Anda di halaman 1dari 120

BUDAYA POSITIF

Penulis modul:

Andri Nurcahyani, S.Pd,


M.S Diah Samsiati Rajasa,
M.Sc
Dr. Murti Ayu Wijayanti, M.Pd.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT KEPALA SEKOLAH, PENGAWAS SEKOLAH DAN
TENAGA KEPENDIDIKAN
2022
Bahan Ajar
Pendidikan Program Guru Penggerak
Paket Modul 1: Paradigma dan Visi Guru Penggerak
Modul 1.4 “Budaya Positif”
Edisi Keempat

Penulis Modul:

Edisi Kesatu (September 2020):


Amalia Jiandra Tiasari, S.Psi., Patricia Yuannita T., M.Psi., Psikolog & C. Sri Indah
Gunarti, M.Psi., Psikolog
Edisi Kedua (Februari 2021):
Amalia Jiandra Tiasari, S.Psi. & Dr. Murti Ayu Wijayanti, M.Pd.
Edisi Ketiga (Juni 2021):
Andri Nurcahyani, S.Pd, M.S., Diah Samsiati Rajasa, M.Sc. & Dr. Murti Ayu Wijayanti,
M.Pd.
Edisi Keempat (Januari 2022):
Andri Nurcahyani, S.Pd, M.S., Diah Samsiati Rajasa, M.Sc. & Dr. Murti Ayu Wijayanti,
M.Pd.

(terdapat penyesuaian grafis untuk angkatan 6)

Editor:
Direktorat Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah dan Tenaga Kependidikan,
Kemdikbudristek

Hak Cipta © 2022 pada Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Dilindungi Undang-undang
Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
Lembar Pengesahan

Tahapan Nama Tanda Tangan Tanggal

Review Dr. Rita Dewi Suspalupi, M.Ak.

Verifikasi Dr. Kasiman, M.T.

Validasi Dr. Praptono, M.Ed.


Kata Pengantar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan
Pemimpin sekolah, dalam berbagai literatur, disebut berperan besar dalam
menentukan keberhasilan sekolah karena ia mempunyai tanggung jawab dalam
menyinergikan berbagai elemen di dalamnya. Seorang pemimpin sekolah yang
berkualitas akan mampu memberdayakan seluruh sumber daya di ekosistem
sekolahnya hingga dapat bersatu padu menumbuhkan murid-murid yang berkembang
secara utuh, baik dalam rasa, karsa dan ciptanya. Tak dipungkiri, pemimpin sekolah
merupakan salah satu aktor kunci dalam terwujudnya Profil Pelajar Pancasila.
Untuk dapat menjalankan peran-peran tersebut, seorang pemimpin sekolah perlu
mendapatkan pendidikan yang berkualitas sebelum ia menjabat. Program Pendidikan
Guru Penggerak (PPGP), sebagai bagian dari rangkaian kebijakan Merdeka Belajar
episode kelima, didesain untuk mempersiapkan guru-guru terbaik Indonesia untuk
menjadi pemimpin sekolah yang berfokus pada pembelajaran (instructional leaders).
Melalui berbagai aktivitas pembelajaran dalam PPGP, kandidat kepala sekolah masa
depan diharapkan dapat memiliki kompetensi dalam pengembangan diri dan orang
lain, pengembangan pembelajaran, manajemen sekolah serta pengembangan sekolah.
Kami memiliki harapan besar agar lulusan PPGP dapat mewujudkan standar nasional
pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan di seluruh wilayah negeri ini, di mana
keberpihakan pada murid menjadi orientasi utamanya.
Upaya pemenuhan kandidat kepala sekolah yang lebih optimal menuntut penyesuaian
pada desain pembelajaran PPGP. Karena itu, terhitung dari angkatan kelima durasi
program diefisiensikan dari sembilan menjadi enam bulan. Selain itu, PPGP juga
menerapkan diferensiasi proses untuk peserta di daerah yang memiliki akses terbatas,
baik dari segi transportasi maupun telekomunikasi. Namun, terlepas dari moda
penyampaian yang beragam, para Calon Guru Penggerak (CGP) di seluruh Indonesia
sama-sama mempelajari materi-materi bekal kepemimpinan dengan sistem on-the-job
learning di mana selama belajar, guru tetap menjalankan perannya di sekolah sekaligus

Modul 1.4 - Budaya Positif | i


menerapkan pengetahuan yang didapat dari ruang pelatihan ke dalam pembelajaran di
kelas. Pendekatan pembelajaran juga tetap menggunakan siklus inkuiri yang sarat
dengan refleksi dan praktik langsung, baik bersama sesama CGP maupun rekan sejawat
di sekolah. Pendampingan di lapangan juga tetap menjadi kunci dari keberhasilan
implementasi konsep di kelas atau sekolah CGP.
Tentu saja, seluruh upaya tersebut tidak akan berhasil tanpa peran berbagai tim
pendukung yang telah bekerja keras dan berkontribusi positif mewujudkan
penyelesaian bahan ajar ini serta membantu terlaksananya PPGP. Kami mengucapkan
terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada para pengembang modul, tim
digitalisasi, serta fasilitator, pengajar praktik dan instruktur. Semoga Allah Yang
Mahakuasa senantiasa memberkati upaya yang kita lakukan demi transformasi
pendidikan Indonesia. Amin.

Jakarta, Januari 2022

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga


Kependidikan,

Dr. Iwan Syahril, Ph.D.

ii | Modul 1.4 - Budaya


Surat Dari Instruktur
Selamat datang Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak
Sekarang Anda berada pada modul ‘Budaya Positif’. Kami yakin Bapak/Ibu yang telah
bertahun-tahun mengajar, mendampingi murid-murid tumbuh dan berkembang,
menyadari bahwa budaya positif di sekolah sangatlah penting untuk mengembangkan
anak-anak yang memiliki karakter yang kuat, sesuai profil pelajar Pancasila.
Kita telah belajar bersama tentang filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara, nilai-nilai
peran guru penggerak dan visi guru penggerak. Dalam modul ini Bapak dan Ibu akan
memahami pentingnya membangun budaya positif di sekolah sesuai dengan filosofi
pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu pendidikan yang berpihak pada murid untuk
membantu Bapak dan Ibu mencapai visi guru penggerak. Bapak dan Ibu akan
mempelajari bagaimana peran seorang pemimpin pada sebuah institusi dalam
menggerakkan dan memotivasi warga sekolah agar memiliki, meyakini, dan
menerapkan visi atau nilai-nilai kebajikan yang disepakati, sehingga tercipta budaya
positif yang berpihak pada murid.
Dalam membangun budaya positif tersebut, kita akan meninjau lebih dalam tentang
strategi menumbuhkan lingkungan yang positif. Anda akan diajak melakukan refleksi
atas penerapan disiplin yang dilakukan selama ini di lingkungan Anda. Bagaimanakah
strategi Anda dalam praktik disiplin tersebut? Apakah selama ini Anda sungguh-
sungguh menjalankan disiplin, atau Anda melakukan sebuah hukuman? Di mana kita
menarik garis pembatas?
Modul ini juga akan mengajak Anda untuk memikirkan kembali kebutuhan-kebutuhan
dasar yang sedang dibutuhkan seorang murid pada saat mereka berperilaku tidak
pantas, serta strategi apa yang perlu diterapkan yang berpihak pada murid.
Selanjutnya Anda akan mengeksplorasi suatu posisi dalam penerapan disiplin, yang
dinamakan ‘Manajer’ serta bagaimana seorang ‘Manajer’ menjalankan pendekatan
disiplin yang dinamakan Restitusi. Di sini Anda akan mendalami bagaimana
pendekatan Restitusi

Modul 1.4 - Budaya Positif | iii


fokus untuk mengembangkan motivasi intrinsik pada murid yang selanjutnya dapat
menumbuhkan murid-murid yang bertanggung jawab, mandiri, dan merdeka.
Modul 1.4 ini pun selaras serta memiliki keterkaitan dengan Standar Nasional
Pendidikan khususnya di Standar Kompetensi Kelulusan, Standar Pengelolaan
Pendidikan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dan Standar Proses. Dalam
rangka menciptakan budaya positif, penerapan disiplin positif dipraktikkan untuk
menghasilkan murid-murid yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, dan
bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya, seorang pemimpin sekolah
hendaknya berjiwa kepemimpinan serta dapat mengembangkan sekolah dengan baik
yaitu dengan menciptakan lingkungan yang positif sehingga terwujud suatu budaya
positif. Demikian juga dengan warga sekolahnya; setiap guru dan tenaga kependidikan
memiliki kompetensi standar minimal di mana mereka memiliki kesamaan visi serta
nilai-nilai kebajikan yang dituju, serta berupaya mewujudkannya dalam pembelajaran
yang aplikatif yang mengupayakan pemberdayaan murid agar dapat menjadi pemelajar
sepanjang hayat.
Pada akhirnya modul ini diharapkan dapat menjadi suatu pembelajaran, tempat
berproses, wadah untuk berdiskusi, dan menumbuhkan semangat untuk menggali dan
mengembangkan potensi anak-anak Indonesia yang berkarakter kuat, mandiri, dan
merdeka. Teruslah menjadi penggerak bagi guru, murid, serta segenap tatanan
komponen sekolah untuk memajukan pendidikan di Indonesia.
Selamat belajar!
Andri Nurcahyani, S.Pd, M.S., Diah Samsiati Rajasa, M.Sc. & Dr. Murti Ayu Wijayanti,
M.Pd.

iv | Modul 1.4 - Budaya


Daftar Isi
Hlm.

Kata Pengantar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan...................................i


Surat Dari Instruktur.........................................................................................................iii
Daftar Isi.............................................................................................................................v
Capaian yang Diharapkan..................................................................................................1
Ringkasan Alur Belajar MERDEKA......................................................................................3
Pembelajaran 1 - Mulai dari diri........................................................................................6
Pembelajaran 2 - Eksplorasi Konsep...............................................................................11
Pembelajaran 3 - Ruang Kolaborasi................................................................................86
Pembelajaran 5 -Demonstrasi Kontekstual.....................................................................93
Pembelajaran 6 - Elaborasi Pemahaman........................................................................95
Pembelajaran 7 - Koneksi Antarmateri...........................................................................96
Pembelajaran 8 - Aksi Nyata.........................................................................................101
Surat Penutup................................................................................................................105
Daftar Pustaka...............................................................................................................106

Modul 1.4 - Budaya Positif | v


Daftar Gambar
Gambar 1. Segitiga Restitusi............................................................................................79

vi | Modul 1.4 - Budaya


Capaian yang Diharapkan
Kompetensi Lulusan yang Dituju

Modul ini diharapkan berkontribusi untuk mencapai kompetensi lulusan sebagai


berikut:
● Guru Penggerak memahami pentingnya mengetahui kebutuhan belajar dan
lingkungan yang memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat
meningkatkan kompetensinya secara aman dan nyaman.
● Guru Penggerak mampu menggerakkan komunitas sekolah untuk bersama-
sama mengembangkan dan mewujudkan visi sekolah yang berpihak pada murid
dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan universal.

Capaian Umum Modul 1.4


Secara umum, capaian modul ini adalah:
● Memahami konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dihubungkan
dengan konsep budaya dan lingkungan positif di sekolah yang berpihak pada
murid.
● Melakukan evaluasi dan refleksi tentang praktik disiplin dalam pendidikan
Indonesia secara umum untuk mendapatkan pemahaman baru mengenai
konsep disiplin positif untuk menciptakan murid dengan profil pelajar
Pancasila.
● Memahami peran sebagai guru untuk membangun budaya positif dengan
menerapkan konsep disiplin positif dalam berinteraksi dengan murid.

Modul 1.4 - Budaya Positif | 1


Capaian Khusus Modul 1.4
Setelah menyelesaikan modul ini, peserta diharapkan dapat menjadi guru penggerak
yang mampu:
● Menjelaskan konsep budaya positif yang berdasarkan pada konsep perubahan
paradigma stimulus respons ke teori kontrol serta nilai-nilai kebajikan universal
yang dijabarkan penerapannya pada modul ini.
● Menjelaskan konsep makna disiplin, keyakinan kelas, hukuman dan
penghargaan, 5 kebutuhan dasar manusia, Restitusi dengan 5 posisi kontrol
guru serta segitiga restitusi dan menerapkannya dalam ekosistem sekolah yang
aman, dan berpihak pada murid.
● Menyusun strategi-strategi aksi nyata yang efektif dengan mewujudkan
kolaborasi beserta seluruh pemangku kepentingan sekolah agar tercipta
budaya positif yang dapat mengembangkan karakter murid.
● Menganalisis secara reflektif dan kritis penerapan budaya positif di sekolah dan
mengembangkannya sesuai kebutuhan sosial dan murid.

2 | Modul 1.4 - Budaya Positif


Ringkasan Alur Belajar MERDEKA
Mulai dari Diri
CGP mengamati bagaimana sistem rancangan di sekolah masing-masing dapat
menciptakan lingkungan positif serta mendukung murid menjadi pribadi yang bahagia,
mandiri, dan bertanggung jawab, sesuai filosofi Ki Hadjar Dewantara.
Eksplorasi Konsep
2.1 Disiplin Positif dan Nilai Kebajikan Universal
CGP dapat menjelaskan makna ‘kontrol’ dari paparan Teori Kontrol Dr. William
Glasser serta miskonsepsi yang terjadi di kehidupan sehari-hari, serta dapat
menjelaskan perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol. Berikutnya
CGP dapat menjelaskan makna Disiplin Positif, dan mengamati penerapannya di
lingkungannya, serta kaitan Teori Kontrol. CGP juga diharapkan dapat menjelaskan
pentingnya memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan diyakini dan
disepakati seluruh warga sekolah, sehingga kelak tercipta sebuah budaya positif.

2.2 Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi


CGP dapat menjelaskan konsep teori motivasi, hukuman dan penghargaan, dan
pendekatan restitusi. Selain itu, CGP dapat melakukan pengamatan dan peninjauan
atas praktik penerapan konsep-konsep tersebut di lingkungannya sendiri.

2.3 Keyakinan Kelas


CGP dapat menganalisis pentingnya memiliki keyakinan sekolah/kelas sebagai
fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam
memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas. CGP juga
dapat menjelaskan proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke
keyakinan kelas.

Modul 1.4 - Budaya Positif | 3


2.4 Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas
CGP dapat menjelaskan kebutuhan dasar yang menjadi motif dari tindakan
manusia baik murid maupun guru. Selain itu, CGP dapat menganalisis dampak
tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap pelanggaran peraturan dan
tindakan yang tidak sesuai dengan nilai kebajikan. Berikutnya CGP dapat
mengidentifikasi peran dan sekolah guru dalam upayanya menciptakan
lingkungan belajar dan pemenuhan kebutuhan anak yang beragam.

2.5 Restitusi: 5 Posisi Kontrol


CGP dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini
dan dampaknya untuk murid-muridnya. Berikutnya CGP dapat memahami dan
menerapkan disiplin restitusi di posisi Manajer, minimal pemantau agar dapat
menghasilkan murid yang bertanggung jawab, mandiri dan merdeka.

2. 6 Restitusi: Segitiga Restitusi


CGP menjelaskan restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif
pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah. Kemudian CGP dapat
menerapkan restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif agar menjadi
murid merdeka. CGP juga diharapkan dapat menganalisis dengan sikap reflektif
dan kritis penerapan disiplin positif di lingkungannya.

Ruang Kolaborasi
Dalam kelompok, CGP akan menganalisis kasus-kasus yang tersedia dalam LMS
berdasarkan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif. CGP akan
mendiskusikan strategi-strategi agar konsep-konsep dalam disiplin positif dapat
menjadi standar tindak lanjut kasus pelanggaran disiplin di sekolahnya. Mereka
akan mempresentasikan hasil analisisnya secara sinkronus, dan kelompok lain
akan menanggapi.

4 | Modul 1.4 - Budaya Positif


Demonstrasi Kontekstual
CGP mampu melakukan praktik segitiga restitusi dengan murid di sekolahnya.

Elaborasi Pemahaman
Setelah berdiskusi bersama instruktur, CGP mendemonstrasikan
pemahamannya secara lebih mendalam mengenai konsep-konsep inti dalam
modul Budaya Positif.

Koneksi Antarmateri
CGP membuat keterkaitan konsep budaya positif dengan materi pada
sebelumnya yaitu modul 1.1, 1.2 dan 1.3 sehingga dapat mulai menyusun
langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan
budaya positif di sekolah.

Aksi Nyata
CGP akan menyampaikan kepada para pemangku kepentingan di sekolahnya
mengenai perubahan paradigma dan penerapan strategi disiplin positif di
sekolah masing-masing agar dapat menciptakan budaya positif. Diharapkan
kegiatan ini akan membantu murid belajar dengan aman dan nyaman sehingga
dapat meraih keselamatan dan kebahagiaan, sebagaimana disampaikan oleh Ki
Hadjar Dewantara mengenai tujuan utama pendidikan.

Modul 1.4 - Budaya Positif | 5


Pembelajaran 1 - Mulai dari diri
Durasi: 2 JP
Jenis Kegiatan: Refleksi mandiri
Tujuan Pembelajaran khusus:
1. Mengaktifkan pengetahuan awal apa yang telah dipelajari sebelumnya tentang
konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dihubungkan dengan konsep lingkungan
dan budaya positif di sekolah.
2. Mengamati bagaimana sistem rancangan di sekolah masing-masing dapat
menciptakan lingkungan positif serta mendukung murid menjadi pribadi yang
bahagia, mandiri, dan bertanggung jawab, sesuai dengan filosofi Ki Hadjar
Dewantara.

Bapak dan Ibu calon guru penggerak,

Setelah mempelajari modul 1.1, 1.2, dan 1.3, tentunya saat ini Anda sudah memahami
bahwa sebagai seorang guru Anda diibaratkan sebagai seorang petani yang memiliki
peranan penting untuk menjadikan tanamannya tumbuh subur. Anda akan
memastikan bahwa ‘tanah’ tempat tumbuhnya tanaman adalah tanah yang cocok
untuk ditanami. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa,

“…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan


seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang
pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya
padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi
pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup
tanaman padi dan lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan.
Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937).

Dari uraian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa sekolah diibaratkan sebagai
tanah tempat bercocok tanam sehingga seorang guru perlu mengusahakan agar
sekolah

6 | Modul 1.4 - Budaya Positif


menjadi sebuah lingkungan yang menyenangkan, aman, nyaman untuk bertumbuh,
serta dapat menjaga dan melindungi setiap murid dari hal-hal yang kurang bermanfaat,
atau bahkan mengganggu perkembangan potensi murid.

Dengan demikian, salah satu tanggung jawab seorang guru adalah bagaimana
menciptakan suatu lingkungan positif yang terdiri dari warga sekolah yang saling
mendukung, saling belajar, saling bekerja sama sehingga tercipta kebiasaan-kebiasaan
baik; dari kebiasaan-kebiasaan baik akan tumbuh menjadi karakter-karakter baik warga
sekolah, dan pada akhirnya karakter-karakter dari kebiasaan-kebiasaan baik akan
membentuk sebuah budaya positif.

Cobalah amati lingkungan sekolah Anda sendiri saat ini, bagaimana suasananya?
Bagaimana murid-murid saling berinteraksi, bagaimana guru saling bertegur sapa,
bagaimana guru menyapa murid, bagaimana guru menyelesaikan suatu permasalahan
atau konflik antar murid? Suasana atau budaya yang berkembang di sekolah Anda saat
ini, secara tidak langsung menjadi cermin dari tujuan mulia atau nilai-nilai yang sekolah
atau institusi Anda anut dan yakini selama ini. Untuk itulah menciptakan lingkungan
positif agar terbentuk suatu budaya positif adalah suatu proses perjalanan pendidikan
yang harus kita jalani, karena ini merupakan tanggung jawab kita sebagai seorang
pendidik, sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Suatu lingkungan yang aman dan
nyaman akan memberikan murid kesempatan dan kebebasan untuk berproses, belajar,
membuat kesalahan, belajar lagi, sehingga mampu menerima dan menyerap suatu
pembelajaran. Perlu diingat, selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari
lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi. Dan salah satu tanggung
jawab kita sebagai pendidik adalah menghilangkan atau ‘mencabut’ gangguan-
gangguan yang menghalangi proses pengembangan potensi murid.

Bapak dan Ibu calon guru penggerak,


Untuk memulai pembelajaran di modul budaya positif ini, marilah melakukan
pengamatan, dan berefleksi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

Modul 1.4 - Budaya Positif | 7


● Apa pentingnya menciptakan suasana positif di lingkungan Anda?

● Sebagai seorang pendidik dan/atau pimpinan sekolah, bagaimana Anda dapat


menciptakan suasana positif di lingkungan Anda selama ini?

● Apakah hubungan antara menciptakan suasana yang positif dengan proses


pembelajaran yang berpihak pada murid?

● Bagaimana penerapan disiplin saat ini di sekolah Anda, apakah sudah


diterapkan dengan efektif, bila belum, apa yang menurut Anda masih perlu
diperbaiki dan dikembangkan?

Bapak dan Ibu calon guru penggerak,


Selanjutnya Anda dapat melakukan pengamatan dan refleksi terhadap bagaimana kita
dapat menciptakan sebuah budaya positif, dengan melakukan serangkaian kegiatan di
bawah ini:
1. Sediakan waktu khusus, pejamkan mata, dibantu musik instrumental yang sesuai,
kemudian bayangkan sekolah impian Anda. Ingat kembali gambaran sekolah
impian yang Anda tulis saat mempelajari modul 1.3. Bagaimana suasana
sekolahnya? Bagaimana sikap gurunya? Bagaimana tutur kata guru? Bagaimana
guru bersikap kepada murid-muridnya? Bagaimana sikap murid-muridnya,
bagaimana mereka saling berinteraksi, terhadap Anda, sebagai pimpinan sekolah
dan terhadap guru-

8 | Modul 1.4 - Budaya Positif


guru yang lain?
2. Untuk mewujudkan sekolah impian tersebut, bila Anda adalah seorang pemimpin
di sekolah Anda, bagaimana Anda akan menciptakan sebuah lingkungan yang
positif di sekolah Anda? Apa strategi yang akan Anda pilih? Bagaimana Anda akan
menerapkan disiplin positif, apa yang perlu kita lakukan terlebih dahulu?
Tentunya, salah satu hal yang paling penting adalah kita perlu menghilangkan rasa
takut dalam diri murid-murid sehingga mereka merasa aman dan nyaman berada
di sekolah, dan bahwa membuat kesalahan adalah suatu proses pembelajaran itu
sendiri. Hanya dengan demikian, semua murid dapat belajar dengan rasa tenang,
tanpa tekanan dan nyaman.

Standar Nasional Pendidikan:


1.2. Harapan & Ekspektasi
Lingkungan yang positif sangat diperlukan agar pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang
Setelah Anda melaksanakan pengamatan dan refleksi terkait peran Anda dalam
berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan
Pasal 12 yaitu:
menciptakan budaya positif, isilah kolom harapan berikut ini:
1) Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b diselenggarakan
dalam suasana
Apa sajabelajar yang:
harapan-harapan yang ingin Apa saja kegiatan, materi, manfaat
a. interaktif;
Anda
b. inspiratif;
lihat berkembang pada diri Anda, yang Anda harapkan ada dalam modul
sebagai
c. menyenangkan; seorang pemimpin ini?
pembelajaran yang memiliki pengaruh
d. menantang;
pada warga
e. memotivasi sekolah,
Peserta terutama
Didik untuk murid-
berpartisipasi aktif; dan
murid Anda setelah mempelajari modul
f. memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik.
ini?

Modul 1.4 - Budaya Positif | 9


Untuk Diri Sendiri sebagai Pemimpin 1.
Pembelajaran:
2.
1.
dst.
2.
dst.

Untuk Murid:
1.
2.
dst.

Tugas Fasilitator:
1. memastikan CGP memberikan tanggapan terhadap kasus atau situasi
yang diberikan
2. memastikan CGP mengisi kolom harapan
3. memberikan umpan balik terhadap tanggapan yang diberikan oleh CGP

10 | Modul 1.4 - Budaya


Pembelajaran 2 - Eksplorasi Konsep
Durasi: 4 JP
Jenis Kegiatan: Kegiatan mandiri, Forum Diskusi
Tujuan pembelajaran:
● CGP dapat menjelaskan makna ‘kontrol’ dari paparan Teori Kontrol Dr. William
Glasser serta miskonsepsi yang terjadi di kehidupan sehari-hari, serta dapat
menjelaskan perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol.
● CGP dapat menjelaskan makna Disiplin Positif, dan mengamati penerapannya di
lingkungannya, serta kaitan Teori Kontrol dengan 3 Motivasi Perilaku Manusia.
● CGP menjelaskan pentingnya memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan
diyakini dan disepakati seluruh warga sekolah, sehingga kelak tercipta sebuah budaya
positif.

Pembelajaran 2.1: Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan


Universal
a) Perubahan Paradigma:
Kegiatan Pemantik:

Anda dan teman Anda akan melakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’. Anda adalah A, tugas
Anda adalah mengepalkan salah satu tangan Anda. Coba Anda bayangkan bahwa Anda
menyimpan sesuatu yang sangat berharga di dalam kepalan tangan Anda. Anda perlu
menjaga benda tersebut sekuat tenaga Anda karena begitu pentingnya untuk kehidupan
Anda. Tugas rekan Anda, B, adalah mencoba dengan segala cara untuk membuka kepalan
tangan Anda. Teman Anda B boleh membujuk, menghardik, mengintimidasi, memarahi,
menggoda, menggelitik, bahkan menawari Anda uang agar Anda bersedia membuka
kepalan tangan Anda.

Cobalah lakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’ di atas dengan B secara bergantian, masing-
masing A dan B memiliki waktu 30 detik saja. Sesudah itu diskusikan kegiatan ini dan coba
jawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini secara mandiri, dan diskusikan kembali dengan
rekan

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Anda B. Bandingkan jawaban Anda, apakah berbeda, atau sama. Bilamana berbeda, kira-
kira mengapa?
1. Apakah Anda atau B membuka kepalan tangan Anda? Mengapa, apa alasan Anda atau
B membuka kepalan tangan Anda?
2. Apakah Anda atau B menutup kepalan tangan Anda? Mengapa, apa alasan Anda atau
B tetap menutup kepalan tangan Anda?
3. Dalam kegiatan ini, sesungguhnya siapa yang memegang kendali atau kontrol
untuk membuka atau menutup kepalan tangan?

Kemungkinan jawaban kita terhadap pertanyaan-pertanyaan pertama dan kedua


bervariasi, antara yang bersedia membuka, dan yang tetap bertahan menutup kepalan
tangannya. Pertanyaan ketiga, siapakah yang sesungguhnya memegang kontrol, yang
menutup kepalan tangan atau yang berusaha dengan segala cara untuk membuka
kepalan tangan rekannya? Jawabannya tentu kita sendiri yang memegang kontrol atas
kepalan tangan kita, apakah kita membuka atau menutup kepalan tangan kita, itu
bergantung pada diri kita masing-masing, sesuai dengan kebutuhan dasar kita saat itu.

Selanjutnya psikiater dan pendidik, Dr. William Glasser dalam Control Theory yang
kemudian hari berkembang dan dinamakan Choice Theory, meluruskan berapa
miskonsepsi tentang makna ‘kontrol’.

Ilusi guru mengontrol murid.


Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid
tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya guru sedang
mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid sedang mengizinkan
dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih
murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan,
bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai.

Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.


Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk
mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha
untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan

12 | Modul 1.4 - Budaya


tersebut akan menyadarinya, dan mencoba untuk menolak bujukan kita atau bisa jadi
murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.
Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter. Menggunaka

Mereka
mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagiguru untuk
mengidentifikasi bahwa mereka sedang melakukan perilaku ini, karena seringkali guru
cukup menggunakan ‘suara halus’ untuk menyampaikan pesan negatif.

Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.


Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk membuat murid

Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada


pendekatan teori Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991)
mengatakan bahwa,

“..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau
perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka
kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat
dunia, bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda,
skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”.

Stimulus Respon Teori Kontrol

Realitas (kebutuhan) kita sama. Realitas (kebutuhan) kita berbeda.

Semua orang melihat hal yang sama. Setiap orang memiliki gambaran
berbeda.

Kita mencoba mengubah orang agar Kita berusaha memahami pandangan


berpandangan sama dengan kita. orang lain tentang dunia.

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Perilaku buruk dilihat sebagai suatu Semua perilaku memiliki tujuan.
kesalahan

Orang lain bisa mengontrol saya. Hanya Anda yang bisa mengontrol diri
Anda.

Saya bisa mengontrol orang lain. Anda tidak bisa mengontrol orang lain.

Pemaksaan ada pada saat bujukan gagal. Kolaborasi dan konsensus


menciptakan pilihan-pilihan baru.

Model Berpikir Menang/Kalah Model Berpikir Menang-menang

b) Makna Disiplin:

Dalam rangka menciptakan lingkungan positif, salah satu strategi yang perlu kita tinjau
kembali adalah penerapan disiplin di sekolah kita. Apakah telah efektif, apakah masih perlu
ditinjau kembali? Apa sesungguhnya arti dari disiplin itu sendiri? Apa kaitannya dengan nilai-
nilai kebajikan? Mari kita bahas makna disiplin dan nilai-nilai kebajikan universal dengan
mengaitkan beberapa pembelajaran awal di modul 1.2 tentang perubahan paradigma teori
stimulus respon ke teori kontrol serta teori 3 motivasi perilaku manusia.

Sebelumnya, mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa
kita melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan
dari lingkungan, atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita
menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk
mendapatkan apa yang kita mau. Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat
senyuman atau pujian dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan
uang? Apa lagi kira-kira alasan orang melakukan sesuatu?

Bapak Ibu calon guru penggerak,


Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid
kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan
nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut,

14 | Modul 1.4 - Budaya


mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang
tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap
berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi
orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai, atau mencapai suatu tujuan
mulia.

Sekarang mari kita membahas tentang konsep disiplin positif yang merupakan unsur utama
dalam terwujudnya budaya positif yang kita cita-citakan di sekolah-sekolah kita. Kebanyakan
guru, sangat tertarik dengan topik pembahasan tentang disiplin. Mereka berpendapat
bahwa kalau saja anak-anak bisa disiplin, pasti mereka akan bisa belajar. Para guru juga
berpendapat bahwa mendisiplinkan anak-anak adalah bagian yang paling menantang dari
pekerjaan mereka. Bagaimana dengan Bapak/Ibu CGP? Apakah Anda memiliki pendapat
yang sama?

Marilah kita baca artikel di bawah ini:

Makna Kata Disiplin

Ketika mendengar kata ‘disiplin’, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang terlintas di
pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib,
teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata ‘disiplin’ juga sering dihubungkan dengan
hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus
dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan bila perlu tidak
digunakan sama sekali.

Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan
seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan
kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.

Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa

“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun
disiplin itu bersifat ‘self discipline’ yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan
sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self
discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian
itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka.

(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan


Kelima, 2013, Halaman 470)

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks
pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah
harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki
motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain
untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam
diri kita sendiri.

Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah:

mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa
amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah;
akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)

Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring
School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa
Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama
dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut,
seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran
tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.

Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan disiplin
diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali
potensinya menuju kepada sebuah tujuan mulia, sesuatu yang dihargai dan bermakna.
Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan
bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita
hargai agar tercapai tujuan mulia yang diinginkan.
Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung
jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada
nilai-nilai kebajikan universal. Dalam hal ini Ki Hajar menyatakan;

“...pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu menjadi


sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau
pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus
mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak
dan kewajibannya.

(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan


Kelima, 2013, Halaman 469)

Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri
sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan
memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.

16 | Modul 1.4 - Budaya


Referensi:
Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001, New View
Publications, North Canada
Ki Hajar Dewantara;Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013, UST-Press
bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa

Bapak dan Ibu calon guru penggerak,


Indah sekali bukan pemikiran-pemikiran tentang konsep disiplin di atas. Mari kita bayangkan
alangkah indahnya ketika tercipta masyarakat yang bisa saling belajar, yang saling merasa
terikat dan terhubungkan satu sama lain; karena masyarakat seperti itu akan mengambil
tanggung jawab untuk pembelajarannya, senantiasa berusaha untuk menjadi insan yang
lebih baik dari sebelumnya. Itulah tujuan dari disiplin diri.

c) Nilai-nilai Kebajikan Universal


Bapak Ibu calon guru penggerak,
Anda telah mengikuti serangkaian pembahasan tentang makna disiplin positif yang
dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara maupun Diane Gossen, di mana kedua pakar
pendidikan mengartikan disiplin sebagai bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk kontrol
diri agar dapat mencapai suatu tujuan mulia. Tujuan mulia di sini mengacu pada nilai-nilai
atau prinsip-prinsip mulia yang dianut seseorang. Kita namakan nilai-nilai tersebut
sebagai nilai-nilai kebajikan (virtues) yang universal. Nilai-nilai kebajikan universal sendiri
telah diperkenalkan di modul 1.2 yang berarti nilai-nilai kebajikan yang disepakati
bersama, lepas dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya. Nilai-nilai ini
merupakan ‘payung besar’ dari sikap dan perilaku kita, atau nilai-nilai ini merupakan
fondasi kita berperilaku. Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang
merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. Seperti yang telah
dikemukakan oleh Dr. William Glasser pada Teori Kontrol (1984), menyatakan bahwa
setiap perbuatan memiliki suatu tujuan, dan selanjutnya Diane Gossen (1998)
mengemukakan bahwa dengan mengaitkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini seseorang
maka motivasi intrinsiknya akan terbangun, sehingga menggerakkan motivasi dari dalam

Modul 1.4 - Budaya Positif |


untuk dapat mencapai tujuan mulia yang diinginkan.
Beberapa institusi/organisasi pendidikan di bawah ini telah memiliki nilai-nilai kebajikan
yang diyakini dan sepakati bersama. Salah satunya adalah nilai-nilai kebajikan yang ingin
dicapai oleh setiap anak Indonesia yang kita kenal dengan Profil Pelajar Pancasila, yang
sebelumnya telah dibahas di modul 1.2. Bisa disimpulkan bahwa sebagian
institusi/organisasi saling memiliki nilai-nilai kebajikan yang sama, karena nilai-nilai
tersebut bersifat universal, dan lintas bahasa, suku bangsa, agama maupun latar
belakang.

1. Profil Pelajar Pancasila


● Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia.
● Mandiri
● Bernalar Kritis
● Berkebinekaan Global
● Bergotong royong
● Kreatif

2. IBO Primary Years Program


(PYP) Sikap Murid:Toleransi
● Rasa Hormat
● Integritas
● Mandiri
● Menghargai
● Antusias
● Empati
● Keingintahuan
● Kreativitas
● Kerja sama
● Percaya Diri
● Komitmen

18 | Modul 1.4 - Budaya


3. Sembilan Pilar Karakter (Indonesian Heritage Foundation/IHF):
● Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA
● Kemandirian dan Tanggung jawab
● Kejujuran (Amanah), Diplomatis
● Hormat dan Santun
● Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong
● Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras
● Kepemimpinan dan Keadilan
● Baik dan Rendah Hati
● Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan

4. Petunjuk Seumur Hidup dan Keterampilan Hidup (LIfelong Guidelines and Life Skills)

Keterampilan Hidup
● Dapat dipercaya
● Lurus Hati
● Pendengar yang Aktif
● Tidak Merendahkan Orang Lain
● Memberikan yang Terbaik dari Diri

Petunjuk HidupPeduli
● Penalaran
● Bekerja sama
● Keberanian
● Keingintahuan
● Usaha
● Keluwesan/
Fleksibilitas
● Berorganisasi

Modul 1.4 - Budaya Positif |


● Kesabaran
● Keteguhan hati
● Kehormatan
● Memiliki Rasa Humor
● Berinisiatif
● Integritas
● Pemecahan Masalah
● Sumber pengetahuan
● Tanggung jawab
● Persahabatan
● The Seven Essential Virtues (dari Building Moral Intelligence, Michele
Borba):Empati
● Suara Hati
● Kontrol Diri
● Rasa Hormat
● Kebaikan

● Toleransi
● Keadilan
5. The Virtues Project (Proyek Nilai-nilai Kebajikan)

Peduli Rajin Integritas Rasa Hormat

Keterusterangan Keberanian Kebahagiaan Tanggung Jawab

Kebersihan Kesantunan Keadilan Pengabdian

Komitmen Kreatif Baik Hati Bijaksana

Belas Kasih Semangat Kesetiaan Bersyukur

Percaya Diri Kedermawan Berprinsip Toleransi

Belas Kasih Kejujuran Bersahaja Percaya

Bertujuan Dermawan Keteraturan Lurus Hati

20 | Modul 1.4 - Budaya


Tenggang Rasa Harga Diri Kedamaian Ketegasan

Gotong Royong Rendah Hati Keteguhan Hati Pengertian

Silakan Anda membaca nilai-nilai kebajikan dari keenam institusi/organisasi yang telah
disampaikan di sini, dan pilihlah salah satu yang menurut Anda paling menarik.
Bandingkan dengan nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip yang Anda miliki di sekolah
Anda. Adakah suatu perbedaan atau persamaan? Kemudian pikirkan bagaimana nilai-
nilai kebajikan yang Anda pilih tersebut dapat disampaikan dan menjadi fondasi dari
keyakinan sekolah atau keyakinan kelas yang disepakati seluruh warga sekolah.
Kemudian pikirkan kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat dilakukan agar keyakinan-
keyakinan tersebut dapat dipahami, dan diterapkan seluruh warga sekolah dalam
kehidupan mereka sehari-hari.

Tugas Anda
1. Mungkin pada awalnya motivasi Anda mengikuti program ini karena ingin
mendapatkan suatu penghargaan tertentu. Namun seiring Anda mengikuti
program ini dan kemudian menikmatinya, mungkinkah motivasi Anda berubah
menjadi sebuah keinginan untuk menjadi guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini?
Bila itu terjadi, apa dampaknya untuk diri Anda? Apa yang Anda dapatkan,
mengapa hal itu penting untuk Anda?
2. Sebagai seorang pendidik, saat Anda perlu hadir di suatu pelatihan, motivasi
apakah yang mendasari tindakan Anda? Apakah Anda hadir karena tidak ingin
ditegur oleh pihak panitia atau pengawas Anda, dan mendapatkan surat teguran
(menghindari ketidaknyamanan dan hukuman) atau Anda ingin dilihat dan dipuji
oleh lingkungan Anda, atau mendapat penghargaan sebagai kepala sekolah
berprestasi? (mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain), atau Anda
ingin menjadi pemelajar sepanjang hayat, menjadi orang yang berusaha dan
bertanggung jawab serta menghargai diri Anda sendiri sebagai teladan bagi murid-
murid Anda, guru- guru Anda, serta lingkungan Anda karena Anda percaya,
tindakan Anda sebagai

Modul 1.4 - Budaya Positif |


pemimpin pembelajaran akan jadi panutan oleh lingkungan Anda (menghargai
nilai-nilai kebajikan diri sendiri). Manakah motivasi yang paling kuat mendasari
tindakan Anda, atau adakah suatu proses perubahan motivasi antara dua
motivasi?
3. Bila di sekolah Anda tidak ada aturan yang memberikan surat teguran bagi
karyawan yang sering datang terlambat, atau tidak ada atasan yang memberikan
Anda penghargaan menjadi karyawan terbaik, karena sering tepat waktu, apakah
Anda akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar murid-murid Anda? Jelaskan
alasan Anda.
4. Menurut Anda, dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi manakah yang saat ini
paling banyak mendasari perilaku murid-murid Anda di sekolah? Jelaskan.
5. Strategi apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif
pada murid-murid Anda, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Anda?
6. Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda rasakan penting saat ini untuk ditanamkan
pada murid-murid Anda di kelas/sekolah Anda? Mengapa?

Standar Pendidikan Nasional:

Dalam rangka menciptakan lingkungan yang positif maka setiap warga sekolah dan
pemangku kepentingan perlu saling mendukung, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai
kebajikan yang telah disepakati bersama. Untuk dapat menerapkan tujuan mulia tersebut,
maka seorang pemimpin pembelajaran perlu berjiwa kepemimpinan sehingga dapat
mengembangkan sekolah dengan baik agar terwujud suatu budaya sekolah yang positif
sesuai dengan standar kompetensi pengelolaan yang telah ditetapkan.

Tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk murid-murid yang
berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan merupakan
pemelajar sepanjang hayat sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang diharapkan.

22 | Modul 1.4 - Budaya


Pembelajaran 2.2: Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan,
Restitusi
Tujuan Pembelajaran:
● CGP dapat menjelaskan dan menganalisis Teori Motivasi dan Motivasi Intrinsik
yang dituju, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di
lingkungannya.
● CGP dapat menjelaskan konsep hukuman dan penghargaan, dan konsep
pendekatan restitusi.
● CGP dapat melakukan pengamatan dan peninjauan atas praktik penerapan
konsep-konsep tersebut di lingkungannya sendiri.

a) 3 Motivasi Perilaku Manusia


Eksplorasi Mandiri
Bapak Ibu calon guru penggerak,
Mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita melakukan
segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari lingkungan,
atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita menghindari
rasa sakit atau ketidaknyamanan, terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk
mendapatkan apa yang kita mau.

Bagaimana menurut Anda? Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman
dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan uang? Apalagi kira-kira
alasan orang melakukan sesuatu? Untuk mengetahui lebih jauh lagi mengenai motivasi
manusia, mari kita baca artikel ini:

Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi
perilaku manusia:

Modul 1.4 - Budaya Positif |


1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang
motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan
bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya
mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh
pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka,
bila mereka tidak melakukan tindakan tersebut. Motivasi ini bersifat eksternal

2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.


Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk
mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini
akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka
melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut
mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga
melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan. Motivasi
ini juga bersifat eksternal.

3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan
nilai-nilai yang mereka percaya.
Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila
saya melakukannya? Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini
dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang
melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan
membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat
internal, bukan eksternal.

Pernahkan Anda berada dalam sebuah situasi dimana anda sengaja melakukan
sesuatu yang menyakitkan bagi anda, bahkan bertabrakan dengan penghargaan dari
orang lain? Mengapa anda tetap memilih melakukannya padahal anda tahu
akibatnya akan

24 | Modul 1.4 - Budaya


menyakitkan, anda mungkin akan dikecam secara sosial, bahkan ada kerugian secara
finansial? Apa prinsip-prinsip yang anda perjuangkan dan anda lindungi? Saat itu,
anda sedang menjadi orang yang seperti apa?

Bapak Ibu calon guru penggerak,


Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid
kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan
nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut,
mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi
yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap
berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi
orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai. Pertanyaannya sekarang
adalah bagaimana cara kita sebagai guru untuk untuk menanamkan disiplin positif yang
positif ini kepada murid-murid kita?

Tugas Anda
1. Sekarang, mari pikirkan tentang diri Anda sendiri. Anda sekarang mengikuti
Program. Guru Penggerak, mengapa Anda mengikuti program ini? Apakah bila
Anda tidak mengikuti program ini, akan ada hal yang menyakitkan yang akan
terjadi pada Anda? Apakah ada hadiah atau penghargaan setelah Anda
mengikuti program ini? Atau apakah Anda mengikuti program ini karena Anda
ingin menjadi seorang guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini, misalnya
menjadi seorang guru pemelajar? Apa dampak ketiga motivasi tersebut pada
diri Anda sebagai calon guru penggerak? Yang mana motivasi yang paling akan
berdampak jangka panjang dan membuat Anda terus bersemangat secara
internal?

Mungkin pada awalnya motivasi Anda mengikuti program ini karena ingin
mendapat penghargaan. Namun seiring Anda mengikuti program ini dan

Modul 1.4 - Budaya Positif |


kemudian menikmatinya, mungkinkah motivasi Anda akan berubah menjadi
sebuah pemahaman untuk menjadi guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini?
Bila itu terjadi, dampaknya pada diri Anda?

2. Sebagai seorang guru, saat Anda hadir mengajar di kelas tepat waktu, motivasi
apakah yang mendasari tindakan Anda? Apakah Anda datang tepat waktu
karena tidak ingin ditegur oleh atasan Anda dan kemudian mendapat surat
peringatan (menghindari ketidaknyamanan dan hukuman) atau Anda ingin
mendapatkan pujian dari atasan Anda dan mendapat penghargaan sebagai
karyawan atau guru
berprestasi? (mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain), atau Anda
ingin menjadi orang yang menghargai waktu, menghargai diri Anda sendiri sebagai
teladan bagi murid-murid Anda karena Anda percaya, tindakan Anda sebagai guru
akan dicontoh oleh murid-murid Anda (menghargai nilai-nilai diri sendiri). Manakah
motivasi yang paling kuat mendasari tindakan Anda? Atau bahkan kombinasi dari dua
motivasi, atau bahkan ketiga-tiganya?
3. Bila di sekolah Anda tidak ada peraturan yang mengharuskan guru datang tepat
waktu dan tidak ada surat teguran bagi guru yang datang terlambat, dan tidak ada
atasan yang memuji Anda, apakah Anda akan tetap datang tepat waktu untuk
mengajar murid-murid Anda? Jelaskan alasan Anda.
4. Menurut Anda, dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi manakah yang saat ini paling
banyak mendasari perilaku murid-murid Anda di sekolah? Jelaskan.
5. Strategi apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada
murid-murid anda, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Anda?
6. Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda berusaha tanamkan pada murid-murid Anda
di kelas dan sekolah Anda?

26 | Modul 1.4 - Budaya


b) Hukuman dan Penghargaan

Kegiatan Pemantik:
Bacalah kasus Ibu Anas di bawah ini dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan:

Iva kurang menguasai pelajaran Matematika, sehingga pada saat pelajaran tersebut
berlangsung, dia lebih banyak berdiam diri atau menggambar di buku pelajarannya.
Pada saat guru Matematikanya, Pak Seno, menanyakan pertanyaan Iva menjadi gugup, dan
tak sengaja menjatuhkan tasnya dari kursi, serta tiba-tiba menjadi gagap pada saat
berupaya menjawab. Seluruh kelas pun tertawa melihat perilaku Iva yang bicara tergagap
dan terkejut tersebut. Pak Seno pada saat itu membiarkan teman-teman Iva menertawakan
Iva yang tergagap dan malu luar biasa, dan malahan minta Iva untuk maju ke depan dan berdiri
di depan kelas sambil menunjuk hidungnya karena tidak bisa menjawab pertanyaan Pak
Seno. Kelas makin gaduh, dan anak-anak pun tertawa melihat Iva di depan kelas memegang
ujung hidungnya.

Jawablah kedua pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap jawaban
rekan Anda.
1. Apakah Anda setuju dengan tindakan pak Seno terhadap Iva? Mengapa?
2. Menurut Anda, tindakan Pak Seno terhadap Iva adalah sebuah hukuman atau
konsekuensi? Mengapa?

Hukuman, Konsekuensi dan Restitusi


Dalam menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas/sekolah, bilamana ada suatu
pelanggaran, tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu meninjau ulang
tindakan penegakan peraturan atau keyakinan kelas/sekolah kita selama ini. Tindakan
terhadap suatu pelanggaran pada umumnya berbentuk hukuman atau konsekuensi.
Dalam modul ini akan diperkenalkan program disiplin positif yang dinamakan Restitusi.
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan
mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang
lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang
mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu
murid

Modul 1.4 - Budaya Positif |


berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka
harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Sebelum kita membahas lebih mendalam tentang penerapan Restitusi, kita perlu
bertanya dahulu, adakah perbedaan antara hukuman dan konsekuensi? Bila sama, di
mana persamaannya? Bila berbeda, bagaimana perbedaannya? Di bawah ini Anda
akan diberikan suatu gambaran perbedaan antara Hukuman, Konsekuensi, dan
Restitusi itu sendiri.
Bila kita melihat bagan di bawah ini, kata disiplin tanpa tambahan kata ‘positif’ di
belakangnya, sesungguhnya sudah merupakan identitas sukses dan hukuman
merupakan identitas gagal. Disiplin yang sudah bermakna positif terbagi dua bagian
yaitu Disiplin dalam bentuk Konsekuensi, dan Disiplin dalam bentuk Restitusi, yang
selanjutnya akan dijelaskan dengan lebih rinci di pembelajaran 2.2 dan 2.6.

IDENTITAS GAGAL IDENTITAS SUKSES

HUKUMAN DISIPLIN

KONSEKUENSI RESTITUSI

Sesuatu yang menyakitkan Sesuatu harus terjadi Restitusi merupakan pilihan


harus terjadi
Tidak nyaman untuk Tidak nyaman untuk Menguatkan untuk murid/anak
murid/anak untuk jangka murid/anak untuk jangka dalam jangka waktu panjang.
waktu panjang. waktu pendek.
‘Korban’ mendapatkan ‘Korban’ bisa diabaikan. ‘Korban’ mendapatkan ganti.
keadilan
Murid/anak akan tersakiti. Murid/anak dibuat tidak Murid/anak mendapatkan
nyaman. penguatan.
Perilaku pasif-agresif Penguatan hanya bertahan Masalah terpecahkan.
meningkat dalam jangka waktu pendek.

28 | Modul 1.4 - Budaya


Sistem tidak akan berjalan Memerlukan monitoring Murid belajar bertanggung
bila murid tidak takut. dan supervisi terus menerus jawab untuk perilakunya.
dari guru.

Berlaku hanya pada sebuah Membantu penerapan Fokus pada pemecahan masalah
institusi; tidak berlanjut pada mengikuti peraturan dalam dalam jangka waktu panjang.
kehidupan nyata. masyarakat.
“Peraturannya adalah….kamu “Apa peraturannya?” “Apa yang kamu yakini?”
harus..” “Mampukah kamu “Apa yang bisa kamu lakukan
melakukannya? Terima untuk memperbaiki masalah
kasih”. ini?”
Murid/anak membenci Murid/anak menghormati Murid/anak menghormati
peraturan. peraturan. dirinya dan orang lain.

NEGATIF NETRAL POSITIF

“Awas kalau dilakukan lagi ya, “Lakukan apa yang “Apakah hal ini yang
nanti awas kamu” saya katakan” sesungguhnya ingin kamu
lakukan?”
Mode Paksaan Stimulus-Respon Teori Kontrol

Mendorong menyalahkan diri Mendorong kepatuhan Mendorong disiplin positif

Konsep Diri Buruk Konsep Diri Baik Konsep Diri Kuat

Murid/anak belajar Murid/anak belajar Murid/anak belajar memecahkan


menyembunyikan kesalahan taat peraturan. masalah.

Mencoba mengontrol anak Mencoba mengontrol anak Anak paham bahwa dirinya
dengan penguatan negatif dengan penguatan positif sendiri yang pegang kendali
(membayar impas kesalahan) kontrol.
Dampak pada Murid: Marah, Kehilangan hak, waktu jeda Murid/anak tidak kehilangan
merasa bersalah, rendah diri, seorang diri (timeout), waktu, namun bersemangat
mengasingkan diri. penahanan (detention). untuk memperbaiki diri
Tiba-tiba, tidak diharapkan, Sudah diketahui, Berupa undangan untuk
atau sangat melukai. masuk akal mengadakan restitusi

Dibuat guru Dibuat oleh guru dan Dibuat oleh murid/anak


murid/anak

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Menyakitkan, guru menjalani Membantu, guru Menguatkan, guru menyebutkan
konsekuensi dengan menyatakan peraturan, keyakinan kelas, membimbing
menyalahkan, mengkritik, melakukan peringatan, dan kerangka acuan berpikir restitusi
menyindir, merendahkan. menerapkan konsekuensi. murid/anak.
(Disadur dari Diane Gossen - Restitution Restructuring School Discipline, 1998, hal. 70-71) .

Berdasarkan bagan di atas, maka kita bisa menyimpulkan bahwa hukuman bersifat
tidak terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan
tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan
murid hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau
pengarahan dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan
bisa berupa fisik maupun psikis, murid/anak disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-
kata.

Sementara disiplin dalam bentuk konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati;
sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk
konsekuensi dibuat oleh pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui
sebelumnya konsekuensi yang akan diterima bila ada pelanggaran. Pada konsekuensi,
murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek. Konsekuensi biasanya
diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur, misalnya, setelah 3 kali
tugasnya tidak diselesaikan pada batas waktu yang diberikan, atau murid melakukan
kegiatan di luar kegiatan pembelajaran, misalnya mengobrol, maka murid tersebut
akan kehilangan waktu bermain, dan harus menyelesaikan tugas karena
ketertinggalannya. Peraturan dan konsekuensi yang mengikuti ini sudah diketahui
sebelumnya oleh murid. Sikap guru di sini senantiasa memonitor murid.

Tugas Anda:
Setelah membaca bagan tentang perbedaan Hukuman, Konsekuensi dan Restitusi,
maka isilah bagan di bawah ini, kira-kira bila seorang guru/orang tua melakukan
tindakan yang dinyatakan di kolom sisi kiri, apakah tindakan tersebut berupa sebuah
hukuman, konsekuensi?

30 | Modul 1.4 - Budaya


Hukuman atau Konsekuensi?

TINDAKAN GURU HUKUMAN ATAU


KONSEKUENSI

Mencatat 100 kali di dalam buku kalimat, “Saya tidak akan


terlambat lagi”, karena terlambat ke sekolah.

Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat


hadir di sekolah.

Membersihkan coretan yang dibuatnya di meja tulis.

Murid diminta untuk ‘push up’ 15 kali karena tidak


menggunakan masker ke sekolah.

Menggantikan kertas tugas teman yang telah dicoret-coret.

Berjemur di lapangan basket pukul 12:00 siang karena


mengobrol dengan teman.

Murid diminta bertelanjang kaki sepanjang hari karena tidak


menggunakan sepatu warna hitam sesuai peraturan sekolah.

Berdiri di depan kelas sambil mengangkat kaki satu, karena


tidak bisa menjawab pertanyaan.

Membersihkan tumpahan air di meja tulis karena tersenggol


pada saat belajar.

Kehilangan 10 menit jam istirahat untuk mengerjakan tugas,


karena terlambat datang dan tertinggal pelajaran selama 10
menit.

Duduk di bangku di pinggir lapangan pada jam istirahat,


tidak diizinkan bermain oleh guru piket, karena mencederai
teman saat bermain di lapangan.

Terlambat hadir di pembelajaran daring 15 menit, dan diminta


untuk tinggal 15 menit sesudah kelas usai untuk membahas
ketertinggalan pembelajaran.

Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat


10 menit untuk pelajaran PJOK.

Membersihkan WC sekolah karena mematahkan pensil


kawannya.

Modul 1.4 - Budaya Positif |


c) Dihukum oleh Penghargaan:

“Saat kita berulang kali menjanjikan hadiah


kepada anak-anak agar berperilaku bertanggung jawab,
atau kepada seorang murid agar mempelajari sesuatu yang
baru,
atau kepada seorang karyawan agar melakukan pekerjaan yang
berkualitas, kita sedang berasumsi mereka tidak dapat melakukannya,
atau mereka tidak akan memilih untuk melakukannya.”
(Alfie Kohn)

Kegiatan Pemantik:
Bacalah kasus Ibu Anas di bawah ini dan jawablah pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan:

Ibu Anas guru kelas 2 SD, mendapatkan masalah. Murid-muridnya tidak bisa tertib berdiri
antri di depan pintu kelas, dan selalu berebutan masuk ke dalam kelas setelah jam istirahat
usai. Ini tentunya sangat mengganggu proses pembelajaran dimana kelas tidak dapat mulai
tepat waktu karena Ibu Anas sibuk menenangkan murid-muridnya untuk waktu cukup
lama. Akhirnya Bu Anas berpikir cepat, dan mengandalkan stiker bintang. Setiap murid-
muridnya akan masuk kelas usai jam istirahat, Bu Anas akan mengiming-imingi murid-
muridnya dengan stiker bintang. “Siapa yang dapat berdiri lurus dan berbaris rapi antri di
depan pintu, dapat bintang dari Bu Anas!” Sebagian besar murid-muridnya menyambut
tantangan tersebut, dan langsung berdiri rapi di depan pintu agar mendapatkan stiker
bintang. Hal ini terus dilakukan Bu Anas selama beberapa minggu, karena cukup berhasil
membuat murid-muridnya berdiri rapi antri di depan pintu. Sampai pada suatu saat Bu
Anas sakit, dan terpaksa digantikan Pak Heru. Pak Heru tidak mengetahui tentang stiker
bintang, dan benar saja, pada saat mau masuk ke kelas usai jam istirahat murid-murid kelas 2
kembali berebutan masuk kelas. Apa yang terjadi, mengapa?

Jawablah ketiga pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap jawaban
rekan Anda.
1. Berdasarkan teori motivasi yang telah Anda pelajari pada pembelajaran 2.1, kira-
kira apa motivasi murid-murid kelas 2 untuk bersedia berdiri antri sebelum masuk
kelas?
2. Adakah cara lain agar murid-murid kelas 2 bersedia antri di depan kelas tanpa
diberi penghargaan stiker bintang? Jelaskan.

32 | Modul 1.4 - Budaya


Alfie Kohn (Punished by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret
1995) mengemukakan baik penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara
mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran
yang sesungguhnya. Menurut Kohn, secara ideal tindakan belajar itu sendiri adalah
penghargaan sesungguhnya.
Kohn selanjutnya juga mengemukakan beberapa pernyataan dari hasil pengamatannya
selama ini tentang tindakan memberikan penghargaan yang nilainya sama dengan
menghukum seseorang.

Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang


●Penghargaan
Penghargaan efektif
Tidak jika kita menginginkan seseorang melakukan sesuatu yang
Efektif.
● Suatu penghargaan adalah waktu
kita inginkan, dalam jangka suatu pendek.
benda atau peristiwa yang diinginkan, yang
● Jika
dibuat dengan persyaratan: Hanya jikalagi,
kita menggunakan penghargaan Andadan lagi, maka
melakukan hal orang tersebut
ini, maka akan
Anda akan
bergantung
mendapatkan pada penghargaan
penghargaan yangyang diberikan, serta kehilangan motivasi dari
diinginkan.
dalam.
● Jika saya mengharapkan suatu penghargaan dan tidak mendapatkannya, maka
● Jika
sayakita
akanmendapatkan penghargaan
kecewa dan berkecil untukkemungkinan
hati, serta melakukan sesuatu
lain kaliyang
sayabaik,
tidakmaka
akan
selain kita senantiasa
berusaha sekeras sebelumnya. berharap mendapatkan penghargaan tersebut lagi, kita
pun menjadi tidak menyadari tindakan baik yang kita lakukan.
● Jika kita memberikan seseorang suatu penghargaan untuk melakukan sesuatu,
maka kita harus terus menerus memberikan penghargaan itu jika kita ingin
orang tersebut meneruskan perilaku yang kita inginkan.
● Orang yang berusaha berhenti merokok, atau orang yang berusaha diet
menguruskan badan bila diberikan penghargaan hampir pasti tidak berhasil.

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Penghargaan Merusak Hubungan
● Ketika seorang diberi penghargaan atau dipuji di depan orang banyak, maka
yang lain akan merasa iri, dan sebagian dari mereka akan tidak menyukai orang
yang diberikan penghargaan tersebut.
● Jika seorang guru sering memberikan penghargaan kepada murid-muridnya,
besar kemungkinan murid-muridnya termotivasi hanya untuk menyenangkan
gurunya. Mereka tidak akan bersikap jujur kepada guru tersebut.
● Penghargaan menciptakan persaingan di dalam kelas, dan persaingan
menciptakan kecemasan.
● Mereka yang percaya bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk
mendapatkan penghargaan akan berhenti mencoba.

Penghargaan Mengurangi Ketepatan


Riset I: DalamMenurunkan
Penghargaan sebuah percobaan, sekelompok anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun
Kualitas
diminta untuk melihat gambar-gambar
Pengamatan dilakukan pada sekelompok mahasiswa/i wajah yang yang ditampilkan di layar,
sedang kerja praktikdan
di
mereka harus memberitahukan jika wajah-wajah tersebut sama atau
sebuah surat kabar universitas; saat itu mereka sedang belajar menuliskan sebuah berbeda.
Gambar- gambarsebuah
artikel tentang tersebut hampir
judul sama.
berita Beberapa
utama. dari
Seiring mereka
waktu diberi penghargaan
mahasiswa/i tersebut
(dalam bentuk uang) pada saat mereka memberikan
semakin mampu bekerja dengan cepat. Kemudian, ada beberapa jawaban benar,mahasiswa/i
sementara
sebagian yanguntuk
yang dibayar lain tidak.
setiap judul berita utama yang mereka mampu hasilkan, dan
Hasil:
setelah beberapa lama dibayar
Anak laki-laki yang membuat
mahasiswa/i yanglebih banyak
dibayar ini kesalahan.
hasil kinerjanya berhenti
berkembang. Mereka yang tidak menerima bayaran terus berupaya mengasah diri
Riset
menjadiII: lebih
Anak-anak
baik. diminta mengingat kata-kata tertentu, kemudian mereka
diminta mengambil kartu yang berisi kata-kata yang diingat tersebut setiap kali
muncul. Beberapa anak diberikan permen setiap mereka memberikan jawaban
yang benar, dan sebagian yang lain hanya diberitahu saja bila jawaban mereka
benar.
Hasil: Anak-anak yang mendapatkan permen jawabannya banyak yang tidak tepat

34 | Modul 1.4 - Budaya


Penghargaan Mematikan Kreativitas
● Murid-murid diminta berpikir mengenai hadiah atau penghargaan yang bisa
mereka dapatkan bila berhasil menulis sebuah puisi. Kreatifitas kelompok
murid- murid ini menjadi berkurang, dibandingkan dengan yang tidak
diberitahukan tentang hadiah yang bisa mereka terima.
● Penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan seni atau sebuah penulisan cerita
menjadi kurang kreatif bila dijanjikan sebuah hadiah/penghargaan.
● Dalam tugas-tugas memecahkan masalah, para murid memakan waktu lebih
lama dan memberikan jalan keluar kurang kreatif, saat mereka dijanjikan suatu
penghargaan.

Penghargaan Menghukum
Disadur dari materi pelatihan ‘Dihukum oleh Penghargaan’, Yayasan Pendidikan Luhur-Foundation for
● Penghargaan
Excellence in dari ‘menghukum’
Education, 2006. mereka yang tidak mendapatkan penghargaan.
Motivasi Dalam Diri (Intrinsik)
Misalnya dalam sistem ‘ranking’. Mereka yang mendapatkan ranking kedua akan
● Saat seorang anak belajar untuk pertama kali, menggabungkan huruf-huruf dan
merasa paling ‘dihukum’.
kata-kata, serta menyadari bahwa ia dapat membaca, timbul pijar di matanya
● Memberikan penghargaan dan hukuman adalah hal yang sama, karena
dan sebuah senyuman di wajahnya. Anak tersebut begitu gembira bahwa ia
keduanya mencoba mengendalikan perilaku seseorang.
telah mempelajari dan menguasai suatu keterampilan baru. Kesadaran akan
● Karena orang pada dasarnya tidak suka dikendalikan, dalam jangka waktu lama,
kemampuannya bahwa ‘dia’ sudah dapat membaca, sesungguhnya sudah
penghargaan akan terlihat sebagai hukuman.
merupakan sebuah penghargaan.
● Jika suatu penghargaan diharapkan, namun Anda tidak mendapatkannya, Anda
● Jika kita memberikan penghargaan kepada seorang anak pada saat dia sedang
akan merasa dihukum.
merasa bangga dengan pencapaiannya sendiri, maka kita akan mengambil
kegembiraan yang saat itu sedang dirasakan secara alamiah.

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Tugas Anda:
Bacalah kedelapan pembahasan tentang ‘Dihukum oleh Penghargaan’ yang dirangkum
ke dalam kotak-kotak di atas. Rangkuman ini berisi pernyataan-pernyataan atau hasil
penelitian yang dikumpulkan oleh pakar pendidikan Alfie Kohn. Pilihlah dua kotak yang
berisi pernyataan atau hasil penelitian yang paling menarik atau menantang untuk
Anda. Tuliskan tanggapan Anda terhadap pernyataan/hasil penelitian yang Anda pilih
tersebut, kemudian berilah minimal 2 tanggapan atas jawaban/tanggapan rekan Anda.

d) Restitusi: Sebuah Pendekatan untuk Menciptakan Disiplin Positif

Pertanyaan Pemantik
Bapak Ibu calon guru penggerak, apa yang akan Anda lakukan bila,
● Dalam sebuah acara pesta ulang tahun, teman Anda memecahkan gelas.
Apakah Anda akan membiarkan dia membayar harga gelas yang
dipecahkannya?
● Anda sudah janji bertemu dengan teman Anda, namun ternyata dia juga
memiliki janji penting bertemu orang lain di tempat lain, dan Anda terpaksa
naik taksi untuk menemui teman Anda di tempat itu, apakah Anda akan
meminta teman Anda membayar biaya taksi Anda menuju ke tempat tersebut?
● Pegawai Anda membuat kesalahan yang menyebabkan kerugian finansial pada
perusahaan, pegawai tersebut menawarkan untuk bekerja lembur tanpa
bayaran, apakah Anda sebagai pemilik perusahaan akan menerimanya?

Eksplorasi Mandiri
Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,
Bila ada seseorang berbuat salah pada Anda, ketika mereka menawarkan sebuah
tindakan untuk memperbaiki kesalahan mereka, kemungkinan besar, jawaban Anda
adalah akan menolak semua tawaran itu, dan akan bilang, tidak usah, tidak apa-apa.
Lupakan saja.

36 | Modul 1.4 - Budaya


Kebiasaan kita selama ini, bila ada orang yang berlaku salah pada kita adalah langsung
memaafkan, atau bahkan kita melakukan sesuatu yang membuat mereka tidak
nyaman atau merasa bersalah. Kita cenderung untuk berfokus pada kesalahan
daripada mencari cara bagi orang yang berbuat kesalahan untuk memperbaiki diri. Kita
lebih fokus pada pada cara mereka membayar akibat dari kesalahan mereka daripada
mengembalikan harga diri mereka. Membuat kondisi menjadi impas, menjadi lebih
penting daripada membuat situasi menjadi benar.

Bapak Ibu guru penggerak,


Sebagai seorang guru, ketika murid Anda melakukan kesalahan, tindakan mana yang
akan Anda lakukan?
● Menunjukkan kesalahannya dan memintanya melihat kesalahannya baik-baik
● Mengatakan, “Kamu seharusnya tahu bagaimana kamu seharusnya bertindak”.
● Mengingatkan murid Anda akan kesalahannya yang sama di waktu sebelumnya.
● Bertanya padanya, “Kenapa kamu melakukan sesuatu yang seharusnya tidak
kamu lakukan?”.
● Mengkritik dan mendiamkannya

Kalau Anda melakukan tindakan-tindakan di atas, mungkin Anda akan membuat murid
Anda merasa menjadi anak yang gagal.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana sebaiknya respon kita bila ada murid kita
melakukan kesalahan? Mari kita baca artikel ini:

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Restitusi
Sebuah Cara Menanamkan Disiplin Positif Pada Murid

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan
mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih
kuat (Gossen; 2004)

Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk
masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan,
dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).

Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan
dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk
menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah
menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya di
modul 1.2, kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki
motivasi intrinsik.

Melalui pendekatan restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan
mengajak murid berefleksi tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki
kesalahan mereka sehingga mereka menjadi pribadi yang lebih baik dan menghargai dirinya.
Pendekatan restitusi tidak hanya menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang
yang telah berbuat salah. Restitusi juga sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William
Glasser tentang solusi menang-menang.

Ada peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh karakternya, ketika mereka melakukan
kesalahan, karena pada hakikatnya begitulah cara kita belajar. Murid perlu bertanggung
jawab atas perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga dapat belajar dari pengalaman
untuk membuat pilihan yang lebih baik di waktu yang akan datang. Ketika guru
memecahkan masalah perilaku mereka, murid akan kehilangan kesempatan untuk
mempelajari keterampilan yang berharga untuk hidup mereka.

Di bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin lainnya.

● Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan
Dalam pendekatan restitusi, ketika murid berbuat salah, guru tidak mengarahkan
untuk menebus kesalahan dengan membayar sejumlah uang, memperbaiki kerugian
yang timbul, atau sekedar meminta maaf. Karena kalau fokusnya kesana, maka
murid yang berbuat salah akan fokus pada tindakan yang bersifat eksternal yaitu
untuk menebus kesalahan dan menghindari ketidaknyamanan, bukannya yang lebih
bersifat internal yaitu pada upaya perbaikan diri. Biasanya setelah menebus
kesalahan, orang

38 | Modul 1.4 - Budaya


yang berbuat salah akan merasa sudah selesai dengan situasi itu sehingga merasa
lega karena seolah-olah kesalahan tidak pernah terjadi.

Terkadang bisa juga muncul perasaan ingin balas dendam, bila orang yang berbuat
salah sebetulnya merasa tidak rela harus melakukan sesuatu untuk menebus
kesalahannya. Kalau tindakan untuk menebus kesalahan dipahami sebagai hukuman,
maka mungkin mereka berpikir untuk membuat situasinya menjadi impas.
Pembalasan seperti ini akan berdampak jangka panjang karena konfliknya akan tetap
ada. Menebus kesalahan itu tidak salah, namun biasanya tidak membuat kita
menjadi pribadi yang lebih kuat.

Pendekatan restitusi sebenarnya juga berhubungan dengan usaha untuk menebus


kesalahan, tetapi sebaiknya merupakan inisiatif dari murid yang melakukan
kesalahan. Proses pemulihan akan terjadi bila ada keinginan dari murid yang berbuat
salah untuk melakukan sesuatu yang menunjukkan rasa penyesalannya. Fokusnya
tidak hanya pada mengurangi kerugian pada korban, tapi juga bagaimana menjadi
orang yang lebih baik dan melakukan hal baik pada orang lain dengan kebaikan yang
ada dalam diri kita.

Ketika murid belajar dari kesalahan untuk menjadi lebih baik untuk masa depan,
mereka akan mendapatkan pelajaran yang mereka bisa pakai terus menerus di masa
depan untuk menjadi orang yang lebih baik.

● Restitusi memperbaiki hubungan


Restitusi adalah tentang memperbaiki hubungan dan memperkuatnya. Restitusi juga
membantu murid-murid dalam hal mereka ingin menjadi orang seperti apa dan
bagaimana mereka ingin diperlakukan. Restitusi adalah proses refleksi dan
pemulihan. Proses ini menciptakan kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi
jujur pada diri mereka sendiri dan mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada
orang lain. Ketika proses pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka bisa mulai
berpikir tentang apa yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan mereka pada
orang yang menjadi korban.

● Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan


Restitusi yang dipaksa bukanlah restitusi yang sebenarnya, tapi konsekuensi. Bila
guru memaksa proses restitusi, maka murid akan bertanya, apa yang akan terjadi
kalau saya tidak melakukannya. Misalnya mereka sebenarnya tidak suka konsekuensi
yang guru sarankan, mereka mungkin akan setuju dan akan melakukannya, tapi
karena mereka menghindari ketidaknyamanan atau menghindari kehilangan
kebebasan atau diasingkan dari kelompok. Mereka akan percaya kalau mereka
menyakiti orang, maka mereka juga tersakiti, maka mereka pikir itu impas. Seorang
anak yang memukul temannya akan mengatakan, “Kamu boleh pukul aku balik, biar
impas”. Memaksa melakukan restitusi bertentangan dengan perkembangan
moral, yaitu kebebasan

Modul 1.4 - Budaya Positif |


untuk membuat pilihan. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menciptakan
kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih
baik lagi, dengan berkata, “Tidak apa-apa kok berbuat salah itu manusiawi. Semua
orang pasti pernah berbuat salah”. Pembicaraan ini bersifat tawaran, bukan paksaan,
bukan mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka…”

● Restitusi ‘menuntun’ untuk melihat ke dalam diri


Dalam proses restitusi kita akan melihat adanya ketidakselarasan antara tindakan
murid yang berbuat salah dan keyakinan mereka tentang orang seperti apa yang
mereka inginkan. Untuk membimbing proses pemulihan diri, guru bisa bertanya
pada mereka:
● Kamu ingin menjadi orang seperti apa?
● Kamu akan terlihat, terdengar, dan terasa seperti apa kalau kamu sudah
menjadi orang yang seperti itu?
● Apa yang kamu percaya tentang bagaimana orang harus memperlakukan orang
lain?
● Bagaimana kamu mau diperlakukan ketika kamu berbuat salah?
● Apa nilai yang diajarkan di keluargamu tentang hal ini? Apakah kamu
memegang nilai ini?
● Kalau tidak, lalu apa yang kamu percaya?

Kita tidak ingin menciptakan rasa bersalah pada diri anak dengan bertanya seperti itu. Kalau
guru melihat rasa bersalah di wajah murid, maka guru harus cepat-cepat mengatakan,
“Tidak apa-apa kok berbuat salah”.

Ketika murid sudah dibimbing untuk mengeksplorasi orang seperti apa yang mereka
inginkan, guru bisa mulai bertanya tentang kejadiannya, seberapa sering hal ini terjadi, apa
yang ia lakukan, ia berada di mana. Murid tidak akan berbohong pada guru.

Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan


Untuk berpindah dari evaluasi diri ke restitusi diri, penting bagi murid untuk memahami
dampak dari tindakannya pada orang lain. Kalau murid paham bahwa setiap orang memiliki
kebutuhan dasar untuk dipenuhi, hal ini akan sangat membantu, sehingga ketika murid
melakukan kesalahan, mereka akan menyadari kebutuhan apa yang sedang mereka coba
penuhi, demikian juga kebutuhan orang lain.

Untuk membantu murid mengenali kebutuhan dasarnya, guru bisa meminta mereka
mengenali perasaan mereka. Perasaan sedih dan kesepian menunjukkan adanya kebutuhan
cinta dan kasih sayang yang tidak terpenuhi. Perasaan dipaksa, atau terlalu banyak beban,
menunjukkan kurangnya kebutuhan akan kebebasan. Perasaan takut akan kelelahan,
kelaparan, menunjukkan pada kita kalau kita merasa tidak aman. Perasaan bosan
menunjukkan kurang terpenuhinya kebutuhan akan kesenangan.

40 | Modul 1.4 - Budaya


Restitusi diri adalah cara yang paling baik
Dalam restitusi diri murid belajar untuk mengubah kebiasaan dari kecenderungan untuk
mengomentari orang lain, menjadi mengomentari diri sendiri. Dr. William Glasser
menyatakan, orang yang bahagia akan mengevaluasi diri sendiri, orang yang tidak bahagia
akan mengevaluasi orang lain.

3 Tahap
Ketika murid bisa melakukan restitusi diriEvaluasi
maka dia akan bisa mengontrol dirinya dengan
lebih baik dengan tujuan yang lebih baikDiri:
pula.

1. berhadapan
Ketika Anda Saya tidak suka cara orang
dengan saya berbicara
lain, danpadamu
melakukan evaluasi diri, maka 9 dari 10
orang yang2. diajak
Kesalahan
bicara yang saya lakukan
juga akan melakukan adalah
evaluasi diri juga. Mungkin akan ada 1 dari 10
● Saya sebenarnya punya informasi
orang yang diajak bicara, justru akan menggunakan yangkesempatan
kamu butuhkan itu untuk menghukum
Anda. Kalau ● Saya lelah
ini terjadi, dan saya
tanyakan bicara
saja, terlalu
apakah cepat
Anda mau menggunakan kesempatan ini
untuk menjelek-● jelekkan
Saya tidak jelas
saya menyampaikan
atau apa yangsituasi
Anda mau membuat saya inginkan
ini menjadi lebih baik. Anda
● Pemahaman saya berbeda dengan pemahamanmu
mau ke arah mana?
3. Besok lagi saya akan
Restitusi fokus●pada Menyampaikan
karakter bukan informasi
tindakanyang saya punya dan kamu
butuhkan
Dalam proses restitusi diri, maka murid akan menyadari dia sedang menjadi orang yang
● Saya
seperti apa, yang akan bicara
itu adalah lebih lambat
menunjukkan fokus pada penguatan karakter. Ketika guru
membimbing ● muridSaya akanpenguatan
untuk bicara lebihkarakter,
jelas tentang
guru keinginan saya
akan mengatakan, “Ibu/Bapak tidak
terlalu mempermasalahkan apa yang kamu lakukan hari ini, tetapi mari kita bicara tentang
apa yang akan kamu lakukan besok. Kamu bisa saja minta maaf, tapi orang akan lebih suka
mendengar apa yang akan kamu lakukan dengan lebih baik lagi.

Restitusi menguatkan
Bisakah momen ketika murid melakukan kesalahan menjadi sebuah momen yang baik?

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Jawabnya, tentu bisa, asalkan ia bisa belajar dari kesalahan itu. Apa maksud dari kalimat kita
bisa lebih kuat setelah kita belajar dari kesalahan? Lebih kuat disini maksudnya bukan
menekan perasaan kita dalam-dalam. Kuat disini artinya menyadari apa yang bisa murid
ubah, dan murid benar-benar mengubahnya. Guru bisa bertanya, apa yang dapat kamu
ubah dari dirimu sendiri? Bagaimana kamu akan berubah?

Restitusi fokus pada solusi


Dalam restitusi, guru menstabilkan identitas murid dengan mengatakan, “Kita tidak fokus
pada kesalahan, Bapak/ibu tidak tertarik untuk mencari siapa yang benar, siapa yang salah.

Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya


Mari kita lihat praktik pendidikan kita yang seringkali memisahkan anak-anak dari
kelompoknya, misalnya seorang anak TK bersikap tidak kooperatif pada saat kegiatan
mendengar dongeng dari gurunya, anak itu disuruh keluar dari kelompoknya, atau anak itu
diminta duduk di belakang kelas atau di pojok kelas, disuruh keluar kelas ke koridor, ke
kantor guru, seringkali dibiarkan tanpa pengawasan.

Kalau ada anak remaja nakal, orangtua menyuruh pergi dari rumah. Padahal kalau mereka
jauh dari orang tuanya, orang tuanya jadi tidak bisa mengajari mereka dan mereka tidak
belajar nilai-nilai kebajikan. Kalau mereka tidak belajar, bagaimana nasib generasi kita ke
depan? Kalau kita menjauhkan remaja kita, maka mereka akan putus hubungan dengan
kita.

Ketika anak berbuat salah, kita tidak bisa memotivasi anak untuk menjadi baik, kita hanya
bisa menciptakan kondisi agar mereka bisa melihat ke dalam diri mereka. Kita seharusnya
mengajari mereka untuk menyelesaikan masalah mereka, dan berusaha mengembalikan
mereka ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat.

Disarikan dari Buku It’s All About WE; Rethinking Discipline using Restitution, Third Edition, Diane Gossen,
2008

Pembelajaran 2.3: Keyakinan Kelas


Tujuan Pembelajaran Khusus:
● CGP dapat menganalisis pentingnya memiliki keyakinan sekolah/kelas sebagai
fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan
dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas.
● CGP dapat menjelaskan proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke
keyakinan kelas.
● CGP akan dapat berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam menggali nilai-
nilai yang dituju pada peraturan yang ada di sekolah mereka masing-masing.

42 | Modul 1.4 - Budaya


Modul 1.4 - Budaya Positif |
Pertanyaan Pemantik:

1. Mengapa Keyakinan Kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja?


2. Mengapa adanya Keyakinan Kelas penting untuk terbentuknya sebuah budaya
positif?
3. Bagaimana mewujudkan sebuah Keyakinan Kelas yang efektif?

Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja?


Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
● Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada saat mengendarai
kendaraan roda dua/motor? (Kemungkinan jawaban Anda adalah untuk
‘keselamatan’).
● Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan
setiap saat? (Kemungkinan jawaban Anda adalah ‘untuk kesehatan dan/atau
keselamatan’).
Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’,
yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas
dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Seperti yang sudah
disampaikan sebelumnya pada pembelajaran 2.1 tentang Nilai-nilai Kebajikan bahwa
menekankan pada keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam.
Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya,
daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-
murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya
tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan
tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya
sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa
memahami tujuan mulianya.

Pada pembelajaran Disiplin dan Nilai-nilai Kebajikan Universal, kita telah mempelajari
tentang nilai-nilai kebajikan yang dapat menjadi landasan kita dalam membuat suatu

44 | Modul 1.4 - Budaya


keyakinan sekolah atau menentukan visi dan misi atau tujuan dari sebuah
institusi/sekolah. Seperti telah dikemukakan di modul 1.2, dalam penentuan visi sebuah
institusi/sekolah kita terlebih dahulu perlu menentukan nilai-nilai kebajikan apa yang
terpenting bagi institusi tersebut agar dapat mencapai tujuan mulia yang dicita-citakan.
Penentuan nilai-nilai kebajikan pada sebuah institusi telah diberikan contoh-contohnya
pada pembelajaran 2.1. Selanjutnya kita akan meninjau kegiatan-kegiatan apa saja
yang bisa dilakukan agar dapat menentukan keyakinan suatu sekolah atau pun
keyakinan kelas.

Tahapan menciptakan Program Kebajikan


1. Lihat daftar kebajikan yang telah disusun bersama (contoh pada pembelajaran
2.1).
2. Tentukan nilai-nilai kebajikan yang ingin dijadikan perhatian utama di sekolah
Anda. Curah pendapat dalam kelompok.
3. Sempurnakan beberapa daftar nilai-nilai kebajikan yang utama, bahas kembali
dalam kelompok utama.
4. Buatlah poster atau muat di sosial media keyakinan sekolah/kelas Anda.

Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:


● Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan
konkrit.
● Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
● Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
● Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan
dipahami oleh semua warga kelas.
● Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
● Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan
kelas lewat kegiatan curah pendapat.
● Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.Tugas Mandiri:

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Lihatlah tabel di bawah ini dan tuliskan nilai kebajikan yang dituju dari peraturan yang
tercantum di kolom sisi kiri. Masih ingat bahwa nilai-nilai kebajikan universal merupakan
nilai-nilai lintas budaya, bahasa, suku bangsa, maupun agama seperti keadilan,
kehormatan, peduli, integritas, kejujuran, pelayanan, keamanan, kesabaran, tanggung
jawab, mandiri, berprinsip, keselamatan, kesehatan, dan lain-lain. Peraturan-peraturan
yang tercantum di sisi kiri tidak terbatas pada peraturan yang ditemui di kelas atau sekolah,
namun peraturan yang biasa kita temui di masyarakat.

Peraturan Nilai Kebajikan yang Dituju

Kembalikan barang ke tempatnya

Dilarang Mengganggu Orang Lain

Hadir di sekolah 15 menit sebelum


pembelajaran dimulai

Dilarang Melakukan Kekerasan

Dilarang Menggunakan Narkoba

Bergantian atau menunggu giliran

Dilarang Merokok

Gunakan masker

Berjalan di kelas dan koridor

Prosedur Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:


1. Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah
pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas.
2. Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau
di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga
sekolah bisa melihat hasil curah pendapat.
3. Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas’.
Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif.

46 | Modul 1.4 - Budaya


Contoh
Kalimat negatif : Jangan berlari di kelas atau koridor.
Kalimat positif : Berjalanlah di kelas atau koridor.
4. Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Anda mungkin akan
mendapati bahwa pernyataan yang tertulis di sana masih banyak yang berupa
peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajak warga sekolah/murid-murid untuk
menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang dituju dari peraturan tersebut.
Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan Guru, Datanglah Tepat Waktu berada di
bawah 1 ‘payung’ yaitu keyakinan untuk ‘Saling Menghormati’ atau nilai kebajikan
‘Hormat’. Keyakinan inilah yang dimasukkan dalam daftar untuk disepakati.
Kegiatan ini juga merupakan pendalaman pemahaman bentuk peraturan ke
keyakinan sekolah/kelas.
5. Tinjau ulang Keyakinan Sekolah/Kelas secara bersama-sama. Seharusnya setelah
beberapa peraturan telah disatukan menjadi beberapa keyakinan maka jumlah
butir pernyataan keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan sekolah/kelas
tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu
banyak, maka warga kelas akan sulit mengingatnya dan akibatnya sulit untuk
dijalankan.
6. Setelah keyakinan sekolah/kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas
dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani
keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid.
7. Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat
yang mudah dilihat semua warga kelas.

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Contoh Keyakinan Kelas:
Keyakinan Kelas 1

● Setiap anggota kelas perlu belajar.


Keyakinan Kelas 5
● Setiap anggota kelas perlu senang.
● Setiap anggota kelas perlu melakukan tugas.
● Selalu bersikap
● Setiap anggota positif.
Keyakinan Kelas 7 kelas perlu saling menghargai.
● Senantiasa
● Setiap menjadi
anggota kelasdiri terbaik.
perlu merasa aman.
● Percaya dan menghormati orang lain serta
barangwarga
miliknya. HORMAT
Agar Kami
semua kelas dapat memahami setiap pernyataan yang telah tercantum
meyakini bahwa
● Berkomitmen sangat
terhadap penting
setiap tugas.untuk menghormati
dalam semua
keyakinan
● Senantiasa orangmaka
kelas,
membantu.dan barang
selamamilik orang lain
seminggu di awal tahun ajaran baru dapat
didedikasikan untuk pendalaman setiap keyakinan dengan berbagai kegiatan.
BEKERJA
Kami meyakini bahwa sangat penting untuk mengerjakan
segala pekerjaan atau mengikuti kegiatan yang telah
ditugaskan.

DITERIMA DAN DIMILIKI


Kami meyakini bahwa sangat penting untuk merasa
diterima pada suatu kelompok dan saling peduli satu

48 | Modul 1.4 - Budaya


Kegiatan-kegiatan Pendalaman Keyakinan Kelas:
a. Kegiatan Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti:
Anggota kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok diberikan
kertas. Salah satu anggota kelompok membuat huruf T kapital yang besar (Tabel T).
Guru memberikan salah satu ‘keyakinan kelas’ kepada setiap kelompok. Dua kelompok
bisa mendapatkan keyakinan yang sama bila ada 10 kelompok. Selanjutnya setiap
kelompok diminta untuk bercurah pendapat tentang keyakinan tersebut, tampak
seperti apa, tampak tidak seperti apa. Kemudian hasil curah pendapat setiap kelompok
dipresentasikan pada kelompok besar, dan kertasnya ditempel di sekeliling dinding
kelas untuk dapat dilihat setiap warga kelas agar menguatkan pemahaman.
Contoh
Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti (Tabel T) dari Keyakinan Kelas 7:
HORMAT

Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti

Datang tepat waktu Sering hadir terlambat

Menyapa teman dan guru setiap hari Tak acuh kepada teman dan guru

Mengembalikan barang teman yang Tidak mengembalikan barang yang telah


telah dipinjam dan mengucapkan ‘terima dipinjam dan meletakkan sembarangan.
kasih’

……………………………….. dst …………………………….. dst

BEKERJA

Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti

Tekun bekerja dan menyimak guru Tidak mendengarkan guru dan acuh tak
acuh.

Menyerahkan tugas tepat waktu. Tugas tidak diberikan

Memberikan hasil terbaik. Asal-asalan mengerjakan tugas.

…………………………… dst ……………………………. dst

Modul 1.4 - Budaya Positif |


RASA DITERIMA DAN DIMILIKI

Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti

Melibatkan semua anggota kelompok. Mengucilkan salah satu teman kita.

Memberikan kata-kata atau komen- Marah atau iri atas keberhasilan teman-
komen membesarkan hati bila teman teman kita.
kita berhasil.

Menjenguk atau menanyakan kabar Acuh tak acuh terhadap teman yang
teman yang kurang sehat atau sedang sedang kurang sehat atau mendapat
mendapat musibah. musibah.

…………………………….. dst …………………………….. dst

Bagan Tampak Seperti (Tabel Y) dari Keyakinan Kelas 7.

TERDENGAR
Satu orang berbicara
“Yuk, saya bantu”
“Kita bisa selesaikan ini
bersama’
“Terima”, “Tolong ya”
“Permisi”
“Boleh saya pinjam?”
“Nanti akan segera saya
TERLIHAT kembalikan” BERPERILAKU
- Berempati terhadap
perasaan orang lain. - Tersenyum ramah
- Memegang barang milik - Memberikan salam hormat
orang lain hanya dengan (berjabat tangan, namaste,
izinnya. meletakkan tangan di
- Mendengarkan dengan dada, salim)
saksama - Memberikan ruang bekerja
- Senantiasa berbuat baik - Postur tubuh yang tenang
- Berbagi

Tugas Mandiri:
Tersedia 2 butir Keyakinan Kelas 5 (lihat contoh) yang disediakan dalam bentuk Tabel
T. Tuliskan gagasan-gagasan Anda tentang contoh perwujudan dari 2 keyakinan
tersebut, tampak seperti apa dan tidak tampak seperti apa?

50 | Modul 1.4 - Budaya


Bersikap Positif
Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti

● ●
● ●
● ●
● dst ● dst

Percaya dan Menghormati Orang Lain dan Barang Miliknya


Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti

● ●
● ●
● ●
● dst ● dst

Selanjutnya isilah bagaimana perwujudan dari Keyakinan Kelas 1 berikut: "setiap


anggota kelas melakukan tugas". Tuliskan apa yang ingin Anda dengar, lihat, dan
lakukan dalam format Tabel Y, seperti di bawah:
Setiap anggota kelas melakukan tugas

Terdengar

Berperilaku
Terlihat

Modul 1.4 - Budaya Positif |


b. Kegiatan Tugas Saya-Tugas Kamu (Tugas Guru-Tugas Murid):
Salah satu kegiatan lain yang dapat dilakukan untuk memperdalam keyakinan kelas,
adalah mempelajari tanggung jawab setiap warga kelas. Keyakinan bertanggung jawab
serta hak seseorang adalah sesuatu yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara
tentang menumbuhkan murid yang merdeka:

“...beratlah kemerdekaan itu! bukan hanya tidak terperintah saja, akan tetapi harus
juga dapat menegakkan dirinya dan mengatur perikehidupannya dengan tertib. dalam
hal ini termasuklah juga mengatur tertibnya perhubungan dengan kemerdekaan orang
lain (Ki Hadjar Dewantara, buku kuning, hal.4.)

Pada pekan pendalaman Keyakinan Kelas, maka murid-murid dapat diajak berdiskusi
tentang tanggung jawab dan hak masing-masing warga kelas, yaitu apa Tugas Guru dan
Bukan Tugas Guru serta Apa Tugas Murid atau Bukan Tugas Murid. Berikut adalah
langkah yang dapat dilakukan dalam mendiskusikan hal tersebut:
1. Guru akan membuat bagan berisi 4 kotak.
2. Masing-masing kotak diisi judul: Guru-Tugasnya..., Murid-Tugasnya..., Guru-
Tugasnya Bukan.., Murid-Tugasnya Bukan...
3. Guru bercurah pendapat dengan dua cara:
● Mengajak murid berpendapat secara individu, atau
● Membagi murid dalam 4 atau 8 kelompok, dan setiap kelompok diberikan tugas
bercurah pendapat tentang masing-masing tugas/bukan tugas guru maupun
murid.
4. Hasil dari curah pendapat Tugas Saya-Tugas Kamu ditempel di dinding kelas agar
dapat dilihat seluruh warga kelas.
Contoh (hasil curah pendapat guru dan murid-muridnya)
Tugas Saya (Guru)-Tugas Kamu (Murid) (Kelas 4-8)

52 | Modul 1.4 - Budaya


Guru Murid
Tugasnya... Tugasnya...
● mengajar ● belajar
● mendidik ● mencoba
● menjawab pertanyaan ● menghasilkan yang terbaik dari diri
● memberi nilai ● bertanya jika tidak paham
● mengatur kelas ● mengikuti peraturan
● menegakkan peraturan kelas/sekolah ● menjalankan keyakinan kelas
● menjalankan keyakinan kelas ● mendengarkan
● peduli terhadap semua murid ● memeriksa tugas kembali
● …………….. ● ………………..

Guru Guru
Tugasnya bukan… Tugasnya bukan…
● menyakiti atau disakiti ● menyakiti atau disakiti
● memaksa kamu untuk belajar ● mengeluh
● merapikan barang-barang murid ● merusak barang pribadi/orang lain
● menyiapkan makanan atau barang- ● melakukan tugas guru
barang alat tulis ● memutuskan untuk teman kamu
● …………………. ● ………………...

Tugas Anda:
Coba Anda lakukan kegiatan Tugas Saya-Tugas Kamu dengan murid-murid di sekolah
Anda, atau bisa juga dilakukan dengan anak-anak Anda di rumah (menjadi: Tugas
Orang Tua-Tugas Anak). Bercurah pendapat tentang tugas masing-masing warga kelas
atau rumah untuk membangun lingkungan positif yang aman dan nyaman, yang
selanjutnya menjadi suatu budaya positif.

Pembelajaran 2.4: Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas


Tujuan Pembelajaran Khusus:
● CGP dapat menjelaskan kebutuhan dasar yang menjadi motif dari tindakan
manusia baik murid maupun guru
● CGP dapat menganalisis dampak tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap
pelanggaran peraturan dan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai kebajikan

Modul 1.4 - Budaya Positif |


● CGP dapat mengidentifikasi peran dan sekolah guru dalam upayanya
menciptakan lingkungan belajar dan pemenuhan kebutuhan anak yang beragam.

Pertanyaan Pemantik:

Ibu Ambar, guru wali kelas kelas 2A di SD Pelita Hati, sedang bingung menghadapi
ulah salah satu murid di kelasnya, Doni. Beberapa anak di kelas 2A telah datang
Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,
padanya dan mengeluhkan Doni yang seringkali meminta bekal makan siang
mereka pada
Merujuk dengan paksa.yang
situasi Jika Anda menghadapi
sedang situasi
dihadapi Ibu seperti
Ambar di Ibu Ambar,
atas, apakonteks
dalam yang
akan andadisiplin
penegakan lakukan? Menurut
positif, anda, kira-kira
Ibu Ambar sebaiknyaapamencari
alasan Doni
tahumelakukan
alasan Donihalmelakukan
itu?
tindakan tersebut agar mengetahui kebutuhan mana yang sedang berusaha dipenuhi
oleh Doni.

