Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTOK PADA Tn.

S DENGAN
DIAGNOSA MEDIS HIPERTENSI DI UPTD PANTI WERDHA
JAMBANGAN SURABAYA

disusun sebagai pemenuhan tugas praktik klinik keperaatan gerontik

Oleh :
NAMA: ALIEF NURDIANA
NIM: P27820319056
Tingkat III Reg B

DOSEN PEMBIMBING :
Bambang Heriyanto S. Kep. Ns, M. Kes
NIP : 197440811 199803 1 001

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SUTOPO SURABAYA
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP LANSIA

A. Definisi lansia dan proses menua

Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai

dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.

Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk

mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis (Effendi, 2009).

Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya

mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Ratnawati,

2017). Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang

yang telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan kemampuan beradaptasi, dan

tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang diri.

B. Batasan lanjut usia

Batasan lansia menurut World Health Organization (WHO) meliputi usia pertengahan

(Middle age) antara 45 sampai 59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60 sampai 70

tahun, dan usia lanjut tua (Old) antara 75 sampai 90 tahun, serta usia sangat tua (very

old) di atas 90 tahun (Nugroho, 2003);

a. Kelompok Pertengahan Umur

Kelompok usia dalam masa verilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut

yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45 sampai 59

tahun).

b. Kelompok Usia Lanjut Dini

Kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai

memasuki usia lanjut (60 sampai 70 tahun).


c. Kelompok Usia Lanjut

Kelompok dalam masa senium (75 tahun sampai 90).

d. Kelompok Usia Lanjut dengan Resiko Tinggi

Kelompok yang berusia 90 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup

sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau cacat.

C. Karateristik lansia

lansia memiliki karateristik berusia lebih dari 60 tahun, kebutuhan dan

masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan biopsikoisosial

dan spiritual, kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

D. Klasifikasi lansia

Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari :

1) Pra lansia yaitu seseorang yang berusia 45 – 59 tahun

2) Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

3) Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun lebih dengan

masalah kesehatan

4) Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan

kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

5) Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,

sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.

Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012) :

1) Young old (usia 60-69 tahun)

2) Middle age old (usia 70-79 tahun)

3) Old-old (usia 80-89 tahun)

4) Very old-old (usia 90 tahun ke atas)


E. Ciri – ciri lansia

Menurut (Hurlock, 1999) usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik, dan

psikologis tertentu, pria dan wanita usia lanjut akan melakukan penyesuaian diri

secara baik atau buruk. Ciri-ciri orang lanjut usia cendrung menuju dan membawa

penyesuaian diri yang buruk dari pada yang baik, adapun ciri-ciri lansia sebagai

berikut:

1. Usia lanjut merupakan periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor

psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki

peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin

cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang

kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.

2. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas

Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap

sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh

pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu

seperti: lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan

pendapat orang lain.

3. Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami

kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas

dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.


4. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung

mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk

perilaku yang buruk.

5. Perbedaan individu pada efek menua

Orang yang menjadi tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat

bawaan yang berbeda, dan pola hidup yang berbeda di antara orang-orang mempunyai

jenis kelamin yang sama, dan semakin nyata bila pria dibandingkan dengan wanita

karena menua terjadi dengan laju yang berbeda pada jenis kelamin.

6. Usia tua di nilai dengan kriteria yang berbeda

Bagi usia tua, anak-anak lebih kecil dibanding dengan orang dewasa dan,

harus dirawat, sedangkan orang dewasa adalah sudah besar dan dapat merawat diri

sendiri. Dengan mengetahui bahwa hal tersebut merupakan dua kriteria yang umum

untuk menilai usia lansia yang dapat mereka sembunyikan atau samarkan yang

menyangkut tanda-tanda penuaan fisik dengan memakai pakaian yang biasa dipakai

orang muda dan berpura-pura mempunyai tenaga muda.

7. Stereotipe orang lanjut usia

Stereotipe dan keperecayaan tradisional timbul dari berbagai sumber yaitu

gambaran orang berusia lanjut yang bersikap baik dan mempunyai pengertian, tetapi

banyak juga yang menggambarkan mereka, khususnya wanita sebagai orang yang

rewel dan jahat. Orang yang berusia lanjut sering diberi tanda dan diartikan secara

tidak menyenangkan oleh berbagai media massa.


8. Sikap sosial terhadap usia lanjut

Sikap sosial terhadap usia lanjut yang tidak menyenangkan mempengaruhi

cara mereka memperlakukan orang usia lanjut sebagai pengganti penghormatan dan

penghargaan terhadap orang usia lanjut, dan sebagai ciriciri banyak kebudayaan, sikap

sosial mengakibatkan orang usia lanjut merasa bahwa mereka tidak lagi bermanfaat

bagi kelompok sosial dan dngan demikian lebih banyak menyusahkan daripada sikap

yang menyenangkan.

9. Keinginan menjadi muda kembali sangat kuat pada usia lanjut

Zaman sekarang banyak orang-orang mencari cara untuk memperlambat

menua dengan usaha membatasi dan mengurangi makanan atau vitamin. Sedangkan

yang lain melakukan operasi plastik untuk menggunakan alat-alat kecantikan untuk

menutupi kerut-kerut dikulitnya. Semua prosedur dan usaha tersebut merupakan

refleksi dari keasyikan orang muda yang berhubungan dengan sejarah peradaban

manusia.

F. Perubahan pada lansia

Adapun beberapa faktor yang dihadapi lansia yang sangat mempengaruhi

kesehatan jiwa mereka adalah perubahan kondisi fisik, perubahan fungsi dan potensi

seksual, perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan,

dan perubahan peran sosial di masyarakat (Hurlock, 1999).

1. Perubahan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya

kondisi fisik yang bersifat patologis. Misalnya, tenaga berkurang, kulit makin keriput,

gigi makin rontok, tulang makin rapuh, berkurangnya fungsi indra pendengaran,
penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau

bahkan kecacatan pada lansia misalnya badan menjadi bungkuk, pendengaran

berkurang, penglihatan kabur, sehingga menimbulkan keterasingan.

2. Perubahan Fungsi dan Potensi Seksual

Perubahan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan

dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung, gangguan metabolisme,

vaginitis, baru selesai operasi (prostatektomi), kekurangan gizi (karena pencernaan

kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang), penggunaan obat-obatan tertentu

(anti hipertensi, golongan steroid), dan faktor psikologis yang menyertai lansia seperti

rasa malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, sikap keluarga dan

masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya, kelelahan

atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya, pasangan hidup telah

meninggal dunia, dan disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah

kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun, dan sebagainya.

3. Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka akan mengalami

penurunan fungsi kognitif dan fungsi psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses

belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain sehingga

menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi

psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak

seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang

cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami

perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.


4. Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan

ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,

namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya karena pensiun sering

diartikan kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan

harga diri.

5. Perubahan dalam peran sosial di masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik, dan

sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.

Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan

kabur, dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Jika keterasingan

terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-

kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri,

mengumpulkan barangbarang tak berguna serta merengek-rengek bila ketemu orang

lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.


II. KONSEP HIPERTENSI

A. Definisi

Hipertensi adalah istilah medis dari penyakit tekanan darah tinggi. Kondisi ini

dapat mengakibatkan berbagai komplikasi kesehatan yang membahayakan nyawa

sekaligus meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung, stroke, bahkan

kematian.Tekanan darah bisa diartikan sebagai kekuatan yang diberikan oleh sirkulasi

darah terhadap dinding arteri tubuh, yaitu pembuluh darah utama yang berada dalam

tubuh. Besarnya tekanan ini bergantung pada resistensi pembuluh darah dan seberapa

keras jantung bekerja.

Semakin banyak darah yang dipompa oleh jantung dan semakin sempit

pembuluh darah arteri, maka tekanan darah akan semakin tinggi. Hipertensi dapat

diketahui dengan rutin melakukan pemeriksaan tekanan darah. Setidaknya, orang

dewasa dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah, termasuk tekanan darah

setiap lima tahun sekali. Penulisan hasil tekanan darah berupa dua angka. Angka

pertama atau sistolik mewakili tekanan dalam pembuluh darah ketika jantung

berkontraksi atau berdetak.

