Pembimbing Akademik:
Ns. Luri Mekeama, S.Kep, M.Kep
Ns. Evi Novianti, S.Kep
Pembimbing Lapangan
Ns. Evi Novianti, S.Kep
Disusun Oleh :
Tania Febria Azizah
G1B222035
3. KARAKTERISTIK LANSIA
Menurut Padila (2013). Lansia memiki karakteristik sebagai berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tantang
kesehatan).
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
4. TIPE LANSIA
Tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan,
kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya (Padila, 2013). Tipe tersebut
diantaranya :
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selekrif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan
banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, dependen
(tergantung), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius,
tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta
tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
5. PROSES PENUAAN
Proses penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan umur
seseorang manusia mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur
tersebut. Semakin bertambah umur semakin berkurang fungsi-fungsi organ
tubuh. Banyak faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut, sehingga
munculah teori-teori yang menjelaskan mengenai faktor penyebab proses
penuaan ini. Diantara teori yang terkenal adalah Teori Telomere dan teori
radikal bebas (Sunaryo, 2016 ).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan :
Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan dan penyakit yang sering terjadi
pada lansia di antaranya hereditas, atau keturunan genetik, nutrisi atau
makanan, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan stress
(Santoso, 2019).
6. PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANJUT USIA
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia, antara lain:
1. Perubahan kondisi fisik
Menurut Sunaryo (2016), perubahan- perubahan yang terjadi pada lansia
meliputi perubahn fisik, yang meliputi sel, sistem pernapasan, sistem
persyarafan, sistem pendengaran, penglihatan, sistem kardiovaskuler,
sistem genitor urinaria, sistem endokrin dan metabolic, sistem
pencernaan, sisem musculoskeletal, sistem kulit dan jaringan ikat, sistem
reproduksi dan kegiatan seksual, dan sistem pengaturan tubuh, serta
perubahan mental, dan perubahan psikososial.
2. Perubahan kondisi mental
Pada umumnya lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Perubahan-perubahan ini erat sekali kaitannya dengan
perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau
pengetahuan, dan situasi lingkungan. Dari segi mental dan emosional
sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan
cemas. Adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya
suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi. Hal ini
bisa meyebabkan lansia mengalami depresi.
3. Perubahan psikososial
Masalah-masalah serta reaksi individu terhadapnya akan sangat beragam,
tergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan. Saat ini orang
yang telah meenjalani kehidupannya dengan bekerja mendadak
diharapkan menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun.
4. Perubahan spiritual
Ada beberapa pendapat tentang perdapat tentang perubahan spiritual
pada lansia. Menurut Maslow bahwa agama dan kepercayaan makin
terintegrasi dalam kehidupannya dan keagamaan lansia makin matang.
Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun, antara lain perkembangan
yang dicapai pada tingkat ini sehingga lansia biasa berpikir dan bertindak
dengan memberi contoh cara mencintai dan memberi keadilan. Lansia
terjadi perubahan secara terus-menerus. Apabila proses penyesuaian diri
dengan lingkungannya kurang berhasil, timbullah berbagai masalah.
7. CIRI-CIRI LANSIA
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran
pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik,
akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap
sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang
mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial
masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal.Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan.Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat
sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia
sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk.Akibat dari perlakuan yang buruk itu
membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.Contoh : lansia
yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan
keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang
menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan
bahkan memiliki harga diri yang rendah.
8. PERKEMBANGAN LANSIA
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan.
Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang
akan mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan
masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit
sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap
penurunan).
Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup,
termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas
fungsional.Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan
degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf
dan jaringan tubuh lainnya.
Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan
terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan
orang dewasa lain. Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat
berbagai perbedaan teori, namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa
proses ini lebih banyak ditemukan pada faktor genetik.
2. ETIOLOGI
Penyebab dari glaucoma adalah sebagai berikut :
a. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan cilliary
b. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata /
dicelah pupil (Nurarif, 2015).
3. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga)
b. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu
c. Mual, muntah, berkeringat
d. Mata merah, hyperemia konjungtiva, dan siliar.
e. Visus menurun
f. Edema kornea
g. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaucoma
sudut terbuka)
h. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya
i. TIO meningkat (Tamsuri, 2011 : 74 – 75).
4. PATOFISIOLOGI
Tingginya tekanan intraocular bergantung pada besarnya produksi humor
aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar
humor aqueus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan
kanal schlemm dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraocular
dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan dengan
tonometer schiotz (aplastic). Jika terjadi peningkatan tekanan intraokuli
lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut secara fisiologis,
tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatnya aliran darah
menuju serabut saraf optic danke retina. Iskemia ini akan menimbulkan
kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila terjadi peningkatan tekanan
intraocular, akan timbul penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang
dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
a. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi
berkas serabut saraf pada papil saraf optic.
b. Tekanan intraocular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf
optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada
bola mata. Bagian tepi papil saraf otak relative lebih kuat daripada
bagian tengah sehingga terjadi penggaungan pada papil saraf otak.
c. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih
belum jelas
d. Kelainan lapang pandang pada glaucoma disebabkan oleh kerusakan
serabut saraf optic (Tamsuri, 2011).
5. PATHWAY
(Nurarif, 2015)
6. v
Penyakit mata lain Kelainan anatomis, Glukoma sudut
(Trauma, uveitis) kegagalan terbuka (obstruksi
perkembngan organ aliran aqueus
Gangguan persepsi
Resiko cidera
sensori visual
6. KLASIFIKASI GLAUKOMA
Terdapat beberapa tipe glaucoma, bentuk glaukoma klinis terbaru
diidentifikasi sebagai glaukoma sudut terbuka, glaucoma sudut tertutup
(juga disebut sebagai blok pupil), glaucoma kongenital, dan glaucoma yang
berhubungan dengan kondisi lain. Glaukoma dapat bersifat primer atau
sekunder, bergantung pada apakah faktor terkait berperan meningkatkan
IOP. Dua bentuk glaukoma klinis yang umum ditemui pada orang dewasa
adalah glaucoma sudut terbuka (POAG) dan glaucoma sudut tertutup, yang
dibedakan oleh mekanisme yang menyebabkan gangguan aliran keluar
cairan.
Klasifikasi vaughen untuk glaucoma yaitu :
a. Glaukoma primer
1) Glaucoma sudut terbuka (glaucoma simplek)
2) Glaucoma sudut sempit
b. Glaucoma congenital
1) Primer atau infantile
2) Menyertai kelainan congenital lainnya.
c. Glaucoma sekunder
1) Perubahan lensa
2) Kelainan uvea
3) Trauma
4) Bedah
5) Rubeosis
6) Steroid
d. Glaucoma absolute
Dari pembagian diatas dapat dikenal glaucoma dalam bentuk –
bentuk:
a. Glaucoma sudut sempit primer dan sekunder, (dengan
blockade pupil atau tanpa blockade pupil)
b. Glaucoma sudut terbuka primer dan sekunder
c. Kelainan pertumbuhan, primer (congenital, infantile, juvenile),
sekunder kelainan pertumbuhan lain pada mata (Nurarif,
2015).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Oftalmoskopi : untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu retina,
diskus optikus macula dan pembuluh darah retina.
b. Tonometri : adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai yang
mencurigakan apabila berkisar antara 21 – 25 mmHg dan dianggap
patilogi bisa melebihi 25 mmHg.
c. Perimetri : kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang
pandangan yang has pada glaucoma, secara sederhana, lapang pandang
dapat diperiksa dengan tes konfrontasi.
d. Pemeriksaan ultrasonotrapi : adalah gelombang suara yang dapat
digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler
(Nurarif, 2015 )
8. PENATALAKSANAAN
Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan TIO,
membuka sudut yang tertutup (pada glaucoma sudut tertutup), melakukan
tindakan suportif (mengurangi nyeri, mual, muntah, serta mengurangi
radang), mencegah adanya sudut tertutup ulang serta mencegah gangguan
pada mata yang baik (sebelahnya)
Untuk melancarkan aliran humor aqueus, dilakukan konstriksi pupil
dengan miotikum seperti pilocarpine hydrochloride 2 -4 % setiap 3-6 jam.
Miotikum ini menyebabkan pandangan kabur setelah 1 -2 jam penggunaan.
Pemberian miotikum dilakukan apabila telah terdapat tanda – tanda
penurunan TIO.
Penanganan nyeri, mual, muntah, dan peradangan dilakukan dengan
memberikan analgesik seperti pethidine (Demerol),antimuntah atau
kortikosteroid untuk reaksi radang.
Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan
kesehatan terhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit
kronis dengan hasil pengobatan yang tidak permanen. Kegagalan dalam
pengobatan untuk mengontrol glaucoma dan adanya pengabaian untuk
mempertahankan pengobatan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan
progresif dan mengakibatkan kebutaan.(Tamsuri, 2014).
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS DM PADA LANSIA
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama Klien :
Alamat :
Umur :
Agama :
Status Perkawinan :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Tanggal Pengkajian :
2. Keluhan umum
Biasanya klien akan mengeluhkan nyeri di sekitar atau di dalam bola mata.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
meliputi apa-apa saja gejala yang dialami klien saat ini sehingga
menganggu aktivitas klien itu sendiri.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
apakah memiliki riwayat darah tinggi atau riwayat katarak dan sudah.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
d. Tanda – tanda vital
Suhu :
TD :
Nadi :
BB :
TB :
RR :
e. Diagnosa Medis :
f. Penyakit yang pernah dialami :
g. Pernah operasi :
h. Alergi
i. Macam obat yang diminum sekarang :
j. Kebiasaan Merokok/minum alkohol :
4. Kebutuhan Oksigen
Pernafasan :
Irama :
Kedalaman :
Sesak nafas : Sianosis :
Cuping Hidung : Batuk :
Auskultasi :
5. Kebutuhan Nutrisi
a. Makan : biasanya nafsu makan menurun, makan tidak habis
b. Kodisi gigi : biasanya sudah habis
c. BB :
TB :
Turgor kulit :
Kategori Penilaian
1) Indeks Katz A : Mandiri dalam Bathing, Dressing, Toileting,
Transfering Continence dan Feeding.
2) Indeks Katz B : Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi di
atas.
3) Indeks Katz C : Mandiri kecuali Bathing dan salah satu fungsi lain.
4) Indeks Katz D : Mandiri, kecuali Bathing, Dressing dan satu fungsi
lain.
5) Indeks Katz E : Mandiri kecuali Bathing, Dressing, Toileting dan
satu fungsi yang lain.
6) Indeks Katz F : Mandiri kecuali Bathing, Dressing, Toileting,
Transfering dan satu fungsi yang lain.
7) Indeks Katz G : Tergantung pada orang lain untuk 6 aktifitas diatas.
Pertanyaan untuk megkaji pola aktivitas:
8. Kebutuhan Spiritual
Agama
9. Komunikasi
10. Pola persepsi sensori
Sensori Baik Tidak Keterangan
Penglihatan Biasanya pasien
Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam pengembangan daya
berfikir dan penalaran yang dipengaruhi latar belakang ilmu dan pengetahuan,
pengalaman dan pengertian tentang substansi ilmu keperawatan dan proses
penyakit. Ada 2 analisa data yaitu
:
a. Data Subjektif adalah data yang didapatkan dari klien atau pasien sebagai
suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut
tidak bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide
klien atau pasien tentang status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri,
perasaan lemah, ketakutan, kecemasan, dan lain-lain.
b. Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat
diperoleh dengan menggunakan panca indra (lihat, dengar, raba, cium)
selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi,pernafasan,
tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran.
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 (D.0085) Gangguan Persepsi Sensori Luaran Utama : (L.09083) Persepsi Intervensi Utama : (I.09288) Manajemen
Visual/Penglihatan Sensori Halusinasi
normal Terapeutik
d. Frekuensi nadi dan napas
a. Integrasikan keyakinan dalam rencana
menurun
perawatan sepanjang tidak
e. Konsentrasi membaik
f. ola tidur baik membahayakan/berisiko keselamatan,
sesuai kebutuhan
b. Berikanharapan yang realistis sesuai
dengan prognosis
c. Fasilitasipertemuan antara keluarga
dan tim kesehatan untuk membuat
keputusan
d. Fasilitasi untuk memberikan makna
terhadap kondisi kesehatan
Edukasi
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses
keperawatan. Evaluasi keperawatan ialah evaluasi yang dicatat
disesuaikan dengan setiap diagnosis keperawatan. Evaluasi keperawatan
terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi sumatif dan evaluasi formatif.
Evaluasi sumatif yaitu evaluasi respons (jangka panjang) terhadap tujuan,
dengan kata lain, bagaimana penilaian terhadap perkembangan kemajuan ke
arah tujuan atau hasil akhir yang diharapkan. Evaluasi formatif atau
disebut juga dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang
segera timbul setelah intervensi keperawatan di lakukan. Format evaluasi
yang digunakan adalah SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani R.Y. 2014. Buku ajar asuhan keperawatan gerontik jilid 2. Jakarta: TIM.
Ilyas, S. 2014. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: FKUI.
Nasrullah. 2016. Buku ajar keperawatan gerontik dengan pendekatan asuhan
keperawatan NANDA NIC dan NOC Jilid 1. Jakarta: TIM.
Nurarif, A. H. 2015. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis.
Yogyakarta: Mediaction Jogja.
Padila. 2013. Buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika
PPNI. 2016. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Tim Polja
PPNI.
Sunaryo, dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Gerontik. CV Andi Offset. Yogyakarta.
Tamsuri, A. 2011. Klien Gangguan Mata dan Penglihatan Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson, J. 2015. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.