Pendidikan Inklusi
Konsep dasar anak berkebutuhan khusus
Anak tuna netra
Anak tuna rungu
Anak tuna grahita
Anak tuna daksa
Anak tuna laras
Anak autis
Anak berkesulitan belajar
Anak berbakat
PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSI
Pendidikan inklusif merupakan inti dari hak azazi manusia untuk memperoleh
pendidikan. Hal ini telah dinyatakan dalam Deklarasi Universal tentang hak dinyatakan
dalam Deklarasi Universal tentang hak azazi manusia di tahun1949. Kesamaan
kepentingan adalah hak anak untuk tidak didiskriminasikan, dinyatakan dalam pasal 2
dari Konvensi tentang hak anak.
Konsekuensi logik dari hak ini adalah bahwa semua anak mempunyai hak untuk
menerima jenis pendidikan yang tidak mendiskriminasikan pada latar dari
ketidakmampuan, etnik, agama, bahasa, jender, kapabilitas dan lain sebagainya.
Lanjutan pengertian
d. Kelas reguler dengan cluster dan pull out, Anak berkelainan/berkebutuhan pendidikan
khusus belajar bersama dengan anak lain di kelas belajar bersama dengan anak lain di kelas
reguler/inklusif dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik/ keluar dari
kelas reguler/inklusif ke ruang sumber untuk belajar dan mendapat layanan bimbingan dari
Guru Pembimbing Khusus
e. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian, Anak berkelainan/berkebutuhan
pendidikan khusus belajar dan mendapat layanan bimbingan dari Guru Pendidikan
Khusus/Guru Pembimbing Khusus di dalam kelas khusus pada sekolah reguler/inklusif;
tetapi dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain di kelas reguler/inklusif.
f. Kelas khusus penuh, Anak berkelainan/berkebutuhan pendidikan khusus belajar dan
mendapat layanan bimbingan dari Guru Pendidikan Khusus/Guru Pembimbing Khusus di
dalam kelas khusus pada sekolah reguler/inklusif
Bentuk layanan ABK
Segregrasi (terpisah):
SLB, SLB berasrama, kelas jauh/kelas kunjung, SDLB
Terpadu/integrasi:
Bentuk kelas biasa, kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, bentuk kelas khusus. (anak
dituntut menyesuaikan dengan kurikulum yang ada).
Inklusi:
Terpadu tetapi kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan anak.
Layanan untuk pekerja di bawah umur, gepeng, perdagangan
manusia, pelacuran, dan TKI:
Layanan Bimbingan Dasar untuk semua pekerja anak; dengan materi informasi tentang:
potensi diri (kelebihan dan kelemahan), dunia kerja: peluang dan tantangan, hak dan
kewajiban pekerja.
Pendekatan klasikal atau kelompok yang bersifat informatif, yang diselenggarakan secara
sistematis dalam rangka membantu perkembangan diri pekerja secara optimal. Tujuan:
memperoleh perkembangan yang normal, mental yang sehat dan keterampilan dasar
hidup. Strategi peluncuran dengan bimbingan klasikal, bimbingan kelompok dan
kolaborasi dengan pihak terkait.
lanjutan
Layanan Responsif, pemberian bantuan kpd pekerja anak yang memiliki kebutuhan/masalah yang
memerlukan pertolongan segera. Strateginya: konsultasi, konseling individual atau kelompok, referal, serta
bimbingan teman sebaya.
Layanan Perencanaan Individual proses bantuan kepada pekerja anak agar mampu merumuskan dan
melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depannya berdasarkan pemahaman atas
kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di
lingkungannya. Strateginya: penilaian individual atau kelompok (individual or small-group appraisal),
individual or small-group advicement.
Dukungan Sistem, kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan untuk memantapkan, memelihara dan
memantapkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan profesional; hubungan
masyarakat; konsultasi dengan staf ahli dan penelitian dan pengembangan. Strateginya: konsultasi dan
kolaborasi dengan pihak terkait.
3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal)
Sebagaimana dijelaskan melalui situs resmi Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan
Pendidikan Layanan Khusus (PK-LK) Dikmen, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(pkplkdikmen.net 8/10/2013).
Permasalahan penyelenggaraan pendidikan di daerah 3T:
kurangnya persediaan tenaga pendidik, distribusi tidak seimbang, insentif rendah,
kualifikasi dibawah standar, guru-guru yang kurang kompeten, serta ketidaksesuaian
antara kualifikasi pendidikan dengan bidang yang ditempuh, penerapan kurikulum di
sekolah belum sesuai dengan mekanisme dan proses yang distandarkan. Disamping itu,
permasalahan angka putus sekolah juga masih relatif tinggi menimbulkan persoalan
lain.
Tujuan Pendidikan Inklusi
Memberikan layanan pendidikan bagi siswa yang berkesulitan belajar dan siswa yang
memerlukan layanan pendidikan khusus, agar potensi yang dimiliki (kognitif, afektif, dan
psikomotorik) dapat berkembang secara optimal dan mereka dapat hidup mandiri bersama
anak-anak normal sesuai dengan prinsip pendidikan serta dapat berperan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk anak
berkebutuhan khusus) untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan kondisi anak.
Mempercepat penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar.
Lanjutan Tujuan
Meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan
putus sekolah.
Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta
pembelajaran yang ramah terhadap semua anak.
Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “setiap
warga negara negara berhak mendapat pendidikan”, dan ayat 2 yang berbunyi “setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. UU no. 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 5 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. UU No.
23/2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 51 yang berbunyi “anak yang menyandang
cacat fisik dan/atau mental diberikana kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk
memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa”.
Menurut Raschake dan Bronson (Lay Kekeh Marthan, 2007: 189-190:
Bagi guru
Membantu guru untuk menghargai perbedaan pada setiap anak dan mengakui bahwa anak
berkebutuhan khusus juga memiliki kemampuan.
Menciptakan kepedulian bagi setiap guru terhadap pentingnya pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus.
Guru akan merasa tertantang untuk menciptakan metode-metode baru dalam
pembelajaran dan mengembangkan kerjasama dalam memecahkan masalah.
Meredam kejenuhan guru dalam mengajar.
Lanjutan
Bagi masyarakat
Meningkatkan kesetaraan sosial dan kedamaian dalam masyarakat.
Mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan mengajarkan setiap anggota masyarakat
tentang proses demokrasi.
Membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan antar anggota masyarakat.
Keistimewaan Pendidikan Inklusi
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948, menegaskan bahwa: ”Setiap orang
mempunyai hak atas pendidikan”. Namun demikian anak berkelainan/berkebutuhan
pendidikan khusus atau penyandang cacat sering direnggut hak fundamentalnya.
Hal ini terjadi karena didasarkan atas pemikiran bahwa anak berkelainan/berkebutuhan
pendidikan khusus atau penyandang cacat tidak dipandang sebagai manusia secara utuh,
oleh karena itu ada pengecualian dalam hak universalnya. Kelompok penyandang
kelainan/berkebutuhan khusus atau disebut juga penyandang cacat telah melakukan lobi-
lobi untuk memastikan bahwa instrumen-instrumen hak azasi manusia PBB berikutnya,
menyebutkan secara eksplisit kelompok penyandang kelainan/ berkebutuhan pendidikan
khusus atau penyandang cacat, tanpa memandang tingkat keparahannya, memiliki hak
yang sama atas pendidikan.
Lanjutan
Konvensi PBB tentang Hak Anak tahun 1989, yang telah ditandatangani oleh semua negara
di dunia, kecuali Amerika Serikat dan Somalia; menyatakan bahwa pendidikan dasar
seyogyanya wajib dan bebas biaya bagi semua (pasal 28). Seterusnya perlu diketahui bahwa
Konvensi tentang Hak Anak PBB memiliki empat prinsip umum yang menaungi semua pasal
lainnya termasuk pasal mengenai pendidikan, yaitu: (1) non-diskriminasi (pasal 2); (2)
kepentingan terbaik anak; (3) hak untuk kelangsungan hidup dan perkembangan (pasal 6); dan
(4) menghargai pendapat anak(pasal 12).
Kesemua hak tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan saling berhubungan.
Meskipun dalam memenuhi hak atas pendidikan bagi anak berkelainan/berkebutuhan khusus
atau penyandang cacat telah disediakan pendidikan di sekolah khusus/sekolah luar biasa,
tetapi hal ini dapat melanggar hak mereka “diperlakukan secara non-diskriminatif”, dihargai
pendapatnya dan hak untuk tetap berada dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya.
Lanjutan
Deklarasi Dunia Jomtien tentang Pendidikan untuk semua di Thailand pada tahun 1990,
melangkah lebih jauh daripada Deklarasi Universal dalam pasal III tentang universalisasi akses dan
mempromosikan kesetaraan. Dalam deklarasi tersebut dinyatakan bahwa terdapat kesenjangan
pendidikan dan bahwa berbagai kelompok tertentu rentan akan diskriminasi dan eksklusi.
Hal ini mencakup anak perempuan, orang miskin, anak jalanan dan anak pekerja, penduduk
pedesaan dan daerah terpencil, etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, dan secara khusus
disebutkan para penyandang cacat. Istilah inklusi tidak digunakan dalam Deklarasi Jomtien, tetapi
terdapat beberapa pernyataan yang mengindikasikan pentingnya menjamin bahwa orang-orang dari
kelompok marginal mendapatkan akses ke pendidikan umum (Stubbs, 2002: 121).
Dalam Deklarasi Jomtien juga dinyatakan bahwa langkah-langkah yang diperlukan perlu diambil
untuk memberikan akses memperoleh pendidikan yang sama kepada setiap kategori penyandang
cacat/kelainan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan (Pasal II ayat 5)
Lanjutan
Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus Tahun 1994,
merupakan dokumen internasional utama tentang prinsip-prinsip dan praktik pendidikan inklusif.
Prinsip fundamental inklusi yang belum dibahas dalam dokumen sebelumnya dibahas dalam pernyataan
dan kerangka aksi ini.
Beberapa konsep inti inklusi yang tersirat dalam dokumen tersebut: (1) anak-anak memiliki keberagaman
yang luas dalam karakteristik dan kebutuhannya; (2) perbedaan adalah normal; (3) sekolah perlu
mengakomodasi semua anak; (4) anak penyandang cacat/berkelainan seyogyanya bersekolah di lingkungan
sekitar tempattinggalnya; (5) partisipasi masyarakat sangat penting dalam inklusi; (6) pengajaran yang
terpusat pada sangat penting dalam inklusi; (6) pengajaran yang terpusat pada anak merupakan inti inklusi;
(7) kurikulum yang fleksibel disesuaikan dengan anak; (8) inklusi memerlukan sumbersumber dan
dukungan yang tepat; (9) inklusi penting bagi harga diri manusia dan pelaksanaan hak asasi manusia secara
penuh; (10) sekolah inklusif memberikan manfaat bagi semua anak karena membantu menciptakan
masyarakat yang inklusif; (11) inklusi meningkatkan efisiensi dan efektifitas biaya pendidikan.
Lanjutan
Kelebihan Konferensi Dakar antara lain adalah bahwa terdapat fokus yang lebih kuat untuk
mengembangkan Rencana Aksi Nasional yang kokoh dan strategi regional untuk implementasi
monitoring, yang merupakan kelemahan pada konferensi Jomtien; dan masalah kecacatan
disebutkan secara spesifik di dalam beberapa dokumennya (Stubbs, 2002: 20).
Tidak disebutkannya secara spesifik tentang anak berkelainan/berkebutuhan pendidikan khusus
atau penyandang cacat dalam Kerangka Aksi Dakar menggugah lembaga-lembaga yang
mempromosikan pendidikan inklusif melakukan pertemuan antara UNESCO dan Kelompok Kerja
Internasional untuk Penyandang Cacat dan Pembangunan, dan pada tahun 2001 diluncurkan
Program Flagship untuk Pendidikan dan Penyandang Cacat.
Tujuan Program Flagship tersebut adalah menempatkan isu kecacatan dengan tepat pada agenda
pembangunan dan memajukan pendidikan inklusif sebagai pendekatan utama mencapai tujuan
Pendidikan Untuk Semua/PUS (Situs web UNESCO EFA Flagship initiative).
Lanjutan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional
BAB IV Bagian Kesatu Pasal 5 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap warganegara mempunyai hak sama
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, dan pada Bagian Keempat Pasal 11 ayat (1) dinyatakan
bahwa: Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpadiskrimininasi.
Oleh karena itu semua sekolah tentunya dapat menyelenggarakan pendidikan untuk semua warga
negara tanpa kecuali. PP No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
Dasar hukum kebijakan pendidikan inklusi di Indonesia
Undang-Undang Dasar 1945: a. Pasal 31 (Ayat 1): Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan;
b. Pasal 31 (ayat 2): Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, terutama pada pasal 5 dan pasal 6
(ayat 1): Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan; b. Pasal
Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, utamanya pada pasal: a. Pasal 49:
Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada anak untuk memperoleh pendidikan; b. Pasal 51: Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau
mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan
pendidikan luar biasa
OPTIMALISASI PSIKOLOGIS SISWA
BERKEBUTUHAN KHUSUS
OPTIMALISASI PSIKOLOGIS SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS
Kebutuhan emosi
Meliputi segala bentuk hubungan yang erat, hangat dan
menimbulkan rasa aman serta percaya diri sebagai dasar
bagi perkembangan selanjutnya.
Kebutuhan stimulasi atau pendidikan
Meliputi segala aktivitas yang dilakukan yang
memengaruhi proses berpikir, berbahasa, sosialisasi, dan
kemandirian seorang anak.
Normal vs. Exceptional behaviors
NORMAL EXCEPTIONAL
Mendengar Membayangkan
Mengikuti Petunjuk
Mengikuti dorongan hati
Tidak lengkap dalam
Mengerjakan Tugas
mengerjakan tugas
Berinteraksi secara Individual (mandiri)
normal dengan siswa
lain (belajar kelompok)
Hidup dalam dunianya
Disorganisasi
Siap menerima
Mengembara
Duduk tenang di
bangku Terlihat tidak sopan
Terlihat sopan
Kepribadian Siswa Berkebutuhan Khusus
Perilakunya ekstrim
Aktif bergerak (eksploratif)
Berdiam diri, membisu
Kurang menghiraukan saran
Sulit menyampaikan keinginan secara verbal
Kemauannya sangat besar
Keinginannya harus segera terpenuhi
Sulit bersosialisasi
Mental Retardation
Karakteristik
Memiliki IQ yang rendah
Memiliki karakteristi fisik tertentu
Penanganan
Menyederhanakan tugas
Mengkaitkan tugas dengan kehidupan nyata
Klasifikasi Siswa Berkebutuhan Khusus
Visually Impaired
Karekteristik
Siswa tidak dapat membaca instruksi
Siswa memiliki masalah keseimbangan dalam bergerak
Penanganan
Menunjukkan instruksi secara oral (audio)
Memaksimalkan penggunaan indera yang lain
Membatasi pemberian informasi melalui lembar tulis
Menggunakan kalimat deskriptif
Klasifikasi Siswa Berkebutuhan Khusus
Physical Disabilities
Karakteristik
Siswa keterbatasan dalam bergerak (beraktivitas)
Siswa tidak dapat lama duduk di bangku yang sempit
Penanganan
Memberikan bangku yang longgar
Memperhatikan keinginan siswa yang membahayakan tubuh
Meningkatkan kenyamanan fisik siswa
Kriteria Penentuan Siswa Berbakat
KARAKTERISTIK
Melakukan aktivitas secara intensif (Intense)
Rasa Ingin tahu (Curious)
Menyukai Tantangan (Challenging)
Sering mengalami frustrasi (Frustrating)
Sensitif (Sensitive)
Memahami dengan cepat (Learn much faster)
Mengetahui banyak informasi (Know much more)
STRATEGI PENANGANAN
Pengayaan Belajar (Enrichment)
Percepatan Belajar (Acceleration)
Pembagian Berdasarkan Jenis Penanganan
Pendekatan Inklusi
Mengadaptasikan siswa pada kelas regular bersama siswa
lain pada umumnya.
Strategi Penanganan | Pembelajaran
Memberikan waktu yang cukup
Memberikan waktu ekstra untuk menyelesaikan tugas
Mengkondisikan ruangan
Menyusun kelas kecil atau individual
Suatu hal gangguan fisik yang tidak normal yang terdapat pada indera penglihatan manusia
dengan suatu kondisi tidak berfungsinya indera penglihatan pada seseorang secara sebagian
atau keseluruhan.
KARAKTERISTIK ANAK TUNA NETRA
1. Tidak mengharapkan simpati dari orang lain , tetapi mengharap diperlukan sebagaimana orang lain dan
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri agar dapat mandiri.
2. Tidak mampu mengamati bagaimana orang lain melakukan sesuatu.
3. Mempunyai kepribadian yang relatif berbeda dengan anak normal, misalnya, merasa rendah diri, mudah
mengalami frustasi, dan merasa tidak bermakna.
4. Memiliki ketergantungan yang berlebihan terhadap orang lain.
5. Fungsi kognisinya (kecerdasan) kurang dapat berkembang dan informasi yang didapatnya terbatas.
PERMASALAHAN ANAK TUNA NETRA
1. Masalah pengajaran
2. Masalah pendidikan
3. Masalah orientai dan mobilitas
4. Masalah gangguan emosi
5. Masalah penyesuaian diri
6. Masalah ketrampilan dan pekerjaan
7. Masalah ketergantungan diri
PROGRAM LAYANAN PENDIDIKAN KETUNANETRAAN
Suatu proses kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi, data-data yang
berkaitan dengan kemampuan pendengaran seseorang sehingga dapat membantu dalam
mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan masalah pendidikan.
Assesmen sebagai salah satu langkah awal untuk
mendeteksi gangguan/kelainan pendengaran pada
anak sejak dini.
Setelahdiketahui/dideteksi gangguan
pendengaran, kemudian diberikan intervensi dini.
75
76
ASSESMEN KETUNARUNGUAN
OBYEKTIF
Tymphanometer
Electrocochleaoraphy
Electro Encephalik audiometry
Otoacoustic emission
BERA (Brainstem Evoked Respon Audiometry)
80
ASSESMEN FUNGSI PENDENGARAN
SUBYEKTIF
FFT : Free Field Test (<3 th)
Conditioning Test (2-4 th)
BOA :Behavioral Observation Audiometri (0-6 th)
Play Audiometri (3-5 th)
Audiometer nada murni
81
82
ASESSMEN FUNGSI PENDENGARAN
SUBYEKTIF
Pengukuran pendengaran memperhatikan reaksi anak terhadap
rangsangan bunyi
Sangat memerlukan kerjasama antara pemeriksaan dan anak
Umum
Status neurologi
Kejelian
Peralatan
83
ASESSMEN PSIKOLOGIS
85
Siapa yang melakukan deteksi dini ANAK
GANGGUAN PENDENGARAN?
Guru
Psikolog
Therapist
Dokter
Orangtua
Dsb.
86
Dimana dilakukan deteksi dini bagi anak
gangguan pendengaran?
Sekolah
Rumah
Rumah sakit
Posyandu
Dll.
87
TUJUAN DETEKSI DINI 88
DETEKSI DINI
HABILITASI
SEGERA
89
INTERVENSI DINI
Berupa campur tangan secara edukatif dalam kehidupan seorang anak sejak usia dini,
segera setelah ketunarunguannya dideteksi
Membantu perkembangan anak tunarungu sejak usia dini
Intervensi edukatif untuk meminimalisir dampak ketunarunguan.
90
KEKERAPAN
Di INDONESIA
Populasi total : 222.611.000 (2004)
Angka kelahiran :20.7% (4.452.220/thn)
Survey Epidemiologi Nasional (1994 -1996)
Tuli kongenital : 0,1 % (4.452 gg.dengar)
91
Ketunarunguan Adalah:
INFEKSI, OBAT,
KERACUNAN
PRENATAL
TRIMESTER I
KELAINAN STRUKTUR
ANATOMI
NON
GENETIK
GENETIK
94
Penyebab Terjadinya Tunarungu Tipe
Sensorineural
Disebabkan oleh faktor genetik (keturunan),
Disebabkan oleh faktor non genetik antara lain:
Rubela (Campak Jerman)
Ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak.
Meningitis (radang selaput otak )
Trauma akustik
PREMATUR
95
BBLR ( < 1500 GRAM )
HIPERBILIRUBINEMIA ( KUNING )
PERINATAL
INFEKSI
PERDARAHAN PADA TELING TENGAH
TRAUMA KEPALA
POST
NATAL
GEJALA 96
BAYI SULIT DIKETAHUI
TIDAK RESPONS
TERHADAP BUNYI
ANAK
MASALAH
BAHASA
KETIDAK BICARA
TAHUAN
SOSIAL
TIDAK AKADEMIK
TERLIHAT
PEKERJAAN
DAMPAK
LUAS
99
ANAK
Bila lahir pada fasilitas kesehatan yang tidak memiliki program : paling lambat usia 1 bulan.
SEBELUM 6 BULAN
INTERVENSI
108
Klasifikasi Ketunarunguan
Kurang
Sangat Ringan 27 - 40 dB Dengar
Ringan 41 - 55 dB
Sedang 56 - 70 dB
Tuli
Berat 71 - 90 dB
Ekstrim 91 dB ke atas
ANATOMI 109
110
FISIOLOGI PENDENGARAN
Gelombang suara telinga luar MT bergetarosikel kokleagetaran menjadi sinyal suara otakmendengar
JENIS KETULIAN 111
Tuli hantaran
Tuli saraf
Tuli campur
112
Ketunarunguan berdasarkan tempat
terjadinya
Serumen/wax
- rasa tersumbat
- gatal
- terasa penuh
Dibersihkan:
Otomikosis/infeksi jamur
Gatal
Gangguan pendengaran
Telinga dibersihkan
Anti jamur
117
Benda asing
Cotton bud, serangga, semut,nyamuk
Manik-manik dll
Dikeluarkan
118
TRAUMA TELINGA TENGAH
KDRT
- Gendang pecah
- Berdengung
- Pendengaran berkurang
KLL
Trauma membersihkan
telinga
INFEKSI TELINGA TENGAH AKUT (OTITIS
119
MEDIA AKUT/OMA)
- Sakit
- Panas ↑↓
- Batuk pilek
Terapi:
- Antibiotika
- Parasintese
GANGGUAN FUNGSI TUBA
Tuli saraf
Tuli saraf bawaan lahir
Hamil
Melahirkan
Setelah lahir
Deteksi dini
124
Ruda Paksa, yaitu adanya tekanan/benturan yang keras pada telinga seperti karena jatuh tabrakan,
tertusuk, dan sebagainya.
Terjadinya peradangan/inpeksi pada telinga tengah (otitis media).
Otosclerosis, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada kaki tulang stapes.
Tympanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium/zat kapur pada gendang dengar (membran timpani) dan
tulang pendengaran.
Anomali congenital dari tulang pendengaran atau tidak terbentuknya tulang pendengaran yang dibawa
sejak lahir.
Disfungsi tuba eustaschius (saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan rongga mulut),
akibat alergi atau tumor pada nasopharynx.
Penggolongan Ketunarunguan & Batasan Peristilahan (A.Boothroyd,
1982)
126
Tuli/
Kurang Dengar/ Hard
Deaf
of Hearing
*) Tingkat kehilangan berat bisa digolongkan Tuli dan Kurang Dengar tergantung
pemakaian alat bantu dengar
PENGGOLONGAN DAN CIRI-CIRI KETUNARUNGUAN (A.Boothroyd, 1982)
KELPK TANPA AMPLIFIKASI DENGAN AMPLIFIKASI
RENTANGAN
AMBANG
PENGGO-
LONGAN Daya tangkap Daya Media Belajar Daya tangkap Daya diskriminasi 127
Media Belajar
(Deskripsi) suara diskriminasi suara suara
percakapan suara percakapan
……………ketulian merupakan bencana yang lebih besar (dari pada kebutaan) karena
berarti kehilangan rangsangan yang paling vital bagi seseorang, yaitu suara manusia yang
membawa bahasa, yang dapat menggugah/ merangsang pikiran dan menempatkan
manusia dalam jajaran insan intelektual
129
Fungsi Pendengaran
(DA Ramsdell)
Persepsi
emosi
Auditif
Permasala
han Bahasa
Sosial yang dan
timbul Komunikasi
akibat
Ketunarun Kognisi
Masy & guan Dan
Ortu
intelektual
Vokasional Pendidikan
Apakah tunarungu (jika tidak dididik) memiliki sistem
lambang seperti halnya anak dengar? 136
! ?.....
Lambang Pikiran
dan Perasaan
Bahasa Lisan
Tahap Sensorimotor
Tahap Pra Operasional Konkret
Tahap Operasional Konkret
Tahap Operasional Formal
140
Dampak Ketunarunguan terhadap
Perkembangan Kognitif
Bahasa adalah sistem lambang yang digunakan untuk berkomunikasi dan berpikir
sehingga timbul pandangan ekstrim, bahwa kemampuan berbahasa adalah kemampuan
yang utama, dan berpikir/pikiran hanyalah bicara yang tak terdengar
147
Mana yang utama: bahasa atau pikiran?
Pertanyaannya adalah
Mampukan semua lembaga pendidikan bagi anak tunarungu memenuhi harapan
orangtua/tersebut?
Bagaimana Mengatasi Berbagai Permasalahan yang 155
timbul akibat ketunarunguan
Language across
the curricullum
160
Jika persyaratan metode oral tidak
terpenuhi, maka sebaiknya dipilih
alternatif yang memberikan peluang
anak tunarungu untuk seluas-luasnya
mendapatkan akses komunikasi
(di Indonesia)
162
Kurikulum Pendidikan Anak Tunarungu:
seperti apa?
Language Across all Areas Curriculum
(Kurikulum Lintas Bahasa)
Bahasa
163
Kurikulum Lintas Bahasa 164
Bidang
studi
Seni
Pengembanga
n Mental
Kemampua
n sosial
Kecakapan
Penguasaan
hidup
Bahasa
Kepribadian
Moral
Implementasi
Language Across all areas curricullum
165
Conversation TK-Khusus
Task oriented
learning Conversation SD-Khusus
Kembali ke Masyarakat
PRODUKTIF
ADAPTIF
Kompetensi
NORMATIF
KETERAMPILAN KOMUNIKASI
Didukung dengan:
Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI)
1
168
Karena Komunikasi total adalah
konsep/pendekatan dalam komunikasi dan
pembelajaran, maka dalam implementasinya
diperlukan metode
Adalah metode pengajaran bahasa bagi anak tunarungu yang diangkat dari fenomena
pemerolehan bahasa anak dengar, yaitu perilaku ibu yang secara alami mengajarkan
bahasa kepada anaknya yang belum berbahasa
Pengalaman
(Situasi bersama)
Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu – yang dididik (Myklebust)
Perilaku Bahasa Verbal
(Anak yang mendengar) 172
Bahasa Ekspresif Visual
(Menulis)
Pengalaman
(Situasi bersama)
MEDIA PEMBELAJARAN
Visual (berupa gambar, grafis (grafik, bagan, diagaram, gambar disertai tulisan); obyek
nyata dari suatu benda; tiruan/model dari objek benda; cermin artikulasi;
Untuk anak yang masih punya sisa pendengaran/dengan alat bantu dengar (hearing aids):
Audio (kaset suara/tape recorder untuk latihan pendengaran; alat musik; speech trainer;
sumber suara lain seperti air gemericik, angin, petir dll; sound system, media dengan
sistem amplifikasi pendengaran)
Audio-visual (program video/televisi instruksional)
SRATEGI PEMBELAJARAN
Strategi individualisasi
Strategi kooperatif
Strategi modifikasi perilaku
Strategi deduktif dan induktif
Heuristik dan ekspositorik
Klasikal atau kelompok
TUNA GRAHITA
PENGERTIAN
Tuna Grahita adalah kata lain dari retardasi mental( metal Retardation) (JP Chaplin,
1999). Arti Harfiah perkataan Tuna adalah merugi, Sedangkan Grahita artinya pikiran.
Definisi Tuna Grahita anak yang mengalami penyimpangan fungsi intelektual umum
yang nyata dibawah rata-rata bersamaan dengan kekurangan dalam perilaku adaptif dan
tampak pada masa perkembangan.
Klasifikasi Tuna Grahita
1. Klasifikasi medis-biologis.
2. Klasifikasi Anak Tuna Grahita Menurut AAMD
3. Klasifikasi Sosial-Psikologis
4. Klasifikasi untuk Keperluan Pembelajaran, dibagi menjadi 4 kelompok yaitu:
a) Taraf perbatasan atau lamban belajar(The boderline of the slow learner )IQ 70-85)
b) Tuna Grahita mampu didik (educable mentally retarded )IQ 50-70
c) Tuna Grahita mampu latih (tranable mentally retarded) IQ 35-55
d) Tuna Grahita mampu rawat (dependent or proundly retarded) IQ di bawah 30
Karakteristik dan Permasalahan
Anak Tuna Grahita
Karakteristik mental, meliputi :
a) Mereka menunjukkan kecenderungan menjawab dengan ulangan respon terhadap pertanyaan yang
berbeda.
b) Mereka tidak mampu memberikan kritik.
c) Kemampuan asosiasinya terbatas.
d) Mereka tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit dalam jiwa/ingatannya.
e) Kapasitas inteleknya sangat rendah.
f) Cenderung memiliki kemampuan berpikir kongkrit daripada anak abstrak.
g) Mereka tidak mampu menditeksi kesalahan-kesalahan dalam pernyataan.
h) Mereka terbatas kemampuannya dalam penalaran dan visualisasi.
i) Mengalami kesulitan dalam konsentrasi
Karakteristik fisik, meliputi :
a) Mereka yang mengalami keterbelakangan ringan sebagian besar tidak memiliki kelainan fisik, sedangkan
yang tingkat sedang dan berat cenderung memiliki kelainan fisik (koordinasi motorik, penglihatan,
pendengaran, dan sebagainya).
b) Mereka cenderung memiliki penyimpangan fisik dari bentuk rata-rata,
c) Biasanya mereka mengalami hambatan bicara dan berjalan.
d) Pemeliharaan diri kurang (terutama yang tingkat bawah).
Karakteristik sosial-emosi, meliputi :
e) Ada kecenderungan tidak mampu menyesuaikan diri, karena mengalami kesulitan dalam tingkah lakunya.
f) Minat permainan mereka tidak cocok dengan anak yang sama usia mentalnya daripada usia kronologinya.
g) Sering tidak mampu memenuhi tuntunan atau harapan kelompok atau masyarakat.
h) Memiliki problem emosi dan tingkah laku, agak lebih banyak yang nakal daripada anak yang normal
intelegensinya.
Karakteristik akademinya, meliputi :
a) Kemampuan belajarnya sangan rendah dan lamban.
b) Mereka yang tergolong tingkat ringan masih dapat diberikan mata pelajaran akademik (membaca, menulis,
berhitung, dan sebgainya). Sedangkan yang tingkat menengah mampu untuk dilatih dengan menitikberatkan
pada bidang studi non-akademik (keterampilan) dan yang paling berat tidak mampu untuk menerima didikan,
hanya pemeliharaan diri dan pengawasan saja untuk sepanjang hayat.
Karakteristik pekerjaan, meliputi :
c) Yang dapat dituntut untuk bekerja hanya mereka yang tergolong tingkat ringan dan pada batas-batas tertentu
bagi tingkat menengah.
d) Bagi yang tingkat ringan pada usia dewasa dapat belajar pekerjaan yang sifatnya “skilled”dan “semiskilled”,
kendatipun menurut penelitian ternyata kira-kira 80% atau sebagian besar yang dapat menyesuaikan diri
dengan pekerjaan yang sifatnya “unskilled” atau “semiskilled”.
Perkembangan Kognitif Anak Tuna
Grahita
1. Perkembangan emosi sudah dapat mencapai perkembangan yang optimal, apabila seorang
anak sudah dapat mencapai keseimbangan sosial, maksudnya anak dapat mengelola
emosinya dan dapat mengekspresikan emosinya sesuai dengan aturan-aturan atau cita-cita
masyarakat. Kemandirian dan kemampuan anak berinisiatif menurut Erikson’s banyak
dipengaruhi perkembangan emosi pada masa anak-anak.
2. Perkembangan Kepribadian Anak Tuna Grahita Perkembangan kepribadian anak grahita
banyak ditentukan oleh perekembangan emosi dan sosial. Hambatan dalam
perkembangan emosi dan sosial, mengakibatkan pula hambatan dalam memperoleh
konsep diri yang positif, dan memperoleh kepercayaan diri. Hal ini dapat menyebabkan
anak tunagrahita mempunyai self esteem yang rendah.
MASALAH YANG DIHADAPI ATG
PENGERTIAN
Tuna daksa adalah kelainan yang meliputi cacat tubuh atau kerusakan tubuh, kelainan
atau kerusakan pada fisik dan kesehatan dan kelainan yang disebabkan oleh kerusakan
oleh kerusakan otak dan saraf tulang belakang.
Anak tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami beberapa kelainan atau yang sering
disebut sebagai cerebral palsy (CP)
CIRI-CIRI ANAK TUNA DAKSA
Kondisi kelainan pada fungsi anggota tubuh atau tunadaksa dapat terjadi pada saat
a.)Sebelum anak lahir (prenatal), b.) Saat lahir (neonatal), c.) Setelah anak lahir
(posnatal).
Pada anak tunadaksa, potensi anak tidak maksimal karena ada bagian tubuh yang tidak
sempurna. Dalam usahanya untuk mengaktualisasikan dirinya secara maksimal,
ketunadaksaan yang dialami anak tunadaksa biasanya dikompensasikan oleh bagian tubuh
yang lain. Maka dari itu secara umum perkembangan fisik anak tunadaksa dapat
dikatakan hampir sama dengan orang-orang normal pada umumnya kecuali pada anggota
tubuh yang mengalami kegagalan fungsi.
PERKEMBANGAN KOGNITIF
Menurut Gunarsa “ada empat aspek yang turut mewarnai perkembangan kognitif anak tunadaksa”, yakni:
Kematangan
Pengalaman
Transmisi sosial
Ekuilibrasi
perkembangan kognitif anak tunadaksa dapat dipengaruhi oleh lingkungan tempat mereka dapat
bersosialisasi. Keadaan tunadaksa menyebabkan gangguan dan hambatan dalam keterampilan motorik
seseorang, makin besar hambatan yang dialami anak, maka makin besar hambatan kognitifnya. Secara umum
dapat dikatakan bahwa sampai usia tertentu ketunadaksaan akan mempengaruhi laju perkembangan
seseorang.
PERKEMBANGAN BICARA DAN EMOSI
Pada anak tunadaksa jenis polio perkembangan bahasa atau bicaranya tidak begitu
berbeda dengan anak normal.
Usia ketika mulai terjadi ketunadaksaan dapat mempengaruhi perkembangan emosi anak.
Apabila terdapat orang tua yang terlalu bersikap melindungi secara berlebihan maka akan
menyebabkan anak tunadaksa mengalami ketergantungan.
Anak tunadaksa yang sudah sejak kecil mengalami ketunaan maka perkembangan
emosinya secara bertahap, namun yang setelah dewasa mengalami ketunaan maka akan
memberikan dampak yang cukup besar untuk perkembangan emosinya karena anak
mereka pernah merasakan kehidupan normal sebelumnya oleh karena itu dukungan dari
orang-orang disekitarnya dapat memberikan pengaruh yang baik untuk anak tunadaksa.
PERKEMBANGAN SOSIAL
Beberapa hal yang tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian anak tunadaksa,
antara lain :
Terhambatnya aktivitas normal sehingga menimbulkan perasaan frustasi.
Timbulnya kekhawatiran orang tua yang berlebihan.
Perlakuan orang sekitar yang membedakan terhadap anak tunadaksa menyebabkan anak
merasa bahwa dirinya berbeda dengan yang lain
Sikap orang tua, keluarga, teman sebaya, teman sekolah, dan masyrakat
Hal-hal di atas, secara tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan sosial anak
tunadaksa mereka bisa saja merasakan ditolak, harga diri yang rendah, dan kurang percaya diri
serta menjauh dari lingkungannya.
Layanan Pendidikan Anak Tunadaksa
Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tunadaksa adalah pada bina gerak.
Menurut Frieda Mangunsong, dkk (1998) layanan pendidikan bagi anak tuna daksa
perlu memperhatikan tiga hal, yaitu :
a. Pendekatan multidisipliner dalam program rehabilitasi anak tunadaksa
b. Program pendidikan sekolah
c. Layanan bimbingan dan konseling
FASILITAS UNTUK ATD
Brace merupakan alat bantu gerak yang digunakan untuk memperkuat otot dan tulang.
Kruk adalah alat penyangga tubuh yang ditumpukkan pada tangan atau ketiak untuk
menyangga beban tubuh.
Splint berasal dari bahasa inggris yang berarti spalk (bahasa Belanda). Alat ini bertujuan
untuk meletakkan anggota tubuh pada posisi yang benar agar angota tubuh yang sakit
tidak salah bentuk
Kursi roda.
REHABILITASI
1. Rehabilitasi Medis
3. Rehabilitasi Psikososial
TUNA LARAS
PENGERTIAN
Istilah resmi “tunalaras” baru dikenal dalam dunia Pendidikan Luar Biasa (PLB). Istilah
tunalaras berasal dari kata “tuna” yaitu kurang dan “laras” yaitu sesuai. Jadi anak
tunalaras berarti anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan lingkungan.
Perilakunya sering bertentangan dengan norma-norma yang terdapat di dalam
masyarakat tempat ia berada.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1991 disebutkan bahwa tunalaras adalah
gangguan tau hambatan atau kelainan tingkah laku sehingga kurang dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan masyarakat. Sementara itu
masyarakat lebih mengenalnya dengan istilah anak nakal .
Anak tunalaras adalah anak yang secara kondisi terus menerus masih menunjukkan penyimpangan
tingkah laku tingkat berat yang mempengaruhi proses belajar, meskipun telah menerima layanan belajar
dan bimbingan seperti halnya anak lainnya. (Algozzine, dkk. (dalam Sunardi, 1995) )
Nelson (1981) mengemukakan bahwa tingkah laku seorang murid dikatakan menyimpang jika :
1. Menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap normal menurut usia dan jenis
kelaminnya.
2. Penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan intensitas tinggi.
3. Penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relatif lama.
KLASIFIKASI
Secara umum anak tunalaras menunjukkan ciri-ciri tingkah laku yang ada persamaan
pada setiap klasifikasi, yaitu kekacauan tingkah laku, kecemasan dan menarik diri,
kurang dewasa, agresif.
Dilihat dari sumber pemicu tumbuhnya perilaku menyimpang pada anak
tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi:
Mackie (1957) mengemukakan, bahwa anak yang dikategorikan kelainan penyesuaian perilaku
sebagai bentuk kelainan penyesuaian sosial adalah anak yang mempunyai tingkah laku tidak sesuai
dengan adat kebiasaan yang berlaku di rumah, di sekolah, dan di masyarakat lingkungannya.
2. Anak yang dikategorikan memiliki kelainan emosi (emotional disturb) adalah anak
yang mengalami kesulitan menyesuaikan perilakunya dengan lingkungan sosial karena
adanya tekanan dari dalam (inner tension), akibat adanya hal-hal yang bersifat neurotic
atau public.
Anak kelainan emosi, ekspresi wujudnya ditampakkan dalam bentuk sebagai berikut:
Kecemasan mendalam tetapi kabur dan tidak menentu arah kecemasan yang dituju
(anxiety neurotic).
Kelemahan seluruh jasmani dan rohani yang disertai dengan berbagai keluhan sakit
pada beberapa bagian badannya (astenica neurotic).
Gejala yang merupakan tantangan balas dendam karena adanya perlakuan yang kasar
(hysterica konversia).
Pedoman untuk menentukan intensitas berat ringannya ketunalarasan :
1. Besar kecilnya gangguan emosi. Makin dalam perasaan negatif, makin berat penyimpangan anak.
2. Frekuensi tindakan, makin sering dan tidak menunjukkan penyesalan dalam melakukan perbuatan
kurang/tidak baik, makin dianggap berat penyimpangan atau kenakalannya.
3. Berat ringannya kejahatan yang dilakukan. Dengan pertimbangan peraturan hukum pidana dapat diketahui
berat ringannya pelanggaran, termasuk sangsi hukumnya.
4. Tempat dan situasi pelanggaran/ kenakalan dilakukan. Anak yang berani berbuat kenakalan di masyarakat
sudah menunjukkan tingkat keberatannya dibanding dengan apabila dilakukan di rumah atau di sekolah.
5. Mudah sukarnya dipengaruhi untuk bertingkah laku baik. Para pendidik atau orang tua dapat mengetahui
seberapa jauh tingkat penyimpangan melalui cara yang digunakan untuk memperbaiki anak.
6. Tunggal atau gandanya ketunaan yang dialami. Jika anak tunalaras mempunyai ketunaan lain, maka dia
termasuk dalam kategori berat dalam pembinaannya.
hiperaktif
Termasuk dalam dimensi anak yang bertingkah laku kacau (conduct disorder) dengan ciri:
Gerakannya terlalu aktif, tidak bertujuan, tidak mau diam sepanjang hari, bahkan waktu tidur ada yng melakukan
gerak di luar kesadaran
Suka mengacau teman-teman sebayanya, dalam bertindak hanya menurutkan kata hatinya sendiri dan mudah
tersinggung
Sulit memperhatikan dengan baik
Penyebab: disfungsi otak, kekurangan oksigen, kecelakaan fisik, keracunan serbuk timah, kekurangan gizi dan perawatan
pada masa tumbuh kembang, minuman keras, dan obat-obatan terlarang selama hamil, kemiskinan, lingkungan yang
tidak sehat.
Teknik/cara mengatasi: memberikan layanan medikasi, diet, modifikasi tingkah laku, lingkungan yang terstruktur,
modeling, biofeedback.
Distrakbilitas
Merupakan gangguan dalam perhatian pada stimulus yang relevan seara efisien, klasifikasinya:
Short attention span dan frequent attention shifts
Underselection attention
Overselective attention
Penyebab: disfungsi minimal otak, gangguan metabolisme, kelainan minimal pada fisik
(ketidakseimbangan tubuh, sistema asuh anak, dan keterlambatan perkembangan)
Cara/teknil dalam memberikn layanan: lingk yang terstruktur dan stimulus yang terkendali, modifikasi
materi dna strategi pembelajaran, modifikasi tingkah laku.
Impulsivitas
Merupakan kecenderungan mengikuti kemauan hatinya dan terbiasa bereaksi cepat tanpa berpikir
panjang dalam situasi sosial maupun tugas-tugas akademik.
Penyebab: keturunan, cemas, faktor budaya, disfungsi saraf, perilaku yang dipelajari dari lingkungan,
faktor ego dan super ego yang tidak berkembang.
Metode untuk mengendalikan impulsif: melatih verbalisasi aktivitasnya untuk mengendalikan
perilakunya; modifikasi perilaku; mengajarkan seperangkat ketrampilan kepada anak; mendiskusikan
perilaku anak; wawancara dengan anak segera setelah perilaku terjadi.
Penyebab tuna laras
Faktor Keturunan (Keabnormalan perilaku menyimpang yang dilakukan oleh orang tuanya memberikan kontribusi ketunalarasan pada
generasi berikutnya (Patton, 1991)
Faktor psikologis (Meier dalam penelitiannya, menghubungkan antara variabel frustasi dengan perilaku abnormal memperoleh
kesimpulan bahwa seseorang yang mengalami kesulitan memecahkan persoalan akan menimbulkan perasaan frustasi. Akibat frustasi
tersebut akan timbul konflik kejiwaan).
Biologis (Anak lahir dengan kondisi fisik biologis tertentu akan menentukan style perilaku (temperamen). Anak yang
mengalami kesulitan menempatkan temperamennya, akan memberikan kecenderungan untuk berkembangnya kondisi
kelainan perilaku dan emosi).
Lingkungan Keluarga (Kondisi keluarga yang tidak dapat memberikan rasa aman inilah akan menumbuhkan bibit-bibit
ketunalarasan pada anak).
Psikososial (Pengalaman tidak menyenangkan pada usia awal mengakibatkan anak menjadi tertekan dan secara tidak
disadari berpengaruh pada penyimpangan perilaku)
Lingkungan Sekolah (Misalnya hubungan sosial guru dan murid yang kurang harmonis, tuntutan kurikulum yang tidak
sesuai dengan tingkat perkembangan anak, hubungan antar teman sebaya yang kurang baik (Moerdiani, 1987)
Lingkungan masyarakat (Kondisi lingkungan masyarakat sekitar yang berpengaruh terhadap kelainan perilaku (tunalaras)
anak diantaranya daerah yang terlalu padat, angka kejahatan tinggi, kurangnya fasilitas hiburan atau rekreasi, tidak
adanya aktivitas yang terorganisasi)
AUTIS
Adalah Gangguan
Neurologis, sel-sel otak
rusak/kurang berfungsi
Bagian dari Spektrum
gangguan perkembangan
pervasif
Merupakan gangguan
perkembangan seumur hidup
Beberapa definisi autis
Autisme merupakan spektrum disorder yang sangat luas dan masalahnya dari yang paling
ringan sampai yang paling berat
Autisme spectrum disorder memiliki kecerdasan yang sangat bervariatif dari yang paling
rendah sampai yang cerdas
Hanya sebagian kecil diantara mereka yang memiliki keterampilan luar biasa. Tetapi para ahli
percaya bahwa setiap anak ASD pasti memiliki kemampuan lebih dan bisa dideteksi bila
orang tua dan guru mampu mendeteksinya
KRITERIA DIAGNOSTIK
GILLBERG (1989)
1. KETIDAKCAKAPAN SOSIAL (EGOSENTRISITAS
YANG EKSTREM)
A. TIDAK MAMPU BERINTERAKSI DENGAN
REKAN-REKAN SEBAYA
B. TIDAK MEMILIKI HASRAT UNTUK
BERINTERAKSI DENGAN REKAN-REKAN SEBAYA
C. TIDAK MEMILIKI APRESIASI TERHADAP
ISYARAT- ISYARAT SOSIAL
D. PRILAKUNYA SECARA SOSIAL DAN EMOSI
TIDAK TEPAT
Gillberg …
6. Kekakuan gerak
Hasil yang buruk dari pemeriksaan perkembangan saraf
SZATMARI, BREMNER, NAGY (1989)
1. Terkucil
a. Tidak punya sahabat dekat
b. Menghindari orang lain
c. Tidak berminat untuk berteman
d. Seorang penyendiri
Bremner …
GURU
VISI & MISI SEKOLAH
ORANG TUA HARAPAN ORANG TUA
ANAK
METODE PEMBELAJARAN
VISUALISASI
Jadwal & Topik Pembelajaran
Tahapan tugas
Mading hasil tugas siswa
SESUAI MINAT & BAKAT
KESULITAN BELAJAR
Merupakan: situasi dan kondisi yang dialami oleh peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran yang menyebabkan peserta didik tidak dapat mengikuti proses pembelajaran
secara wajar.
Kesulitan belajar dialami oleh peserta didik yang normal tetapi karena terdapat kesulitan-
kesulitan sehingga dalam belajarnya tidak berhasil sebagaimana layaknya teman-temannya
yang tidak mengalami kesulitan belajar.
Agar pendidik dapat memberikan pelayanan yang tepat maka harus memahami ciri-ciri
siswa yang mengalami kesulitan belajar. Disamping itu pendidik juga memiliki kemampuan
untuk mencari sebab-sebabnya dan sekaligus mencari solusi untuk jalan keluarnya.
Cara mengenali murid yang mengalami
kesulitan belajar
1.Menunjukkan prestasi yang rendah/dibawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas
2.Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia berusaha dengan keras tetapi
nilainya selalu rendah.
3.Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawanya dalam semua
hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal, dalam menyelesaikan tugas-tugas.
4.Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti: acuh tak acuh, berpura-pura, dusta, dan lain-lain
5.Menunjukkan tingkah laku yang berlainan. Misalnya, mudah tersinggung, murung, pemarah, bingung,
cemberut, kurang gembira, selalu sedih.
Klasifikasi
Krik dan Gallagher (1989:187) menjelaskan bahwa kesulitan belajar dibedakan dalam 2
kategori besar, yaitu (1) kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan
(developmental learning disabilities) dan (2) kesulitan belajar akademik (academic learning
disabilities).
Kesulitan belajar dalam perkembangan dapat mempengaruhi proses untuk menerima,
menginterpretasikan, dan merespons stimulus dari ligkungannya.
Kesulitan belajar akademik merupakan suatu kondisi tang secara signifikan
menghambat proses bekajar membaca, menulis, dan operasi berhitung.
Karakteristik:
Menurut Clement yang dikutip oleh Hallahan dan Kauffman ( 1991:133 ) terdapat 10 (sepuluh) gejala yang sering dijumpai pada
anak berkesulitan belajar :
(1) hiperaktif
(2) gangguan persepsi motorik
(3) emosi yang labil
(4) kurang koordinasi
(5) gangguan perhatian
(6) Impulsif
(7) gangguan memori dan berfikir
(8) kesulitan pada akademik khusus ( membaca, matematika, dan menulis)
(9) gangguan dalam berbicara dan mendengar, dan
(10) hasil electroencephalogram (EEG )tidak teratur serta tanda neurologis yang tidak jelas.
Penyebab kesulitan belajar
Faktor internal
a. Kurangnya kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik.
b. Kurangnya bakat khusus untuk suatu situiasi belajar tertentu.
c. Kurangnya motivasi atau dorongan untuk belajar.
d. Situasi pribadi terutama emosional yang adihadapi peserta didik.
e. Faktor jasmaniah tidak mendukung kegiatan belajar.
f. Faktor hereditas (bawaan).
Faktor eksternal
a. Faktor lingkungan sekolah yang tidak memadai bagi situasi belajar peserta didik
b. Situasi keluarga yang kurang mendukung situasi belajar peserta didik.
c. Situasi lingkungan sosial yang menggangu kegiatan belajar siswa.
Layanan yang diberikan
Pengajaran remidial.
- Guru kunjung
- Konsultan guru
Pendidikan inklusi
ANAK BERBAKAT (CERDAS ISTIMEWA
BAKAT ISTIMEWA/CIBI)
1. Melakukan analisis lapangan studi untuk menemukan faktor-faktor apa saja yang diperlukan supaya orang dapat berhasil
dalam lapangan tersebut.
2. Dari analisis di buat pencandraan lapangan studi.
3. Dari pencandraan lapangan studi itu diketahui persyaratan apa yang harus diketahui dan persyaratan apa yang harus
dipenuhi supaya individu dapat lebih berhasil dalam lapangan tertentu.
4. Dari persyaratan itu sebagai landasan disusun alat pengungkapannya (alat pengungkapan bakat), yang biasanya berwujud
tes.
5. Berbagai tes bakat yang ada misalnya FACT (Flanagan Aptitude Clasivication Test) yang disusun oleh Flanagan, DAT
(Differential Aptitude Test) yang disusun oleh Bennet dan M-T Test (Mathematical and Technical Test) yang disusun oleh
Luningpra.
Perkembangan Anak Berbakat
Ada beberapa faktor yang menghambat perkembangan pendidikan anak berbakat di Indonesia menurut Wu &
Cho dikutip dari Hawadi (2002: 14-15) yaitu:
Keterbatasan tenaga ahli dan materi tes untuk mengidentifikasi seorang anak berbakat pada tingkat
nasional
Ketiadaan modal program yang dapat dipilih orang tua untuk anak mereka yang berbakat
Keterbatasan guru yang terlatih
Keterbatasan tenaga profesional yang berpengalaman dalam hal keberbakatan
Keterbatasan fasilitas pendidikan dan perlengkapan untuk implementasi program pengayaan