Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

GLAUKOMA PADA LANSIA


STASE KEPERAWATAN GERONTIK

Pembimbing Akademik:
Ns. Luri Mekeama, S.Kep, M.Kep
Ns. Evi Novianti, S.Kep

Pembimbing Lapangan
Ns. Evi Novianti, S.Kep

Disusun Oleh :
Tania Febria Azizah
G1B222035

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
A. KONSEP LANSIA
1. DEFINISI
sMenurut WHO lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang
berumur 60 tahun atau lebih. Pada usia ini ada perubahan-perubahan dan
kemunduran kesehatan yang terjadi, ini dikarenakan semakin bertambahnya
usia maka terjadi perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia. Perubahan
dimulai dari tingkat sel, kemudian berlanjut pada tingkat jaringan dan
akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi homeostasis
(Damayanti S, 2015).
Lansia atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.
Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui
tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda
baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti
mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik, yang ditandai dengan
kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran
kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figure
tubuh tidak proporsional (Nasrullah, 2016).
Pada haketnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa kanak-kanak,
masa dewasa dan masa tua. Tiga tahapan ini berbeda baik secara biologis
maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran
secara fisik maupun secara psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit
yang mengendor, rambut putih, penurunan pendengaran, penglihatan
menurun, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas
emosional meningkat (Aspiani, 2014).

2. BATASAN USIA LANJUT


Batasan-batasan umur mencakup batasan umur lansia sebagai berikut:
1. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 pasal 1
ayat 2 berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60
tahun (enam puluh) tahun ke atas”.
2. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi
empat criteria sebagai berikut: usia pertengahan (middle age) ialah 45-59
tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah
75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah diatas 90 tahun.
3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase, yaitu:
pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-
55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase
senium) ialah 65 hingga tutup usia.
4. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric
age): > 65tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri
dibagi menjadi batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80
tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Padila, 2013).

3. KARAKTERISTIK LANSIA
Menurut Padila (2013). Lansia memiki karakteristik sebagai berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tantang
kesehatan).
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

4. TIPE LANSIA
Tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan,
kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya (Padila, 2013). Tipe tersebut
diantaranya :
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selekrif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan
banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, dependen
(tergantung), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius,
tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta
tipe putus asa (benci pada diri sendiri).

5. PROSES PENUAAN
Proses penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan umur
seseorang manusia mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur
tersebut. Semakin bertambah umur semakin berkurang fungsi-fungsi organ
tubuh. Banyak faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut, sehingga
munculah teori-teori yang menjelaskan mengenai faktor penyebab proses
penuaan ini. Diantara teori yang terkenal adalah Teori Telomere dan teori
radikal bebas (Sunaryo, 2016 ).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan :
Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan dan penyakit yang sering terjadi
pada lansia di antaranya hereditas, atau keturunan genetik, nutrisi atau
makanan, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan stress
(Santoso, 2019).
6. PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANJUT USIA
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia, antara lain:
1. Perubahan kondisi fisik
Menurut Sunaryo (2016), perubahan- perubahan yang terjadi pada lansia
meliputi perubahn fisik, yang meliputi sel, sistem pernapasan, sistem
persyarafan, sistem pendengaran, penglihatan, sistem kardiovaskuler,
sistem genitor urinaria, sistem endokrin dan metabolic, sistem
pencernaan, sisem musculoskeletal, sistem kulit dan jaringan ikat, sistem
reproduksi dan kegiatan seksual, dan sistem pengaturan tubuh, serta
perubahan mental, dan perubahan psikososial.
2. Perubahan kondisi mental
Pada umumnya lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Perubahan-perubahan ini erat sekali kaitannya dengan
perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau
pengetahuan, dan situasi lingkungan. Dari segi mental dan emosional
sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan
cemas. Adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya
suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi. Hal ini
bisa meyebabkan lansia mengalami depresi.
3. Perubahan psikososial
Masalah-masalah serta reaksi individu terhadapnya akan sangat beragam,
tergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan. Saat ini orang
yang telah meenjalani kehidupannya dengan bekerja mendadak
diharapkan menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun.
4. Perubahan spiritual
Ada beberapa pendapat tentang perdapat tentang perubahan spiritual
pada lansia. Menurut Maslow bahwa agama dan kepercayaan makin
terintegrasi dalam kehidupannya dan keagamaan lansia makin matang.
Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun, antara lain perkembangan
yang dicapai pada tingkat ini sehingga lansia biasa berpikir dan bertindak
dengan memberi contoh cara mencintai dan memberi keadilan. Lansia
terjadi perubahan secara terus-menerus. Apabila proses penyesuaian diri
dengan lingkungannya kurang berhasil, timbullah berbagai masalah.

7. PERMASALAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA


Menurut Sunaryo (2016), berbagai permasalahan yang berkaitan dengan
pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara lain:
1. Permasalahan umum
a. Makin besar jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga professional pelayanan
lanjut usia.
e. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan khusus
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik, mental, maupun sosial
b. Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c. Rendahnya produktivitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin,terlantar, dan cacat.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistic.
f. Adanya dampak negative dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia.

8. TUGAS PERKEMBANGAN LANSIA


Kesiapan lansia untuk beradaptasi terhadap tugas perkembangan lansia
dipengaruhi oleh proses tumbang pada tahap sebelumnya (Padila, 2013).
Tugas perkembangan lansia sebagai berikut:
1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2. Mempersiapkan diri untuk pensiun
3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
4. Mempersiakan kehidupan baru
5. Melakukam penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara
santai
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kemtian pasangan

7. CIRI-CIRI LANSIA
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran
pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik,
akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap
sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang
mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial
masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal.Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan.Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat
sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia
sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk.Akibat dari perlakuan yang buruk itu
membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.Contoh : lansia
yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan
keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang
menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan
bahkan memiliki harga diri yang rendah.

8. PERKEMBANGAN LANSIA
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan.
Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang
akan mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan
masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit
sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap
penurunan).
Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup,
termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas
fungsional.Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan
degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf
dan jaringan tubuh lainnya.
Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan
terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan
orang dewasa lain. Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat
berbagai perbedaan teori, namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa
proses ini lebih banyak ditemukan pada faktor genetik.

9. TEORI PROSES MENUA


a. Teori-Teori Biologi
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies
– spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap
sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas
adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel)
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ
tubuh.
5) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh.Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai.
6) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-
bahan organik seperti karbohidrat dan protein.Radikal bebas ini dapat
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
7) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan
yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan
kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
8) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.
10. PERUBAHAN FISIOLOGI PADA LANJUT USIA
1. Sel
a. Lebih sedikit jumlahnya
b. Lebih besar ukurannya
c. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intraseluler
d. Menurunnya proporsi protein di otak,otot,ginjal,darah dan hati.
e. Jumlah sel otak menurun
f. Terganggunya mekanisme perbaikan sel
g. Otak menjadi atrofi beratnya berkurang 5-20%
2. Sistem Kardiovaskuler
Perubahan yang terjadi pada system kardiovaskuler antara lain:
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1%setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi tidur ke
duduk atau duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah
menurun yaitu menjadi 65mmHg yang dapat mengakibatkan pusing
mendadak.
e. Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi
dari pembuluh darah perifer, sistolis normal ± 170mmHg, diastole
normal ± 90 mmHg.
3. Sistem Pernafasan
Perubahan yang terjadi pada system pernafasan antara lain:
a. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b. Menurunnya aktivitas dari silia.
c. Paru-paru kehilangan elastisitas: kapasitas residu meningkat,
menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun
dan kedalam bernafas menurun.
d. Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
e. O₂ pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
f. CO₂ pada arteri tidak berganti.
g. Kempuan untuk batuk berkurang
h. Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernapasan
akan menurun seiring dengan pertambahan usia.
4. Sistem Persarafan
Perubahan yang terjadi pada system persyarafan antara lain:
a. Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf
otaknya dalam setiap harinya)
b. Cepatnya menurun hubungan persarafan.
c. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan
stess.
d. Mengecilnya saraf panca indra: berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih
sensitive terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan
terhadap dingin.
e. Kurangnya sensitif terhadap sentuhan.
5. Sistem Gastrointestinal
Perubahan yang terjadi pada system gastrointestinal yaitu :
a. Kehilangan gigi: penyebab utamanya adanya Periodontal Disease
yang bisa terjadi setelah berumur 30 tahun, penyebabnya lain
meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi buruk.
b. Indra pengecap menurun: adanya iritasi yang kronis dan selaput
lendir, atropi indra pengecap (± 80%), hilangnya sensivitas dari indra
pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensivitas
dari saraf pengecapan tentang rasa asin,asam dan pahit.
c. Esophagus melebar
d. Lambung: rasa lapar menurun (sensivitas lapar menurun), asam
lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
e. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f. Fungsi absorbpsi melemah.
g. Liver (hati): makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan
berkurangnya aliran darah.
6. Sistem Genitourinaria
Perubahan yang terjadi pada system genitourinaria antara lain:
a. Ginjal
Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh
melalui urin darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit)
terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di glomerulus).
Kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang akibatnya
kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin
menurun proteinuria (biasanya +1) BUN (Blood Urea Nitrogen)
meningkat sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat.
b. Vesika urinaria (kandung kemih)
Otot-otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200ml
atau menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, vesika
urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga
mengakibatkan meningkatnya retensi urin (Inkontinitas Urin)
c. Pembesaran prostat ± 75% dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
7. Sistem Endokrin
a. Produksi dari hampir semua hormon menurun.
b. Fungsi parathyroid dan sekresinya tidak berubah.
c. Pituitari: pertumbuhan hormone ada tetapi lebih rendah dan hanya
didalam pembuluh darah, berkurangnya produksi dari ACTH,TSH
dan LH.
d. Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR dan menurunnya
pertukaran zat.
e. Menurunnya produksi aldosterone.
f. Menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya: progesterone,
esteron dan testosteron.
B. KONSEP GLAUKOMA
1. PENGERTIAN GLAUKOMA
Glaukoma adalah gangguan penglihatan yang disebabkan oleh
meningkatnya tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan di dalam bola
mata ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi cairan dan
pembuangan cairan dalam bola mata dan tekanan yang tinggi dalam bola
mata bisa merusak jaringan – jaringan syaraf halus yang ada di retina dan di
belakang bola mata (Nurarif, 2015).
Glaucoma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
peningkatan tekanan intaokular, penggaungan, dan degenerasi saraf optic
serta defek lapang pandang yang khas. Istilah glaucoma diberikan untuk
setiap kondisi gangguan kompleks yang melibatkan banyak perubahan
gejala dan tanda patologik, namun memiliki satu karakteristik yang cukup
jelas yaitu adanya peningkatan tekanan intraokuli, yang menyebabkan
kerusakan diskus optic (optic disc), menyebabkan atrofi, dan kehilangan
pandangan perifer. Glaucoma umumnya terjadi pada orang kulit hitam
dibandingkan pada orang kulit putih (Tamsuri, 2011).

2. ETIOLOGI
Penyebab dari glaucoma adalah sebagai berikut :
a. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan cilliary
b. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata /
dicelah pupil (Nurarif, 2015).

3. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga)
b. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu
c. Mual, muntah, berkeringat
d. Mata merah, hyperemia konjungtiva, dan siliar.
e. Visus menurun
f. Edema kornea
g. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaucoma
sudut terbuka)
h. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya
i. TIO meningkat (Tamsuri, 2011 : 74 – 75).

4. PATOFISIOLOGI
Tingginya tekanan intraocular bergantung pada besarnya produksi humor
aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar
humor aqueus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan
kanal schlemm dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraocular
dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan dengan
tonometer schiotz (aplastic). Jika terjadi peningkatan tekanan intraokuli
lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut secara fisiologis,
tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatnya aliran darah
menuju serabut saraf optic danke retina. Iskemia ini akan menimbulkan
kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila terjadi peningkatan tekanan
intraocular, akan timbul penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang
dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
a. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi
berkas serabut saraf pada papil saraf optic.
b. Tekanan intraocular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf
optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada
bola mata. Bagian tepi papil saraf otak relative lebih kuat daripada
bagian tengah sehingga terjadi penggaungan pada papil saraf otak.
c. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih
belum jelas
d. Kelainan lapang pandang pada glaucoma disebabkan oleh kerusakan
serabut saraf optic (Tamsuri, 2011).
5. PATHWAY
(Nurarif, 2015)
6. v
Penyakit mata lain Kelainan anatomis, Glukoma sudut
(Trauma, uveitis) kegagalan terbuka (obstruksi
perkembngan organ aliran aqueus

Penyempitan sdut humor) & glukoma


Gangguan aliran
mata/ obst aliran sudut tertutup
drainase
aqueus humor (drainase aqueus

Nyeri mata di Bola mata terlihat Peningkatan


kepala menonjol tekanan intra okuler
(TIO)

Tekanan pada saraf Tekanan pembuluh Tekanan pada sel


vagus darah di retina ganglion

Mual muntah Suplai O2ke mata Kerusakan retina,


menurun gangguan fungsi
penglihatan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Iskemik
Penurunan fungsi
kebutuhan tubuh penglihatan,

Nyeri akut Resiko retinopati penurunan lapang


(kebutaan) pandang, fotopobia

Gangguan citra Kebutaan


tubuh

Gangguan persepsi
Resiko cidera
sensori visual
6. KLASIFIKASI GLAUKOMA
Terdapat beberapa tipe glaucoma, bentuk glaukoma klinis terbaru
diidentifikasi sebagai glaukoma sudut terbuka, glaucoma sudut tertutup
(juga disebut sebagai blok pupil), glaucoma kongenital, dan glaucoma yang
berhubungan dengan kondisi lain. Glaukoma dapat bersifat primer atau
sekunder, bergantung pada apakah faktor terkait berperan meningkatkan
IOP. Dua bentuk glaukoma klinis yang umum ditemui pada orang dewasa
adalah glaucoma sudut terbuka (POAG) dan glaucoma sudut tertutup, yang
dibedakan oleh mekanisme yang menyebabkan gangguan aliran keluar
cairan.
Klasifikasi vaughen untuk glaucoma yaitu :
a. Glaukoma primer
1) Glaucoma sudut terbuka (glaucoma simplek)
2) Glaucoma sudut sempit
b. Glaucoma congenital
1) Primer atau infantile
2) Menyertai kelainan congenital lainnya.
c. Glaucoma sekunder
1) Perubahan lensa
2) Kelainan uvea
3) Trauma
4) Bedah
5) Rubeosis
6) Steroid
d. Glaucoma absolute
Dari pembagian diatas dapat dikenal glaucoma dalam bentuk –
bentuk:
a. Glaucoma sudut sempit primer dan sekunder, (dengan
blockade pupil atau tanpa blockade pupil)
b. Glaucoma sudut terbuka primer dan sekunder
c. Kelainan pertumbuhan, primer (congenital, infantile, juvenile),
sekunder kelainan pertumbuhan lain pada mata (Nurarif,
2015).

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Oftalmoskopi : untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu retina,
diskus optikus macula dan pembuluh darah retina.
b. Tonometri : adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai yang
mencurigakan apabila berkisar antara 21 – 25 mmHg dan dianggap
patilogi bisa melebihi 25 mmHg.
c. Perimetri : kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang
pandangan yang has pada glaucoma, secara sederhana, lapang pandang
dapat diperiksa dengan tes konfrontasi.
d. Pemeriksaan ultrasonotrapi : adalah gelombang suara yang dapat
digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler
(Nurarif, 2015 )

8. PENATALAKSANAAN
Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan TIO,
membuka sudut yang tertutup (pada glaucoma sudut tertutup), melakukan
tindakan suportif (mengurangi nyeri, mual, muntah, serta mengurangi
radang), mencegah adanya sudut tertutup ulang serta mencegah gangguan
pada mata yang baik (sebelahnya)
Untuk melancarkan aliran humor aqueus, dilakukan konstriksi pupil
dengan miotikum seperti pilocarpine hydrochloride 2 -4 % setiap 3-6 jam.
Miotikum ini menyebabkan pandangan kabur setelah 1 -2 jam penggunaan.
Pemberian miotikum dilakukan apabila telah terdapat tanda – tanda
penurunan TIO.
Penanganan nyeri, mual, muntah, dan peradangan dilakukan dengan
memberikan analgesik seperti pethidine (Demerol),antimuntah atau
kortikosteroid untuk reaksi radang.
Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan
kesehatan terhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit
kronis dengan hasil pengobatan yang tidak permanen. Kegagalan dalam
pengobatan untuk mengontrol glaucoma dan adanya pengabaian untuk
mempertahankan pengobatan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan
progresif dan mengakibatkan kebutaan.(Tamsuri, 2014).
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS DM PADA LANSIA
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama Klien :
Alamat :
Umur :
Agama :
Status Perkawinan :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Tanggal Pengkajian :
2. Keluhan umum
Biasanya klien akan mengeluhkan nyeri di sekitar atau di dalam bola mata.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
meliputi apa-apa saja gejala yang dialami klien saat ini sehingga
menganggu aktivitas klien itu sendiri.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
apakah memiliki riwayat darah tinggi atau riwayat katarak dan sudah.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
d. Tanda – tanda vital
Suhu :
TD :
Nadi :
BB :
TB :
RR :
e. Diagnosa Medis :
f. Penyakit yang pernah dialami :
g. Pernah operasi :
h. Alergi
i. Macam obat yang diminum sekarang :
j. Kebiasaan Merokok/minum alkohol :
4. Kebutuhan Oksigen
Pernafasan :
Irama :
Kedalaman :
Sesak nafas : Sianosis :
Cuping Hidung : Batuk :
Auskultasi :
5. Kebutuhan Nutrisi
a. Makan : biasanya nafsu makan menurun, makan tidak habis
b. Kodisi gigi : biasanya sudah habis
c. BB :
TB :
Turgor kulit :

Yang perlu ditanyakan pada saat mengkaji nutrisi klien:


1) Tanyakan menu makan pagi, siang dan malam
2) Tanyakan berapa gelas air yang diminum dalam sehari
3) Tanyakan bagaimana proses penyembuhan luka (cepat/lambat)
4) Bagaimana nafsu makan klien
5) Tanyakan apakah ada kesulitan dan keluhan yang
mempengaruhi makan dan nafsu makan
6) Tanyakan juga apakah ada penurunan BB dalam 6 bulan
terakhirBiasanya pada klien yang mengalami glaukoma
klien akan mengeluhkan mual muntah

6. Kebutuhan Cairan dan Elektrolit


Minum :
Mukosa mulut :
BAK :
Inkontinensia :
Retensi Urin :
Hematuri :
BAB :
Konstipasi :

7. Kebutuhan aktivitas dan istirahat


a. Aktifitas yang dinilai: Bathing, Dressing, Toiletting, Transfering,
Continence, Feeding
Macam ADL Mandiri Dibantu
Mandi (Bathing)
Berpakaian (Dressing)
Pergi ke toilet (Toileting)
Berpindah tempat (Transfering)
Continent BAB/BAK (Continence)
Makan (Feeding)

Kategori Penilaian
1) Indeks Katz A : Mandiri dalam Bathing, Dressing, Toileting,
Transfering Continence dan Feeding.
2) Indeks Katz B : Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi di
atas.
3) Indeks Katz C : Mandiri kecuali Bathing dan salah satu fungsi lain.
4) Indeks Katz D : Mandiri, kecuali Bathing, Dressing dan satu fungsi
lain.
5) Indeks Katz E : Mandiri kecuali Bathing, Dressing, Toileting dan
satu fungsi yang lain.
6) Indeks Katz F : Mandiri kecuali Bathing, Dressing, Toileting,
Transfering dan satu fungsi yang lain.
7) Indeks Katz G : Tergantung pada orang lain untuk 6 aktifitas diatas.
Pertanyaan untuk megkaji pola aktivitas:

