Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

LANSIA DENGAN GANGGUAN INTERAKSI SOSIAL

OLEH KELOMPOK 1 :

1. RIRIN PUTRI DAMAIYANTI


2. VIRA YUNIA
3. ANYS MATRA
4. FEBRIYANTI
5. VERAWATI
6. TETI SEPTIANI
7. TEGUH SANTOSO
8. SUPRIYANTI
9. SUSRI WARNI
10. ELVA MAHARANI

DOSEN PEMBIMBING :Ns.Frima Ulfa Agustina, S.Kep,M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STRATA SATU (S1)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA BENGKULU

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Peningkatan penduduk lansia pada dasarnya merupakan dampak positif dari
pembangunan. Pembangunan meningkatkan taraf hidup masyarakat, menurunkan
angka kematian dan meningkatkan usia harapan hidup. Namun, disisi lain
pembangunan secara tidak langsung juga berdampak negatif melalui perubahan nilai-
nilai dalam keluarga yang berpengaruh kurang baik terhadap kesejahteraan lansia.
Lansia sering kehilangan pertalian keluarga yang selama ini diharapkan. Perubahan
yang terjadi juga menyebabkan berkurangnya peran dan status lansia dalam keluarga.
Selain itu juga mulai terlihat hilangnya bentuk-bentuk dukungan keluarga terhadap
lansia (Junaidi, 2007). Penduduk lansia di Indonesia tahun 2006 sebesar 19 juta jiwa,
dengan usia harapan hidup 66,2 tahun, tahun 2010 diperkirakan jimlah lansia sebesar
23,9 juta jiwa dengan usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 jumlah
lansia diperkirakan sebesar 28,8 juta jiwa dengan usia harapan hidup 71,1 tahun.
Peningkatan jumlah penduduk lansia disebabkan oleh tingkat sosial ekonomi
masyarakat yang meningkat, kemajuan dibidang pelayanan kesehatan dan tingkat
pengetahuan masyarakat yang meningkat (MENKOKESRA, 2007).
Meningkatnya jumlah lansia membutuhkan penanganan yang serius karena secara
alamiah lansia itu mengalami kemunduran baik dari fisik, biologis, maupun
mentalnya. Hal ini tidak terlepas dari masalah ekonomi, sosial dan budaya sehingga
perlu adanya peran serta dan dukungan dari keluarga dalam penanganannya.
Menurunnya fungsi berbagai organ, lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang
bersifat akut atau kronis. Ada kecenderungan terjadi penyakit degeneratif dan
penyakit metabolik (Nugroho, 2000).
Selain penyakit degeneratif, masalah psikologis merupakan faktor penting yang
dapat mempengaruhi kehidupan lansia, diantaranya adalah: kesepian, keterasingan
dari lingkungan, ketidakberdayaan, ketergantungan, kurang percaya diri, keterlantaran
terutama bagi lansia yang miskin serta kurangnya dukungan dari anggota keluarga.
Hal tersebut dapat mengakibatkan depresi yang dapat menghilangkan kebahagiaan,
hasrat, harapan, ketenangan pikiran dan kemampuan untuk merasakan ketenangan
hidup, hubungan yang bersahabat dan bahkan menghilangkan keinginan menikmati
kehidupan sehari-hari. Sedangkan pada perubahan sosial antara lain terjadinya
penurunan aktivitas, peran dan partisipasi sosial (Partini, 2002).
Permasalahan yang dihadapi lansia memerlukan pemecahan sebagai upaya untuk
menyesuaikan diri atau beradaptasi terhadap masalah dan tekanan yang menimpa
mereka. Konsep untuk memecahkan masalah ini disebut dengan mekanisme koping.
Koping dilakukan untuk menyeimbangkan emosi individu dalam situasi yang penuh
tekanan. Koping merupakan reaksi terhadap tekanan yang dibutuhkan lansia untuk
memecahkan, mengurangi, dan menggantikan kondisi yang penuh tekanan (Hawari,
1997).
Dukungan sosial bagi lansia sangat diperlukan selama lansia masih mampu
memahami makna dukungan sosial tersebut sebagai penyokong atau penopang
kehidupannya. Namun dalam kenyataanya ada sebagian lansia yang mampu
memahami dan memanfaatkan dukungan sosial dengan optimal dan ada pula lansia
yang kurang mampu memahami adanya dukungan sosial dari orang lain, sehingga
meskipun ia telah menerima dukungan sosial tetapi masih saja menunjukkan adanya
ketidakpuasan, yang ditampilkan dengan perilaku yang maladaptif seperti, kecewa,
kesal dan perilaku menyimpang lainnya (Kuntjoro, 2002).
Dukungan sosial dari keluarga merupakan segala bentuk perilaku dan sikap positif
yang diberikan keluarga kepada salah satu anggota keluarga yang lansia. Dukungan
keluarga memegang peranan penting dalam menentukan bagaimana mekanisme
koping yang akan ditunjukkan oleh lansia. Adanya dukungan dari keluarga dapat
membantu lansia menghadapi masalahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Teori Lansia
1. Pengertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada
tahap ini individu mengalami banyak  perubahan baik secara fisik maupun mental,
khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal,
seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya
ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman
bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan
kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan
orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi
yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000).
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai
mana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai
kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,
seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu
usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah
siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang
yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi,
2000) sedangkan menurut UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
(lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos,
1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan
fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang
berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek
biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik
yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari
pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua
tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan
bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban
keluarga dan masyarakat.
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial
sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah
kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya
ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputusan serta luasnya hubungan
sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia
menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara
Pembaharuan 14 Maret 1997).
2. Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi:
a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
3. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa kanak-kanak, masa
dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahapan ini berbeda baik secara
biologis maupun secara psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami
kemunduran secara fisik maupun secara psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan
kulit yang mengendor, rambut putih, penurunan pendengaran, penglihatan
menurun, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas
emosional meningkat.
2. Konsep Gangguan Interaksi Sosial
1) Pengertian
Gangguan interaksi sosial adalah suatu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel,
pada tingkah laku yang maladaptif, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosialnya. Hal ini disebabkan oleh cara pemecahan masalah yang diselesaikannya
kepada orang lain atau lingkungan sosial (Hamid Achir Yani, dkk. 1994 : 114).
2) Rentang Respon Hubungan Sosial
Manusia dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari selalu membutuhkan orang
dan lingkungan sosial. Manusia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya
tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial, berada dalam rentang yang adaptif
sampai maladaptif.
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan kebudayaan secara umum yang berlaku, dengan kata lain bahwa individu tersebut
masih dalam batas – batas normal menyelesaikan masalah, respon ini meliputi :
1) Menyendiri (solitute) adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu cara
mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
2) Otonomi adalah kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-
ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3) Bekerjasama adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu
tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
4) Interdependen adalah saling ketergantungan antara individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu untuk menyelesaikan
masalahnya, misalnya yang sudah menyimpang dari norma-norma sosial dan
kebudayaan suatu tempat. Respon maladaptif yang sering ditemukan antara lain :
1) Menarik diri: Terjadi dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain.
2) Ketergantungan (dependen): Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa
percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
3) Manipulasi: Gangguan hubungan sosial ini terdapat pada individu yang
menganggap orang lain sebagai obyek. Individu tersebut tidak dapat membina
hubungan sosial secara dalam.
4) Curiga: Gangguan ini terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
(basic trust) dengan orang lain.
5) Narcisisme: Pada individu narcisisme terdapat harga diri yang rapuh secara terus-
menerus, berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentris,
pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung.
3) Masalah Kesehatan Jiwa Lansia
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang
dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari
Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi
aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI,
1992:6)
Peningkatan penduduk lansia pada dasarnya merupakan dampak positif dari
pembangunan. Pembangunan meningkatkan taraf hidup masyarakat, menurunkan
angka kematian dan meningkatkan usia harapan hidup. Namun, di sisi lain
pembangunan secara tidak langsung juga berdampak negatif melalui perubahan nilai-
nilai dalam keluarga yang berpengaruh kurang baik terhadap kesejahteraan lansia.
Ada tiga dampak pembangunan yang berpengaruh kurang baik terhadap
kesejahteraan lansia. Pertama, peningkatan prevalensi migrasi desa-kota. Kedua,
meningkatnya aktivitas ekonomi wanita dan yang terakhir adalah perubahan sistem
perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Hal ini selanjutnya menyebabkan
terjadinya pemisahan/keluarnya penduduk lansia dari struktur keluarga. Tiga bentuk
pemisahan lansia dari struktur keluarga tersebut adalah ;
1) Spatial Separation
Peningkatan prevalensi migrasi desa-kota, menyebabkan banyak penduduk
lansia yang ditinggal oleh keluarganya. Meningkatnya mobilitas penduduk yang
pada umumnya dilakukan oleh penduduk usia muda menyebabkan banyak
penduduk lansia tidak dapat lagi menjadi satu dengan keluarga (spatial
separation). Kondisi semacam ini jelas sangat menyulitkan untuk tetap
menyantuni orang tua mereka pada usia lanjut.
2) Cultural Separation
Pembangunan juga berdampak pada peningkatan pendidikan wanita.
Peningkatan pendidikan akan menyebabkan nilai waktu wanita di luar rumah
akan lebih tinggi. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya alokasi waktu untuk
pekerjaan-pekerjaan kerumahtanggaan, termasuk mengurus orang tua. Selain
pendidikan wanita, peningkatan pendidikan generasi muda secara keseluruhan
dan juga akibat kemajuan komunikasi menyebabkan terjadi perbedaan nilai
budaya yang cukup tajam antara penduduk usia muda dan lanjut usia. Perbedaan
tersebut akan mengakibatkan kesulitan untuk menggabungkan keduanya dalam
satu kehidupan.
Fenomena ini disertai perubahan bentuk keluarga dari keluarga luas menjadi
keluarga inti. Dalam suatu keluarga luas, beban sosial dan ekonomi keluarga
dapat ditanggung bersama antara orang tua dan anak. Sementara itu, dalam usia
lanjut, tugas perawatan orang tua dapat dilakukan oleh anak. Akan tetapi, dalam
keluarga inti hal semacam itu telah berubah sama sekali akibat terjadinya
pergeseran fungsi sosial dan ekonomi. Peran anak di bidang sosial seperti
membantu pekerjaan rumah tangga, akan digantikan oleh orang lain, biasanya
pembantu. Demikian juga dalam menemani dan merawat orang tua yang lanjut
usia. Peran tersebut tidak lagi dilakukan oleh anak tetapi akan diambil alih oleh
institusi atau pemerintah. Apabila hal ini yang terjadi maka lansia pada akhirnya
bukan lagi bagian dari suatu keluarga.
3) Economic Separation
Bersamaan dengan proses pembangunan, sistem perekonomian akan
mengalami perubahan dari perekonomian tradisional ke perekonomian modern.
Peranan orang tua yang tinggi dalam ekonomi secara tradisional, akan berkurang
dalam masyarakat modern. Hal ini disebabkan angkatan kerja muda dengan
pendidikan lebih baik lebih mampu menyesuaikan diri dengan teknologi baru dan
akan mempunyai penghasilan yang lebih baik dari orang tuanya. Peningkatan
mobilitas vertikal telah menyebabkan perubahan sikap perilaku dan aspirasi
mereka terhadap aspek-aspek sosial budaya dan bahkan ekonomi. Hal ini
diperkirakan telah menyebabkan berkurangnya rasa tanggung jawab untuk
menyantuni keluarga pada usia lanjut. Dilihat dari segi ekonomi, ada
kecenderungan bahwa rumah tangga sebagai ”a unit of production shared” telah
berubah. Terlihat adanya pemilahan produksi antargenerasi, bahkan cenderung ke
antarindividu. Hal ini jelas akan menyebabkan penduduk lanjut usia akan
mengalami kesulitan dalam ekonomi.
Selain itu dalam masyarakat modern peranan orang tua sebagai sumber
pengetahuan dan kebijaksanaan telah berkurang. Dalam masyarakat tradisional,
peranan orang tua sangat penting dalam meneruskan pengetahuan secara lisan
kepada anaknya. Dalam era modern, pengetahuan disalurkan melalui institusi-
institusi formal seperti sekolah, perpustakaan, dan mass media. Oleh karenanya
para orang tua merasa kehilangan rasa keintiman dan hubungan antar individu
dalam keluarga, sehingga mereka merasa diasingkan.
Berkaitan dengan semua perubahan-perubahan tersebut, status orang tua juga
mengalami perubahan yang berarti. Status orang tua yang tinggi dalam
masyarakat dengan sistim keluarga luas, akan cenderung rendah pada masyarakat
dengan keluarga inti. Status penduduk tua cenderung tinggi di masyarakat
pertanian, akan rendah di masyarakat industri
Berdasarkan hal tersebut terlihat perubahan yang terjadi menyebabkan
berkurangnya peran dan status lansia dalam keluarga. Selain itu juga mulai
terlihat hilangnya bentuk-bentuk dukungan sosial-ekonomi secara tradisional.
4) Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa Lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia.
Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat
menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi
para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1) Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya
kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya
tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang
makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki
masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat
menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial,
yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang
lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat,
maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik
maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi
kegiatan yang bersifat memporsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur
cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara
seimbang.
2) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti:
a) Gangguan jantung
b) Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus
c) Vaginitis
d) Baru selesai operasi : misalnya prostatektom
e) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan
sangat kurang
f) Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,
tranquilizer, serta
g) Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
- Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
- Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat
oleh tradisi dan budaya
- Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
- Pasangan hidup telah meninggal
- Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb
3) Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi
dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik
(konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti
gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang
cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian
lansia sebagai berikut:
a) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini
tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
b) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia
tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
c) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu
harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi
jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
d) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
e) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain
atau cenderung membuat susah dirinya.
4) Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan
ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari
tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun
sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,
kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun
lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada
point tiga di atas.
5) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan
kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu
sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama
yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi
dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta
merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya
seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya   ketimuran) masih sangat
beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan
kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara
karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak
dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri,
seringkali menjadi terlantar.
e. Permasalahan Sosial terkait Kesejahteraan Lansia
Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan
Lanjut Usia,  antara lain sebagai berikut:
1) Permasalahan Umum
a) Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung terjadi
perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada
bentuk keluarga kecil.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan yang
lebih  bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan
perhitungan untung rugi, lugas dan efisien, yang secara tidak langsung
merugikan kesejahteraan lanjut usia.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut
usia dan masih terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus bagi lanjut
usia dengan  berbagai bidang pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia.
e) Belum membudaya dam melembaganya kegiatan pembinaan kesejateraan
lanjut usia
2) Permasalahan Khusus
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1998), berbagai
permasalahan khusus yang berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia adalah
sebagai berikut:
a) Berlangsungnya proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik, mental maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan
penuaan peran sosialnya dan dapat menjadikan mereka lebih tergantung
kepada pihak lain.
b) Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan kegiatan
Lanjut Usia menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi sosial
psikologis mereka yang merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh masyarakat
lingkungan sekitarnya.
c) Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga kerja
muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah, menyebabkan
mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada, dan terpaksa
menganggur.
d) Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga diperlukan
bantuan dari berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta mempunyai
penghasilan cukup.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat
individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan dihormati serta
mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi terlantar.
f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak lingkungan,
polusi dan urbanisasiyang dapat mengganggu kesehatan fisik lanjut usia

3. Asuhan Keperawatan Lansia


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tangggal
MRS, informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
b. Orang-orang terdekat
Status perkawinan, kebiasaan pasien di dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-
fungsinya, pengaruh orang terdekat, proses interaksi dalam keluarga.
c. Kultural
Latar belakang etnis, tingkah laku mengusahakan kesehatan (sistem rujukan
penyakit), nilai-nilai yang berhubungan dengan kesehatan dan keperawatan,
faktor-faktor kultural yang dihubungkan dengan penyakit secara umum dan
respons terhadap rasa sakit, kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan.
d. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang lain) komunikasi
kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan orang lain,
tidak melakukan kegiatan sehari – hari, dependen.
e. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, kegagalan /frustasi berulang, tekanan dari kelompok;
perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi,
kecelakaan dicerai suami, perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/
perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
f. Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhan
fisik yang dialami oleh klien
g. Aspek Psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri;
a) Citra tubuh: Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan
terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif tentang
tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang, mengungkapkan
keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
3) Identitas diri: Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan
dan tidak mampu mengambil keputusan
4) Peran: Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses
menua.
5) Ideal diri: Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya,
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
6) Harga diri: Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri,
dan kurang percaya diri. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam
melakukan hubungan sosial dengan orang lain terdekat dalam kehidupan,
kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
h. Status Mental
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang dapat
memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan
dengan orang lain, adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam
hidup.
i. Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang
orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri)
j. Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,
therapy okopasional, TAK , dan rehabilitasi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan ketiadaan orang terdekat
b. isolasi sosial berhubungan dengan ketidakadekuatan sumber daya personal

3. Intervensi Keperawatan

a. Gangguan Interaksi Sosial berhubungan dengan ketiadaan orang terdekat

Kriteria hasil (SLKI) : Interaksi sosial

Kriteria Hasil 1 2 3 4 5

Perasaan nyaman 

dengan situasi sosial

Perasaan tertarik pada 

orang lain

Minat melakukan 

kontak emosi

Keterangan

1. Menurun

2. Cukup Menurun

3. Sedang

4. Cukup Meningkat
5. Meningkat

Intervensi SIKI : Promosi isolasi

 Observasi:

1. identifikasi kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain

2. identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan orang lain

 Teraupetik

3. motivasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu hubungan

4. motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru dan kegiatan

kelompok

5. diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi

dengan orang lain

6. berikan umpan balik positif pada setiap peningkatan kemampuan

 Edukasi

7. anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap

8. anjurkan ikut serta kegiatan social dan kemasyarakatan

9. anjurkan berbagi pengalaman dengan orang lain


b. Isolasi Sosial berhubungan dengan ketidakadekuatan sumber daya personal

Kriteria hasil (SLKI) : keterlibatan sosial

Kriteria Hasil 1 2 3 4 5

Minat interaksi 

Perilaku menarik diri 

Verbalisasi isolasi 

Keterangan

1. Menurun

2. Cukup Menurun

3. Sedang

4. Cukup Meningkat

5. Meningkat

Intervensi SIKI : Dukungan proses berduka

 Observasi:

1. identifikasi kehilangan yang dihadapi

2. identifikasi proses berduka yang dialami

 Teraupetik

3. tunjukkan sikap menerima dan empati

4. motivasi agar mau mengungkapkan perasaan kehilangan

5. motivasi untuk mau menguatkan dukungan keluarga atau orang

terdekat

 Edukasi
6. jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa sikap mengikari,

marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima adalah wajar

dalam menghadapi kehilangan

7. anjurkan mengekspresikan perasaan tentang kehilangan

8. anjurkan melewati proses berduka secara bertahap


DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja. SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Dewan

Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta

Tim Pokja. SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan

Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta

Tim Pokja. SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan

Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta

Setiabudhi, Tony dan Hardywinoto. 2005. Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai
Aspek. Jakarta:.Gramedia Pustaka Utama.

Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi 2. Jakarta; EGC. 

Watson, Roger. 2003. Perawatan Lansia Edisi ke-3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai