau di rumah sakit, yakni kondisi anak yang
memungkinkan belum masuk ke sekolah biasa).
g. Self-contained Class (Kelas khusus  di sekolah biasa  bersama guru PLB)
h. Special Day School (Sekolah luar biasa tanpa asrama)
i. Residential School (Sekolah luar biasa berasrama)
Model-model sekolah inklusi Vaughn, Bos & Schumn dalam Direktorat Pembinaan
Sekolah Luar Biasa (2007: 6-10):

 a. Kelas reguler “ Full Inclusion”, Anak berkelainan/berkebutuhan pendidikan khusus


belajar bersama dengan anak lain sepanjang hari di kelas reguler/inklusif dengan
menggunakan kurikulum yang sama
 b. Kelas reguler dengan cluster, Anak berkelainan/berkebutuhan pendidikan khusus
belajar bersama dengan anak lain di kelas reguler/inklusif dalam kelompok khusus
 c. Kelas reguler dengan pull out, Anak berkelainan/berkebutuhan pendidikan khusus
belajar bersama dengan anak lain di kelas reguler/inklusif, namun dalam waktu-waktu
tertentu ditarik/keluar dari kelas reguler/ inklusif ke ruang sumber untuk belajar dan
mendapat layanan bimbingan dari Guru Pembimbing Khusus
lanjutan

 d. Kelas reguler dengan cluster dan pull out, Anak berkelainan/berkebutuhan pendidikan
khusus belajar bersama dengan anak lain di kelas belajar bersama dengan anak lain di kelas
reguler/inklusif dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik/ keluar dari
kelas reguler/inklusif ke ruang sumber untuk belajar dan mendapat layanan bimbingan dari
Guru Pembimbing Khusus
 e. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian, Anak berkelainan/berkebutuhan
pendidikan khusus belajar dan mendapat layanan bimbingan dari Guru Pendidikan
Khusus/Guru Pembimbing Khusus di dalam kelas khusus pada sekolah reguler/inklusif;
tetapi dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain di kelas reguler/inklusif.
 f. Kelas khusus penuh, Anak berkelainan/berkebutuhan pendidikan khusus belajar dan
mendapat layanan bimbingan dari Guru Pendidikan Khusus/Guru Pembimbing Khusus di
dalam kelas khusus pada sekolah reguler/inklusif
Bentuk layanan ABK

 Segregrasi (terpisah):
SLB, SLB berasrama, kelas jauh/kelas kunjung, SDLB
 Terpadu/integrasi:
Bentuk kelas biasa, kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, bentuk kelas khusus. (anak
dituntut menyesuaikan dengan kurikulum yang ada).
 Inklusi:
Terpadu tetapi kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan anak.
Layanan untuk pekerja di bawah umur, gepeng, perdagangan
manusia, pelacuran, dan TKI:

 Layanan Bimbingan Dasar untuk semua pekerja anak; dengan materi informasi tentang:
potensi diri (kelebihan dan kelemahan), dunia kerja: peluang dan tantangan, hak dan
kewajiban pekerja.
 Pendekatan klasikal atau kelompok yang bersifat informatif, yang diselenggarakan secara
sistematis dalam rangka membantu perkembangan diri pekerja secara optimal. Tujuan:
memperoleh perkembangan yang normal, mental yang sehat dan keterampilan dasar
hidup. Strategi peluncuran dengan bimbingan klasikal, bimbingan kelompok dan
kolaborasi dengan pihak terkait.
lanjutan

 Layanan Responsif, pemberian bantuan kpd pekerja anak yang memiliki kebutuhan/masalah yang
memerlukan pertolongan segera. Strateginya: konsultasi, konseling individual atau kelompok, referal, serta
bimbingan teman sebaya.
 
 Layanan Perencanaan Individual proses bantuan kepada pekerja anak agar mampu merumuskan dan
melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depannya berdasarkan pemahaman atas
kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di
lingkungannya. Strateginya: penilaian individual atau kelompok (individual or small-group appraisal),
individual or small-group advicement.
 
 Dukungan Sistem, kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan untuk memantapkan, memelihara dan
memantapkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan profesional; hubungan
masyarakat; konsultasi dengan staf ahli dan penelitian dan pengembangan. Strateginya: konsultasi dan
kolaborasi dengan pihak terkait.
3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal)

 Sebagaimana dijelaskan melalui situs resmi Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan
Pendidikan Layanan Khusus (PK-LK) Dikmen, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(pkplkdikmen.net 8/10/2013).
 Permasalahan  penyelenggaraan pendidikan di daerah 3T:
kurangnya persediaan tenaga pendidik, distribusi tidak seimbang, insentif rendah,
kualifikasi dibawah standar, guru-guru yang kurang kompeten, serta ketidaksesuaian
antara kualifikasi pendidikan dengan bidang yang ditempuh, penerapan kurikulum di
sekolah belum sesuai dengan mekanisme dan proses yang distandarkan. Disamping itu,
permasalahan angka putus sekolah juga masih relatif tinggi  menimbulkan persoalan
lain.
Tujuan Pendidikan Inklusi

 Memberikan layanan pendidikan bagi siswa yang berkesulitan belajar dan siswa yang
memerlukan layanan pendidikan khusus, agar potensi yang dimiliki (kognitif, afektif, dan
psikomotorik) dapat berkembang secara optimal dan mereka dapat hidup mandiri bersama
anak-anak normal sesuai dengan prinsip pendidikan serta dapat berperan dalam kehidupan
berbangsa  dan bernegara.
 Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk anak
berkebutuhan khusus) untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan kondisi anak.
 Mempercepat penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar.
Lanjutan Tujuan

 Meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan
putus sekolah.
 Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta
pembelajaran yang ramah terhadap semua anak.
 Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “setiap
warga negara negara berhak mendapat pendidikan”, dan ayat 2 yang berbunyi “setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. UU no. 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 5 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. UU No.
23/2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 51 yang berbunyi “anak yang menyandang
cacat fisik dan/atau mental diberikana kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk
memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa”.
Menurut Raschake dan Bronson (Lay Kekeh Marthan, 2007: 189-190:

Bagi anak berkebutuhan khusus


 Anak akan merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya.
 Anak akan memperoleh bermacam-macam sumber untuk belajar dan bertumbuh.
 Meningkatkan harga diri anak.
 Anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan menjalin persahabatan bersama teman
yang sebaya.
lanjutan

Bagi pihak sekolah


 Memperoleh pengalaman untuk mengelola berbagai perbedaan dalam satu kelas.
 Mengembangkan apresiasi bahwa setiap orang memiliki keunikan dan kemampuan yang
berbeda satu dengan lainnya.
 Meningkatkan kepekaan terhadap keterbatasan orang lain dan rasa empati pada
keterbatasan anak.
 Meningkatkan kemampuan untuk menolong dan mengajar semua anak dalam kelas.
lanjutan

Bagi guru
 Membantu guru untuk menghargai perbedaan pada setiap anak dan mengakui bahwa anak
berkebutuhan khusus juga memiliki kemampuan.
 Menciptakan kepedulian bagi setiap guru terhadap pentingnya pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus.
 Guru akan merasa tertantang untuk menciptakan metode-metode baru dalam
pembelajaran dan mengembangkan kerjasama dalam memecahkan masalah.
 Meredam kejenuhan guru dalam mengajar.
Lanjutan

Bagi masyarakat
 Meningkatkan kesetaraan sosial dan kedamaian dalam masyarakat.
 Mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan mengajarkan setiap anggota masyarakat
tentang proses demokrasi.
 Membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan antar anggota masyarakat.
Keistimewaan Pendidikan Inklusi

 Anak diperlakukan seperti apa adanya


 Anak belajar di sekolah reguler
 Kurikulum pembelajaran berfokus pada anak
 Sistem penataan guru menggunakan sistem guru kelas
 PBM melibatkan semua anak dalam proses pembelajaran
 Anak mempunyai kepercayaan diri yang positif terhadap dirinya sendiri
 Lingkungan belajar tidak membatasi anak tetapi melibatkan semua anak.
 Biaya yang dibutuhkan paling murah
 Berkesinambungan
 Memberikan kesempatan berpartisipasi yang sama kepada semua anak
 Hak setiap anak dalam pedidikan diakui dan diaktualisasikan dalam  kelas
Dasar Hukum

 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948, menegaskan bahwa: ”Setiap orang
mempunyai hak atas pendidikan”. Namun demikian anak berkelainan/berkebutuhan
pendidikan khusus atau penyandang cacat sering direnggut hak fundamentalnya.
 Hal ini terjadi karena didasarkan atas pemikiran bahwa anak berkelainan/berkebutuhan
pendidikan khusus atau penyandang cacat tidak dipandang sebagai manusia secara utuh,
oleh karena itu ada pengecualian dalam hak universalnya. Kelompok penyandang
kelainan/berkebutuhan khusus atau disebut juga penyandang cacat telah melakukan lobi-
lobi untuk memastikan bahwa instrumen-instrumen hak azasi manusia PBB berikutnya,
menyebutkan secara eksplisit kelompok penyandang kelainan/ berkebutuhan pendidikan
khusus atau penyandang cacat, tanpa memandang tingkat keparahannya, memiliki hak
yang sama atas pendidikan.
Lanjutan

 Konvensi PBB tentang Hak Anak tahun 1989, yang telah ditandatangani oleh semua negara
di dunia, kecuali Amerika Serikat dan Somalia; menyatakan bahwa pendidikan dasar
seyogyanya wajib dan bebas biaya bagi semua (pasal 28). Seterusnya perlu diketahui bahwa
Konvensi tentang Hak Anak PBB memiliki empat prinsip umum yang menaungi semua pasal
lainnya termasuk pasal mengenai pendidikan, yaitu: (1) non-diskriminasi (pasal 2); (2)
kepentingan terbaik anak; (3) hak untuk kelangsungan hidup dan perkembangan (pasal 6); dan
(4) menghargai pendapat anak(pasal 12).
 Kesemua hak tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan saling berhubungan.
Meskipun dalam memenuhi hak atas pendidikan bagi anak berkelainan/berkebutuhan khusus
atau penyandang cacat telah disediakan pendidikan di sekolah khusus/sekolah luar biasa,
tetapi hal ini dapat melanggar hak mereka “diperlakukan secara non-diskriminatif”, dihargai
pendapatnya dan hak untuk tetap berada dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya.
Lanjutan

 Deklarasi Dunia Jomtien tentang Pendidikan untuk semua di Thailand pada tahun 1990,
melangkah lebih jauh daripada Deklarasi Universal dalam pasal III tentang universalisasi akses dan
mempromosikan kesetaraan. Dalam deklarasi tersebut dinyatakan bahwa terdapat kesenjangan
pendidikan dan bahwa berbagai kelompok tertentu rentan akan diskriminasi dan eksklusi.
 Hal ini mencakup anak perempuan, orang miskin, anak jalanan dan anak pekerja, penduduk
pedesaan dan daerah terpencil, etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, dan secara khusus
disebutkan para penyandang cacat. Istilah inklusi tidak digunakan dalam Deklarasi Jomtien, tetapi
terdapat beberapa pernyataan yang mengindikasikan pentingnya menjamin bahwa orang-orang dari
kelompok marginal mendapatkan akses ke pendidikan umum (Stubbs, 2002: 121).
 Dalam Deklarasi Jomtien juga dinyatakan bahwa langkah-langkah yang diperlukan perlu diambil
untuk memberikan akses memperoleh pendidikan yang sama kepada setiap kategori penyandang
cacat/kelainan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan (Pasal II ayat 5)
Lanjutan

 Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus Tahun 1994,
merupakan dokumen internasional utama tentang prinsip-prinsip dan praktik pendidikan inklusif.
 Prinsip fundamental inklusi yang belum dibahas dalam dokumen sebelumnya dibahas dalam pernyataan
dan kerangka aksi ini.
 Beberapa konsep inti inklusi yang tersirat dalam dokumen tersebut: (1) anak-anak memiliki keberagaman
yang luas dalam karakteristik dan kebutuhannya; (2) perbedaan adalah normal; (3) sekolah perlu
mengakomodasi semua anak; (4) anak penyandang cacat/berkelainan seyogyanya bersekolah di lingkungan
sekitar tempattinggalnya; (5) partisipasi masyarakat sangat penting dalam inklusi; (6) pengajaran yang
terpusat pada sangat penting dalam inklusi; (6) pengajaran yang terpusat pada anak merupakan inti inklusi;
(7) kurikulum yang fleksibel disesuaikan dengan anak; (8) inklusi memerlukan sumbersumber dan
dukungan yang tepat; (9) inklusi penting bagi harga diri manusia dan pelaksanaan hak asasi manusia secara
penuh; (10) sekolah inklusif memberikan manfaat bagi semua anak karena membantu menciptakan
masyarakat yang inklusif; (11) inklusi meningkatkan efisiensi dan efektifitas biaya pendidikan.
Lanjutan

 Konferensi Pendidikan Dunia di Dakar, Senegal tahun 2000 yang diselenggarakan


untuk mengevaluasi pelaksanaan dasawarsa pendidikan untuk semua yang dideklarasikan
di Jomtien Thailand pada tahun 1990.
 Hasil dari evaluasi tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan untuk semua belum
tercapai, maka waktu pelaksanaan perlu diperpanjang sampai tahun 2015.
 Hal ini mendapat kecaman dari komunitas nonPemerintah. Ini berarti bahwa idealisme
Pendidikan Untuk Semua belum dapat diwujudkan. Dalam Forum Dakar pemerintah dan
lembaga-lembaga internasional lainnya berjanji untuk menciptakan lingkungan
pendidikan yang aman, sehat, inklusif, dan dilengkapi dengan sumber-sumber yang
memadai, yang kondusif untuk kegiatan belajar dengan tingkat pencapaian yang
didefinisikan secara jelas untuk semua (pasal 8).
Lanjutan

 Kelebihan Konferensi Dakar antara lain adalah bahwa terdapat fokus yang lebih kuat untuk
mengembangkan Rencana Aksi Nasional yang kokoh dan strategi regional untuk implementasi
monitoring, yang merupakan kelemahan pada konferensi Jomtien; dan masalah kecacatan
disebutkan secara spesifik di dalam beberapa dokumennya (Stubbs, 2002: 20).
 Tidak disebutkannya secara spesifik tentang anak berkelainan/berkebutuhan pendidikan khusus
atau penyandang cacat dalam Kerangka Aksi Dakar menggugah lembaga-lembaga yang
mempromosikan pendidikan inklusif melakukan pertemuan antara UNESCO dan Kelompok Kerja
Internasional untuk Penyandang Cacat dan Pembangunan, dan pada tahun 2001 diluncurkan
Program Flagship untuk Pendidikan dan Penyandang Cacat.
 Tujuan Program Flagship tersebut adalah menempatkan isu kecacatan dengan tepat pada agenda
pembangunan dan memajukan pendidikan inklusif sebagai pendekatan utama mencapai tujuan
Pendidikan Untuk Semua/PUS (Situs web UNESCO EFA Flagship initiative).
Lanjutan

 Deklarasi Bandung dilaksanakan pada 8-14 Agustus 2004 di Bandung Indonesia.


 Deklarasi tersebut berisi: (1) menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya
mendapatkan kesempatan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan,
kesehatan, sosial, kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi
penerus yang handal; (2) menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khsusus lainnya
sebagai individu yang bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang
bermutu dan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat, tanpa perlakuan diskriminatif yang
merugikan eksistensi kehidupan baik fisik, psikologis, ekonomis, sosiologis, hukum, politis maupun
kultural; (3) menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan pendidikan inklusif yang ditunjang
kerjasama yang sinergis dan produktif antara pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia
usaha dan industri, orang tua serta masyarakat.
Lanjutan

 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional
BAB IV Bagian Kesatu Pasal 5 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap warganegara mempunyai hak sama
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, dan pada Bagian Keempat Pasal 11 ayat (1) dinyatakan
bahwa: Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpadiskrimininasi.
 Oleh karena itu semua sekolah tentunya dapat menyelenggarakan pendidikan untuk semua warga
negara tanpa kecuali. PP No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
Dasar hukum kebijakan pendidikan inklusi di Indonesia

 Undang-Undang Dasar 1945: a. Pasal 31 (Ayat 1): Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan;
b. Pasal 31 (ayat 2): Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, terutama pada pasal 5 dan pasal 6
(ayat 1): Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan; b. Pasal
 Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, utamanya pada pasal: a. Pasal 49:
Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada anak untuk memperoleh pendidikan; b. Pasal 51: Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau
mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan
pendidikan luar biasa
OPTIMALISASI PSIKOLOGIS SISWA
BERKEBUTUHAN KHUSUS
OPTIMALISASI PSIKOLOGIS SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS

 Sekolah memberikan perlakuan yang sama dan bersifat klasikal


kepada semua siswa, baik siswa di bawah rata rata, rata-rata, dan di
atas rata rata, yang sebenarnya memiliki kebutuhan berbeda
 Siswa di bawah rata rata yang memiliki kecepatan belajar di bawah rata-
rata akan selalu tertinggal ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar.
 Siswa di atas rata rata akan jenuh karena harus menyesuaikan diri
dengan kecepatan belajar siswa siswa lainnya

 Bagaimana memberikan perlakuan sesuai dengan kebutuhan siswa?


KEBUTUHAN DASAR ANAK

 Kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar siswa mengalami proses


tumbuh kembang optimal
 Kebutuhan fisik
 Konsumsi makanan yang sesuai dengan kebutuhan umurnya
 Pemantauan tumbuh kembang
 Pemeriksaan kesehatan
 Pengobatan, rehabilitasi, imunisasi,
 Pakaian - pemukiman yang sehat
 dan lain-lain.
KEBUTUHAN DASAR ANAK

 Kebutuhan emosi
 Meliputi segala bentuk hubungan yang erat, hangat dan
menimbulkan rasa aman serta percaya diri sebagai dasar
bagi perkembangan selanjutnya.
 Kebutuhan stimulasi atau pendidikan
 Meliputi segala aktivitas yang dilakukan yang
memengaruhi proses berpikir, berbahasa, sosialisasi, dan
kemandirian seorang anak.
Normal vs. Exceptional behaviors
 NORMAL  EXCEPTIONAL
 Mendengar  Membayangkan
 Mengikuti Petunjuk
 Mengikuti dorongan hati
 Tidak lengkap dalam
 Mengerjakan Tugas
mengerjakan tugas
 Berinteraksi secara  Individual (mandiri)
normal dengan siswa
lain (belajar kelompok)
 Hidup dalam dunianya
 Disorganisasi
 Siap menerima
 Mengembara
 Duduk tenang di
bangku  Terlihat tidak sopan
 Terlihat sopan
Kepribadian Siswa Berkebutuhan Khusus

 Perilakunya ekstrim
 Aktif bergerak (eksploratif)
 Berdiam diri, membisu
 Kurang menghiraukan saran
 Sulit menyampaikan keinginan secara verbal
 Kemauannya sangat besar
 Keinginannya harus segera terpenuhi
 Sulit bersosialisasi

Tantangan guru dalam menghadapi siswa berkebutuhan khusus


Mengenali Gejala Siswa Berkebutuhan
Khusus
Mengenali Gejala

 Gangguan belajar Umum


 Ditandai dengan hasil tes akademik di bidang membaca,
matematika atau menulis ekspresif hasilnya dibawah dari
usia, pendidikan dan kecerdasannya (IQ)
 Gangguan belajar membaca (DISLEKSIA)
 Ditandai dengan kecepatan membaca sangat lambat,
banyak kesalahan pengucapan dan memahami bacaan
Mengenali Gejala

 Gangguan belajar matematika (DISKALKULIA)


 Ditandai dengan kesulitan mengenali dan memahami simbol aritmatika atau urutan tahapan
matematika
 Gangguan menulis
(DISGRAFIA)
 Ditandai dengan kesulitan untuk membuat karangan dengan tata bahasa yang baik, banyak
kesalahan penempatan tanda baca dan organisasi paragraf buruk.
Mengenal Klasifikasi
Siswa Berkebutuhan Khusus
Klasifikasi

 Speech/Language Impairments  Multiple disabilities


 Learning Disabilities  Other Health Impairments
 Mental Retardation  Hearing Impairments
 Emotional/Behavioral Disorders  Visual Impairments
 Autism  Developmental Delay
 Traumatic Brain Injury  Deaf/Blindness
 Orthopedic disabilities  Gifted
Gangguan Belajar : Wilayah Jenis Gangguan Belajar
Learning Disabilities

Aritmatika : Kesulitan Bahasa Oral : Kesulitan


memahami operasi mengucap dan
matematika mendengar

Bahasa Tulis : Kesulitan Penalaran: Kesulitan


menulis, membaca dan mengorganisasikan
mengeja pikiran
Klasifikasi Siswa Berkebutuhan Khusus

Students with Learning Disabilities


 Karakteristik
 Student has average IQ
 Gejala yang ada menghalangi kemampuan untuk belajar
 Penanganan
 Menyiapkan seting ruang belajar yang kondusif
 Membatasi instruksi yang kompleks
 Mengurangi durasi dan frekuensi instruksi

Mental Retardation
 Karakteristik
 Memiliki IQ yang rendah
 Memiliki karakteristi fisik tertentu
 Penanganan
 Menyederhanakan tugas
 Mengkaitkan tugas dengan kehidupan nyata
Klasifikasi Siswa Berkebutuhan Khusus

Emotional and Behavioral Disorders


 Karakteristik
 Siswa hiperaktif di dalam kelas
 Siswa memiliki masalah dengan situasi sosial
 Penanganan
 Mengkondisikan belajar kooperatif (cooperative learning)
 Menghindari stimulus/perhatian munculnya perilaku buruk
Klasifikasi Siswa Berkebutuhan Khusus

Deaf or Hearing Impaired


 Karakteristik
 Sulit mengikuti petunjuk secara oral
 Memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi (speech impairment)
 Penanganan
 Memberikan instruksi melalui media (tulisan, gambar dll)
 Berdiri di dekat siswa ketika bercakap
 Sabar menunggu siswa yang sedang memproses informasi
Klasifikasi Siswa Berkebutuhan Khusus

Visually Impaired
 Karekteristik
 Siswa tidak dapat membaca instruksi
 Siswa memiliki masalah keseimbangan dalam bergerak
 Penanganan
 Menunjukkan instruksi secara oral (audio)
 Memaksimalkan penggunaan indera yang lain
 Membatasi pemberian informasi melalui lembar tulis
 Menggunakan kalimat deskriptif
Klasifikasi Siswa Berkebutuhan Khusus

Physical Disabilities
 Karakteristik
 Siswa keterbatasan dalam bergerak (beraktivitas)
 Siswa tidak dapat lama duduk di bangku yang sempit
 Penanganan
 Memberikan bangku yang longgar
 Memperhatikan keinginan siswa yang membahayakan tubuh
 Meningkatkan kenyamanan fisik siswa
Kriteria Penentuan Siswa Berbakat

 Tes Prestasi Akademik


(Achievement Test)
 Tingkat penerimaan dan pengingatan
(acquisition and retention rates)
 Performansi dalam satu atau lebih area akademik
(expertise in one or more academic areas)
 Tingkat berpikir kritis, kreativitas akademik, kepemimpinan, komunikasi, bahasa kedua,
penguasaan teknologi
Siswa Berbakat

KARAKTERISTIK
 Melakukan aktivitas secara intensif (Intense)
 Rasa Ingin tahu (Curious)
 Menyukai Tantangan (Challenging)
 Sering mengalami frustrasi (Frustrating)
 Sensitif (Sensitive)
 Memahami dengan cepat (Learn much faster)
 Mengetahui banyak informasi (Know much more)

STRATEGI PENANGANAN
 Pengayaan Belajar (Enrichment)
 Percepatan Belajar (Acceleration)
Pembagian Berdasarkan Jenis Penanganan

 Siswa Siap Didik

(Educable Mentally Handicapped)


 IQ 55 sampai 69
 Mengalami gangguan yang ringan pada fungsi kecerdasan, perilaku adaptif serta
perkembangan belajar
 Sulit dibedakan dengan siswa normal
 Dapat dikenali setelah memasuki lingkungan belajar di sekolah
Pembagian Berdasarkan Jenis Penanganan

 Siswa Siap Latih

(Trainable Mentally Handicapped)


 IQ 40 sampai 54
 Mengalami gangguan yang berat pada fungsi kecerdasan, perilaku adaptif serta
perkembangan belajar
 Memiliki keterlambatan pada dimensi perkembangan secara umum
 Mudah dibedakan dengan siswa normal
 Tingkah lakunya kekanak-kanakan
Kategori IQ
Mengenal Strategi Penanganan Masalah
Siswa Berkebutuhan Khusus
Strategi Penanganan | Kepribadian
 Memahami keadaan siswa
 Tidak membandingkan siswa dengan anak-siswa lainnya karena
menyebabkan munculnya frustrasi dan stres.
 Berikan tugas-tugas yang sesuai dengan kemampuannya. Meminta
kebijakan dari pihak sekolah misalnya memberikan tes kepada siswa
dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.

 Menyajikan materi dengan bantuan media


 Memberikan kesempatan dan kemungkinan kepada siswa untuk belajar
menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau
mesin tik.
 Mengajari siswa untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi
hambatannya.
Strategi Penanganan | Kepribadian

 Membangun rasa percaya diri siswa


 Memberikan
pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan siswa.
Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu
akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi

 Meningkatkan motivasi siswa.


 Jika pelajaran dinilai mudah bagi anak, guru diminta untuk memberi
pelajaran yang lebih menantang
 Peningkatan motivasi diarahkan pada motivasi internal
Strategi Penanganan | Kepribadian

 Membantu siswa agar memiliki konsep diri yang benar


 Siswa akan menilai dirinya pintar jika ia mendapat penilaian demikian dari
lingkungannya
 Memberikan rasa kebanggan pada diri siswa dengan memberikan tugas-
tugas yang dapat diselesaikan olehnya.

 Mendorong untuk terus belajar


 Melibatkan siswa secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan
tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas belajar.
 Memberikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti
menulis surat untuk teman, menghitung sesuatu yang konkrit
 Memberikan remidi
Strategi Penanganan | Kepribadian
 Memberikan konseling pribadi
 Tujuan konseling adalah untuk membantu siswa dapat
menyesuaikan diri terhadap diri dan lingkungan dan
meningkatkan kepercayaan dirinya untuk mengatasi
masalahnya.

 Pendekatan Inklusi
 Mengadaptasikan siswa pada kelas regular bersama siswa
lain pada umumnya.
Strategi Penanganan | Pembelajaran
 Memberikan waktu yang cukup
 Memberikan waktu ekstra untuk menyelesaikan tugas

 Memaksimalkan Media Pembelajaran


 Grafik, gambar, benda konkrit, petunjuk

 Mengkondisikan ruangan
 Menyusun kelas kecil atau individual

 Menyusun tes/asesmen yang sesuai


 Menyusun alat ukur yang sesuai dengan kondisi siswa

 Memberikan instruksi dengan jelas (clear)


 Memperkeras volume instruksi, mengulangi, menekankan
Peranan Guru
AKTIVITAS BAGI GURU

1. Memaksimalkan upaya untuk mengakomodasi keinginan siswa


2. Mengevaluasi kemampuan dan hambatan
3. Menyadari sistem rujukan ketika menemui siswa dengan gangguan
berat
4. Berpartisipasi dalam seminar, diskusi
5. Aktif berkomunikasi dengan orang tua siswa
6. Melakukan kolaborasi dengan guru bidang studi lainnya
AKTIVITAS BAGI GURU

 Mengidentifikasi Siswa. Mengikutkan siswa pada tes kecerdasan,


atau jika tak memungkinkan melakukan pengamatan terhadap siswa.
 Mengidentifikasi melalui catatan harian mengenai mereka, minat mereka.
Mengenali sikap dan tingkah laku mereka
 Mencermati lingkungan sekolah siswa.
 Mengidentifikasi apakah lingkungan sekolah mendukung proses
belajar siswa atau tidak.
 Memperhatikan faktor-faktor seperti kemampuan guru, hubungan guru
dan murid, hubungan siswa dengan siswa didik lainnya.
KOMPETENSI GURU

1. Mampu memiliki alternatif instruksi akademik dan strategi pembelajaran


2. Mampu mengelola perilaku siswa yang khas dan unik
3. Mampu menggunakan media dan teknologi pembelajaran
4. Memahami masalah pendidikan khusus (special education)
Jangan biarkan aset kemampuan yang dimiliki tidak
terasah dengan baik
TUNA NETRA
TUNA NETRA ?

Suatu hal gangguan fisik yang tidak normal yang terdapat pada indera penglihatan manusia
dengan suatu kondisi tidak berfungsinya indera penglihatan pada seseorang secara sebagian
atau keseluruhan.
KARAKTERISTIK ANAK TUNA NETRA

1. Tidak mengharapkan simpati dari orang lain , tetapi mengharap diperlukan sebagaimana orang lain dan
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri agar dapat mandiri.
2. Tidak mampu mengamati bagaimana orang lain melakukan sesuatu.
3. Mempunyai kepribadian yang relatif berbeda dengan anak normal, misalnya, merasa rendah diri, mudah
mengalami frustasi, dan merasa tidak bermakna.
4. Memiliki ketergantungan yang berlebihan terhadap orang lain.
5. Fungsi kognisinya (kecerdasan) kurang dapat berkembang dan informasi yang didapatnya terbatas.
PERMASALAHAN ANAK TUNA NETRA

1. Masalah pengajaran
2. Masalah pendidikan
3. Masalah orientai dan mobilitas
4. Masalah gangguan emosi
5. Masalah penyesuaian diri
6. Masalah ketrampilan dan pekerjaan
7. Masalah ketergantungan diri
PROGRAM LAYANAN PENDIDIKAN KETUNANETRAAN

1. Layanan berorientasi akademik


untuk mewujudkan pembelajaran learn to know, seorang tuna netra harus diberikan berbagai pengalaman berupa
ilmu pengetahuan.
Dengan pendidikan yang diselenggrakan berupa:
a. pemblajaran individual
pembelajaran yang dititik beratkan pada bimbingan individu secara langsung dengan tujuan memberi keleluasaan
pada siswa untuk belajar sesuai dengan kemampuannya.
b. pembelajaran kelompok
guru memberikan bimbingan lebih efektif dalam melaksanakan proses elajar mengajar sekaligus mengajarkan
kerja sama, bersosial, dan kekompakan.
LANJUTAN..

2. Layanan berorientasi sosial


berorientasi sosial merupakan kemampuan mengembangkan diri. setiap anak tuna netra
harus memiliki kewajiban unruk mampu mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya
untuk mengembangkan tingkat percaya diri dan mempunyai kemampuan untuk berinteraksi.
Perkembangan Sosial, Emosi dan Kepribadian Anak
Tuna Netra
1. Perkembangan Sosial Anak Tunanetra

Interaksi sosial keterikatan bayi tunanetra dengan orang tua dengan


penuh kasih sayang adalah sangat penting bagi perkembangan sosial,
emosi, dan kepribadian anak tunanetra.
• Cutsforth (dalam Supena, 1995)
• Quay dan Werry (1986)
2. Perkembangan Emosi Anak Tunanetra
Perkembangan emosi anak tunanetra tidak jauh berbeda dengan anak normal. ekspresi emosi pada anak
tunanetra cenderung homogen.
LANJUTAN..
Menurut Scholl (1986)
mengemukakan bahwa anak tunanetra sering muncul pola-pola emosi yang negatif dan berlebihan, misalnya takut,
mudah marah, iri hati, malu, cemas, serta kesedihan yang berlebihan.

3. Perkembangan Kepribadian Anak Tunanetra


Perkembangan anak tunanetra banyak dipengaruhi oleh perlakuan-perlakuan yang datang dari lingkungan, sejak awal
kehidupannya sampai kepribadian anak tunanetra cenderung stabil
TUNA RUNGU
73
Identifikasi

 Identifikasi: Penentu atau penetapan identitas seseorang, benda, dsb


 Mengidentifikasi: menentukan atau menetapkan identitas seseorang, benda, dsb.
 Menemunekali identitas seseorang dengan berbagai strategi dan pendekatan
74
ASSESMEN FUNGSI PENDENGARAN

Suatu proses kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi, data-data yang
berkaitan dengan kemampuan pendengaran seseorang sehingga dapat membantu dalam
mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan masalah pendidikan.
Assesmen sebagai salah satu langkah awal untuk
mendeteksi gangguan/kelainan pendengaran pada
anak sejak dini.

Setelahdiketahui/dideteksi gangguan
pendengaran, kemudian diberikan intervensi dini.
75
76
ASSESMEN KETUNARUNGUAN

 Assesmen fungsi pendengaran


 Assesmen psikologis
 Assesmen bahasa dan bicara (persepsi bunyi bahasa)
 Assesmen fungsi kognitif dan perseptual
 Assesmen sensor motorik
77
TUJUAN ASSESMEN PENDENGARAN

 Penjaringan dan identifikasi


 Menentukan dan mengevaluasi program dan strategi pengajaran
pendidikan tunarungu.
 Menentukan tingkatan kinerja saat ini dan kebutuhan pelayanan
pendidikan siswa tunarungu.
 Menentukan klasifikasi dan program penempatan dalam layanan
pendidikan ATR.
 Pengembangan rencana pengajaran individual.
 Upaya rehabilitasi dan habilitasi
78
Assesmen fungsi pendengaran dapat
bersifat:

 Kualitatif: yaitu memeriksa jenis ketulian (konduktif, syaraf, …..)


 Kuantitatif: yaitu menilai derajat ketulian (ringan, sedang, berat,
…..)
PENTINGNYA ASESMEN DAYA DENGAR UNTUK ANAK USIA 79
BALITA
a. Latar belakang
 Sebagian besar penyebab terjadinya kelainan pendengaran terjadi pada usia balita
 Perhatian masyarakat masih rendah :
 Bersifat menunggu
 Menemukan kelainan secara tidak sengaja
b. Manfaat
 dapat dideteksi sedini mungkin
 penanganan dapat dilakukan sedini mugkin
c. Akibatnya bila terlambat
 masa peka yang dimiliki anak lewat begitu saja
 perkembangan komunikasi, bahasa, dan bicara makin terlambat
ASSESMEN FUNGSI PENDENGARAN

 OBYEKTIF
 Tymphanometer
 Electrocochleaoraphy
 Electro Encephalik audiometry
 Otoacoustic emission
 BERA (Brainstem Evoked Respon Audiometry)

80
ASSESMEN FUNGSI PENDENGARAN

 SUBYEKTIF
 FFT : Free Field Test (<3 th)
 Conditioning Test (2-4 th)
 BOA :Behavioral Observation Audiometri (0-6 th)
 Play Audiometri (3-5 th)
 Audiometer nada murni

81
82
ASESSMEN FUNGSI PENDENGARAN
SUBYEKTIF
 Pengukuran pendengaran memperhatikan reaksi anak terhadap
rangsangan bunyi
 Sangat memerlukan kerjasama antara pemeriksaan dan anak
 Umum
 Status neurologi
 Kejelian
 Peralatan
83
ASESSMEN PSIKOLOGIS

 Tes untuk anak < 4 th


 Form board terdiri dari FB 3, 4, 6, 8, 10, dan 12.
 Form Orang, besar dan kecil
 Puzzle
 Menara bundar, persegi, segi enam, dll.
84
ASESSMEN PSIKOLOGIS

 Tes untuk anak > 4 th, terdiri dari :


 Tes Hiskey Nebraska untuk anak tunarungu yang belum dapat
berkomunikasi secara verbal (batas usia 3;6-15;11)
 Tes WISC (Weshler Intellegence Scale for Children) terdiri dari
verbal dan performance scale (untuk anak tuli hanya performance
scale saja)
 Tes WB (Wesher Belleve) juga terdiri dua bagian yaitu verbal dan
performance scale (batas usia 10; 0 th sampai dewasa).
PENGERTIAN DETEKSI DINI ANAK GANGGUAN
PENDENGARAN

 Serangkaiankegiatan yang bertujuan untuk mengetahui keadaan


fungsi pendengaran anak, melalui kegiatan wawancara, observasi,
dan tes.
 Upayayang dilakukan seawal mungkin untuk menemukan gangguan
pendengaran anak sebagai dasar untuk memberikan pelayanan.
 Usahauntuk mengetahui gejala-gejala gangguan pendengaran anak
yang bersifat segera.

85
Siapa yang melakukan deteksi dini ANAK
GANGGUAN PENDENGARAN?

 Guru
 Psikolog
 Therapist
 Dokter
 Orangtua
 Dsb.

86
Dimana dilakukan deteksi dini bagi anak
gangguan pendengaran?

 Sekolah
 Rumah
 Rumah sakit
 Posyandu
 Dll.

87
TUJUAN DETEKSI DINI 88

DETEKSI DINI

TAHU BILA ADA


GANGGUAN PENDENGARAN

HABILITASI
SEGERA
89
INTERVENSI DINI

 Berupa campur tangan secara edukatif dalam kehidupan seorang anak sejak usia dini,
segera setelah ketunarunguannya dideteksi
 Membantu perkembangan anak tunarungu sejak usia dini
 Intervensi edukatif untuk meminimalisir dampak ketunarunguan.
90
KEKERAPAN

Di INDONESIA
 Populasi total : 222.611.000 (2004)
 Angka kelahiran :20.7% (4.452.220/thn)
 Survey Epidemiologi Nasional (1994 -1996)
Tuli kongenital : 0,1 % (4.452 gg.dengar)
91
Ketunarunguan Adalah:

 Keadaan kehilangan pendengaran meliputi seluruh


gradasi/tingkatan baik ringan, sedang, berat dan
sangat berat, yang akan mengakibatkan pada gangguan
komunikasi dan bahasa. Keadaan ini walaupun telah
diberikan alat bantu mendengar tetap memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.

 Ketunarunguan digolongkan ke dalam kurang dengar dan


tuli
92
DAMPAK KETUNARUNGUAN

 Terjadinya kelainan sekunder pada berbagai aspek kehidupan


dan perkembangan anak (terjadinya kemiskinan bahasa secara
menyeluruh) bukan hanya tidak berkembangnya kemampuan
berbicara.
 Tanpa pendidikan khusus, anak tidak akan mengenal lambang
bahasa atau nama guna mewakili suatu benda, kegiatan,
peristiwa dan perasaan serta tidak akan memahami
aturan/sistem bahasa yang berlaku dan digunakan oleh
lingkungannya.
APA PENYEBABNYA 93
BANYAK FAKTOR !!!!
BISA TERJADI :

INFEKSI, OBAT,
KERACUNAN

PRENATAL
TRIMESTER I
KELAINAN STRUKTUR
ANATOMI

NON
GENETIK
GENETIK
94
Penyebab Terjadinya Tunarungu Tipe
Sensorineural
 Disebabkan oleh faktor genetik (keturunan),
 Disebabkan oleh faktor non genetik antara lain:
 Rubela (Campak Jerman)
 Ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak.
 Meningitis (radang selaput otak )
 Trauma akustik
PREMATUR
95
BBLR ( < 1500 GRAM )
HIPERBILIRUBINEMIA ( KUNING )

PERINATAL
INFEKSI
PERDARAHAN PADA TELING TENGAH
TRAUMA KEPALA
POST
NATAL
GEJALA 96
 BAYI SULIT DIKETAHUI
TIDAK RESPONS
TERHADAP BUNYI

 ANAK

TIDAK / KURANG RESPONS


KETERLAMBATAN BICARA
KEMAMPUAN BICARA KURANG
ANAK 97
 Kurang perhatian terhadap sekitarnya. Tidak mudah tertarik dengan
pembicaraan atau suara disekeliling
 Cenderung melihat muka lawan bicara untuk melihat gerak bibir
 Minta kata diulang – ulang
 Jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan
 Kesulitan menangkap huruf konsonan
 Hanya memberi respon pada suara dan kekerasan tertentu
KENAPA PERLU SKRINING 98
TULI SEJAK LAHIR

MASALAH
BAHASA

KETIDAK BICARA
TAHUAN
SOSIAL

TIDAK AKADEMIK

TERLIHAT
PEKERJAAN
DAMPAK
LUAS
99
ANAK

 Memberi respon yang tidak konsisten pada waktu berbeda misalnya


pada otitis media serosa
 Kesulitan menangkap pembicaraan pada lingkungan yang ramai
 Ucapan anak sulit dimengerti
 Anak berbicara terlalu lemah / terlalu keras
 Kemampuan berbicara dan pemahaman kata terbatas
 Nilai akademik di sekolah menurun
 Masalah tingkah laku disekolah maupun di rumah
100
KAPAN KITA CURIGA ?

12 BULAN : BELUM DAPAT MENGOCEH/MENIRU BUNYI

18 BULAN : TIDAK DAPAT MENYEBABKAN 1 KATA BERARTI

24 BULAN : PERBENDAHARAAN KATA KURANG DARI 10


KATA

30 BULAN : BELUM DAPAT MERANGKAI 2 KATA


101

 REAKSI BERBEDA SESUAI:


* BERTAMBAHAN USIA
* PERKEMBANGAN OTOT LEHER
( MENCARI LOKALISASI BUNYI)
102
JENIS SKRINING PENDENGARAN

DIKENAL ADA 2 MACAM YAITU :

1.Universal Newborn Hearing Screening :


- Pada semua bayi yang baru lahir.
- Bayi usia 2 hari / sebelum keluar Rumah Sakit.

Bila lahir pada fasilitas kesehatan yang tidak memiliki program : paling lambat usia 1 bulan.

2.Targeted Newborn Hearing Screening :


- Pada bayi yang mempunyai faktor resiko.
103
BAGAIMANA MENGETAHUINYA

 MELIHAT RESPONS BAYI PADA PEMBERIAN SUARA KERAS


- REAKSI MORO

- MEMEJAMKAN / MELEBARKAN MATA


- MENYUSU LEBIH CEPAT
- BERHENTI MENYUSU
- NAPAS LEBIH CEPAT
104
PEMERIKSAAN SKRINING

PENDENGARAN
OAE ( OTO ACOUSTIC EMISSION )

 AABR (AUTOMATED AUDITORY BRAINSTEM RESPONS)


105
OAE
Mulai usia 2 hari
106
AABR
107

SKRINING SEBELUM KELUAR RS

SEBELUM USIA 3 BULAN


TEGAKKAN DIAGNOSIS

SEBELUM 6 BULAN
INTERVENSI
108
Klasifikasi Ketunarunguan

Berdasarkan Tingkat Kerusakan/Kehilangan Kemampuan Mendengar

Kurang
Sangat Ringan 27 - 40 dB Dengar
Ringan 41 - 55 dB
Sedang 56 - 70 dB
Tuli
Berat 71 - 90 dB

Ekstrim 91 dB ke atas
ANATOMI 109
110
FISIOLOGI PENDENGARAN

Gelombang suara telinga luar MT bergetarosikel kokleagetaran menjadi sinyal suara otakmendengar
JENIS KETULIAN 111

 Tuli hantaran
 Tuli saraf
 Tuli campur
112
Ketunarunguan berdasarkan tempat
terjadinya

 Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah,


sehingga menghambat bunyi-bunyian yang
akan masuk ke dalam telinga disebut tuli
konduktif 
 Kerusakan telinga bagian dalam yang
menyebabkan tuli sensoris
113
GANGGUAN PENDENGARANTELINGA
LUAR
Kelainan kongenital/bawaan
 Atresia liang telinga
 Mikrotia
Operasi
Kedua telinga : 5 Tahun
Satu telinga : Remaja
 Operasi plastik daun telinga
114

 Serumen/wax

- rasa tersumbat
- gatal
- terasa penuh
 Dibersihkan:

- bisa orang tua


- dokter THT
115

 Infeksi telinga luar/otitis eksterna


- Sakit
- Pendengaran berkurang
- Panas
116

 Otomikosis/infeksi jamur
 Gatal
 Gangguan pendengaran
 Telinga dibersihkan
 Anti jamur
117

 Benda asing
 Cotton bud, serangga, semut,nyamuk
 Manik-manik dll
 Dikeluarkan
118
TRAUMA TELINGA TENGAH

 KDRT
- Gendang pecah
- Berdengung
- Pendengaran berkurang
 KLL
 Trauma membersihkan
telinga
INFEKSI TELINGA TENGAH AKUT (OTITIS
119
MEDIA AKUT/OMA)
- Sakit
- Panas ↑↓
- Batuk pilek

 Terapi:
- Antibiotika
- Parasintese
GANGGUAN FUNGSI TUBA

 Infeksi saluran napas atas


 Batuk pilek
 Barotrauma
OME

- Anak dengan batuk


pilek/infeksi
- Gangguan pendengaran
- Kadang tidak disadari
- Cairan di telinga tengah
- Pasang tube
OMSK (INFEKSI/RADANG TELINGA TENGAH 122
KRONIK/CONGEK)
 Gendang perforasi
 keluar cairan
 Pendengaran ↓
 Terapi: - Antibiotika + Simtomatik
- Operasi
123
TELINGA DALAM

 Tuli saraf
 Tuli saraf bawaan lahir
 Hamil
 Melahirkan
 Setelah lahir
 Deteksi dini
124

 Tuli akibat bising


 ABD rehabilitasi dan habilitasi sedini mungkin tidak optimal implan
koklea
Tuli akibat obat-obatan
Tuli mendadak
Tuli pada orang tua (presbikusis)
Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah, 125
yang dapat disebabkan antara lain oleh hal-hal berikut:

 Ruda Paksa, yaitu adanya tekanan/benturan yang keras pada telinga seperti karena jatuh tabrakan,
tertusuk, dan sebagainya.
 Terjadinya peradangan/inpeksi pada telinga tengah (otitis media).
 Otosclerosis, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada kaki tulang stapes.
 Tympanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium/zat kapur pada gendang dengar (membran timpani) dan
tulang pendengaran.
 Anomali congenital dari tulang pendengaran atau tidak terbentuknya tulang pendengaran yang dibawa
sejak lahir.
 Disfungsi tuba eustaschius (saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan rongga mulut),
akibat alergi atau tumor pada nasopharynx.
Penggolongan Ketunarunguan & Batasan Peristilahan (A.Boothroyd,
1982)
126

(Tingkat kehilangan pendengaran berdasarkan pengukuran ambang pendengaran dalam


deciBell)

Tuli/
Kurang Dengar/ Hard
Deaf
of Hearing
*) Tingkat kehilangan berat bisa digolongkan Tuli dan Kurang Dengar tergantung
pemakaian alat bantu dengar
PENGGOLONGAN DAN CIRI-CIRI KETUNARUNGUAN (A.Boothroyd, 1982)
KELPK TANPA AMPLIFIKASI DENGAN AMPLIFIKASI
RENTANGAN
AMBANG
PENGGO-
LONGAN Daya tangkap Daya Media Belajar Daya tangkap Daya diskriminasi 127
Media Belajar
(Deskripsi) suara diskriminasi suara suara
percakapan suara percakapan

I 15 – 30 dB Ringan Normal Normal Pendengaran Normal Normal Pendengaran


II 31 – 60 dB Sedang Sebagian Hampir Pendengaran Normal Hampir normal Pendengaran
normal dengan
bantuan
penglihatan
III 61 – 90 dB Berat Tidak ada Tidak Penglihatan Normal Baik (masalah Pendengaran
berarti hanya pada dengan
kualitas suara bantuan
dan letak penglihatan
artikulasi
konsonan)
IV 91 – 120 dB Sangat Tidak ada Tidak Penglohatan Sebagian Buruk (hanya Penglihatan
Berat berarti mampu dengan
mengenal bantuan
intonasi dan pendengaran
diskriminasi
bunyi bahasa
tertentu)
V 121 dB atau Total Tidak ada Tidak Penglihatan Tidak ada Tidak berarti Penglihatan
lebih berarti
128
Apa Kata Helen Keller tentang Ketunarunguan

 ……………ketulian merupakan bencana yang lebih besar (dari pada kebutaan) karena
berarti kehilangan rangsangan yang paling vital bagi seseorang, yaitu suara manusia yang
membawa bahasa, yang dapat menggugah/ merangsang pikiran dan menempatkan
manusia dalam jajaran insan intelektual
129
Fungsi Pendengaran
(DA Ramsdell)

1. Taraf lambang: pendengaran berfungsi untuk


memahami (bunyi) bahasa
2. Taraf tanda/peringatan/sign/sinyal: bunyi sebagai
pertanda akan terjadinya sesuatu dalam lingkungan
manusia
3. Taraf primitif: bunyi hanya berfungsi sebagai
bunyilatar belakang dalam kehidupan sehari-hari
130
Fungsi Pendengaran pada Taraf Lambang

 Melalui bahasa, manusia dimungkinkan untuk mengkomunikasikan


pengalamannya. Bahasa merupakan media yang sangat fleksibel dan kaya
sehingga dapat digunakan untuk menggambarkan segala macam pengalaman
dari yang sederhana hingga kompleks
 Bahasa dapat menjernihkan dan menata pikiran manusia dengan tersedianya
kerangka tata bahasa dan struktur yang logis, sehingga memungkinkan
terjadinya penguasaan pengetahuan hingga tingkat tinggi
 Pada anak yang sedang berkembang, bahasa membantu dalam merumuskan dan
membentuk kode moral yang mencakup larangan dan yang diperbolehkan dalam
tatanan sosial, sehingga akan terbentuk kata: /nanti dulu/, /tunggu dulu/, dsb
131

 Menurut Ramsdell, dampak ketunarunguan terhadap ke tiga fungsi bahasa tersebut


tergantung pada derajat ketunarunguan, dan kapan terjadinya ketunarunguan, jika
seseorang tunarungu setelah dewasa, maka orang tersebut “pernah berbahasa”
132
Myklebust

 Dari kelima indera manusia, pendengaran dan


penglihatan merupakan indera jarak jauh (distance
sense), berbeda dengan tiga indera lainnya (penghidu,
peraba, dan pengecap) yang merupakan indera jarak
pendek.
 Maka jika terjadi ketulian maka fungsi pendengaran
akan diambil alih oleh indera penglihatan, walaupun
sisa pendegaran masih dapat difungsikan jika mendapat
intervensi yang benar dan sedini mungkin
Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara 133
anatomis, ketunarunguan dapat di-klasifikasikan
sebagai berikut.
 Tunarungu Tipe Konduktif
 Tunarungu Tipe Sensorineural
 Tunarungu Tipe Campuran
134
Saat terjadinya ketunarunguan

 TuliPra Bahasa (Prelingually Deaf) Yaitu mereka


yang menjadi tuli sebelum dikuasainya bahasa
 Tuli Purna Bahasa (postlingually Deaf) Yaitu mereka
yang menjadi tuli setelah menguasai suatu bahasa
yaitu telah menerapkan dan memahami sistem
lambang yang berlaku di lingkungannya
Masalah yang Ditimbulkan Akibat Ketunarunguan
(Menurut: Arthur Boothroyd) 135

Persepsi
emosi
Auditif

Permasala
han Bahasa
Sosial yang dan
timbul Komunikasi
akibat
Ketunarun Kognisi
Masy & guan Dan
Ortu
intelektual

Vokasional Pendidikan
Apakah tunarungu (jika tidak dididik) memiliki sistem
lambang seperti halnya anak dengar? 136

! ?.....
Lambang Pikiran
dan Perasaan

Bahasa Lisan

Bahasa Tulis Bahasa Isyarat Bahasa .….


137
Kecerdasan ATR

 Inteligensi atr = inteligensi anak pada umunya


 Atr superior
 Atr sedang
 Atr borderline
 Atr + Atg
 V IQ < NV/P IQ
138
Kognisi anak tunarungu:
 Kemampuan verbal (verbal IQ) anak tunarungu lebih rendah dibandingkan kemampuan verbal anak
mendengar.
 Namun performance IQ anak tunarungu sama dengan anak mendengar.
 Daya ingat jangka pendek anak tunarungu lebih rendah daripada anak dengar terutama pada informasi yang
bersifat suksesif/berurutan.
 Namun pada informasi serempak antara anak tunarungu dan anak mendengar tidak ada perbedaan.
 Daya ingat jangka panjang hampir tak ada perbedaan, walaupun prestasi akhir biasanya tetap lebih rendah
139
Perkembangan Kognitif (Piaget)

 Tahap Sensorimotor
 Tahap Pra Operasional Konkret
 Tahap Operasional Konkret
 Tahap Operasional Formal
140
Dampak Ketunarunguan terhadap
Perkembangan Kognitif

 Pada tahap sensori motor atr tidak menunjukkan perbedaan


perilaku dengan anak pada umumnya
 Tetapi pada tahapan berikutnya terutama pada tahap operasional
formal, anak tunarungu akan jauh tertinggal dengan anak dengar
pada umumnya, anak dengar akan dapat mengerjakan tugas yang
menuntut logika dan kemampuan abstraksi
 Disinilah timbul permasalahan yang berarti dampak
ketunarunguan terhadap kemampuan kognitif anak tunarungu
141
Karakteristik sosio-emosional
 Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan dalam kemampuan
berkomunikasi.
 Sifat ego-sentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukkan dengan sukarnya mereka menempatkan diri
pada situasi berpikir dan perasaan orang lain, sukarnya menyesuaikan diri, serta tindakannya lebih terpusat
pada "aku/ego", sehingga kalau ada keinginan, harus selalu dipenuhi.
 Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta
kurang percaya diri.
 Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu.
 Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
 Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagai akibat seringnya mengalami kekecewaan karena sulitnya
menyampaikan perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang lain.
142
Permasalahan Psikologis dan sosial

 Ketunarunguan berdampak pada somatopsikologis


 Ketunarunguan sering berakibat pada pola interaksi sosial-psikologis
 Tunarungu cenderung dependent
 Tunarungu cenderung menarik diri dari sistem sosial
Hakikat Bahasa dan turunannya 143

 Bahasa adalah sebagai satu sistem lambang (bunyi) yang bersifat


arbriter dan disepakati secara sosial, untuk digunakan oleh sekelompok
anggota masyarakkat guna berinteraksi dan mengidentifikasikan diri
 Wujudnya Bahasa lisan
 Wujud lambang lain: bahasa tulis
 Dapat dilambangkan pula dalam wujud isyarat
 Isyarat merupakan lambang atas sebuah lambang
144
Karakteristik di bidang bahasa

 Miskin dalam kosakata.


 Terganggu bicaranya.
 Dalam berbahasa dipengaruhi emosional/visual order (apa yang dirasakan dan apa yang dilihat).
 Tunarungu cenderung pemata.
 Bahasa merupakan hasil interaksi mereka dengan hal-hal yang konkret.
145
BAHASA DAN BERBAHASA

Bahasa dan berbahasa, adalah dua hal


yang berbeda.
 Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi,
sedangkan
 Berbahasa adalah proses penyampaian informasi dalam berkomunikasi itu
 Bahasa adalah obyek kajian linguistik
 Berbahasa adalah obyek kajian psikologi
146
Bahasa dan Pikiran

 Bahasa adalah sistem lambang yang digunakan untuk berkomunikasi dan berpikir
 sehingga timbul pandangan ekstrim, bahwa kemampuan berbahasa adalah kemampuan
yang utama, dan berpikir/pikiran hanyalah bicara yang tak terdengar
147
Mana yang utama: bahasa atau pikiran?

 Pandangan lain mengatakan: perkembangan kognitif yang menentukan dan


mempengaruhi kemampuan berbahasa
 Bagi “pendidik” tunarungu, yang terpenting bahwa ada relasi antara bahasa dan pikiran
148
Fungsi Bahasa
(Michel, 1967:51)
 Fungsi ekspresi
 Fungsi informasi
 Fungsi eksplorasi
 Fungsi persuasi
 Fungsi intertainment
 Fungsi heuristik
149

 Bagaimana halnya dengan anak tunarungu untuk dapat


melambangkan pikiran dan perasaannya?

 Bagaimana anak tunarungu memperoleh bahasa?


150
151
Perjalanan Pendidikan Tunarungu di Indonesia

 Pendidikan Bagi Anak Tunarungu dimulai dari sejak zaman


kolonial (1930) Ny.Roelfsema mendirikan Pendidikan bagi anak
tunarungu di Bandung
 Menyusul Wonosobo, dan kota-kota lain di Indonesia
 Saat ini Jumlah lembaga pendidikan bagi anak tunarungu cukup
banyak baik yang di sekolah segregatif maupun reguler (Negeri
maupun Swasta)
152
Keadaan Lembaga Pendidikan ATR

 Belum semua lembaga pendidikan anak tunarungu dapat menghantarkan


atr sejajar dengan masyarakat lainnya, hal ini diakibatkan dari masih
rendahnya kualitas komunikasi anak tunarungu
 Rendahnya kompetensi guru dalam mengembangkan kemampuan
komunikasi anak tunarungu
 Mendorong upaya pencarian/penemuan alternatif dalam pendekatan
dalam pendidikan bagi anak tunarungu, antara lain pendekatan dalam
menentukan metode pembelajaran dan pendekatan dalam komunikasi
153
Anak tunarungu mengalami kesulitan dalam
mengembangkan kemampuan berfikir,hinggga
kemampuan mewujudkan pikirannya ke dalam
lambang-lambang bahasa

Gerakan, Sinar, suara,


Ide, pikiran, Diubah menjadi atau bahasa
perasaan Lambang-lambang
Harapan Orangtua dan Masyarakat terhadap Hasil 154
Pendidikan Anak Tunarungu

 Sesegera mungkin anak tunarungu mampu berkomunikasi dan berbahasa


 Sangat diharapkan jika mampu berbahasa lisan/oral

 Pertanyaannya adalah
 Mampukan semua lembaga pendidikan bagi anak tunarungu memenuhi harapan
orangtua/tersebut?
Bagaimana Mengatasi Berbagai Permasalahan yang 155
timbul akibat ketunarunguan

Memberikan keterampilan berkomunikasi dan berbahasa

Batas bahasaku adalah batas duniaku (Ludwig Wetgenstein)


Hakikat Komunikasi 156

 Communication as a social manifestation that included all the phenomena


and activities associated with interaction, whether linguistic or non linguistik

 Komunikasi adalah sebagai manifestasi atau pernyataan sosial yang meliputi


semua fenomena dan aktivitas yang berkaitan dengan interaksi apakah ilmu
bahasa atau bukan ilmu bahasa

 Understand and understood


157
158
159

Language across
the curricullum
160
Jika persyaratan metode oral tidak
terpenuhi, maka sebaiknya dipilih
alternatif yang memberikan peluang
anak tunarungu untuk seluas-luasnya
mendapatkan akses komunikasi

Pendekatan Komunikasi Total merupakan


alternatif bagi pendidikan anak tunarungu
Hakikat Komunikasi Total 161

(di Indonesia)

Pendekatan yang memanfaatkan segala media komunikasi di


dalam pendidikan anak tunarungu, yaitu disamping menggunakan
media yang sudah lazim, seperti berbicara, membaca ujaran,
menulis, “mendengar”, pendekatan ini menggunakan pula isyarat
alamiah, abjad jari dan isyarat yang dibakukan
Agar terjadi komunikasi yang efektif dengan dan diantara kaum
tunarungu
Komponen Komunikasi Total

Dibina melalui Bina Wicara

Dibina melalui BPBI Dibina melalui Bina Isyarat

162
Kurikulum Pendidikan Anak Tunarungu:
seperti apa?
 Language Across all Areas Curriculum
(Kurikulum Lintas Bahasa)

Bahasa
163
Kurikulum Lintas Bahasa 164
Bidang
studi
Seni

Pengembanga
n Mental

Kemampua
n sosial
Kecakapan
Penguasaan
hidup
Bahasa
Kepribadian

Moral
Implementasi
Language Across all areas curricullum
165

Conversation TK-Khusus

Task oriented
learning Conversation SD-Khusus

Specific teaching Conversation SMP/SMA Khusus


KURIKULUM PANTI/PENDIDIKAN KEJURUAN (Tunarungu) 166

Kembali ke Masyarakat

PRODUKTIF

ADAPTIF
Kompetensi

NORMATIF

KETERAMPILAN KOMUNIKASI
Didukung dengan:
Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI)

 Pendekatan dalam pembelajaran komunikasi bagi


anak tunarungu yang bertujuan untuk
mengembangkan prasyarat, kemampuan dasar, dan
keterampilan berkomunikasi, yang meliputi Bina
Persepsi Bunyi dan Irama, Bina Wicara, dan Bina
Isyarat

1
168
Karena Komunikasi total adalah
konsep/pendekatan dalam komunikasi dan
pembelajaran, maka dalam implementasinya
diperlukan metode

Metode Maternal Reflektif


Metode Maternal Reflektif 169
(A van Uden)

 Adalah metode pengajaran bahasa bagi anak tunarungu yang diangkat dari fenomena
pemerolehan bahasa anak dengar, yaitu perilaku ibu yang secara alami mengajarkan
bahasa kepada anaknya yang belum berbahasa

 Metode ini selalu diikuti dengan pendekatan refleksi


Mengapa Pendekatan (Metode) Maternal 170
Reflektif?

 Akibat ketunarunguannya, atr tidak mengalami masa pemerolehan bahasa


 Pendekatan Maternal Reflektif, didalamnya terkandung berbagai metode, yang terbukti sangat efektif
untuk “menggantikan” masa pemerolehan bahasa atr yang tidak alami
Perkembangan Bahasa Anak Dengar (Myklebust)
Perilaku Bahasa Verbal
(Anak yang mendengar)
171

Bahasa Ekspresif Visual


(Menulis)

Bahasa Reseptif Visual


(Membaca)

Bahasa Ekspresif Auditori


(Bicara)

Bahasa Reseptif Auditori


(mendengar)

Bahasa Batini (Inner Language)


Hubungan antara lambang pendengaran dengan pengalaman
sehari-hari

Pengalaman
(Situasi bersama)
Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu – yang dididik (Myklebust)
Perilaku Bahasa Verbal
(Anak yang mendengar) 172
Bahasa Ekspresif Visual
(Menulis)

Bahasa Reseptif Visual


(Membaca)

Bahasa Ekspresif Kinestetik


(Bicara)

Bahasa Reseptif Visual


(membaca ujaran/isyarat)

Bahasa Batini (Inner Language)


Hubungan antara lambang penglihatan dengan pengalaman
sehari-hari

Pengalaman
(Situasi bersama)
MEDIA PEMBELAJARAN

 Visual (berupa gambar, grafis (grafik, bagan, diagaram, gambar disertai tulisan); obyek
nyata dari suatu benda; tiruan/model dari objek benda; cermin artikulasi;

Untuk anak yang masih punya sisa pendengaran/dengan alat bantu dengar (hearing aids):
 Audio (kaset suara/tape recorder untuk latihan pendengaran; alat musik; speech trainer;
sumber suara lain seperti air gemericik, angin, petir dll; sound system, media dengan
sistem amplifikasi pendengaran)
 Audio-visual (program video/televisi instruksional)
SRATEGI PEMBELAJARAN

 Strategi individualisasi
 Strategi kooperatif
 Strategi modifikasi perilaku
 Strategi deduktif dan induktif
 Heuristik dan ekspositorik
 Klasikal atau kelompok
TUNA GRAHITA

 PENGERTIAN
 Tuna Grahita adalah kata lain dari retardasi mental( metal Retardation) (JP Chaplin,
1999). Arti Harfiah perkataan Tuna adalah merugi, Sedangkan Grahita artinya pikiran.
Definisi Tuna Grahita anak yang mengalami penyimpangan fungsi intelektual umum
yang nyata dibawah rata-rata bersamaan dengan kekurangan dalam perilaku adaptif dan
tampak pada masa perkembangan.
Klasifikasi Tuna Grahita

1. Klasifikasi medis-biologis.
2. Klasifikasi Anak Tuna Grahita Menurut AAMD
3. Klasifikasi Sosial-Psikologis
4. Klasifikasi untuk Keperluan Pembelajaran, dibagi menjadi 4 kelompok yaitu:
a) Taraf perbatasan atau lamban belajar(The boderline of the slow learner )IQ 70-85)
b) Tuna Grahita mampu didik (educable mentally retarded )IQ 50-70
c) Tuna Grahita mampu latih (tranable mentally retarded) IQ 35-55
d) Tuna Grahita mampu rawat (dependent or proundly retarded) IQ di bawah 30
Karakteristik dan Permasalahan
Anak Tuna Grahita
Karakteristik mental, meliputi :
a) Mereka menunjukkan kecenderungan menjawab dengan ulangan respon terhadap pertanyaan yang
berbeda.
b) Mereka tidak mampu memberikan kritik.
c) Kemampuan asosiasinya terbatas.
d) Mereka tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit dalam jiwa/ingatannya.
e) Kapasitas inteleknya sangat rendah.
f) Cenderung memiliki kemampuan berpikir kongkrit daripada anak abstrak.
g) Mereka tidak mampu menditeksi kesalahan-kesalahan dalam pernyataan.
h) Mereka terbatas kemampuannya dalam penalaran dan visualisasi.
i) Mengalami kesulitan dalam konsentrasi
Karakteristik fisik, meliputi :
a) Mereka yang mengalami keterbelakangan ringan sebagian besar tidak memiliki kelainan fisik, sedangkan
yang tingkat sedang dan berat cenderung memiliki kelainan fisik (koordinasi motorik, penglihatan,
pendengaran, dan sebagainya).
b) Mereka cenderung memiliki penyimpangan fisik dari bentuk rata-rata,
c) Biasanya mereka mengalami hambatan bicara dan berjalan.
d) Pemeliharaan diri kurang (terutama yang tingkat bawah).
Karakteristik sosial-emosi, meliputi :
e) Ada kecenderungan tidak mampu menyesuaikan diri, karena mengalami kesulitan dalam tingkah lakunya.
f) Minat permainan mereka tidak cocok dengan anak yang sama usia mentalnya daripada usia kronologinya.
g) Sering tidak mampu memenuhi tuntunan atau harapan kelompok atau masyarakat.
h) Memiliki problem emosi dan tingkah laku, agak lebih banyak yang nakal daripada anak yang normal
intelegensinya.
Karakteristik akademinya, meliputi :
a) Kemampuan belajarnya sangan rendah dan lamban.
b) Mereka yang tergolong tingkat ringan masih dapat diberikan mata pelajaran akademik (membaca, menulis,
berhitung, dan sebgainya). Sedangkan yang tingkat menengah mampu untuk dilatih dengan menitikberatkan
pada bidang studi non-akademik (keterampilan) dan yang paling berat tidak mampu untuk menerima didikan,
hanya pemeliharaan diri dan pengawasan saja untuk sepanjang hayat.
Karakteristik pekerjaan, meliputi :
c) Yang dapat dituntut untuk bekerja hanya mereka yang tergolong tingkat ringan dan pada batas-batas tertentu
bagi tingkat menengah.
d) Bagi yang tingkat ringan pada usia dewasa dapat belajar pekerjaan yang sifatnya “skilled”dan “semiskilled”,
kendatipun menurut penelitian ternyata kira-kira 80% atau sebagian besar yang dapat menyesuaikan diri
dengan pekerjaan yang sifatnya “unskilled” atau “semiskilled”.
Perkembangan Kognitif Anak Tuna
Grahita

1. Ingatan, ada 3 komponen, yakni : menangkap, menyimpan, dan mereproduksi.


2. Persepsi, pesan atau informasi yang telah diterima anak ini akan diteruskan ke otak lalu
kemudian diseleksi, diorganisasi, dan disimpulkan sehingga anak akan mempunyai
persepsi terhadap suatu objek. Anak tuna grahita yang lemah menyeleksi mengorganisasi
pesan yang diterima kurang ma
3. mpu untuk menyimpulkan objek yang diamati dengan cepat.
4. Perkembangan motorik, ada 2 yaitu motorik kasar dan halus.
5. Penalaran, (logika dan abstrak.
Perkembangan Sosial, Emosi dan
Kepribadian Anak Tuna Grahita

1. Perkembangan emosi sudah dapat mencapai perkembangan yang optimal, apabila seorang
anak sudah dapat mencapai keseimbangan sosial, maksudnya anak dapat mengelola
emosinya dan dapat mengekspresikan emosinya sesuai dengan aturan-aturan atau cita-cita
masyarakat. Kemandirian dan kemampuan anak berinisiatif menurut Erikson’s banyak
dipengaruhi perkembangan emosi pada masa anak-anak.
2. Perkembangan Kepribadian Anak Tuna Grahita Perkembangan kepribadian anak grahita
banyak ditentukan oleh perekembangan emosi dan sosial. Hambatan dalam
perkembangan emosi dan sosial, mengakibatkan pula hambatan dalam memperoleh
konsep diri yang positif, dan memperoleh kepercayaan diri. Hal ini dapat menyebabkan
anak tunagrahita mempunyai self esteem yang rendah.
MASALAH YANG DIHADAPI ATG

1. Masalah belajar: berkaitan langsung dengan kemampuan kecerdasan


2. Masalah penyesuaian diri: mengalami kesulitan dalam memahami dan mengartikan
norma lingkungan.
3. Gangguan bicara dan bahasa: secara umum anak tuna grahita paling bannnyak yang
mengalami gangguan bahasa dibandingkan dengan yang mengalami gangguan bicara.
4. Masalah kepribadian: anak tuna grahita memiliki ciri kepribadian yang khas berbeda
dengan anak pada umumnya yang berkaitan dengan faktor-faktor atau latar belakang
kepribadian seseorang . Alasan atau faktor anak tuna grahita memiliki masalah dalam
kepribadian antara lain: (1) isolasi sosial dan penolakan, (2) labeling dan stigma, (3) stres
keluarga, (4) frustasi dan kegagalan, (5) disfungsi otak, dan (6) kesadaran rendah.
ANAK TUNA DAKSA

PENGERTIAN
 Tuna daksa adalah kelainan yang meliputi cacat tubuh atau kerusakan tubuh, kelainan
atau kerusakan pada fisik dan kesehatan dan kelainan yang disebabkan oleh kerusakan
oleh kerusakan otak dan saraf tulang belakang.
 Anak tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami beberapa kelainan atau yang sering
disebut sebagai cerebral palsy (CP)
CIRI-CIRI ANAK TUNA DAKSA

 Anggota gerak tubuh kaku/ lemah/ lumpuh.


 Kesulitan dalam gerakan.
 Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap / tidak sempurna/lebih kecil dari biasa.
 Terdapat cacat pada alat gerak.
 Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam.
 Kesulitan pada saat berdiri/ berjalan/ duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal.
 Hiperaktif/ tidak dapat tenang.
KLASIFIKASI

 tunadaksa ortopedi (orthopedically handicapped)


 anak tunadaksa saraf (neurologically handicapped)
 club-foot (kaki seperti tongkat)
 club-hand (tangan seperti tongkat)
 polydactylism (jari yang lebih dari lima pada masing masing tangan atau kaki)
 syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu dengan lainnya)
 torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai ke muka)
 spina-bifida (sebagian dari sum-sum tulang belakang tidak tertutup)
 cretinism (kerdil)
 mycrocephalus (kepala yang kecil atau tidak normal).
Penyebab Tuna Daksa karena kerusakan Otak

 Masa sebelum lahir


 Pada saat kelahiran
 Setelah proses kelahiran
PERKEMBANGAN FISIK

 Kondisi kelainan pada fungsi anggota tubuh atau tunadaksa dapat terjadi pada saat
a.)Sebelum anak lahir (prenatal), b.) Saat lahir (neonatal), c.) Setelah anak lahir
(posnatal).
 Pada anak tunadaksa, potensi anak tidak maksimal karena ada bagian tubuh yang tidak
sempurna. Dalam usahanya untuk mengaktualisasikan dirinya secara maksimal,
ketunadaksaan yang dialami anak tunadaksa biasanya dikompensasikan oleh bagian tubuh
yang lain. Maka dari itu secara umum perkembangan fisik anak tunadaksa dapat
dikatakan hampir sama dengan orang-orang normal pada umumnya kecuali pada anggota
tubuh yang mengalami kegagalan fungsi.
PERKEMBANGAN KOGNITIF

 Menurut Gunarsa “ada empat aspek yang turut mewarnai perkembangan kognitif anak tunadaksa”, yakni:
 Kematangan
 Pengalaman
 Transmisi sosial
 Ekuilibrasi
perkembangan kognitif anak tunadaksa dapat dipengaruhi oleh lingkungan tempat mereka dapat
bersosialisasi. Keadaan tunadaksa menyebabkan gangguan dan hambatan dalam keterampilan motorik
seseorang, makin besar hambatan yang dialami anak, maka makin besar hambatan kognitifnya. Secara umum
dapat dikatakan bahwa sampai usia tertentu ketunadaksaan akan mempengaruhi laju perkembangan
seseorang.
PERKEMBANGAN BICARA DAN EMOSI

 Pada anak tunadaksa jenis polio perkembangan bahasa atau bicaranya tidak begitu
berbeda dengan anak normal.
 Usia ketika mulai terjadi ketunadaksaan dapat mempengaruhi perkembangan emosi anak.
Apabila terdapat orang tua yang terlalu bersikap melindungi secara berlebihan maka akan
menyebabkan anak tunadaksa mengalami ketergantungan.
 Anak tunadaksa yang sudah sejak kecil mengalami ketunaan maka perkembangan
emosinya secara bertahap, namun yang setelah dewasa mengalami ketunaan maka akan
memberikan dampak yang cukup besar untuk perkembangan emosinya karena anak
mereka pernah merasakan kehidupan normal sebelumnya oleh karena itu dukungan dari
orang-orang disekitarnya dapat memberikan pengaruh yang baik untuk anak tunadaksa.
PERKEMBANGAN SOSIAL

Beberapa hal yang tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian anak tunadaksa,
antara lain :
 Terhambatnya aktivitas normal sehingga menimbulkan perasaan frustasi.
 Timbulnya kekhawatiran orang tua yang berlebihan.
 Perlakuan orang sekitar yang membedakan terhadap anak tunadaksa menyebabkan anak
merasa bahwa dirinya berbeda dengan yang lain
 Sikap orang tua, keluarga, teman sebaya, teman sekolah, dan masyrakat
 Hal-hal di atas, secara tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan sosial anak
tunadaksa mereka bisa saja merasakan ditolak, harga diri yang rendah, dan kurang percaya diri
serta menjauh dari lingkungannya.
Layanan Pendidikan Anak Tunadaksa

 Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tunadaksa adalah pada bina gerak.
Menurut Frieda Mangunsong, dkk (1998) layanan pendidikan bagi anak tuna daksa
perlu memperhatikan tiga hal, yaitu :
a. Pendekatan multidisipliner dalam program rehabilitasi anak tunadaksa
b. Program pendidikan sekolah
c. Layanan bimbingan dan konseling
FASILITAS UNTUK ATD

 Brace merupakan alat bantu gerak yang digunakan untuk memperkuat otot dan tulang.
 Kruk adalah alat penyangga tubuh yang ditumpukkan pada tangan atau ketiak untuk
menyangga beban tubuh.
 Splint berasal dari bahasa inggris yang berarti spalk (bahasa Belanda). Alat ini bertujuan
untuk meletakkan anggota tubuh pada posisi yang benar agar angota tubuh yang sakit
tidak salah bentuk
 Kursi roda.
REHABILITASI

1. Rehabilitasi Medis

2. Rehabilitasi Vokasional atau Karya

3. Rehabilitasi Psikososial
TUNA LARAS

 PENGERTIAN
 Istilah resmi “tunalaras” baru dikenal dalam dunia Pendidikan Luar Biasa (PLB). Istilah
tunalaras berasal dari kata “tuna” yaitu kurang dan “laras” yaitu sesuai. Jadi anak
tunalaras berarti anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan lingkungan.
Perilakunya sering bertentangan dengan norma-norma yang terdapat di dalam
masyarakat tempat ia berada.
 Dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1991 disebutkan bahwa tunalaras adalah
gangguan tau hambatan atau kelainan tingkah laku sehingga kurang dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan masyarakat. Sementara itu
masyarakat lebih mengenalnya dengan istilah anak nakal .
Anak tunalaras adalah anak yang secara kondisi terus menerus masih menunjukkan penyimpangan
tingkah laku tingkat berat yang mempengaruhi proses belajar, meskipun telah menerima layanan belajar
dan bimbingan seperti halnya anak lainnya. (Algozzine, dkk. (dalam Sunardi, 1995) )

Nelson (1981) mengemukakan bahwa tingkah laku seorang murid dikatakan menyimpang jika :
 1. Menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap normal menurut usia dan jenis
kelaminnya.
 2. Penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan intensitas tinggi.
 3. Penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relatif lama.
KLASIFIKASI

Menurut Rosebera dkk. (1992):


 tingkah laku yang beresiko tinggi yaitu hiperaktif, agresif, pembangkang,
delinkuensi dan anak yang menarik diri dari pergaulan sosial,
 Tingkah laku yang beresiko rendah, yaitu autisme dan skizofrenia.

Secara umum anak tunalaras menunjukkan ciri-ciri tingkah laku yang ada persamaan
pada setiap klasifikasi, yaitu kekacauan tingkah laku, kecemasan dan menarik diri,
kurang dewasa, agresif.
Dilihat dari sumber pemicu tumbuhnya perilaku menyimpang pada anak
tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Penyimpangan tingkah laku sebagai bentuk kelainan penyesuaian


sosial.

b. Penyimpangan tingkah laku ekstrem sebagai bentuk kelainan emosi


Kelainan penyesuaian sosial

Mackie (1957) mengemukakan, bahwa anak yang dikategorikan kelainan penyesuaian perilaku
sebagai bentuk kelainan penyesuaian sosial adalah anak yang mempunyai tingkah laku tidak sesuai
dengan adat kebiasaan yang berlaku di rumah, di sekolah, dan di masyarakat lingkungannya.

Anak kesulitan penyesuaian sosial :


 Anak agresif yang sukar bersosialisasi, anak yang benar-benar tidak dapat menyesuaikan diri,
baik di lingkungan rumah, sekolah, maupun teman sebaya.
 Anak agresif yang mampu bersosialisasi, anak yang tidak dapat menyesuaikan diri di
lingkungan rumah, sekolah, atau masyarakat, tetapi mereka masih memiliki bentuk
penyesuaian diri yang khusus, yaitu dengan teman sebaya yang senasib (gang).
 Anak yang menutup diri berlebihan (over inhibited children), anak yang tidak dapat
menyesuaikan diri karena neurosis.
Kelainan penyesuaian emosi

2. Anak yang dikategorikan memiliki kelainan emosi (emotional disturb) adalah anak
yang mengalami kesulitan menyesuaikan perilakunya dengan lingkungan sosial karena
adanya tekanan dari dalam (inner tension), akibat adanya hal-hal yang bersifat neurotic
atau public.
Anak kelainan emosi, ekspresi wujudnya ditampakkan dalam bentuk sebagai berikut:
 Kecemasan mendalam tetapi kabur dan tidak menentu arah kecemasan yang dituju
(anxiety neurotic).
 Kelemahan seluruh jasmani dan rohani yang disertai dengan berbagai keluhan sakit
pada beberapa bagian badannya (astenica neurotic).
 Gejala yang merupakan tantangan balas dendam karena adanya perlakuan yang kasar
(hysterica konversia).
Pedoman untuk menentukan intensitas berat ringannya ketunalarasan :
1. Besar kecilnya gangguan emosi. Makin dalam perasaan negatif, makin berat penyimpangan anak.
2. Frekuensi tindakan, makin sering dan tidak menunjukkan penyesalan dalam melakukan perbuatan
kurang/tidak baik, makin dianggap berat penyimpangan atau kenakalannya.
3. Berat ringannya kejahatan yang dilakukan. Dengan pertimbangan peraturan hukum pidana dapat diketahui
berat ringannya pelanggaran, termasuk sangsi hukumnya.
4. Tempat dan situasi pelanggaran/ kenakalan dilakukan. Anak yang berani berbuat kenakalan di masyarakat
sudah menunjukkan tingkat keberatannya dibanding dengan apabila dilakukan di rumah atau di sekolah.
5. Mudah sukarnya dipengaruhi untuk bertingkah laku baik. Para pendidik atau orang tua dapat mengetahui
seberapa jauh tingkat penyimpangan melalui cara yang digunakan untuk memperbaiki anak.
6. Tunggal atau gandanya ketunaan yang dialami. Jika anak tunalaras mempunyai ketunaan lain, maka dia
termasuk dalam kategori berat dalam pembinaannya.
hiperaktif

Termasuk dalam dimensi anak yang bertingkah laku kacau (conduct disorder) dengan ciri:
 Gerakannya terlalu aktif, tidak bertujuan, tidak mau diam sepanjang hari, bahkan waktu tidur ada yng melakukan
gerak di luar kesadaran
 Suka mengacau teman-teman sebayanya, dalam bertindak hanya menurutkan kata hatinya sendiri dan mudah
tersinggung
 Sulit memperhatikan dengan baik
Penyebab: disfungsi otak, kekurangan oksigen, kecelakaan fisik, keracunan serbuk timah, kekurangan gizi dan perawatan
pada masa tumbuh kembang, minuman keras, dan obat-obatan terlarang selama hamil, kemiskinan, lingkungan yang
tidak sehat.
Teknik/cara mengatasi: memberikan layanan medikasi, diet, modifikasi tingkah laku, lingkungan yang terstruktur,
modeling, biofeedback.
Distrakbilitas

Merupakan gangguan dalam perhatian pada stimulus yang relevan seara efisien, klasifikasinya:
 Short attention span dan frequent attention shifts
 Underselection attention
 Overselective attention
Penyebab: disfungsi minimal otak, gangguan metabolisme, kelainan minimal pada fisik
(ketidakseimbangan tubuh, sistema asuh anak, dan keterlambatan perkembangan)
Cara/teknil dalam memberikn layanan: lingk yang terstruktur dan stimulus yang terkendali, modifikasi
materi dna strategi pembelajaran, modifikasi tingkah laku.
Impulsivitas

 Merupakan kecenderungan mengikuti kemauan hatinya dan terbiasa bereaksi cepat tanpa berpikir
panjang dalam situasi sosial maupun tugas-tugas akademik.
 Penyebab: keturunan, cemas, faktor budaya, disfungsi saraf, perilaku yang dipelajari dari lingkungan,
faktor ego dan super ego yang tidak berkembang.
 Metode untuk mengendalikan impulsif: melatih verbalisasi aktivitasnya untuk mengendalikan
perilakunya; modifikasi perilaku; mengajarkan seperangkat ketrampilan kepada anak; mendiskusikan
perilaku anak; wawancara dengan anak segera setelah perilaku terjadi.
Penyebab tuna laras

1. Faktor penyebab internal


Adalah faktor-faktor yang langsung berkaitan dengan kondisi
individu itu sendiri, seperti keturunan, kondisi fisik dan
psikisnya.
2. Faktor penyebab eksternal
Adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu terutama
lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah.
lanjutan

 Faktor Keturunan (Keabnormalan perilaku menyimpang yang dilakukan oleh orang tuanya memberikan kontribusi ketunalarasan pada
generasi berikutnya (Patton, 1991)
 Faktor psikologis (Meier dalam penelitiannya, menghubungkan antara variabel frustasi dengan perilaku abnormal memperoleh
kesimpulan bahwa seseorang yang mengalami kesulitan memecahkan persoalan akan menimbulkan perasaan frustasi. Akibat frustasi
tersebut akan timbul konflik kejiwaan).
 Biologis (Anak lahir dengan kondisi fisik biologis tertentu akan menentukan style perilaku (temperamen). Anak yang
mengalami kesulitan menempatkan temperamennya, akan memberikan kecenderungan untuk berkembangnya kondisi
kelainan perilaku dan emosi).
 Lingkungan Keluarga (Kondisi keluarga yang tidak dapat memberikan rasa aman inilah akan menumbuhkan bibit-bibit
ketunalarasan pada anak).
 Psikososial (Pengalaman tidak menyenangkan pada usia awal mengakibatkan anak menjadi tertekan dan secara tidak
disadari berpengaruh pada penyimpangan perilaku)
 Lingkungan Sekolah (Misalnya hubungan sosial guru dan murid yang kurang harmonis, tuntutan kurikulum yang tidak
sesuai dengan tingkat perkembangan anak, hubungan antar teman sebaya yang kurang baik (Moerdiani, 1987)
 Lingkungan masyarakat (Kondisi lingkungan masyarakat sekitar yang berpengaruh terhadap kelainan perilaku (tunalaras)
anak diantaranya daerah yang terlalu padat, angka kejahatan tinggi, kurangnya fasilitas hiburan atau rekreasi, tidak
adanya aktivitas yang terorganisasi)
AUTIS
Adalah Gangguan
Neurologis, sel-sel otak
rusak/kurang berfungsi
Bagian dari Spektrum
gangguan perkembangan
pervasif
Merupakan gangguan
perkembangan seumur hidup
Beberapa definisi autis

Autisme merupakan spektrum disorder yang sangat luas dan masalahnya dari yang paling
ringan sampai yang paling berat

Autisme spectrum disorder memiliki kecerdasan yang sangat bervariatif dari yang paling
rendah sampai yang cerdas

Hanya sebagian kecil diantara mereka yang memiliki keterampilan luar biasa. Tetapi para ahli
percaya bahwa setiap anak ASD pasti memiliki kemampuan lebih dan bisa dideteksi bila
orang tua dan guru mampu mendeteksinya
KRITERIA DIAGNOSTIK
GILLBERG (1989)
1. KETIDAKCAKAPAN SOSIAL (EGOSENTRISITAS
YANG EKSTREM)
A. TIDAK MAMPU BERINTERAKSI DENGAN
REKAN-REKAN SEBAYA
B. TIDAK MEMILIKI HASRAT UNTUK
BERINTERAKSI DENGAN REKAN-REKAN SEBAYA
C. TIDAK MEMILIKI APRESIASI TERHADAP
ISYARAT- ISYARAT SOSIAL
D. PRILAKUNYA SECARA SOSIAL DAN EMOSI
TIDAK TEPAT
Gillberg …

2. Minat yang Terbatas


a. Pengabaian aktivitas-aktivitas lainnya
b. Kepastian yang berulang
c. Lebih banyak hafalan dari pada pemahaman makna

3. Rutinitas yang Berulang


a. Pada diri sediri, dalam aspek –aspek kehidupan
b. Pada orang lain
Gillberg …

4. Keanehan-Keanehan Ujaran dan Bahasa


a. Perkembangan yang tertunda
b. Bahasanya tampak ekspresif dan sempurna
c. Bahasanya terlalu ilmiah dan formal
d. Intonasinya ganjil dan nada suaranya aneh
e. Pemahamannya sangat lemah, termasuk salah tafsir makna harfiah atau implisit
Gillberg …

5. Permasalahan Komunikasi Non Verbal


a. Terbatasnya penggunaan gerak/isyarat
b. Bahasa tubuh yang kaku
c. Ekspresi wajah yang terbatas
d. Prilaku yang tidak tepat
e. Tatapan yang kaku dan aneh

6. Kekakuan gerak
Hasil yang buruk dari pemeriksaan perkembangan saraf
SZATMARI, BREMNER, NAGY (1989)

1. Terkucil
a. Tidak punya sahabat dekat
b. Menghindari orang lain
c. Tidak berminat untuk berteman
d. Seorang penyendiri
Bremner …

2. Interaksi Sosial yang Lemah


a. Mendekati orang lain hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri
b. Pendekatan sosial yang kaku
c. Tanggapan satu arah kepada teman sebaya
d. Sulit merasakan perasaan-perasaan orang lain
e. Terpisah dari perasaan orang lain
Bremner …

3. Komunikasi Non Verbal yang Lemah


a. Ekspresi wajah yang terbatas
b. Ketidak mampuan membaca emosi dan ekspresi wajah anak
c. Ketidak mampuan memberi pesan dengan mata
d. Ketidak mampuan menatap orang lain
e. Tidak menggunakan tangan untuk mengekspresikan diri
f. Bahasa tubuh banyak tetapi kaku
g. Terlalu mendekati orang lain
Bremner …