1) Menggambarkan pola aktivitass dan latihan, fungsi pernafasan dan


Sirkulasi
2) Tanyakan bagaimana kegiatan sehari-hari dan olahraga (gunakan
table gorden)
3) Aktivitas apa saja yang dilakukan klien di waktu senggang
4) Kaji apakah klien mengalami kesulitan dalam bernafas, lemah,
batuk, nyeri dada. Data bisa didapatkan dengan mewawancara klien
langsung atau keluarganya ( perhatikan respon verbal dan non verba
klien )
5) Kaji kekuatan tonus otot
6) Penyakit glaukoma biasanya akan mengganggu aktivitas klien sehari
hari. Karena, klien mengalami mata kabur dan sakit ketika terkena
cahaya matahari.

b. Pengkajian Keseimbangan Pada Lansia

NO TEST KOORDINASI KETERANGAN NILAI


1. Berdiri dengan postur normal
2. Berdiri dengan postur normal menutup mata
3. Berdiri dengan kaki rapat
4. Berdiri dengan satu kaki
5. Berdiri fleksi trunk dan berdiri keposisi netral
6. Berdiri lateral dan fleksi trunk
7. Berjalan, tempatkan tumit salah satu kaki
didepan jari kaki yang lain
8. Berjalan sepanjang garis lurus
9. Berjalan mengikuti tanda gambar pada lantai
10. Berjalan menyamping
11. Berjalan mundur
12. Berjalan mengikuti lingkaran
13. Berjalan pada tumit
14. Berjalan dengan ujung kaki
JUMLAH
Keterangan kategori penilaian:
Skor 1 – 4
4 : mampu melakukan aktivitas
3 : mampu melakukan aktivitas dengan bantuan
2 : mampu melakukan aktivitas dengan bantuan maksimal
1 : tidak mampu melakukan aktivitas
Nilai :
42 – 54 : mampu melakukan aktivitas (keseimbangan sangat baik)
28 – 41 : mampu melakukan sedikit bantuan (keseimbangan baik)
14 – 27 : mampu melakukan aktivitas bantuan maksimal
(keseimbangan menurun, resiko jatuh)
< 14 : tidak mampu melakukan aktivitas
c. Kebiasaan olahraga :
d. Mudah merasa lelah/lemas :
e. Pusing setelah beraktivitas
f. Kontraktur : tidak ada
g. Kebiasaan tidur malam :
kadang tidur siang

8. Kebutuhan Spiritual
Agama
9. Komunikasi
10. Pola persepsi sensori
Sensori Baik Tidak Keterangan
Penglihatan Biasanya pasien

Pendengaran mengalami perubahan

Penciuman penglihatan dan


pendengaran,
Pengecapan
penglihatannya sudah tidak
jelas (hanya bayangan

Perabaan ketika terkena cahaya)


serta pendengaran sudah
berkurang

11. Koping dan toleransi stress


12. Mental
Keadaan emosi :
Memori :
Skor minimental status :
NO Pertanyaan Benar Salah
1. Tanggal berapa hari ini ?
2. Hari apa sekarang?
3. Apa nama tempat ini?
4. Dimana alamat anda?
5. Berapa umur anda?
6. Kapan anda lahir?
7. Siapa presiden indonesia sekarang?
8. Siapa presiden sebelumnya?
9. Siapa nama ibu anda?
Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3
10. dari setiap angka baru, semua secara
menurun
JUMLAH
Interpretasi Hasil :
Salah 0 – 3 : Baik
Salah 4 – 5 : Gangguan intelektual ringan
Salah 6 – 8 : Gangguan intelektual sedang
Salah 9 – 10 : Gangguan intelektual berat
13. Sosial Ekonomi
14. Kebiasaan Kegiatan
15. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum :
a. Vital Sign :
b. Antopomentri
c. Kepala
1) Kulit kepala :
2) Rambut :
3) Wajah :
4) Mata :
5) Hidung :
6) Mulut :
7) Telinga :
d. Leher
e. Dada
f. Abdomen
g. Genetalia
Tidak Terkaji
h. Ekstremitas
1) Atas :
a) kekuatan otot ka/ki :
b) ROM ka/ki :
c) Capilary Refile :
d) Akral :
2) Bawah :
a) kekuatan otot ka/ki :
b) ROM ka/ki :
c) Capilary Refile :
d) Akral :

- Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk


mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus
menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera
anterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar
keluar dari iris.
- Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapangpandang
cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun
secara bertahap.
- Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi
mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal
bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa
mata yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding
mata yang lain.
- Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open
angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle
closure ≥ 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan didapat
sudut normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah
timbul goniosinekia(perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula)
maka sudut dapat tertutup. Pada glaukoma akut ketika TIO
meningkat, sudut COA akan tertutup, sedang pada waktu TIO normal
sudutnya sempit.

Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam pengembangan daya
berfikir dan penalaran yang dipengaruhi latar belakang ilmu dan pengetahuan,
pengalaman dan pengertian tentang substansi ilmu keperawatan dan proses
penyakit. Ada 2 analisa data yaitu
:
a. Data Subjektif adalah data yang didapatkan dari klien atau pasien sebagai
suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut
tidak bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide
klien atau pasien tentang status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri,
perasaan lemah, ketakutan, kecemasan, dan lain-lain.
b. Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat
diperoleh dengan menggunakan panca indra (lihat, dengar, raba, cium)
selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi,pernafasan,
tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran.
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Keperawatan (SLKI) (SIKI)

1 (D.0085) Gangguan Persepsi Sensori Luaran Utama : (L.09083) Persepsi Intervensi Utama : (I.09288) Manajemen
Visual/Penglihatan Sensori Halusinasi

Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi


keperawatan selama …x 24 jam,
a. Monitor dan sesuaikan tingkat
diharapkan persepsi sensori membaik
aktivitas dan stimulasi lingkungan
dengan kriteria hasil :
Terapeutik
a. Verbalisasi melihat bayangan
a. Pertahankan lingkungan yang aman
menurun
b. Distorsi sensori menurun
c. Perilaku halusinasi menurun (I.08241) Minimalisasi Rangsangan

d. Respon sesuai stimulus Observasi


membaik
a. Periksa status mental, status
(L.06048) Fungsi Sensori
sensori, dan tingkat kenyamanan
(mis. nyeri, kelelahan)
a. Ketajaman penglihatan meningkat
Terapeutik

a. Diskusikan tingkat toleransi terhadap


beban sensori (mis. bising, terlalu
terang)
b. Batasi stimulus lingkungan (mis.
cahaya, suara, aktivitas)
Edukasi

a. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus


(mis. mengatur pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan, membatasi
kunjungan)
Kolaborasi

a. Kolaborasi dalam meminimalkan


prosedur/tindakan
b. Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus
2. (D.0077) Nyeri Akut Luaran Utama : (L.08066) Tingkat Intervensi Utama : (I.08238) Manajemen
Nyeri Nyeri

Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi


keperawatan selama .....x 24 jam,
a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan tingkat nyeri menurun
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
dengan kriteria hasil :
nyeri
a. Keluhan nyeri menurun b. Identifikasi skala nyeri
b. Meringis menurun c. Identifikasi nyeri non-verbal
c. Sikap protektif menurun d. Monitor efek samping penggunaan
d. Gelisah menurun analgetik
e. Kesulitan tidur menurun Terapeutik
Frekuensi nadi membaik
a. Berikan teknik non-farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinas
termbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
Edukasi

a. Jelaskan penyebab, periode, dan


pemicu nyeri
b. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika


perlui
3. (D.0080) Ansietas Luaran Utama : (L.09093) Tingkat Intervensi Utama : (I.09259) Dukungan
Ansietas Keyakinan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi


selama.......x 24 jam diharapkan tingkat
a. Identifikasi keyakinan, masalah dan
ansietas menurun dengan kriteria hasil
a. : Perilaku gelisah mnurun tujuan perawatan

b. Perilaku tegang menurun Monitor kesehatan fisik dan mental

c. Tekanan darah dalam batas pasien

normal Terapeutik
d. Frekuensi nadi dan napas
a. Integrasikan keyakinan dalam rencana
menurun
perawatan sepanjang tidak
e. Konsentrasi membaik
f. ola tidur baik membahayakan/berisiko keselamatan,
sesuai kebutuhan
b. Berikanharapan yang realistis sesuai
dengan prognosis
c. Fasilitasipertemuan antara keluarga
dan tim kesehatan untuk membuat
keputusan
d. Fasilitasi untuk memberikan makna
terhadap kondisi kesehatan
Edukasi

a. Jelaskan bahay atau risiko yang terjadi


akibat keyakinan negatif
b. Jelaskan alternatif yang berdampak
positif untuk memenuhi keyakinan dan
Perawatan
c. Berikan penjelasan yang relevan dan
mudah dipahami
4. (D.0111) Defisit Pengetahuan Luaran utama : (L.12111) Tingkat Intervensi Pendukung : (I.12427) Edukasi
Pengetahuan Perawatan Mata

Setelah diberikan asuhan keperawatan Observasi


selama.....x 24 jam, diharapkan tingkat
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
pengetahuan meningkat dengan kriteria
menerima informasi
hasil :
Terpeutik
a. Perilaku sesuai anjuran
a. Sediakan materi dan media pendidikan
meningkat
kesehatan
b. Verbalisasi minat dalam belajar
b. Jadwalkan pendidikan kesehatan
meningkat
sesuai kesepakatan
c. Kemampuan menjelaskan
c. Berikan kesempatan untuk bertanya
pengetahuan tentang suatu
Edukasi
topik meningkat
a. Ajarkan monitor kemerahan, eksudat
d. Kemampuan menggambarkan
pengalaman sebelumnya yang atau ulserasi
sesuai dengan topik meningkat b. Anjurkan tidak menyentuh mata
e. Perilaku sesuai dengan
pengetahuan meningkat c. Anjurkan cara monitor refleks kornea
d. Anjurkan melepaskan lensa kontak
sesuai kebutuhan
e. Ajarkan cara menggunakan penutup
mata
f. Ajarkan penggunaan tetes mata
lubrikasi
g. Ajarkan penggunaan salep lubrikasi
h. Ajarkan cara memasang plester untuk
menutup kelopak mata
i. Ajarkan penggunaan pelembab
Mata
3. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan


keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai hasil yang efektif.
Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan
tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas
perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan
merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan
kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama, seperti
dokter dan petugas kesehatan lain.

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses
keperawatan. Evaluasi keperawatan ialah evaluasi yang dicatat
disesuaikan dengan setiap diagnosis keperawatan. Evaluasi keperawatan
terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi sumatif dan evaluasi formatif.
Evaluasi sumatif yaitu evaluasi respons (jangka panjang) terhadap tujuan,
dengan kata lain, bagaimana penilaian terhadap perkembangan kemajuan ke
arah tujuan atau hasil akhir yang diharapkan. Evaluasi formatif atau
disebut juga dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang
segera timbul setelah intervensi keperawatan di lakukan. Format evaluasi
yang digunakan adalah SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani R.Y. 2014. Buku ajar asuhan keperawatan gerontik jilid 2. Jakarta: TIM.
Ilyas, S. 2014. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: FKUI.
Nasrullah. 2016. Buku ajar keperawatan gerontik dengan pendekatan asuhan
keperawatan NANDA NIC dan NOC Jilid 1. Jakarta: TIM.
Nurarif, A. H. 2015. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis.
Yogyakarta: Mediaction Jogja.
Padila. 2013. Buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika
PPNI. 2016. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Tim Polja
PPNI.
Sunaryo, dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Gerontik. CV Andi Offset. Yogyakarta.
Tamsuri, A. 2011. Klien Gangguan Mata dan Penglihatan Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson, J. 2015. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai