Anda di halaman 1dari 28

PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN ANAK USIA 4-5 TAHUN

MELALUI METODE BERCERITA AKU BERANI TIDUR SENDIRI


DI POS PAUD KINASIH SEJATI

Proposal Skripsi

Oleh :

Nama : Giyartini

NPM : 2620130300

Jurusan : PG-PAUD

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS IVET SEMARANG
2022
PERSETUJUAN

Proposal dengan judul


“ Pengembangan Kemandirian Anak Usia 4-5 Tahun Melalui Metode
Bercerita Aku Berani Tidur Sendiri Di POS PAUD Kinasih Sejati. “

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing II, diketahui
Ketua Program Study PG – PAUD, dan disahkan oleh Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Ivet Pada :
Hari :

Tanggal :

Semarang, 2022
Nama : Giyartini
NPM : 2620130300

Disetujui

Dosen pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr Marini, M.Pd Nurtanggono Pamungkas, S.H M.H


NIY. 605091980 NIY.

Disahkan : Disetujui :
Dekan FKIP Ketua Program Studi PG - PAUD

Dr. FiftiIstiklaili, S.Km. M. Kes Dr. Maria Denok BA, M.Pd


NIY. 621051984 NIY. 6140819

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan pada
peneliti dan tidak satupun ungkapan yang bisa menggambarkan rasa syukur atas
terselesaikannya penelitian dengan judul Pengembangan Kemandirian Anak Usia
4-5 Tahun Melalui Metode Bercerita Aku Berani Tidur Sendiri Di POS PAUD
Kinasih Sejati Desa Jati. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan penelitian
tindakan kelas ini telah melibatkan berbagai pihak, maka dengan kesempatan ini
peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Rustono, M. Hum. selaku Rektor Universitas Ivet Semarang yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi
strata I.
2. Dr.Fifti Istiklaili,M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Ivet Semarang.
3. Dr. Maria Denok, BA, M.Pd. selaku Ketua Prodi PG-PAUD Universitas Ivet
Semarang,
4. Marini, M.Pd, Pembimbing I dan Nurtanggono Pamungkas, SH, MH selaku
dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan Proposal Skripsi
ini.
5. Seluruh dosen PG-PAUD yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi
peneliti selama mengikuti perkuliahan di Kampus Universitas IVET
Semarang.
6. Kepala POS PAUD Kinasih Sejati Desa Jati yang telah memberi kesempatan
kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
7. Semua pihak yang tak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah
membantu peneliti dalam melakukan penelitian.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan Penelitian Tindakan Kelas ini


belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran peneliti harapkan demi
membangun sebuah pemahaman dan penulisan karya ilmiah yang lebih baik.

iii
Peneliti berharap semoga PTK ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan
dapat memberikan kontribusi di dunia pendidikan.

Semarang, 2022

Peneliti

Giyartini
NPM.2620130300

iv
A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang diselenggarakan
sebelum anak memasuki jenjang sekolah dasar, yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui
pembinaan agar dapat memiliki pertumbuhan dan perkembangan untuk
mencapai keberhasilan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Chairul Anwar (Chairul Anwar, Hakikat Manusia Dalam
Pendidikan Sebuah Tijuan Filosofis, (Yogyakarta: Suka Press, 2014). h.
62) pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus
membedakan manusia dengan makhluk hidup yang lainnya.
Dalam sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa “Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”. Himpunan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003. Tentang
Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). (Bandung: Nuasa Aulia, 2005)

Pendidikan hendaknya dilakukan sejak dini yang dapat dilakukan


didalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Upaya untuk pembinaan
yang ditunjukkan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian stimulus agar membantu dalam
perkembangan dan pertumbuhan anak. Martinis Yamin dan Jamilah
Sabri Sanan. Panduan PAUD Pendidikan Anak Usia Dini. (Jakarta:
Gaung Persada Press, 2012). h.1.

Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab


memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani
dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri

1
sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam
memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT, mampu
melaksanakan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu
yang mandiri. Jadi pendidik adalah orang dewasa yang memberikan
bimbingan, memiliki kapasitas ilmu, sehat jasmani dan ruhani, ikhlas
menjalankan perintah Allah SWT, demi pengabdian pada bangsa dan
agama. Sukring. Pendidik Dalam Pengembangan Kecerdasan Peserta
Didik, Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah Vol Edisi 01, Januari
(2016), h. 72.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa pendidikan Anak Usia
Dini adalah:
Suatu upaya pembinaan yang ditunjukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut.
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. No 58 Tahun
2009. Standar Pendidikan Anak Usia Dini. (Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional). h .1.
Dari pengertian pendidikan di atas bahwasanya pendidikan anak
usia dini merupakan suatu bimbingan dari seorang pendidik di dalam
keluarga, sekolah, maupun di lingkungan sekitar yang ditujukan kepada
anak sejak lahir yang dilakukan dengan pemberian rangsangan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani yang
dididik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Dengan demikian dapat kita pahami pendidikan anak usia dini
bertujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak
secara menyeluruh, dan memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengembangkan seluruh aspek perkembangannya yang meliputi kognitif,
spiritual, sosial emosional, fisik motorik, dan juga bahasa. Sehingga,

2
pendidikan bagi anak usia dini adalah upaya untuk menstimulasi,
membimbing, mengasuh, dan menyiapkan pembelelajaran yang akan
menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak. Masitoh Dk,
Strategi Pembelajaran TK, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2012). h.19.
Rendahnya kemandirian pada anak usia dini merupakan kendala
bagi anak untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu,
pentingnya ditanamkan kemandirian pada anak sejak dini karena dengan
melatih anak mandiri, anak tidak akan mudah bergantung pada orang lain
dan dapat tumbuh menjadi anak yang memiliki jiwa yang kuat serta
membentuk kepribadian yang unggul. Dengan ditanamkannya
kemandirian sejak dini, maka ketika dewasa anak akan lebih mudah
dalam mengambil keputusan, bertanggung jawab, tidak mudah bergantung
pada orang lain, dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya
( Naili Sa’ida, Kemandirian Anak Kelompok A Taman Kanak-Kanak
Mandiri Desa Sumber Asri Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar, Jurnal
Pedagogi Vol 2 No 3,(2016), h.88-89).
Beberapa faktor penyebab kurangnya kemandirian anak, antara lain
adalah:
1. Kurangnya pengenalan, stimulasi dan pembiasaan aktivitas yang
berkaitan dengan kemandirian, yang seyogyanya dikenalkan dan
dikembangkan sejak dini pada anak yang dimulai dari lingkungan
rumah sebagai lingkungan pertama bagi anak dan sikap orangtua yang
selalu membantu dan melayani anak.
2. Strategi pembelajaran yang digunakan guru masih kurang tepat
sehingga menghambat kemandirian anak. Karena guru lebih
menekankan pada kemampuan akademik anak dan kurang
mengembangkan kepribadian yang ada pada diri anak khususnya
kemandirian dan anak kurang mendapat kebebasan dalam menentukan
pilihan sehingga anak menjadi kurang mandiri. Yulaikah,
Meningkatkan Kemampuan Sosial Dalam Kemandirian Melalui
Metode Proyek Pada Anak Kelompok B TK Dharma Wanita Kromasan

3
Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungangung, FKIP, PGPAUD. h.5.
3. Kemandirian anak usia dini dalam melakukan prosedur-prosedur
ketrampilan merupakan kemampuan untuk melakukan aktivitas
sederhana sehari- hari, seperti makan tanpa arus di suapi, mampu
memakai kaos kaki dan baju sendiri, bisa buang air kecil/air besar
sendiri, mampu memakai baju dan celana sendiri, dan dapat memilih
mana bekal yang harus dibawa nya saat belajar di KB maupun TK serta
dapat merapikan mainannya sendiri. Sementara kemandirian anak usia
dini dalam bergaul terwujud pada kemampuan mereka dalam memilih
teman, keberanian mereka belajar dikelas tanpa di temani orang tua,
dan mau berbagi bekal/jajan kepada temannya saat bermain.
Kemandirian merupakan kemampuan seseorang dalam
mengerjakan tugas sehari-hari sesuai dengan perkembangan dan
kapasitasnya, serta mampu bertanggung jawab terhadap semua hal yang
dilakukannya. Yang dapat ditinjau dari beberapa indikator menurut
Yamin dan Sabnan ditambah Wiyani merupakan serangkaian kegiatan
yang mencerminkan kemampuan fisik, percaya diri, bertanggung
jawab, disiplin, pandai bergaul, saling berbagi, memiliki motivasi
intrinsik yang tinggi dan kreatif, inovatif dan mampu
mengendalikan emosi. Wiyani, Novan Ardy. Bina Karakter Anak Usia
Dini. (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2013),h.31.
4. Pendapat ini menjelaskan bahwa indikator merupakan acuan atau
pedoman dalam melihat dan mengevaluasi perkembangan kemandirian
anak. Kemandirian anak terdapat pada aspek perkembangan sosial-
emosional. Yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 137 Tahun 2014 tentang standar pendidikan anak usia
dini terdiri atas:

4
Tabel 1
Indikator Pencapaian Perkembangan Kemandirian Anak

Aspek yang diamati Indikator


1. Melaksanakan tugas yang diberikan sampai
selesai
2. Disiplin dalam mengerjakan tugas
Kemandirian Anak

3. Mampu mengerjakan tugas sendiri


4. Menunjukkan kebanggaan terhadap hasil
karyanya

Menurut Erikson dalam Marison bahwa ciri – ciri kemandirian


itu telah ada sejak usia 3-5 tahun, karena pada usia ini anak berada
pada inisiatif versus rasa bersalah, anak- anak usia tersebut dapat
mengerjakan tugas, aktif dan terlibat dalam aktivitas, tidak ragu-ragu,
tidak merasa bersalah, atau takut melakukan sesuatu sendirian.
Sedangkan menurut Spencer dan Kass ciri-ciri kemandirian
yaitu mampu mengambil inisiatif, mampu mengatasi masalah, penuh
ketekunan, memperoleh kepuasan dari usahanya dan berusaha
menjalankan sesuatu tanpa bantuan orang lain. ( Risah Armayanti
Nasution, Penanaman Disiplin dan Kemandirian Anak Usia Dini
dalam Metode Maria Montesorri, ISSN:2338-2163-Vol. 05, No.02
(2017), h.6-7).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya tentang
kemandirian anak yang dilakukan oleh Noveritha Esther Rondonuwo,
2013. Meningkatkankan Hasil Belajar Anak Melalui Metode Pemberian
Tugas Di Kelompok B TK Negeri Pembina Donggala, bahwa
perkembangan kemandirian masih rendah, hal tersebut dikarenakan
strategi pembelajaran yang biasa digunakan dalam proses belajar
mengajar banyak menghabiskan waktu untuk berbicara dan kurang

4
memberikan kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pendapat
perasaannya baik dalam keadaan yang bersifat individu maupun
kelompok. Cara ini kurang efektif dan efesien sehingga anak didik
menjadi kurang aktif karena perhatian anak tidak terfokus pada
pembelajaran yang diberikan. Noveritha Esther Rondonuwo, 2013.
Meningkatkankan Hasil Belajar Anak Melalui Metode Pemberian Tugas
Di Kelompok B TK Negeri Pembina Donggala.
Kemudian penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh
Desmayanti menyatakan bahwa pembelajaran masih berpusat pada guru.
Selanjutnya penelitian serupa juga dilakukan oleh Maryati Octora, Abas
Yusuf, Dian Miranda, 2016. yang menunjukkan anak tidak mau
menerima tugas dari guru, dalam mengerjakan tugas tidak tuntas, anak
kurang percaya diri mampu mengerjakan tugas sendiri dan selalu
meminta bantuan guru, serta kurang antusias dalam belajar. Maryati
Octora, Abas Yusuf, Dian Miranda, 2016. Peningkatan Kemandirian
Belajar Melalui Metode Pemberian Tugas Pada Anak Usia 4-5 Tahun,
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Program Studi Pendidikan Guru
Pendidikan Anak Usia Dini FKIP UNTAN,Vol.5 No.9.

Tabel 3
Persentase Dokumen Penilaian Kemandirian Anak Usia 5-6 Tahun
NO INDIKATOR KRITERIA PENILAIAN
BB MB BSH BSB
1 Melaksanakan tugas yang
diberikan sampai selesai
2 Disiplin dalam
mengerjakan
3 Mampu mengerjakan tugas
sendiri
4 Menunjukkan kebanggaan
terhadap hasil karyanya

5
Namun, hasil pra survey menunjukkan bahwa kemandirian
anak belum berkembang secara optimal, dilapangan guru memang
sudah menerapkan metode bercerita dalam mengembangan
kemandirian anak, disini peneliti melihat bahwa masalah yang ada
dilapangan mengenai kemandirian anak adalah kurang optimalnya
guru dalam menerapkan metode bercerita. Guru memang sudah
menerapkan metode bercerita kepada anak dalam mengembangkan
kemandirian anak, akan tetapi pada kenyataan di lapangan
perkembangan kemandirian anak belum berkembang sesuai yang
diharapkan. Hal ini dapat dilihat pada saat anak mengerjakan tugas
masih perlu bantuan guru atau teman, kurangnya bertanggung jawab
dalam mengerjakan tugas, dan tidak membereskan peralatan setelah
menggunakannya.
Dari uraian diatas dapat peneliti simpulkan bahwa dalam
memberikan rangsangan kepada anak usia dini diperlukan suatu
metode dan media yang tepat sehingga aspek dasar anak dapat
berkembang. Disinilah peranan guru sebagai fasilitator sehingga
perkembangan anak pada usia dini dapat berkembang secara
optimal. Guru harus mempersiapkan diri dalam memberikan metode
yang sesuai dan menggunakan media yang tepat untuk digunakan
pada saat pembelajaran, sehingga terjadi komunikasi yang baik antar
guru dan anak. Rangsangan yang tepat akan memberikan dampak
positif bagi perkembangan anak. Hal ini sependapat dengan Tajul
Arrifin dan Nor’Aini yang menyatakan bahwa guru yang baik
senantiasa membina keunggulan sahsiah pelajar dengan
mencorakkan suasana pengajaran dan pembelajaran yang berkesan.
Menyadari akan pentingnya kemandirian bagi anak usia dini,
sebagai modal utama maka ketika dewasa, anak akan lebih mudah
dalam mengambil keputusan, bertanggung jawab, tidak mudah
bergantung pada orang lain, dan mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Maka peneliti ingin melihat bagaimana

6
mengembangkan kemandirian anak melalui metode bercerita.
Melihat paparan diatas maka peneliti mengambil judul “
Pengembangan Kemandirian Anak Usia 4-5 Tahun Melalui Metode
Bercerita Bagi Anak Di POS PAUD Kinasih Sejati Desa Jati ”.

5. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar pada latar belakang masalah diatas, maka
dapat di identifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:
a. Metode bercerita yang digunakan untuk mengembangkan
kemandirian anak belum berkembang secara maksimal.
b. Masih banyak anak yang belum mandiri.
c. Sebagian anak mengalami kesulitan dalam bercerita tanpa
ketergantungan dengan guru atau orang tua.

d. Guru tidak memberikan kepercayaan seutuhnya kepada anak.

6. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, ada beberapa
pokok permasalahan yang dapat dilakukan pembahasan lebih
mendalam lagi, yaitu Bagaimana Pengembangan Kemandirian Anak
Usia Dini Melalui Metode Bercerita Bagi Anak 4-5 Tahun Di POS
PAUD Kinasih Sejati Desa Jati ?

7. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
upaya guru dalam mengembangkan kemandirian anak 4-5 Tahun
melalui metode bercerita di POS PAUD Kinasih Sejati Desa Jati.
Sedangkan manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
a. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
kepada dunia pendidikan anak usia dini mengenai cara
mengembangkan kemandirian anak melalui metode bercerita.

7
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan secara praktis dapat bermanfaat
untuk:
a. Bagi Guru: Agar pendidik dapat lebih baik dalam mendidik
dan mengembangkan kemandirian anak disekolah.
b. Bagi Anak: Untuk melatih agar anak mampu
mengembangkan kemandirian sesuai dengan aspek
perkembangannya.

8. Landasan Teori
a. Metode Bercerita
1) Pengertian Metode Cerita
Secara umum apa yang dimaksud dengan metode
cerita telah dikemukakan pada pembahasan penegasan
istilah, pada pembahasan ini perlu dikemukakan pengertian
metode cerita lagi untuk memperkaya khazanah
pemahaman tentang penerapan metode cerita dalam
kegiatan pembelajaran anak usia dini.
Para ahli pendidikan banyak yang memberikan
keterangan apa yang dimaksud dengan metode cerita, di
antaranya adalah Subur, yang mengemukakan bahwa
metode cerita adalah: Cara dalam menyampaikan materi
pelajaran dengan menceritakan secara kronologis tentang
bagaimana terjadinya sesuatu hal, yang menuturkan
perbuatan, pengalaman atau penderitaan orang lain baik
yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja. Subur,
Pembelajaran Nilai Moral Berbasis Kisah, (Yogyakarta:
Kalimedia, 2015), hal.73-74.

Keterangan tersebut menunjukkan bahwa metode


cerita menerapkan pembelajaran dengan cara memberikan
penuturan. Pengertian ini senada dengan keterangan

8
Lasaiba metode pengembangan model pembelajaran
pendidikan anak usia dini di kampus IAIN Ambon ((Jurnal
Fikratuna Volume 8 Nomor 2, 2016), hal. 87.) bahwa
metode bercerita “merupakan salah satu pemberian
pengalaman belajar bagi anak dengan membawakan cerita
kepada anak secara lisan”. Keterampilan guru yang
terutama harus dimiliki dalam penerapan metode cerita
adalah kemampuan guru untuk membawakan cerita kepada
anak-anak secara baik. Karena dalam penerapan metode
cerita seorang guru harus mampu menampilkan cerita yang
mengesankan pada anak, tidak hanya sekedar bertutur,
melainkan bagaimana intonasi suara, ekspresi wajah, media
yang dipergunakan dan sebagainya akan mempengaruhi
kesuksesan dalam membawakan cerita.
2) Dasar dan Tujuan Metode Cerita
Pertimbangan psikologis anak. Anak bukanlah
orang dewasa dalam bentuk kecil, akan tetapi anak
merupakan pribadi yang sedang berkembang dan
bereksplorasi. Oleh karena itu “Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) merupakan pendidikan paling mendasar dan
menempati posisi yang paling strategis dalam
perkembangan Sumber Daya Manusia”. Oleh karena anak
merupakan pribadi yang sedang berkembang maka
pendidikan anak usia dini diorientasikan pada anak itu
sendiri. Dalam kaitan ini Lasaiba mengemukakan bahwa
“Pembelajaran pada anak usia dini adalah kegiatan
pembelajaran yang berorientasi pada anak yang
disesuaikan dengan tingkat usia anak”. Karenanya dalam
pembelajaran, prinsip-prinsip pengembangan rencana
pembelajaran harus dipahami oleh tenaga pendidik.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), terutama harus “1.

9
Sesuai dengan tahap perkembangan anak, 2. Memenuhi
kebutuhan belajar anak, 3. Menyeluruh (meliputi semua
aspek perkembangan), dan 4. Operasional”. Prinsipnya
“Diperlukan pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan bagi anak-anak yang bisa ‘dibungkus’
dengan permainan, suasana riang, enteng, bernyanyi dan
menari”, Hijriati, Pengembangan Model Pembelajaran
Anak Usia Dini, (Jurnal Fakultas Tar- biyah dan Keguruan
UIN ArRaniry Banda Aceh, Volume III. Nomor 1. Januari –
Juni 2017), hal. 76. dalam hal ini termasuk melalui
penyajian pelajaran melalui cerita. Adapun tujuan
pembelajaran dengan menerapkan metode cerita yang
paling mendasar adalah untuk memudahkan pencapaian
tujuan pembelajaran sesuai dengan tahap-tahap
perkembangannya yang meliputi beberapa hal sebagai
berikut:
a) Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk
bermain.
b) Membangun sikap yang sehat terhadap diri sendiri.
c) Belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya.
d) Mengembangkan peran sosial sebagai lelaki atau
perempuan.
e) Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan
dalam hidup sehari-hari.
f) Mengembangkan hati nurani, penghayatan moral, dan
sopan santun.
g) Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca,
menulis, matematika, dan berhitung.

h) Mengembangkan diri untuk mencapai kemerdakaan diri.


Secara spesifik sesuai dengan fungsinya tujuan
penerapan metode bercerita adalah:

10
1) Sebagai sarana kontak batin antara pendidik (termasuk
orang tuanya) dengan anak didik.
2) Sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan
moral atau nilai- nilai ajaran tertentu.
3) Sebagai metode untuk memberikan bekal kepada anak
didik agar mampu melakukan proses identifikasi diri
maupun identifikasi perbuatan (akhlaq).
4) Sebagai sarana pendidikan emosi (perasaan) anak didik.
5) Sebagai sarana pendidikan fantasi/imajinasi/kreativitas
(daya cipta) anak didik.
6) Sebagai sarana pendidikan bahasa anak didik.
7) Sebagai sarana pendidikan daya fikir anak didik.
8) Sebagai sarana untuk memberikan pengalaman batin
dan khazanah pengetahuan anak didik.
9) Sebagai salah satu metode untuk memberikan terapi
pada anak-anak yang mengalami masalah psikologis.
10) Sebagai sarana hiburan dan pencegah kejenuhan.

Beberapa tujuan sebagaimana telah dikemukakan di


atas mencakup segi-segi yang menyeluruh, baik segi affektif,
kognitif maupun psikomotorik.

3) Bentuk-Bentuk Cerita
Metode cerita dalam kegiatan pembelajaran dinilai
sebagai metode pembelajaran yang bersifat ilmiah, artinya
metode tersebut bukan hanya sekedar teori turun-temurun
semata akan tetapi telah dibuktikan secara ilmiah memiliki
peranan yang positif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam
perkembangannya secara garis besar bentuk- bentuk cerita
yang bisa ditampilkan kepada anak didik terdiri dari dua
kategori yaitu cerita nyata (non fiksi) dan cerita yang tidak
nyata (fiksi).

11
Ada banyak bentuk dan jenis cerita yang dapat
dibedakan dalam beberapa bentuk sebagai berikut:
a) Berdasarkan pelakunya
1) Fable (cerita tentang dunia binatang) dan dunia
tumbuhan
2) Dunia benda-benda mati
3) Dunia manusia
4) Campuran/kombinasi
b) Berdasarkan kejadiannya
1) Cerita sejarah (tarikh)
2) Cerita fiksi (rekaan)
3) Cerita fiksi sejarah
c) Berdasarkan sifat waktu penyajiannya
1) Cerita bersambung
2) Cerita serial
3) Cerita lepas
4) Cerita sisipan
5) Cerita ilustrasi
d) Berdasarkan sifat dan jumlah pendengarnya
1) Cerita privat
a) Cerita pengantar tidur
b) Cerita lingkaran pribadi ( individual atau
kelompok sangat kecil )
2) Cerita kelas
a) Kelas kecil ( s.d. ± 20 anak ).
b) Kelas besar ( s.d. ± 20-40 anak )
c) Cerita untuk forum terbuka
e) Berdasarkan teknik penyampaiannya
1) Cerita langsung/lepas naskah (direct-story)
2) Membaca cerita (story-reading)
f) Berdasarkan pemanfaatan peraga

12
1) Bercerita dengan alat peraga
2) Bercerita tanpa alat peraga
Para ahli banyak yang mengidentifikasikan jenis
atau bentuk cerita dengan berbagai bentuk atau model
termasuk Umar Sulaiman sebagaimana dikutip Subur
mengidentifikasi sebagai berikut: 1) Riwayat; kisah yang
panjang (bersambung), pemerannya banyak, dan terdapat
jaringan peristiwa-peristiwa dan kejadian- kejadian, 2)
Cerpen; Cerita/kisah pendek, dan 3) Kisah fiksi; kisah
tentang hewan (fable) dimana penulis menjadikan hewan-
hewan sebagai pahlawan yang bisa berbicara, berfikir,
mengatur dan melontarkan kata-kata. Banyak negara mulai
menyebarkan pengetahuan dan nilai-nilainya melalui kisah-
kisah yang difilmkan untuk mengikuti hati dan akal, dan 4)
Kisah nyata; kisah-kisah yang disebutkan dalam al-Qur’an
dan Hadits adalah kebenaran dan kejujuran tanpa dikurangi
ataupun ditambahi.
Berdasar keterangan di atas dalam kegiatan
pembelajaran banyak varian cerita yang bisa ditampilkan
sebagai metode pembelajaran kepada anak di kelas. Guru
tinggal memilih model atau jenis cerita yang hendak
ditampilkan dalam kegiatan pembelajarannya yang tentunya
disesuaikan dengan materi yang dibahas termasuk juga
kategori anak- anak yang sedang diajar.3) Nilai Pendidikan
dalam Cerita. Makna cerita sedemikian luas karena cerita
mengarungi lintasan waktu, masa lampau yang jauh dan
bahkan masa akan datang. Karena itulah “Cerita secara
faktual erat sekali hubungannya dengan pembentukan
karakter, bukan saja karakter manusia secara individual,
tetapi karakter manusia dalam sebuah bangsa”. Isi cerita
mempunyai makna yang banyak sekali, bisa positif bisa pula

13
negatif, semuanya tergantung cerita apa yang ditampilkan
atau diambil dari mana. Oleh karena itu pengaruh cerita pun
juga berbeda- beda, bisa positif juga bisa negatif tergantung
cerita apa yang disuguhkan kepada anak-anak. Dalam
konteks ini gurulah yang bertanggung jawab untuk
memilihkan cerita yang menarik minat anak menuju nilai-
nilai yang lebih baik.
Intinya cerita mengandung nilai-nilai pendidikan
yang bisa diadopsi untuk pengembangan pendidikan karakter
anak. Karenanya “Cerita dapat membangun mental dan
kepribadian, karena dibalik setiap cerita ada makna.
Kekuatan ini berkaitan dengan isi pesan dan sifat cerita, serta
dampak yang ditimbulkannya”.14 Tentunya isi pesan dari
sebuah cerita bermacam-macam ragamnya karenanya
dampak yang ditimbulkannya juga bisa berbeda-beda.
Dampak buruk bisa juga terbentuk akibat cerita yang
menampilkan sisi kejahatan dan sebaliknya dampak baik bisa
terbentuk dari sebuah cerita yang menampilkan kisah
kebajikan dan sebagainya.

4) Cerita untuk Anak Usia Dini


Anak usia dini sebagaimana telah dikemukakan
memiliki jiwa bereksplorasi ke masa yang akan datang.
Pendidikan anak usia dini masih merupakan pendidikan
persiapan, karenanya pendidikan anak usia dini bertujuan
untuk meletakkan dasar-dasar menuju perkembangan
selanjutnya sebagaimana dikemukakan Sa’ud sebagai berikut:
Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk membantu
meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan,
keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk
pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Pendidikan

14
anak usia dini pada umumnya diarahkan untuk memfasilitasi
pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal dan
menyeluruh sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai
kehidupannya. Melalui pendidikan, anak diharapkan dapat
mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya meliputi
agama, intelektual, sosial, emosi, dan fisik, memiliki dasar-
dasar agama yang dianutnya, memiliki kebiasaan-kebiasaan
prilaku yang diharapkan, menguasai sejumlah pengetahuan
dan keterampilan dasar sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
perkembangan, serta memiliki motivasi dan sikap belajar yang
positif.
Banyak ragam varian cerita untuk mendukung bagi
pengembangan pendidikan anak usia dini, baik yang
bersumber dari cerita non fiksi maupun cerita fiksi. Namun
yang terpenting dari cerita- cerita yang ditampilkan untuk
sajian bagi anak usia dini diharapkan mampu membangkitkan
dimensi positifnya serta semangatnya untuk melakukan
kegiatan pembelajaran secara berkelanjutan.

b. Kemandirian Anak
Kemandirian merupakan sikap individu yang diperoleh
kumulatif selama masa perkembangan, dimana individu akan
terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi
berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu tersebut pada
akhirnya akan mampu berfikir dan bertindak sendiri.
Kemandirian adalah satu pribadi yang harus dibentuk sejak
dini, karena kemandirian adalah sikap dan perilaku yang tidak
mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-
tugas. Ulil Amri Syafri. Pendidikan Karakter Berbasis Al-
Quran. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012). h.Xi.

15
Parker mengatakan bahwa “kemandirian adalah
kemampuan untuk mengelola waktu, berjalan dan berfikir
secara mandiri, disertai dengan kemampuan untuk
memecahkan masalah„‟. Martinis Yamin dan Jamilah Sabri
Sanan, Panduan PAUD Pendidikan Anak Usia Dini.
(Jakarta:Gaung Persada Press, 2012). h. 88.
Kemandirian merupakan kemampuan dasar yang harus
dimiliki anak agar mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosialnya. Kemandirian seseorang berkembang
secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan
hidupnya. Hal ini juga diperlukan dengan tujuan pendidikan
nasional yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dalam menjadi
warga negara yang demokratif serta bertanggung jawab. Maka
dari itu, kemandirian harus dilatih sejak usia dini, seandainya
kemandirian anak diusahakan setelah anak besar, kemandirian
itu akan menjadi tidak utuh. Suryati Sidharto dan Rita Eka
Izzaty, Pengembangan Kebiasaan Positif: Social Life Skill
Untuk Anak Usia Dini. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007),
h,16.
Kemandirian pada anak sangat diperlukan karena
dengan kemandirian, anak bisa menjadi lebih bertanggung
jawab dalam memenuhi kebutuhannya. Anak-anak yang
memiliki kemandirian secara normal akan cenderung lebih
positif di masa depannya. Anak yang mandiri cenderung
berprestasi karena dalam menyelesaikan tugas-tugasnya anak
tidak lagi tergantung pada orang lain.
Dengan begitu anak akan tumbuh menjadi orang yang
mampu untuk berfikir serius dan berusaha untuk
menyelesaikan sesuatu yang menjadi targetnya. Demikian juga

16
di lingkungan keluarga keluarga dan sosial, anak yang mandiri
akan mudah menyesuaikan diri. Ia akan mudah untuk diterima
oleh anak-anak dan teman-teman di sekitarnya. Anak yang
sudah mandiri juga dapat memanfaatkan lingkungan untuk
belajar, dapat membantu temannya untuk belajar mandiri.

B. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Peneliti

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan


penelitian tanpa menggunakan angka statistik tetapi dengan pemaparan
secara deskriptif yaitu berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa,
kejadian yang terjadi di saat sekarang, dimana penelitian ini memotret
peristiwa dan kejadian yang terjadi menjadi fokus perhatiannya untuk
kemudian di jabarkan sebagaimana adanya.
Menurut Lincoln dan Cuba tradisi penelitian kualitatif ini juga
bertumpu pada penerapan pengetahuan yang tersirat (pengetahuan intuitif
atau perasaan) karena sering kali nuansa dari beragam realitas hanya dapat
diapresiasi dengan cara ini. Maka dari itu, bentuk datanya tidak bisa
dihitung (not quantifiable) dalam pengertian yang biasa. Lincoln, Y. S. &
Guba, E.G. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills. CA:Sage
Selanjutnya menurut Robert K Yin, studi kasus adalah suatu inquiri
empiris yang menyeidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata,
bilamana; batas batas antar fenomena dan konteks yang tak tampak dengan
tegas dan dimana; multi sumber bukti dimanfaatkan. Sebagai suatu inquiri
studi kasus tidak harus dilakukan dalam waktu lama dan tidak pula
tergantung pada data etnografi atau observasi partisipan. Bahkan menurut
Robert K.Yin seorang peneliti bisa saja melakukan studi kasus yang valid
dan berkualitas tinggi tanpa meninggalkan kepustakaan tergantung pada
topik yang akan diselidiki. Robert K. Yin, Applications Of Case Study
Research. Sage, 2011. h.18.

17
Berdasarkan pemaparan di atas dapat penulis simpulkan bahwa
penelitian kualitatif metode studi kasus yang digunakan dalam penelitian
ini bertujuan untuk memahami fenomena tentang rencana pelaksanaan
dan evaluasi dari pihak sekolah dalam peranan metode pemberian tugas
untuk mengembangkan nilai- nilai kemandirian anak.
Dengan demikian penelitan ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran dilapangan tentang mengembangkan kemandirian anak melalui
metode bercerita di POS PAUD Kinasih Sejati Desa Jati, maka penelitian
ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif dengan jenis
penelitian study kasus (case study research dasign) untuk mendapatkan
hasil penelitian yang sama.
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di POS PAUD Kinasih Sejati Desa Jati, Subjek
dalam penelitian ini adalah 2 orang guru dan 24 anak di PAUD tersebut.
b. Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan hal yang menjadi titik perhatian dari suatu
penelitian. Objek dalam penelitian ini adalah penerapan metode cerita
dalam mengembangkan karakter kemandirian anak POS PAUD Kinasih
Sejati Desa Jati.
3. Data dan Sumber Data
Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat atau
gambar. Peneliti harus dapat menyajikan data yang diperoleh dengan jelas,
data yang disajikan dapat menarik pihak lain untuk membacanya dan
mudah memahami tentang isi yang telah dibuat peneliti.
Data dan sumber data dalam penelitian ini adalah:
a. Data Pokok
Data yang berkaitan dengan fokus penelitian dalam penelitian ini,
data pokok yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Penerapan metode bercerita dalam mengembangkan karakter
kemandirian anak di POS PAUD Kinasih Sejati Desa Jati.

18
2) Faktor-faktor yang memengaruhi penerapan metode bercerita
dalam mengembangkan karakter kemandirian anak.
b. Data Penunjang
Data penunjang yaitu data yang mendukung terhadap data pokok.
Data yang berkenaan dengan gambaran umum lokasi penelitian,
meliputi:
1) Sejarah singkat berdirinya POS PAUD Kinasih Sejati Desa Jati.
2) Visi dan Misi POS PAUD Kinasih Sejati Desa Jati.
3) Data lokasi penelitian.
4) Keadaan sarana dan prasarana di POS PAUD Kinasih Sejati Desa
Jati.
c. Sumber Data
Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh. Untuk
mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh
sumber data yang meliputi:
d. Responden yaitu guru dan peserta didik di POS PAUD Kinasih Sejati
Desa Jati.
e. Informan yaitu orang-orang yang membantu dalam memberikan
informasi yang berkaitan dengan data yang digali, meliputi kepala
sekolah, tata usaha, dan seluruh pihak yang bisa memberikan informasi
terkait dengan penelitian.
f. Dokumen yaitu data yang diperoleh dari hasil catatan maupun arsip
yang berkaitan dengan data yang diperlukan, terutama data penunjang,
meliputi profil sekolah.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitiam ini adalah:
a. Observasi,
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui suatu pengamatan, dengan disertai percakapan-percakapan
terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran. Observasi merupakan
aktivitas terhadap suatu proses atau objek untuk mendapatkan

19
informasi-informasi yang dibutuhkan untuk memeroleh data.
Teknik observasi dilakukan dengan mengumpulkan data
secara langsung terhadap penerapan metode bercerita dalam
mengembangkan karakter kemandirian anak di POS PAUD Kinasih
Sejati Desa Jati. Teknik ini juga digunakan untuk mengamati keadaan
lokasi penelitian.
b. Wawancara,
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari
pewawancara. Wawancara dilakukan secara tidak terstuktur adalah
wawancara yang bebas, peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang tersusun secara sistematis untuk pengumpulan
datanya. wawancara tidak terstruktur sering digunakan dalam
penelitian yang lebih mendalam tentang responden.
Melalui teknik ini peneliti bermaksud untuk memeroleh data
yang mengenai penerapan metode bercerita dalam mengembangkan
karakter kemandirian yang tidak dapat dilakukan melalui pengamatan.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal peneliti menggunakan alat
rekam ( tape recorder) saat melakukan wawancara agar tidak ada
yang terlupakan.

5. Analisis Data
Setelah data disajikan dari hasil observasi, wawancara, dan
dokumentasi yang penulis lakukan pada saat penelitian, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap semua data tentang
penerapan metode bercerita dalam mengembangkan karakter
kemandirian anak di POS PAUD Kinasih Sejati Desa Jati.
Dalam sebuah penelitian diperlukan teknis analisis yang
digunakan untuk menggali data penelitian. Analisis data proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Data diorganisasikan
dalam kategori tertentu, dijabarkan kedalam unit-unit, melakukan

20
sintesa, dan menyusun ke dalam pola. Memilih data penting dan data
yang akan dipelajari, terakhir membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.
Analisis data merupakan sebuah cara untuk mengolah data
menjadi informasi agar karakteristik data tersebut mudah dipaham.
Analisis data dalam penelitian kualitatif di POS PAUD Kinasih Sejati
Desa Jati dilakukan sejak sebelum terjun ke lapangan, observasi, selama
pelaksanaan penelitian di lapangan dan setelah selesai penelitian di
lapangan. Data penelitian ini diperoleh ke dalam sebuah kategori,
menjabarkan data ke dalam unit-unit, menganalisis data yang penting,
menyusun atau menyajikan data yang sesuai dengan masalah penelitian
dalam bentuk laporan dan membuat kesimpulan agar mudah dipahami.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Rizka, Filsafat Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: media


Akademi, 2017.

Aziz, Abdul, Amka Membangun kecerdasan karakter AUD, Klaten:


Cempaka Putih, 2014.

Ardianti, Marmawi R, Lukmanulhakim, 2016. Peranan Guru Dalam


Penanaman Kemandirian Anak Usia 5-6 Tahun Di TK Mazmur 21
Pontianak Selatan, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Program
Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini FKIP Untan
Pontianak, Vol.5 No.8.

Fadillah, Muhammad, Desain Pembelajaran PAUD, Yogyakarta: Ar-


ruzz media, 2012.

Hanaco, Indah, Cerdas dan Ceria dengan Cerita Teladan, Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama, 2012.

Mulyasa, Manajemen PAUD, Bandung: PT Remaja Rogdakarya, 2012.

Naili sa’ida, “Kemandirian Anak Kelompok A Taman Kanak-kanak


Mandiri Desa Sumber sari Kec. Nglegok Kab. Blitar”. dalam

21
Jurnal Peagogi, Vol. 2 No. 3 Agustus, 2016.

Ahmad Susanto, 2017. Pendidikan Anak Usia Dini (Konsep dan Teori),
Jakarta:Bumi Aksara.

Burhan bungin, 2015. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,


Kebijakan Publik, Dan Ilmu Social Lainnya, Jakarta: Prenada
Media Group.

Risaldy, Sabil, Bermain, Bercerita, dan Menyanyi bagi Anak Usia Dini,
Jakarta Timur: PT Luxima Metro Media, 2014

Suprapti, Nina. 2016. Upaya Guru Untuk Mengembangkan Kemandirian


Anak Usia dini di Gugus Hiporbia, Jurnal Ilmiah potensia,1 (1):
1-6. Akses Tgl 10 Mei 2019 Pukul 12.00.
Indeks, 2012. Suprapti, Nina. 2016. Upaya Guru Untuk Mengembangkan
Kemandirian Anak Usia dini di Gugus Hiporbia, Jurnal Ilmiah
potensia,1 (1): 1-6.

Sutrisno, Pembaharuan dari Pengembangan Pendidikan Islam,


Yogyakarta: Fadilatama, 2011.

Suyadi, Teori Pembelajaran Anak Usia Dini, Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya, 2017.

Zusnaini, Ida Strategi Mendidk Anak agar Jujur, Yogyakarta: PT. Suka
Buku, 2012.

Ar-Raisul Karama Arifin Nur Ainy Fardan, Peran Pendidik PAUD dalam
Mengimplementasikan Pendidikan Karakter Melalui Metode
Pembelajaran Sentra dan Lingkaran, Jurnal Psikologi Pendidikan
dan Perkembangan Volume 3, No. 3, 2014, Hal.191. Akses
Tgl. 27 April 2019 Pukul 10.30
Masitoh, dkk, Strategi Pembelajaran TK, Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka, 2012

22
Nungtjik Winda B, Mendongeng untuk anak usia dini, Tangerang
Selatan, Aksara Pustaka Edukasi, 2016

Eka Sapti, Cahyaningrum. 2017. Pengembangan Nilai-nilai Karakter


Anak Usia Dini Melalui Pembiasaan dan Keteladanan, Jurnal
Ilmiah,1 (1): Akses Tgl 10 Mei 2019 Pukul 09.30.
Raisah Armayanti Nasution, 2017. Penanaman Disiplin Dan
Kemandirian Anak Usia Dini Dalam Metode Maria Montesorri,
ISSN:2338-2163- Vol. 05, No.02.

23

Anda mungkin juga menyukai