Sementara itu, angka kedua atau diastolik mewakili tekanan di dalam

pembuluh darah ketika jantung beristirahat di antara detaknya. Seseorang bisa

dikatakan mengalami hipertensi bila pembacaan tekanan darah sistolik pada

pengukuran selama dua hari berturut-turut menunjukkan hasil yang lebih besar dari

140 mmHg, dan/atau pembacaan tekanan darah diastolik menunjukkan hasil yang

lebih besar dari 90 mmHg.


B. Klasifikasi

Pada pemeriksaan tekanan darah, yang diukur adalah tekanan sistolik dan

diastolik. Tekanan darah diklasifikasikan sebagai normal apabila sistoliknya kurang

dari 120 mmHg dan diastolik kurang dari 80 mmHg, atau biasa ditulis dengan 120/80

mmHg.

Berikut ini adalah klasifikasi tingkatan dalam hipertensi lainnya:

1. Prahipertensi

Tekanan darah sistolik 120–139 mmHg atau tekanan darah diastolik 80–89

mmHg tergolong prahipertensi. Individu dengan prahipertensi tergolong berisiko

lebih tinggi terkena hipertensi. Jadi jika tekanan darah seseorang 110/85 mmHg atau

130/79 mmH, maka tergolong individu yang berisiko terkena hipertensi. Pada kondisi

ini, diperlukan perubahan gaya hidup guna mengurangi risiko terkena hipertensi di

masa depan.

2. Hipertensi tingkat 1

Tekanan darah sistolik 140–159 mmHg atau tekanan darah diastolik

90–99 mmHg. Jika tekanan darah sistolik atau diastolik berada pada rentang

ini, individu tersebut sudah memerlukan pengobatan karena risiko terjadinya

kerusakan pada organ menjadi lebih tinggi.

3. Hipertensi tingkat 2

Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik >

dari 100 mmHg. Pada tahap ini, penderita biasanya membutuhkan lebih dari

satu obat. Kerusakan organ tubuh mungkin sudah terjadi, begitu juga dengan

kelainan kardiovaskular, walaupun belum tentu bergejala.


4. Hipertensi krisis

Jika tekanan darah seseorang tiba-tiba melebihi 180/120 mmHg, maka

kondisi tersebut menunjukan bahwa ia mengalami hipertensi krisis. Pada tahap

ini, penderita harus segera menghubungi dokter, terlebih jika mengalami

tanda-tanda kerusakan organ seperti nyeri dada, sesak napas, sakit punggung,

mati rasa, perubahan pada penglihatan, atau kesulitan berbicara.

C. Etiologi

Hipertensi terbagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi primer dan sekunder.

Masing-masing memiliki penyebab yang berbeda, seperti berikut ini.

1. Hipertensi Primer

Sering kali, penyebab terjadinya hipertensi pada kebanyakan orang dewasa

tidak diketahui. Hipertensi primer cenderung berkembang secara bertahap selama

bertahun-tahun.

2. Hipertensi Sekunder

Beberapa orang memiliki tekanan darah tinggi karena kondisi kesehatan yang

mendasarinya. Hipertensi sekunder cenderung muncul tiba-tiba dan menyebabkan

tekanan darah lebih tinggi daripada hipertensi primer. Berbagai kondisi yang dapat

menyebabkan hipertensi sekunder, antara lain:

a) Obstruktif sleep apnea (OSA).

b) Masalah ginjal.

c) Tumor kelenjar adrenal.

d) Masalah tiroid.

e) Cacat bawaan di pembuluh darah.


f) Obat-obatan, seperti pil KB, obat flu, dekongestan, obat penghilang rasa sakit

yang dijual bebas. 

g) Obat-obatan terlarang.

D. Patofiologi

Hampir semua penyakit kronis tidak datang tiba-tiba, tetapi memiliki

riwayat perjalanan yang lama. Begitu pula dengan hipertensi. Ketika seseorang

terdiagnosis hipertensi untuk pertama kalinya, bisa jadi ia sudah mulai memiliki

hipertensi beberapa tahun sebelumnya. Patofisiologi hipertensi secara alami

diawali dari kenaikan tekanan darah sesekali saja. Tanpa melakukan

pemeriksaan tekanan darah, penderita tidak akan tahu kalau terjadi kenaikan

tekanan darah. Naiknya tekanan darah yang kadang-kadang ini, lama-kelamaan

akan semakin sering dan kemudian menetap, atau tidak bisa turun kembali.

Awalnya, penderita hipertensi tidak merasakan gejala. Jika pun ada gejala,

biasanya tidak spesifik dan berubah-ubah.

Setelah penyakit berkembang menjadi hipertensi persisten (menetap), maka

patofisiologi hipertensi menjadi lebih rumit, di mana sudah melibatkan kerusakan

organ-organ lain di seluruh tubuh. Diawali dari kerusakan pembuluh-pembuluh

darah kecil karena hipertensi, diikuti pembuluh darah yang lebih besar seperti

arteri dan aorta. Keduanya adalah pembuluh utama di tubuh yang berukuran besar,

salah satunya yang membawa darah menuju dan meninggalkan jantung.  Kerusakan

pembuluh darah kecil juga terjadi di seluruh organ tubuh sehingga perlahan-lahan

jantung, ginjal, retina, dan sistem saraf pusat akan mengalami kerusakan.
F. Manifestasi klinis

Seseorang yang mengidap hipertensi akan merasakan beberapa gejala yang timbul,

antara lain:

 Sakit kepala

 Lemas

 Masalah penglihatan

 Nyeri dada

 Sesak napas

 Aritmia dan

 Adanya darah dalam urine.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertensi meliputi terapi non farmakologi dan terapi

farmakologi. Terapi non farmakologi berupa modifikasi gaya hidup meliputi pola diet,

aktivitas fisik, larangan merokok dan pembatasan konsumsi alkohol. Terapi

farmakologis dapat diberikan antihipertensi tunggal maupun kombinasi. Pemilihan

obat anti hipertensi dapat didasari ada tidaknya kondisi khusus (komorbid maupun

komplikasi).

Non Farmakologi Terapi non farmakologi untuk penanganan hipertensi berupa

anjuran modifikasi gaya hidup. Pola hidup sehat dapat menurunkan darah tinggi.

Pemberian terapi farmakologi dapat ditunda pada pasien hipertensi derajat 1 dengan

risiko komplikasi penyakit kardiovaskular rendah. Jika dalam 4-6 bulan tekanan darah

belum mencapai target atau terdapat faktor risiko penyakit kardiovaskular lainnya

maka pemberian medikamentosa sebaiknya dimulai.


H. Komplikasi

Jika tidak terkontrol, Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya komplikasi seperti:

 Penyakit Jantung
 Stroke
 Penyakit Ginjal
 Retinopati (kerusakan retina)
 Penyakit pembuluh darah tepi
 Gangguan saraf
 Gangguan saraf

Semakin tinggi tekanan darah, semakin tinggi risiko kerusakan pada jantung dan
pembuluh darah pada organ besar seperti otak dan ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3547/4/Chapter%20II.pdf

http://eprints.umpo.ac.id/5035/4/BAB%202.pdf

http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/925/5/118600193_file5.pdf

https://www.halodoc.com/kesehatan/hipertensi

https://www.alodokter.com/memahami-klasifikasi-hipertensi-dan-faktor-risiko-yang-

mempengaruhi

https://www.guesehat.com/kenali-patofisiologi-hipertensi

https://id.scribd.com/document/434106135/Pathway-Hipertensi

http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/hipertensi-penyakit-jantung-dan-

pembuluh-darah/page/5/apa-komplikasi-berbahaya-dari-hipertensi#:~:text=Jika

%20tidak%20terkontrol%2C%20Hipertensi%20dapat,Penyakit%20Ginjal

Anda mungkin juga menyukai