Anda di halaman 1dari 43

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP

MOTIVASI BELAJAR REMAJA DI WILAYAH KEDUNG


BARUK

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh :

ALIEF NURDIANA
NIM. P27820722150

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JENJANG SARJANA TERAPAN JURUSAN
KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
TAHUN 2022
PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP
MOTIVASI BELAJAR REMAJA DI WILAYAH KEDUNG
BARUK

PROPOSAL SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai


Gelar Sarjana Terapan Keperawatan (S.Tr.Kep)
Pada Program Pendidikan Profesi Ners
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Surabaya

Disusun oleh :

ALIEF NURDIANA
NIM. P27820722150

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


JENJANG SARJANA TERAPAN JURUSAN
KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

i
TAHUN 2022

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Oleh: Alief Nurdiana


NIM. P27820722150

Proposal Skirpsi ini Telah Disetujui Tanggal

Pembimbing I, Pembimbing II,

Hepta Nur Anugrahini, S.Kep.Ns., M.Kep. Mohammad Najib. S.Kp.,M.Sc.


NIP. 19800325 200501 2 004 NIP. 19650222 199003 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Sarjana Terapan Keperawatan

Program Pendidikan Profesi Ners

Dwi Adji Norontoko, S.Kep., Ns., M.Kep.


NIP. 196309171990031002
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Alief Nurdiana

NIM : P27820722150
Program Studi : Program Studi Alih Jenjang Sarjana Terapan

Judul Skripsi : Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Motivasi Belajar
Remaja di Wilayah Kedung Baruk Surabaya.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-
benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Surabaya, 25 Februari 2023


Yang Membuat Pernyataan,

ALIEF NURDIANA
NIM. P27820722150

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya

kami dapat menyelesaikan Proposal Skripsi yang berjudul “Hubungan Pola Asuh

Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Remaja di Wilayah Kedung Baruk

Surabaya”

Atas terselesainya Proposal Skripsi ini, kami mengucapkan terimakasih

kepada Yang Terhormat :

1. Drg. Bambang Hadi Sugito, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Surabaya

2. Dr. Supriyanto, M.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik

Kesehatan Kemenkes Surabaya

3. Dwi Adji Norontoko, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi
Sarjana

Terapan Keperawatan Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes

Surabaya

4. Hepta Nur Anugrahini, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing

pertama yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan dalam

penulisan Proposal Skripsi ini.

5. Mohammad Najib. S.Kp.,M.Sc. selaku dosen pembimbing kedua yang telah

banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan dalam penulisan Proposal

Skripsi ini.

6. Dr. Joko Suwito, SKp., M.Kes selaku dosen Ketua Penguji yang telah

membantu dalam memberikan bimbingan dan pengetahuan dalam penulisan

Proposal
Skripsi ini.

7. Seluruh dosen pengajar dan staf program studi sarjana terapan keperawatan

Poltekkes Kemenkes Surabaya yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat

kepada penulis selama pendidikan dan telah membantu dalam penyelesaian

Proposal Skripsi ini.

8. Kedua orang tua saya, Bapak Hery Wijayanto dan Ibu Mukarti, yang selalu

mendoakan dan mendukung saya untuk terus berjuang dan menyelesaikan

Proposal Skripsi ini.

9. Saudara saya yang turut membantu baik secara materi maupun materi,

mendoakan dan mendukung saya dalam pembuatan Proposal Skripsi ini.

10. Teman-teman alih jenjang sarjana terapan keperawatan angkatan 2022 yang

telah membantu, mendukung, dan memacu saya dalam proses pembuatan

Proposal

Skripsi ini.

11. Semua pihak yang telah membantu saya dalam proses penyusunan Proposal

Skripsi ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa Proposal Skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Untuk itu tidak lupa kami mohon maaf dan menerima kritik dan saran

yang membangun demi kesempurnaan Proposal Skripsi ini.

Surabaya, 25 Februari 2023

Penulis

Alief Nurdiana
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pendidikan meruapakan hal yang paling penting dalam membentuk

karakter dan pribadi seseorang. Tingginya pendidikan maupun banyaknya

ilmu akan terbentuk ketika motivasi seseorang itu tinggi dalam belajar.

Dilihat dari banyaknya prestasi dan jenjang pendidikan dari seseorang itu.

Untuk mencapai tujuan pendidikan, bimbingan dan motivasi serta

partisipasi orang tua amat dibutuhkan. Orang tua adalah pendidik yang

utama dan pertama dalam keluarga, dan menjadi dasar dalam

perkembangan dan kehidupan anak di kemudian hari, untuk itu diperlukan

usaha yang maksimal dalam mencapai tujuan tersebut.Thomas Lickona

(2013: 49) dalam bukunya Character Matters menyatakan bahwa

keluarga adalah pondasi pengembangan intelektual dan moral, membantu

orang tua agar menjadi orang tua yang positif adalah hal penting yang

dapat sekolah lakukan untuk membantu siswa membangun karakter yang

kuat dan berhasil secara akademik.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surabaya mencatat jumlah

remaja di Kota Surabaya tahun 2020 adalah 418 ribu yang terdiri dari

kelompok usia 10-14 tahun sebanyak 193 ribu dan usia 15-19 tahun

sebanyak 225 ribu (BPS Kota Surabaya, 2020). Angka ini menunjukkan

jumlah remaja di wilayah Surabaya yang cukup besar yaitu sekitar

(14,44%) dari total jumlah penduduk.. Sehingga sangat disayangkan

apabila jumlah remaja yang cukup besar tersebut tidak menjadi generasi

yang unggul akibat motivasi belajar nya rendah. Berdasarkan observasi

6
dan hasil wawancara yang dilakukan peneliti ditemukan bahwa masih

banyak remaja yang merasa malas dan tidak memiliki motivasi dalam

belajar.

Motivasi belajar terjadi karena ada kemauan, kebutuhan, hasrat dan

dorongan siswa untuk berpartisipasi, dan sukses dalam proses belajar.

Inilah yang membuat siswa terlibat dalam kegiatan akademik, membuat

mereka berusaha ketika keadaan menjadi sulit, dan menentukan seberapa

banyak mereka harus belajar (Bomia et al 1997). Menurut Feng, Fan, &

Yang (2013) Motivasi belajar yang tinggi dan peserta didik yang percaya

diri biasanya akan menghasilkan prestasi belajar yang baik. Peran orang

tua dalam menumbuhkan motivasi belajar adalah ikut membantu

menciptakan suasana rumah yang kondusif untuk belajar. Suasana rumah

dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di

dalam keluarga dimana anak berada dan belajar. Suasana rumah yang

gaduh atau ramai dan pola kepemimpinan orang tua yang kurang

mendukung tidak akan memberi ketenangan kepada anak dalam belajar.

Namun demikian tidak semua orang tua mampu menerapkan sikapnya

sesuai dengan situasi yang mendukung motivasi belajar anak-anaknya.

Sebagian besar orang tua sadar atau tidak, kurang memperhatikan akan

sikap kepemimpinan dan pola asuh terhadap anaknya yang dapat

mempengaruhi motivasi belajar anaknya.

Sebagai solusi untuk meningkatkan motivasi belajar tersebut

adalah orang tua harus memahami pola kepemimpinan yang harus

diterapkan untuk meningkatkan motivasi anak dalam belajar.

7
1.2 Rumusan Masalah

Adakah hubungan pola asuh orang tua terhadap motivasi belajar remaja di

wilayah kedung baruk ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adakah pengaruh pola asuh orang tua terhadap motivasi

belajar remaja di wilayah Kedung Baruk.

1.4 Manfaat Penelitian

1.5 Keaslian Penelitian

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pola Asuh

2.1.1 Pengertian pola asuh

Secara terminologi pola asuh orang tua adalah cara terbaik yang

ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari

tanggung jawab kepada anak. Keluarga merupakan pendidik pertama dan

terutaman dalam kehidupan anak karena dari mereka lah anak mendapat

pendidikan untuk pertama kalinya, serta menjadi dasar perkembangan

anak dan kehidupan anak di kemudian hari (Subagia, 2021).

Kata pola asuh terdapat dua kata yaitu “pola” yang artinya adalah

“pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap,

sedangkan “asuh” yang artinya adalah dapat berati menjaga (merawat dan

mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya),

dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau

lembaga (Husna, 2018). Pola asuh adalah sikap orang tua dalam

berinteraksi, membimbing, membina, dan mendidik anak-anaknya dalam

kehidupn sehari-hari dengan harapan menjadikan anak sukses menjalani

kehidupan ini (Fatmawati, et al, 2021). Dalam hal ini, interaksi terjadi

antara anak dan orang tua dengan orang tua mendidik, membimbing dan

mendisiplinkan serta melindungi anak sehingga memungkinkan anak

untuk mencapai tugas-tugas perkembangannya. Pola asuh orang tua untuk

menggambarkan interaksi orang tua dan anak-anak yang didalamnya orang

9
tua mengekspresikan sikapsikap atau perilaku, nilai-nilai, minat dan

harapan-harapannya dalam mengasuh dan memenuhi kebutuhan anak-

anaknya (Septiani, Fatuhurrahman, & Pratiwi, 2021).

Sedangkan arti orang tua menurut Nasution dan Nurhalijah (1986:1)

"Orang tua" adalah setiap orang yang bertanggungjawab dalam suatu

keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari

disebut sebagai bapak dan ibu". Seorang bapak atau ayah dan ibu dari

anakanak mereka tentunya memiliki kewajiban yang penuh terhadap

keberlangsungan hidup bagi anak-anaknya, karena anak memiliki hak

untuk diurus dan dibina oleh orang tuanya hingga beranjak dewasa.

(Damayanti, D. (2021). KONTRIBUSI ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN ANAK


PADA KELUARGA PETANI DI DESA BULU TANAH KECAMATAN KAJUARA

KABUPATEN BONE (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS NEGERI

MAKASSAR).

2.1.2 Jenis – jenis pola asuh

Menurut Hurlock (1990) pola asuh orang tua dibedakan menjadi tiga

yaitu pola asuh otoriter , pola asuh demokratis, dan pola asuh permissive.

1. Pola asuh otoriter

Pada pola asuh ini orang tua cenderung lebih memaksakan sesuatu pada

anak, anak harus mengikuti semua peraturan yang dibuat orang tua

tanpa ada kompromi, anak tidak diberikan kesempatan untuk

berpendapat atau mengekspresikan keinginannya, dan berorientasu pada

hukuman. Pola asuh otoriter terbagi menjadi dua yaitu authoritarium

parenting, suatu pola pengasuhan yang membatasi dan menghukum,

10
menuntut anak untuk mengikuti perintah orang tua dan

menghormatinya. Kedua yaitu authorithative parenting, mendorong

agar anak mandiri tetapi masih menetapkan batasan – batasan dan

oengendalian atas tindakan – tindakan mereka. Orang tua tetap

memberikan kehangatan, kasih sayang dan perhatian.

2. Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang menerapkan kerja sama

dengan anak, melakukan diskusi antara orangtua dan anak. Orang tua

juga memberi kesempatan kepada anak untuk menyampaikan keinginan

atau pun pendapatnya, anak diberi kebebasan untuk berekspresi tetapi

meiliki batas. Pada pola asuh demokratis, orangtua layaknya sebagai

teman bagi anak.

3. Pola asuh persimissive

Pola asuh permisif adalah pola asuh yang memberikan kebebasan penuh

kepada anak tanpa batasan. Tidak ada aturan yang mengikat antara

orang tua dan anak sehingga anak merasa bebas. Pola asuh permisif

dibagi menjadi dua , yaitu permisif indifferent(neglectfull parenting)

dalam hal ini, orangtua tidak memiliki keterlibatan aktif atau langsung

dalam pengasuhan anak. Kehidupan orang tua dianggap jauh lebih

penting daripada kehidupan anak, ciri pola asuh ini antara lain kurang

bisa mengontrol diri, anak tidak mandiri dan tidak termotivasi untuk

berprestasi. Kemudian permisif indulgent(Indulhent parenting), orang

11
tua memiliki keterlibatan dalam mengasuh anak akan tetapi tidak

banyak batasan – batasan pada anak. Orang tua cenderung memberikan

kebebasan pada anak untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan

dan memberikan kesempatan pada anak untuk mencari cara sendiri

dalam mencapai hal yang diinginkan. Pola asuh seperti ini

memunculkan sikap kreatif pada anak, percaya diri dan mampu

mengontrol perilakunya sendiri (Sari, Sumardi, & Mulyadi, 2020).

2.1.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi pola asuh

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua

terhadap anak, antara lain:

1. Status ekonomi keluarga

Status ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi pola asuh yang diterapkan orang tua. Status ekonomi

keluarga mencakup penghasilan, pendidikan dan pekerjaan orang tua.

Seseorang yang mempunyai status ekonomi rendah kemungkinan

besar akan lebih mengutamakan dirinya untuk bekerja, baik itu ayah

ataupun ibu. Orang tua yang bekerja akan menghabiskan sebagian

waktunya jauh dari anak karena mereka lebih mengutamakan atau

mementingkan tugas utamanya yaitu bekerja. Orang tua yang lebih

banyak menghabiskan waktuya diluar rumah, tidak akan mampu

mangamati proses-proses perkembangan anaknya baik dari segi

kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya.

12
2. Status Pendidikan

Pendidikan yang ditempuh oleh orang tua anak berbeda-beda, maka

tak heran apabila pendidikan yang diterima oleh anak pun berbeda.

Menurut Halle, "Ibu-ibu yang pendidikan tinggi memiliki harapan

yang lebih tinggi terhadap prestasi pendidikan akademik anak-anak

mereka" Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak

memengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada

beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam

menjalankan peran pengasuhan, antara lain terlibat aktif dalam setiap

pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada

masalah anak, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak

dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak.

3. Budaya atau adat pola asuh orang tua terdahulu

Pada zaman terdahulu kebanyakan orang tua menerapkan pola asuh

otoriter yaitu pola yang lebih menekankan pada aturan dan hukuman,

tidak salah jika orang tua jaman sekarang menerapkan pola asuh

tersebut. Namun ada beberapa anaknya memiliki perkembanganyang

jauh lebih baik bagi perkembangannya bagi dalam segi kecer-dasan,

emosi, atau sosialnya. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama

yang ditemui individu sejak mereka lahir ke dunia. Lingkungan

keluarga pertama adalah Ayah, Ibu dan individu itu sendiri. Hubungan

antara individu dengan kedua orangtuanya merupakan hubungan

timbal balik dimana terdapat interaksi di dalamnya. Setiap orangtua

13
tentunya ingin yang terbaik bagi anak-anak mereka. Keinginan ini

kemudian akan membentuk pola asuh yang akan ditanamkan orangtua

kepada anak-anak. Pola asuh menurut Diana Baumrind, pada

prinsipnya merupakan parental control yaitu bagaimana orangtua

mengontrol, membimbing, dan mendampingi anak-anaknya untuk

melaksanakan tugas-tugas perkembangannya menuju pada proses

pendewasaan.

4. Kepribadian orang tua

Setiap orang berbeda dalam tingkat energi, kesabaran, intelegensi,

sikap dan kematangannya. Karakteristik tersebut akan mempengaruhi

kemampuan orang tua untuk memenuhi tuntutan peran sebagai orang

tua dan bagaimana tingkat sensifitas orang tua terhadap kebutuhan

anak-anaknya.

5. Keyakinan

Keyakinan yang dimiliki orang tua mengenai pengasuhan akan

mempengaruhi nilai dari pola asuh dan akan mempengaruhi tingkah

lakunya dalam mengasuh anak – anaknya.

6. Persamaan dengan pola asuh yang diterima orang tua

Bila orang tua merasa bahwa orang tua mereka dahulu berhasil

menerapkan pola asuhnya pada anak dengan baik, maka mereka akan

menggunakan teknik serupa dalam mengasuh anak bila mereka

14
merasa pola asuh yang digunakan orang tua mereka tidak tepat, maka

orang tua akan beralih ke tehnik pola asuh yang lain (Rasidi & Salim,

2021).

2.1.4 Karateristik anak berdasarkan jenis pola asuh orang tua

2.1.5

2.2 Konsep Motivasi Belajar

2.2.1 Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai daya upaya

yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat

dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk

melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai suatu tujuan (Maliki,

2020). Hamalik (2010) menyatakan bahwa motivasi menunjukkan pada

semua gejala yang terkandung dalam stimulasi tindakan ke arah tujuan

tertentu, yang sebelumnya belum ada gerakan menuju ke arah tujuan

tersebut. Motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri

individu atau peserta didik untuk mengarahkan, serta menjaga tingkah laku

seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga

mencapai hasil atau tujuan tertentu.

Kemudian, Brophy (2004) menyatakan bahwa motivasi belajar

lebih mengutamakan respons kognitif, yaitu kecenderungan peserta didik

untuk mencapai aktivitas akademik yang bermakna dan bermanfaat, serta

mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Peserta

didik yang memiliki motivasi belajar akan memperhatikan pelajaran yang

15
disampaikan, membaca materi sehingga bisa memahaminya, dan

menggunakan strategi- strategi belajar tertentu yang mendukung (Rahmat,

2018). Menurut Sardiman Pengertian motivasi belajar adalah keseluruhan

daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar,

yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah

pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek

belajar itu dapat tercapai.

Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan, seseorang yang

tidak memiliki motivasi dalam belajar tidak mungkin melakukan aktivitas

belajar. Dalam hal ini, peran guru sangat penting. Bagaimana guru

melakukan usaha-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan

motivasi agar anak didiknya melakukan aktivitas belajar dengan baik.

Untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik

pula.

2.2.2 Jenis – Jenis Motivasi

Sadirman memaparkan macam – macam motivasi sebagai berikut :

a. Motivasi yang dilihat dari dasar pembentukannya yaitu motif

bawaan dan motif yang dipelajari. Motif bawaan berarti motif yang

dibawa sejak lahir, motivasi ini ada tanpa harus dipelajari. Sementara

itu, motif yang dipelajari berarti motif yang timbul akibat proses

belajar atau motif yang dipelajari. Motif ini juga sering disebut

dengan motif yang diisyaratkan secara sosial.

16
b. Motivasi menurut pembagian Woodworth dan Marquis terdiri dari

motif organis, motif darurat, dan motif objektif. Motif atau

kebutuhan organis berarti kebutuhan dasar manusia, seperti minum,

makan, beristirahat, dan sebagainya. Sementara itu, motif darurat

dapat berupa dorongan untuk menyelamatkan diri, membalas,

berusaha, memburu, dan sebagainya. Motivasi ini timbul karena

adanya rangsangan dari luar. Terakhir, motif objektif dapat berupa

kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, manipulasi, menaruh minat,

dan sebagainya.

c. Motivasi jasmaniah dan rohaniah. Motivasi jasmaniah ini dapat

berupa refleks, insting otomatis, dan nafsu, sedangkan motivasi

rohaniah dapat berupa kemauan.

d. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik berarti motif

yang menjadi aktif atau akan berfungsi dengan sendirinya tanpa

perlu ada rangsangan dari luar. Hal ini karena dalam diri individu

sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sementara itu,

motivasi ekstrinsik berarti motif yang akan berfungsi dengan adanya

rangsangan dari luar.

2.2.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi motivasi belajar

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri siswa

seperti kondisi jasmani dan rohani, citacita/aspirasi, kemampuan siswa,

perhatian dan lain-lain. Adapun faktor internal yang dapat

mempengaruhi motivasi belajar adalah sebagai berikut :

17
1) Perhatian

Perhatian juga termasuk faktor yang sangat penting dalam usaha

menumbuhkan motivasi belajar. Apabila bahan pelajaran itu

tidak menarik baginya maka timbullah rasa bosan, malas dan

belajarnya harus dikejar -kejar. Sehingga prestasi mereka

kemudian menurun, untuk itu pendidik harus mengusahakan

bahan pelajaran yang diberikan dapat benar – benar menarik

motivasi belajar peserta didik.

2) Emosi

Kadang-kadang ada peserta didik yang tidak stabil emosinya,

sehingga dapat mengganggu motivasi belajarnya, misalnya ada

masalah yang kecil saja dapat timbul emosi yang mendalam

sampai menimbulkan gejala-gejala negatif seperti tak sadarkan

diri, kejang dan sebagainya. Dalam keadaan emosi yang

mendalam ini tentu belajar mengalami hambatan semacam ini di

mana hambatan ini membutuhkan situasi yang cukup tenang dan

penuh perhatian agar anak dapat meningkatkan motivasi

belajarnya.

3) Intelegensi atau bakat

Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru

akan terialisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar,

misalkan orang berbakat menyanyi, suara dan nada lagunya

terdengar lebih merdu dibandingkan orang yang tidak berbakat

18
menyanyi. Bakat kita mempengaruhi belajar, orang yang

memiliki intelegensi (IQ) tinggi, umumnya mudah belajar dan

hasilnya pun cenderung baik, sebaliknya jika seseorang yang

"IQ" nya rendah akan mengalami kesulitan dalam belajar.

Seseorang yang menyeimbangkan kedua aspek tersebut akan

mencapai tujuan yang hendak dia akan dicapai. Semua ini

tergantung lagi dari seorang peserta didik apakah dia mampu

membuatnya seimbang.

4) Motif

Motif erat hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di

dalam menetukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan

tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang

menjadi penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya

penggerak atau pengorongnya. Dalam proses pembelajaran

haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong peserta didik

agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif

untuk berfikir dan memutuskan perhatian merencanakan dan

melaksanakan kegiatan yang berhubungan atau menunjang

belajar. Dari uraian di atas jelaslah bahwa motif yang kuat

sangatlah perlu di dalam belajar, di dalam membentuk motif

yang kuat itu dapat dilaksanakan dengan adanya latihan-latihan,

kebiasaan-kebiasaan dan pengaruh lingkungan yang

memperkuat, jadi latihan dan kebiasaan itu sangat perlu dalam

proses pembelajaran.

19
5) Kematangan

Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan

seseorang. di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk

melaksanakan kecakapan baru. Misalnya anak dengan kakinya

sudah siap untuk berjalan, tangan dengan jari-jarinya sudah siap

untuk menulis, dengan otaknya sudah siap untuk berpikir

abstrak, dan lain-lain. Kematangan belum berarti anak dapat

melaksanakan

kagiatan secara terus-menerus, untuk itu diperlukan latihan-

latihan dan pelajaran. Belajarnya akan lebih berhasil jika anak

sudah siap (matang). Jadi kemajuan baru untuk memiliki

kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar.

6) Kesiapan

Kesiapan menurut James Drever adalah kesediaan untuk

memberi respon atau bereaksi. Kesiapan itu timbul dari dalam

diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan,

karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan

kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses

pembelajaran, karena jika peserta didik belajar

b. Faktor eksternal

20
Faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi belajar peserta didik

adalah faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat. Berikut akan dibahas

ketiga faktor tersebut:

1. Faktor Keluarga

Motivasi belajar peserta didik bisa dipengaruhi oleh keluarga seperti

orang tua, suasana rumah dan keadaan ekonomi keluarga.

a. Faktor orang tua

Cara orang tua mendidik anaknya sangat berbeda-beda dan

besar pengaruhnya terhadap belajar anak diketahui bahwa

keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan

utama. Jika orang tua tidak memperhatikan pendidikan

anaknya atau acuh tak acuh terhadap belajar anaknya seperti

tidak mengatur waktu belajar, tidak melengkapi alat

pelajarannya dan tidak memperhatikan apakah anaknya

semangat dalam belajar.

b. Suasana Rumah

Lingkungan keluarga yang lain dapat mempengaruhi usaha

peningkatan motivasi belajar anak adalah suasana rumah.

Suasana rumah yang terlalu gaduh/ramai tidak akan

memberikan anak belajar dengan baik misalnya rumah

dengan keluarga besar atau banyak sekali penghuninya.

Begitu juga dengan susunan rumah tangga yang terlalu

tegang dan banyak cek cok akan mempengaruhi mental anak.

21
Di mana anak akan merasa sedih, bingung dirundung

kecemasan dan tekanan batin yang terus menerus.

c. Faktor ekonomi keluarga

Faktor ekonomi keluarga banyak menentukan juga dalam

belajar anak. Misalnya anak dari keluarga mampu dapat

membeli alat – alat sekolah dengan lengkap, sebaliknya anak

– anak dari keluarga miskin tidak dapat membeli alat – alat

itu dengan lengkap. Inilah yang kadang menyebabkan anak

menjadi kecewa, mundur dan putus asa sehingga dorongan

mereka untuk belajar kurang sekali.

2. Faktor sekolah

Lingkungan sekolah juga kadang- kadang menjadi faktor hambatan

bagi anak dalam belajar misalnya :

a) Cara penyajian pelajaran kurang baik

Dalam hal ini misalnya pendidik kurang persiapan atau

kurang menguasai buku – buku pelajaran sehingga dalam

menerangkan kepada anak kurang baik dan sukar dimengerti

oleh peserta didik. Oleh karena itu untuk meningkatkan

motivasi belajar peserta didik, pendidik hendaknya

menggunakan metode mengajar yang tepat, efesien dan

efektif.

b) Hubungan pendidik dan peserta didik yang kurang bagus

22
Biasanya bila anak menyukai pendidik, akan suka pula pada

pelajaran yang diberikannya. Sebaliknya bila anak

membenci kepada pendidik atau hubungannya kurang baik,

maka dia akan sukar pula menerima peljaran yang

diberikannya. Anak tidak dapat maju dan mengembangkan

motivasi belajarnya karena ia merasa mempunyai hubungan

yang tidak baik dengan pendidiknya.

c) Hubungan antara anak dengan yang diasingkan atau dibenci

oleh teman-temannya.

Anak yang dibenci ini akan mengalami tekanan batin yang

menghambat kemajuan motivasi belajar, ia sering tidak

masuk sekolah, kadang – kadang mengalami perlakuan yang

kurang menyenangkan.

3. Faktor lingkungan

Termasuk lingkungan masyarakat yang dapat berpengaruh terhadap

motivasi belajar peserta didik, berikut ini penulis akan membahas

beberapa faktor masyarakat yang bisa mempemgaruhi motivasi

belajar peserta didik sebagai berikut :

a) Media : bioskop, radio,televisi, surat kabar, majalah, dan

sebagainya

Semua ini memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap

peserta didik, sebab anak berloebih – lebihan mencontoh

atau membaca, bahkan tidak dapat mengendalikannya.

Sehingga semangat belajar mereka menjadi terpengaruh dan

23
mundur sekali dalam hal ini perlu penugasan dan pengaturan

waktu yang bijaksana.

b) Teman bergaul yang memberikan pengaruh yang tidak baik.

Orang tua seringkali terkejut bila melihat anaknya yang

belum cukup umur sembunyi – sembunyi merokok dan pergi

tanpa pergi tanpa tujuan. Ini yang membuat motivasi anak

dalam belajar tidak ada serta tugas sekolahya banyak yang

ditinggalkan. Tugas orang tua hanya mengontrol dari

belakang jangan terlalu dibebaskan agar anak tidak merasa

ditekan.

c) Adanya kegiatan – kegiatan dalam masyarakat.

Misalnya ada tugas organisasi, belajar pencak silat, belajar

menari dan sebagainya. Jika tugas ini berlebihan jelas akan

belajar anak karena anak sudah terlanjur senang dalam

organisasi atau kegiatan di masyarakat dan perlu diingatkan

tidak semua kegiatan dimasyarakat berdampak baik bagi

anak (Nurhikma, 2021).

2.2.4 Indikator Motivasi

Dalam menilai motivasi pada siswa diperlukan aspek – aspek yang

terukur. Menurut Jaali (2008), motivasi belajar siswa meliputi beberapa

dimensi yang dapat dijadikan indikator, diantaranya :

1. Ketekunan dalam belajar

a) Kehadiran di sekolah

24
b) Mengikuti PBM di kelas

c) Belajar di rumah

2. Ulet dalam menghadapi kesulitan

a) Sikap terhadap kesulitan

b) Usaha mengatasi kesulitan

3. Minat dan ketajaman perhatian dalam belajar

a) Kebiasaan dalam mengikuti pelajaran

b) Semangat mengikuti PBM

4. Berprestasi dalam belajar

a) Keinginan untuk berprestasi

b) Kualifikasi hasil belajar

5. Mandiri dalam belajar

a) Penyelsaian tugas/PR

b) Menggunakan kesempatan di luar jam pelajaran

Sejalan dengan pendapat diatas, menurut Sadirman (2007)

indikator motivasi belajar adalah sebagai berikut :

1. Tekun menghadapi tugas

2. Ulet menghadapi kesulitan

3. Menunjukkan minat terhadap bermacam – macam masalah orang

dewasa

4. Lebih senang bekerja mandiri

5. Dapat mempertahankan pendapatnya.

25
Berdasarkan indikator – indikator diatas dapat disimpulkan bahwa

motivasi belajar yang diungkap yaitu :

1. Kuatnya kemauan untuk berbuat

2. Jumlah waktu yang disediakan untuk belajar

3. Kerelaan meninggalkan kewajiban/ tugas yang lain

4. Dapat mempertahankan pendapatnya

5. Ketekunan dalam mengerjakan tugas

6. Ulet menghadapi kesulitan

7. Lebih senang bekerja mandiri

8. Menunjukkan minat terhadap bermacam – macam masalah orang

dewasa

Sebuah tindakan bisa dikatakan memiliki motivasi yang tinggi, jika

perilaku itu menunjukkan ciri – ciri sebagai berikut :

1. Individu menunjukkan tanggapan yang menggejolak dengan

bentuk – bentuk tanggapan yang bervariasi

2. Kekuatan dan efisiensi perilaku mempunyai hubungan yang

bervariasi dengan kekuatan determinan.

3. Motivasi mengarah perilaku pada tujuan tertentu, misalnya

seoarang remaja yang memiliki cita – cita sehingga semangat

untuk mencapai tujuannya.

4. Pengaruh positif menyebabkan suatu perilaku tentu cenderung

diulang – ulang.

26
5. Kekuatan perilaku akan melemah, bila akibat dari perbuatan itu

bersifat tidak mengenakkan.

27
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka konsep

Faktor yang mempengaruhi


pola asuh :
1. Status ekonomi
Pola Asuh :
keluarga
2. Status pendidikan Pola asuh 1. Otoriter
3. Budaya atau adat orang tua 2. Demokratis
istiadat 3. Permissive
4. Kepribadian orang tua
5. Keyakinan
6. Persamaan dengan pola

Faktor yang mempengaruhi


motivasi belajar :
a) Faktor internal
1. Perhatian
2. Emosi Motivasi Belajar :
3. Intelegensi dan Motivasi
bakat 1. Rendah
4. Motif Belajar 2. Sedang
5. Kematangan 3. Tinggi
6. Kesiapan
b) Faktor eksternal
1. Keluarga
2. Sekolah
3. Lingkungan

Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
Gambar 3.1 Kerangka konseptual pengaruh pola asuh orang tua terhadap motivasi
belajar remaja di wilayah Kedung Baruk .

28
3.2 Penjelasan

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diakses oleh peneliti bahwa

pola asuh dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya status ekonomi

keluarga, pendidikan, budaya atau adat istiadat, kepribadian orang tua,

keyakinan, dan persamaan dengan pola asuh yang diterima orang tua

sebelumnya. Terdapat 3 jenis pola asuh yaitu otoriter, demokratis dan

permisif. Pola asuh yang diterapkan orang tua erat hubungannya dengan

bagaimana terbentuknya motivasi anak untuk belajar.

Pola asuh otoriter biasanya cenderung lebih memaksakan sesuatu pada

anak, anak harus mengikuti semua peraturan yang dibuat orang tua tanpa ada

kompromi, anak tidak diberikan kesempatan untuk berpendapat atau

mengekspresikan keinginannya, dan berorientasi pada hukuman. Sedangkan

jenis pola asuh kedua yaitu demokratis lebih menerapkan kerjasama dengan

anak. Orang tua juga memberi kesempatan kepada anak untuk

menyampaikan keinginan atau pun pendapatnya, anak diberi kebebasan untuk

berekspresi tetapi memilki batas. Lalu pola asuh yang terakhir yaitu permisif

orang tua tidak memberikan aturan kepada anak. Ciri pola asuh ini antara lain

kurang bisa mengontrol diri, anak tidak mandiri dan tidak termotivasi untuk

berprestasi.

Motivasi belajar pada diri seseorang juga memiliki dua faktor yang

mempengaruhi, yaitu internal dan eksternal. Faktor internal yang

mempengaruhi motivasi belajar diantaranya adalah perhatian, emosi,

intelegensi dan bakat, motif, kematangan, kesiapan. Sedangkan faktor

eksternalnya adalah faktor keluarga, lingkungan, dan sekolah. Ada beberapa

29
indikator yang dapat digunakan dalam meniliai motivasi seperti ketekunan

dalam belajar, ulet dalam menyelesaikan kesulitan, minat dan ketajaman

perhatian dalam belajar, berprestasi dalam belajar, mandiri dalam belajar.

Seseorang dengan motivasi yang tinggi akan memenuhi 5 indikator dengan

baik atau bahkan sangat baik. Seseorang juga dikatakan memiliki motivasi

yang tinggi, jika perilaku nya memiliki ciri seperti seorang individu

menunjukkan tanggapan – tanggapan yang bervariasi dalam suatu hal,

memiliki kekuatan dan efisiensi perilaku mempunyai hubungan yang

bervariasi dengan kekuatan determinan, memiliki motivasi mengarahkan

perilaku pada tujuan tertentu, memiliki pengaruh positif yang menyebabkan

suatu perilaku terus diulang - ulang, dan kekuatan perilaku akan melemah,

jika akibat dari perbuatan itu bersifat tidak mengenakkan.

3.3 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2017).

1. Hipotesis nol (H0): tidak ada pengaruh antara pola asuh orang tua

terhadap motivasi belajar remaja di wilayah Kedung Baruk Surabaya

2. Hipotesis alternatif (H1) : ada pengaruh antara pola asuh orang tua

terhadap motivasi belajar remaja di wilayah Kedung Baruk Surabaya

30
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain penelitian

Dalam penelitian ini, merupakan jenis penelitian deskriptif

korelasional analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

pola asuh orang tua terhadap motivasi belajar anak. Penelitian ini

menggunakan rancangan penelitian cross sectional, dimana penelitian

dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan (Nursalam, 2014). Dalam

penelitian ini, peneliti ingin mengidentifikasikan pengaruh pola asuh orang

tua terhadap motivasi belajar remaja di wilayah Kedung Baruk, Surabaya.

4.2 Populasi , Teknik Sampling, Sample

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau objek yang akan

diteliti (Nursalam, 2015). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah seluruh remaja di wilayah Kedung Baruk tepatnya di RT 2 RW 3

Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya yang berusia 10 – 24 tahun (remaja

awal s.d remaja akhir) sejumlah 30 orang.

4.2.2 Teknik Sampling

Teknik sampling adalah cara pengambilan sampel. Secara teknis

dibagi menjadi dua macam yaitu yang bersifat Non Random Sampling/ Non

Probability sampling dan Random sampling/Probability Sampling. Pada

penelitian ini semua anggota populasi dijadikan sampel maka penelitian ini

menggunakan teknik total sampling (Heriyanto, 2017).

31
4.2.3 Sample

Sampel adalah sebagian dari populasi/ kumpulan unit sampling (suatu

obyek yang akan dilakukan suatu pengukuran atau pengamatan) yang sitarik

dari kerangka atau beberapa kerangka (daftar unit sampling), yang dapat

dijadikan sebagai basis untuk pengumpulan informasi, basis untuk

mempelajari parameter populasi yang unknown, dan sebagai basis

generalisasi atau infersi. Pada penelitian ini semua anggota populasi

dijadikan sebagai sampel penelitian.

4.3 Variabel penelitian

Sudigdo mendefinisikan variabel adalah karateristik subyek penelitian

yang berubah dari satu subyek ke subyek lain. Variabel memiliki dua jenis,

yaitu variabel independen dan variabel dependen, Adapun variabel

independen dalam penelitian ini adalah pola asuh orang tua dan variabel

dependen nya adalah motivasi belajar remaja di wilayah Kedung Baruk.

4.4 Defnisi operasional

Definisi operasional dalam variabel penelitian adalah suatu atribut

atau sifat atau nilai dari objek atau kegiatan yang mempunyai variasi

tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya (Karim, 2021)

Tabel 4.1 definisi hubungan operasional pola asuh orang tua terhadap
motivasi belajar remaja di wilayah kedung baruk

Variabel Definisi Parameter Alat ukur Skala Kategori


operasional
Pola asuh Pola asuh 1. Pola asuh Kuesioner Ordina Kriteria :

32
orang tua orang tua di otoriter l 1.Otoriter :
wilayah a. Banyak aturan Nilai 73 - 96
Kedung dan tuntutan 2.Demokratis
Baruk, b. Berorientasi : Nilai 49 -72
Surabaya. pada hukuman 3.Permisif :
c. Menghindari Nilai 24 - 48
musyawarah
d. Jarang
memberi pujian

2. Pola asuh
demokratis
a) Mengarahkan
perilaku dengan
rasional
b) Mendorong
remaja untuk
berpendapat
c) Memberi
pujian
d) Tanggap pada
kebutuhan remaja

3. Pola asuh
permisif
a) Acuh pada
remaja
b) Remaja bebas
mengatur dirinya
c) Tidak pernah
memberi
hukuman
d) Tidak pernah
memberi pujian
Motivasi Motivasi 1. Adanya Kuisioner Ordina Kategori :
Belajar belajar Keinginan untuk l 1.Rendah :
remaja remaja di berhasil. ≤55%
wilayah 2. Adanya 2.Sedang : 56
Kedung dorongan dan – 75 %
Baruk, kebutuhan dalam 3.Tinggi : 76
Surabaya. belajar – 100 %
3. Adanya cita –

33
cita masa depan.
4. Adanya
penghargaan
dalam belajar.
5. adanya
kegiatan yang
menarik dalam
belajar.
6. Adanya
lingkungan
belajar yang
menarik.

4.5 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kedung Baruk tepatnya di RT

2 RW 3 , Kecamatan Rungkut Surabaya.

4.6 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2023 sesuai

dengan kalender akademik Program Studi Sarjana Terapan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Surabaya.

4.7 Prosedur Pengumpulan data

Penelitian ini diawali dengan pemilihan kasus atau masalah yang

dijadikan topik penelitian, mulai dari perumusan proposal, membuat bab 1,

bab 2, dan bab 3. Peneliti memilih topik penelitian yaitu “Hubungan Pola

Asuh Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Remaja di Wilayah Kedung

Baruk Surabaya”. Setelah penyusunan proposal karya tulis ilmiah selesai,

dilakukan ujian proposal. Pengumpulan data diawali dengan pengurusan

surat izin dari institusi, dan Kepala Kelurahan Nginden Jangkungan.

Setelah mendapatkan perizinan untuk melakukan penelitian. Selanjutnya

34
peneliti melakukan penelusuran subjek untuk dijadikan subjek penelitian,

menjelaskan tujuan penelitian dan meminta persetujuan dengan

memberikan surat persetujuan (informed consent) kepada subjek penelitian

dan penulisan laporan penelitian. Setelah itu peneliti menyediakan lembar

kuesioner yang akan dijawab oleh subjek penelitian. Pengisian lembar

kuesioner oleh subjek penelitian didampingi oleh peneliti.

4.8 Teknik dan instrumen pengumpulan data

4.8.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara

pengisian lembar kuesioner yang akan dibagikan oleh peneliti. Sebelum

subjek penelitian diminta untuk mengisi informed consent dan soal pada

lembar kuesioner yang diberikan, para subjek penelitian akan dijelaskan

terlebih dahulu oleh peneliti cara pengisiannya yang benar secara langsung.

Selama pengisian kusioner, responden didampingi peneliti dan apabila ada

yang tidak dipahami oleh responden akan dibantu dengan wawancara yang

berpedoman kuisioner.

4.8.2 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen adalah suatu alat ukur pengumpulan data agar memperkuat

hasil penelitian (Sugiyono, 2012). Instrumen dalam penelitian ini adalah

kuesioner berisi pernyataan tentang Hubungan pola asuh orang tua terhadap

motivasi belajar remaja. Soal bersifat positif dengan jawaban benar dan

bersifat negatif dengan jawaban salah.

a) Instrumen Pola asuh orang tua

35
Instrumen penelitian pola asuh orang tua menggunakan kuesioner

baku yang disusun oleh (Najibah, 2017). Kuesioner pola asuh

bertujuan untuk untuk menilai pola asuh apa yang diterima oleh

anak berupa pola asuh otoriter, demokratis, atau permisif. Kuesioner

berisi 24 pernyataan, terdiri atas 18 butir pernyataan bersifat

favorable dan 6 butir pernyataan unfavorable.

Tabel 4.2 Blueprint Kuisioner pola asuh orang tua

Variabel Indikator Nomor Jumla


Pertanyaan h
Pola asuh Banyak aturan dan tuntutan 4,13,15
otoriter Berorientasi pada hukuman 5 8
Menghindari musyawarah 10,11
Jarang memberi pujian 16,22
Pola asuh Mengarahkan perilaku dengan 1,7
demokratis rasional
Mendorong remaja untuk 2,6,12,20 8
berpendapat
Memberi pujian 19
Tanggap pada kebutuhan 18
remaja
Pola asuh Acuh pada remaja 9
permisif Remaja bebas mengatur dirinya 3,7,8 8
Tidak pernah memberi 23,24
hukuman

b) Instrumen motivasi Belajar

Sedangkan instrumen penelitian motivasi belajar menggunakan kuisionenr

ynag disusun oleh (Maulana,2018). Kuesioner ini berisi 8 pertanyaan yang

bersifat favorable dan 8 pernyataan unfavorable..

Tabel 4.3 Blueprint Kuisioner motivasi belajar

Variabel Indikator Nomor Jumla


Pertanyaan h

36
Motivasi Adanya hasrat dan keinginan 1,3,8,22 4
Belajar berhasil
Adanya dorongan dan 2,10,20,23 4
kebutuhan dalam belajar
Adanya cita – cita masa depan 11,21,6,19 4
Adanya penghargaan dalam 4 1
belajar
Adanya kegiatan yang menarik 5 1
dalam belajar
Adanya lingkungan belajar 13,14 2
yang menarik

4.9 Pengolahan data

Pengolahan data dapat dilakukan melalui tahap – tahap sebagai berikut :

a. Pengkajian data (editing)

Adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk meneliti kembali apakah

isian pada lembar pengumpulan data (kuisioner) sudah cukup baik

sebaga upaya menjaga kualitas data agar dapat diproses lebih lanjut.

b. Pemberian kode (coding)

Pada tahap ini adalah merubah data yang berbentuk kalimat menjadi

angka.

c. Skor (scoring)

Pemberian kode numeric angka terhadap data yang terdiri atas

beberapa kategori dan akan dinilai menggunakan skala likert sebagai

berikut:

Pernyataan positif (favorable) :

1. Selalu : Nilai skor 4

2. Sering : Nilai skor 3

3. Kadang – kadang : Nilai skor 2

37
4. Tidak pernah : Nilai skor 1

Pernyataan negatif (unfavorable) :

1. Selalu : Nilai skor 1

2. Sering : Nilai skor 2

3. Kadang – kadang (KD) : Nilai skor 3

4. Tidak pernah (TP) : Nilai skor 4

Kuesioner berisi 24 pernyataan, terdiri atas 18 butir pernyataan

bersifat favorable dan 6 butir pernyataan unfavorable. Penentuan

jenis pola asuh berdasarkan rumus :

𝑝 = 𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 = 96 – 24 = 72 = 24
banyak 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 3 3
Sehingga dapat ditentukan instrumen nilai skor penelitian:

a) Pola asuh otoriter : Nilai skor 73-96

b) Pola asuh demokratis : Nilai skor 49-72

c) Pola asuh permisif : Nilai skor 24-48

sedangkan untuk motivasi belajar , penyusunan kode numeric nya

adalah sebagi berikut :

Pernyataan positif (favorable) :

1. Sangat tidak setuju : Nilai skor 1

2. Tidak setuju : Nilai skor 2

3. Ragu – ragu : Nilai skor 3

4. Setuju : Nilai skor 4

38
5. Sangat setuju : Nilai skor 5

Pernyataan negatif (unfavorable) :

1. Sangat tidak setuju : Nilai skor 5

2. Tidak setuju : Nilai skor 4

3. Ragu – ragu : Nilai skor 3

4. Setuju : Nilai skor 2

5. Sangat setuju : Nilai skor 1

Kuesioner berisi 16 pernyataan, terdiri atas 8 butir pernyataan

bersifat favorable dan 8 butir pernyataan unfavorable. Penentuan

tingkat motivasi belajar berdasarkan rumus berikut :

TCR = Rata – rata skor x 100


SM
Keterangan :

TCR = Tingkat capaian responden

SM = Skor maksimum

Total skor akan dinyatakan dalam bentuk hasil persentasi

dikategorikan sebagai berikut :

a) Tinggi : 76 – 100%

b) Sedang : 56 – 75%

c) Rendah : ≤55%

d. Tabulating

Tabulasi adalah penyusunan data dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi. (Mundir, 2012)

39
4.10 Analisa data

Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisis dengan uji korelasi

Spearman Rank untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan pola asuh

orang tua dengan kepercayaan diri remaja. Analisisnya adalah sebagai

berikut:

1. Menilai korelasi

a. Jika hasil signifikan <0,05 maka H1 diterima, artinya terdapat

hubungan antara pola asuh orang tua terhadap motivasi belajar

remaja.

b. Jika hasil signifikan >0,05 maka H0 ditolak, artinya tidak terdapat

hubungan antara pola asuh orang tua terhadap motivasi belajar

remaja.

4.11 Etika penelitian

Etika penelitian diperlukan untuk menghindari terjadinya tindakan yang

tidak etis dalam melakukan penelitian, maka dilakukan prinsip-prinsip

sebagai berikut.

1. Informed consent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan berisi penjelasan mengenai penelitian yang

dilakukan, tujuan penelitian, tata cara penelitian, manfaat yang

diperoleh responden, dan resiko yang mungkin terjadi. Pernyataan

40
dalam lembar persetujuan jelas dan mudah dipahami sehingga

responden tahu bagaimana penelitian ini dijalankan. Untuk responden

yang bersedia maka mengisi dan menandatangani lembar persetujuan

secara sukarela.

2. Anonimitas

Untuk menjaga kerahasilan peneliti tidak mencantumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut hanya diberi kode.

3. Confidentiality ( Kerahasiaan )

Confidentiality yaitu tidak akan menginformasikan data dan hasil

penelitian berdasarkan data individual, namun data dilaporkan

berdasarkan kelompok (Fatimah, Widyastuti, & Estiwidiani, 2020).

41

Anda mungkin juga menyukai