4. Cara Bicara yang Aneh


a. Perubahan nada suara aneh
b. Terlalu banyak bicara
c. Terlalu sedikit bicara
d. Kurangnya kohesi percakapan
e. Penggunaan kata yang aneh
f. Pola-pola ujaran yang berulang

5. Tidak memenuhi Kreteria DSM-111-R untuk kelainan anak autis


DSM IV

1. Gangguan Kualitatif dalam Interaksi Sosial


a. Kelemahan yang nyata dalam penggunaan perilaku nonverbal seperti ;
tatapan mata, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan isyarat-isyarat untuk mengatur
interaksi sosial
b. Tidak mampu mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang
sesuai dengan ahap perkembangannya
DSM IV …

c. Ketidak mampuan turut merasakan kegembiraan orang lain


d. Kurangnya kemampuan dalam hubungan emosional secara timbal balik
dengan orang lain
DSM IV …

2. Gangguan Kualitatif dalam Berkomunikasi


a. Keterlambatan atau kekurangan secara menyeluruh dalam berbahasa lisan
b. Kurang mampu untuk memulai atau melanjutkan pembicaraan dengan orang lain
meskipun dalam percakapan sederhana
c. Penggunaan bahasa yang repetitif (diulang) atau stereotip (meniru) atau bersifat
idiosinktratik (aneh)
d. Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau meniru orang yang
sesuai tingkat perkembangannya
DSM IV …

3. Pola Minat Prilaku Stereotip dan yang Berulang Secara Terbatas


a. Ketertarikan yang mendalam pada satu atau lebih pola stereotip dan terbatas dari
minat yang bersifat aneh, baik dalam hal intensitas maupun fokus
b. Kepatuhan yang kaku pada rutinitas atau ritual non fungsional dan spesifik
c. Gerakan yang stereotip yang berulang
d. Keasyikan yang terus menerus terhadap bagian-bagian dari sebuah benda
kesulitan bermain dengan anak lain
kontak mata tidak ada atau terbatas
seolah-olah tuli, kalau dipanggil
menolak, kalau situasi tiba-tiba berubah
menolak, kalau rutin berubah
tidak mengerti bahaya
teriak atau tertawa tanpa alasan
tidak mau dipeluk
bisa hiperaktif atau menarik diri
suka bermain sendiri
suka benda yang berputar
kadang –kadang bisa destruktif
Lebih tertarik benda dari pada
manusia
2. Sosialisasi
Sulit memahami aturan
sosial
Misalnya: menunggu giliran
dan berbagi masalah
memahami dan
membaca emosi orang lain
sulit memahami
pembicaraan orang
CIRI-CIRI ANAK AUTIS

Ciri umum dari anak autis meliputi :


1. Komunikasi
Gagal dalam merespon informasi verbal relatif kuat dalam pemrosesan visual
dihubungkan dengan informasi verbal
Kognitif :
tidak seimbangnya perkembangan ketrampilan
2. Sosialisasi
Sulit memahami aturan sosial
Misalnya: menunggu giliran dan berbagi masalah memahami dan
membaca emosi orang lain
sulit memahami pembicaraan dengan orang lain
3. Gangguan dalam perilaku
Pada anak autis ada perilaku yang berlebihan (excessive) dan kekurangan
(deficient)
a. Perilaku yang berlebihan yaitu adanya hiperaktivitas motorik
seperti : tidak bisa diam
lari kesana sini tidak terarah
melompat-lompat
berputar-putar
memukul-mukul meja atau pintu
b. Perilaku yang kurang yaitu :
duduk diam bengong dengan tatapan mata kosong
bermain dengan monoton
duduk diam terpaku oleh suatu hal misalnya benda berputar
kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti selimut kecil, sepotong tali atau
apa saja yang terus dipegang dan dibawa kemana-mana.
4. Gangguan emosi
a. kurang rasa empati
misal, melihat anak menangis tidak merasa kasihan melainkan merasa
terganggu
b. tertawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab yang nyata
c. sering mengamuk tak terkendali terutama jika tidak mendapat apa
yang diinginkan.
5. Gangguan dalam persepsi sensorik
a. mencium-cium, menggigit atau menjilati mainan atau benda apa saja
b. bila mendengar suara keras langsung tutup telinga
c. tidak menyukai rabaan atau pelukan
d. merasa sangat tidak nyaman jika memakai pakaian dari bahan yang kasar.
Penyebab Autisma
Penyebab Autisma : :
•
Virus
Virus
•
pola
polamakan
makan
•
Polusi
Polusi
•
Genetik
Genetik
•
masalah
masalah waktu
waktu lahir
•
MMR
MMR
INFORMASI:

GURU
VISI & MISI SEKOLAH
ORANG TUA HARAPAN ORANG TUA

ANAK
METODE PEMBELAJARAN

Struktur/alur proses yang jelas


Sesuai dengan tingkat kemampuan
Menggunakan visualisasi
Sasaran pada minat dan bakat
Ada proses kemandirian
Melibatkan peran orang tua


CONTOH STRATEGI VISUAL

VISUALISASI
 Jadwal & Topik Pembelajaran
 Tahapan tugas
 Mading hasil tugas siswa
SESUAI MINAT & BAKAT
KESULITAN BELAJAR

 Merupakan: situasi dan kondisi yang dialami oleh peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran yang menyebabkan peserta didik tidak dapat mengikuti proses pembelajaran
secara wajar.
 Kesulitan belajar dialami oleh peserta didik yang normal tetapi karena terdapat kesulitan-
kesulitan sehingga dalam belajarnya tidak berhasil sebagaimana layaknya teman-temannya
yang tidak mengalami kesulitan belajar.
 Agar pendidik dapat memberikan pelayanan yang tepat maka harus memahami ciri-ciri
siswa yang mengalami kesulitan belajar. Disamping itu pendidik juga memiliki kemampuan
untuk mencari sebab-sebabnya dan sekaligus mencari solusi untuk jalan keluarnya.
Cara mengenali murid yang mengalami
kesulitan belajar

Beberapa gejala seperti sebagai tanda adanya kesulitan belajar .

1.Menunjukkan prestasi yang rendah/dibawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas
2.Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia berusaha dengan keras tetapi
nilainya selalu rendah.
3.Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawanya dalam semua
hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal, dalam menyelesaikan tugas-tugas.
4.Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti: acuh tak acuh, berpura-pura, dusta, dan lain-lain
5.Menunjukkan tingkah laku yang berlainan. Misalnya, mudah tersinggung, murung, pemarah, bingung,
cemberut, kurang gembira, selalu sedih.
Klasifikasi

Krik dan Gallagher (1989:187) menjelaskan bahwa kesulitan belajar dibedakan dalam 2
kategori besar, yaitu (1) kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan
(developmental learning disabilities) dan (2) kesulitan belajar akademik (academic learning
disabilities).
 Kesulitan belajar dalam perkembangan dapat mempengaruhi proses untuk menerima,
menginterpretasikan, dan merespons stimulus dari ligkungannya.
 Kesulitan belajar akademik merupakan suatu kondisi tang secara signifikan
menghambat proses bekajar membaca, menulis, dan operasi berhitung.
Karakteristik:

 Menurut Clement yang dikutip oleh Hallahan dan Kauffman ( 1991:133 ) terdapat 10 (sepuluh) gejala yang sering dijumpai pada
anak berkesulitan belajar :
(1) hiperaktif
(2) gangguan persepsi motorik
(3) emosi yang labil
(4) kurang koordinasi
(5) gangguan perhatian
(6) Impulsif
(7) gangguan memori dan berfikir
(8) kesulitan pada akademik khusus ( membaca, matematika, dan menulis)
(9) gangguan dalam berbicara dan mendengar, dan
(10) hasil electroencephalogram (EEG )tidak teratur serta tanda neurologis yang tidak jelas.
Penyebab kesulitan belajar

 Faktor internal
a. Kurangnya kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik.
b. Kurangnya bakat khusus untuk suatu situiasi belajar tertentu.
c. Kurangnya motivasi atau dorongan untuk belajar.
d. Situasi pribadi terutama emosional yang adihadapi peserta didik.
e. Faktor jasmaniah tidak mendukung kegiatan belajar.
f. Faktor hereditas (bawaan).
 Faktor eksternal
a. Faktor lingkungan sekolah yang tidak memadai bagi situasi belajar peserta didik
b. Situasi keluarga yang kurang mendukung situasi belajar peserta didik.
c. Situasi lingkungan sosial yang menggangu kegiatan belajar siswa.
Layanan yang diberikan

 Pengajaran remidial.

 Bentuk-bentuk pengajaran remidial

- Pelatihan penguasaan tugas dan keterampilan

- Pelatihan penguasaan proses


- Pelatihan perilaku dan kognitif

 Pengaturan ruang sumber belajar

- Ruang kelas khusus untuk siswa berkesulitan belajar

- Guru kunjung

- Konsultan guru

 Pendidikan inklusi
ANAK BERBAKAT (CERDAS ISTIMEWA
BAKAT ISTIMEWA/CIBI)

Anak berbakat ialah anak yang memiliki kacakapan dalam mengembangkan


gabungan ketiga sifat ini dan mengaplikasikan dalam setiap tindakan yang bernilai.
Anak berbakat adalah mereka yang oleh orang-orang profesional didefinisikan
sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai
kemampuan-kemampuan yang unggul. Anak-anak tersebut memerlukan program
pendidikan yang berdiferensiasi dan atau pelayanan diluar jangkauan program
sekolah biasa agar dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap masyarakat
maupun untuk pengembangan diri sendiri.
Klasifikasi

Bakat mencakup tiga dimensi pokok :


 Dimensi Perseptual
 Dimensi Psikomotor
 Dimensi Intelektual
(Hartini, dkk (2008:48-49))
KARAKTERISTIK

Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:


1. Tidak merasa terpaksa untuk melakukan suatu hal bahkan lebih cenderung untuk
senang melakukannya dan ada perasaan bahagia yang terpancar ketika melakukan,
melihat atau bahkan hanya dengan mendengarnya saja.
2. Anak mampu berkonsentrasi terhadap hal tersebut, dan cenderung tekun.
3. Mempunyai rasa ingin tahu yang besar terhadap hal tersebut.
4. Anak sudah mahir terhadap hal tersebut meski belum mendapatkan pelajaran khusus
dari sekolah maupun dari rumah.
5. Setelah diberi pelajaran khusus, anak tersebut dapat dengan mudah menguasainya atau
mudah menangkap apa yang diajarkan padanya tentang hal tersebut.
IDENTIFIKASI

Ada beberapa prosedur yang dapat ditempuh (Hartini dkk, 2008:49-50):

1. Melakukan analisis lapangan studi untuk menemukan faktor-faktor apa saja yang diperlukan supaya orang dapat berhasil
dalam lapangan tersebut.
2. Dari analisis di buat pencandraan lapangan studi.
3. Dari pencandraan lapangan studi itu diketahui persyaratan apa yang harus diketahui dan persyaratan apa yang harus
dipenuhi supaya individu dapat lebih berhasil dalam lapangan tertentu.
4. Dari persyaratan itu sebagai landasan disusun alat pengungkapannya (alat pengungkapan bakat), yang biasanya berwujud
tes.
5. Berbagai tes bakat yang ada misalnya FACT (Flanagan Aptitude Clasivication Test) yang disusun oleh Flanagan, DAT
(Differential Aptitude Test) yang disusun oleh Bennet dan M-T Test (Mathematical and Technical Test) yang disusun oleh
Luningpra.
Perkembangan Anak Berbakat

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perkembangan bakat anak:


 Perhatian
 Motivasi
 Dukungan
 Pengetahuan
 Latihan
 Penghargaan
 Sarana
 Lingkungan
 Kerjasama
 Teladan yang baik
Peran orang tua

 Berikan anak kesempatan


 Kreatifitas
 Arahan / petunjuk
 Trust / kepercayaan
 Reward / penghargaan
 Relationship / hubungan
Faktor penghambat

Ada beberapa faktor yang menghambat perkembangan pendidikan anak berbakat di Indonesia menurut Wu &
Cho dikutip dari Hawadi (2002: 14-15) yaitu:
 Keterbatasan tenaga ahli dan materi tes untuk mengidentifikasi seorang anak berbakat pada tingkat
nasional
 Ketiadaan modal program yang dapat dipilih orang tua untuk anak mereka yang berbakat
 Keterbatasan guru yang terlatih
 Keterbatasan tenaga profesional yang berpengalaman dalam hal keberbakatan
 Keterbatasan fasilitas pendidikan dan perlengkapan untuk implementasi program pengayaan

Anda mungkin juga menyukai