Pada modul 1.2, nilai dan peran guru penggerak, telah dibahas mengenai 5 kebutuhan
dasar manusia. Di modul 1.4 ini, kita akan menghubungkan konsep tersebut dengan
disiplin positif yang berdasarkan pada teori kontrol dimana dinyatakan bahwa ada
suatu tujuan dibalik sebuah perilaku manusia. Kita juga percaya bahwa murid memiliki
‘tujuan’ dibalik perilaku mereka, salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan
dasar mereka.

Mari kita menonton video tentang konsep 5 Kebutuhan Dasar Manusia menurut Dr.
William Glasser dalam “Choice Theory”.
Setelah Anda menonton video, mari kita perdalam pemahaman Anda terhadap konsep
5 Kebutuhan Manusia dengan membaca artikel di bawah ini.

54 | Modul 1.4 - Budaya


5 Kebutuhan Dasar Manusia

Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha
terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang
kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu
kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan
rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan
penguasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan
dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan
mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat satu
persatu kelima kebutuhan dasar ini.

Kebutuhan Bertahan Hidup


Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk
bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Kebutuhan biologis sebagai
bagian dari proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup.
Komponen psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman. Dalam
kasus Doni di atas, apabila jawaban Doni ketika ditanya oleh Ibu Ambar adalah karena ia
lapar dan orangtuanya tidak membawakannya bekal makan siang, maka kebutuhan dasar
yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni, adalah kebutuhan untuk bertahan hidup
(survival).

Kasih sayang dan Rasa Diterima (Kebutuhan untuk Diterima)


Kebutuhan ini dan tiga kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan
untuk disayangi dan diterima meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial,
kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa
menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk tetap

Modul 1.4 - Budaya Positif |


terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja,
binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung.

Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar kasih sayang dan rasa diterima yang tinggi
biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya. Mereka juga akrab dengan orang
tuanya. Biasanya mereka belajar karena suka pada gurunya. Bagi mereka, teman sebaya
sangatlah penting. Mereka juga biasanya suka bekerja dalam kelompok.

Dalam kasus diatas, apabila Doni menjawab bahwa alasannya mengambil bekal temannya
karena dia merasa senang temannya jadi memperhatikan dia. Ketika temannya
melaporkan tindakannya itu pada gurunya, dan gurunya memberitahu orang tuanya,
sehingga orang tuanya jadi memperhatikan dia, maka kebutuhan dasar yang sedang
dipenuhi Doni adalah kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima.

Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)


Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi
kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita, didengarkan
dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dianggap
berharga, bisa membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten, diakui,
dihormati. Ini meliputi self esteem, dan keinginan untuk meninggalkan pengaruh.

Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar akan penguasaan yang tinggi biasanya selalu
ingin menjadi pemimpin, mereka juga suka mengamati sebelum mencoba hal baru dan
merasa kecewa bila melakukan kesalahan. Mereka juga biasanya rapi dan sistematik dan
selalu ingin mencapai yang terbaik.

Dalam kasus diatas, apabila jawaban Doni adalah dia merasa hebat karena temannya jadi
takut dengan dia dan menuruti keinginannya, maka sebetulnya Doni sedang berusaha
memenuhi kebutuhan dasarnya akan kekuasaan.

Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)


Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan
dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan
kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka
mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan
menarik.

Bila jawaban Doni dalam kasus diatas adalah bahwa dia merasa bosan dengan bekal
makanan yang dibawakan ibunya dari rumah, karena ibunya selalu membawakan bekal
yang sama,

56 | Modul 1.4 - Budaya


oleh karena itu dia ingin mencoba makanan teman-temannya yang beraneka ragam, maka
Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya akan kebebasan.

Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang)


Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan
tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser
menghubungkan kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan
tingkat intelegensi tinggi (anjing, lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat mereka
bermain, mereka mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia tidak berbeda.

Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya ingin menikmati apa
yang dilakukan. Mereka juga bisa berkonsentrasi tinggi saat mengerjakan hal yang
disenangi. Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka
melucu dan juga menggemaskan. Bahkan saat mereka bertingkah laku buruk, mereka
masih terlihat lucu.

Dalam kasus diatas, bila Doni menjawab bahwa ia melakukannya karena iseng saja dan ia
menikmati ekspresi wajah teman-temannya yang kesal karena diambil makanannya dan
menurut dia, ekspresi teman-temannya itu lucu. Maka berarti Doni sedang berusaha
memenuhi kebutuhannya akan kesenangan.

Bapak Ibu Calon Guru Penggerak,


Semua orang senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara. Bila
mereka tidak bisa mendapatkan kebutuhannya dengan cara yang positif, mereka bisa
melanggar peraturan atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebajikan.

Seorang murid yang tidak begitu berhasil secara akademik mungkin kebutuhannya akan
penguasaan tidak terpenuhi di sekolah. Oleh karena itu, mungkin dia akan mencoba untuk
memenuhi kebutuhannya akan penguasaan, dengan mencoba mengatur orang lain di
lapangan bermain, atau bahkan menyakiti mereka secara fisik. Sebagai guru, kita dapat
melibatkannya dalam kegiatan yang memberi peluang murid tersebut membuat pencapaian
yang berarti.

Seorang yang tidak merasa diterima oleh teman-temannya, kebutuhannya akan kasih sayang
dan rasa diterima tidak terpenuhi, oleh karena itu dia mungkin akan memiliki satu teman dan
memisahkan diri yang lain. Sebagai guru, kita bisa membangun hubungan yang bisa

Modul 1.4 - Budaya Positif |


membangun kepercayaan dan keintiman dengan anak ini.
Konsep 5 kebutuhan dasar manusia tidak hanya berlaku bagi anak-anak atau murid-murid,
namun juga bagi manusia dewasa, dalam setting sekolah adalah para tenaga pendidik dan
kependidikan. Lihatlah para guru di sekolah Anda. Dapatkan Anda memprediksi kira-kira guru
mana yang memiliki kebutuhan dasar yang tinggi akan penguasaan, kebebasan, kesenangan,
atau kasih sayang dan rasa diterima? Kebutuhan dasar mana yang sedang berusaha dipenuhi
oleh guru ketika mereka melakukan sebuah tindakan tertentu? Kalau begitu, apa yang dapat
dilakukan oleh seorang pemimpin sekolah berdasarkan konsep 5 kebutuhan dasar ini dalam
rangka mewujudkan lingkungan dan budaya sekolah yang positif?

Glasser menyatakan bahwa kapasitas untuk berubah ada di dalam diri kita. Jika kita dapat
mengidentifikasi kebutuhan apa yang mendorong perilaku kita, maka perubahan perilaku
positif dapat dimulai dengan mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan
cara yang positif.

Tugas Mandiri
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.

58 | Modul 1.4 - Budaya


Lingkaran Kebutuhan Dasar:

1. Coba pikirkan bagaimana selama ini Anda memenuhi kebutuhan dasar Anda.
Isilah setiap bagian lingkaran dengan nama orang, benda atau apapun yang
dapat memenuhi setiap kebutuhan dasar itu, dari kasih sayang dan rasa
diterima, penguasaan, kesenangan, atau kebebasan.

2. Bila Anda mendapat empat gelas yang masing-masing diberi label kasih sayang
dan rasa diterima, penguasaan, kebebasan, dan kesenangan, mana gelas yang
paling penuh dalam diri Anda? Mana yang dianggap paling terpenuhi, setengah
terpenuhi, atau seperempat kosong? Apa yang menghalangi gelas yang paling
sedikit untuk terisi lebih banyak?
3. Sebutkan kebutuhan apa yang sedang berusaha dipenuhi?.
a. Dinda, seorang anak kelas 3 SD, begitu tiba di rumah sepulang dari sekolah, menangis

Modul 1.4 - Budaya Positif |


dan mengadu pada ibunya bahwa dia benci pada Ibu Rani, gurunya. Menurut Anda,
kebutuhan apa yang berusaha dipenuhi oleh Dinda, jika jawabannya seperti ini? Bila
Anda berada dalam posisi Ibu Rani, dan mendengar informasi dari Ibunya Dinda
tentang perasaan Dinda hari itu, apa yang akan Anda lakukan pada Dinda besok
ketika Dinda masuk sekolah agar kebutuhan Dinda terpenuhi?

Jawaban Dinda Kebutuhan Tindakan Anda

“Ibu guru bilang, aku tidak boleh Kesenangan


bersenandung sewaktu mengerjakan tugas,
katanya kelas harus tenang, tidak ada suara.
Kan nggak seru jadinya”.

“Ibu guru tidak menyapaku hari ini, padahal Kasih sayang dan
aku pakai jepit rambut baru”. rasa diterima

“Aku bosen, masa belajarnya cuma gitu-gitu Kebebasan


aja..dengerin Ibu Guru aja”.

“Aku sebel, gambarku tidak rapi, malah Ibu Penguasaan


guru nunjukin ke teman-temanku di depan
kelas”.

b. Tahun ini Dimas genap berusia 17 tahun. Ia senang sekali ketika ayahnya mulai
mengajarkan cara menyetir mobil. Setiap akhir pekan ia berlatih menyetir. Ia terlihat
senang sekali berlatih sampai akhirnya ia bisa menyetir mobil dengan baik dan lancar.
Ketika Ibunya bertanya pada Dimas, apa yang membuat dia ingin bisa menyetir mobil,
ketika jawaban Dimas adalah seperti ini, kebutuhan apa yang ingin dia penuhi?

Jawaban Dimas Kebutuhan

“Aku merasa bangga dan keren”. Penguasaan*

“Biar bisa jalan-jalan naik mobil sama Kasih sayang dan rasa diterima*
teman-temanku.”

“Aku senang bisa pergi ke tempat-tempat Kebebasan*


yang aku suka.”

“Menyetir mobil itu seru.” Kesenangan*

60 | Modul 1.4 - Budaya


c. Ichsan, siswa kelas 10A, SMA Karakter Mulia. Ia anak yang pendiam dan pemalu.
Selama jam istirahat, ia lebih banyak membaca buku di perpustakaan atau
berdiam diri di kelas. Hari itu adalah hari technical meeting lomba debat antar SMA
yang juga diikuti oleh tim debat SMA Karakter Mulia. Tiba-tiba ada kabar bahwa
Adit, anak kelas 10B, yang sudah didaftarkan mengikuti lomba debat mewakili
sekolah, sakit demam berdarah dan dirawat di Rumah Sakit sehingga tidak bisa
menghadiri acara technical meeting lomba debat di hari itu.

Kepala sekolah bertanya pada guru-guru, siapa yang sebaiknya menggantikan Adit.
Guru-guru sepakat merekomendasikan Ichsan karena kinerjanya yang bagus di
pelajaran Bahasa Inggris dan pengetahuannya yang luas. Ichsan akhirnya
menghadiri technical meeting hari itu. Setelah itu ia berlatih debat bersama
anggota tim debat yang lain, Shinta dan Indra, di bawah bimbingan Pak Frans, guru
pelatih debat. Mereka mewakili sekolah, dan tim debat SMA Karakter Mulia
menjadi juara umum. Sejak saat itu Ichsan berubah menjadi anak yang lebih
percaya diri, tidak pemalu dan pendiam lagi.

Semua murid dan guru mengenalnya sebagai Ichsan si juara kompetisi debat. Pada
jam istirahat ia banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Ia juga
semakin rajin berlatih debat dan mengikuti berbagai lomba debat. Ia menjadi
ketua klub debat di sekolahnya. Ia giat mempromosikan klub debat agar
anggotanya bertambah dan ia juga bersemangat melatih juniornya di klub debat
sekolah. Kira- kira kebutuhan dasar mana yang terpenuhi pada Ichsan sehingga
membuatnya berubah? Jelaskan. Apa peran guru dan sekolah dalam memenuhi
kebutuhan dasar Ichsan?

Modul 1.4 - Budaya Positif |


d. Pak Zulfikar adalah kepala sekolah yang baru ditugaskan di SMP Bina Generasi Muda.
Sejak kedatangannya di sekolah itu, Pak Zulfikar mencoba untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan di sekolah tersebut. Sebagian besar guru-guru dapat menerima
kehadiran Pak Zulfikar. Namun, ada beberapa guru yang selalu bereaksi negatif pada
kebijakan-kebijakannya, dan dengan frontal mengemukakannya di rapat guru
mingguan, salah satunya Pak Maliq. Dalam rapat guru mingguan, Pak Maliq seringkali
mempertanyakan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pak Zulfikar tanpa argumen
yang kuat. Rekan-rekannya sesama guru heran dengan perilaku Pak Maliq ini karena
sebelumnya ia dikenal sebagai seorang guru yang selalu mengikuti kebijakan kepala
sekolah bahkan selama ini cenderung diam bila di rapat guru. Pak Hanafi, sahabat Pak
Maliq, mencoba mendekatinya dan menanyakan apa yang menyebabkan ia bertindak
seperti itu.

Ada beberapa kemungkinan jawaban yang diberikan Pak Maliq. Identifikasi kebutuhan
yang ingin dipenuhi oleh Pak Maliq jika responnya seperti di kolom sebelah kiri. Bila
Anda berada dalam posisi Pak Zulfikar, dan mendengar informasi dari Pak Hanafi
tentang alasan Pak Maliq melakukan hal itu, apa yang akan Anda lakukan pada Pak
Zulfikar agar kebutuhannya terpenuhi?

Jawaban Pak Maliq Kebutuhan Tindakan Anda

“Iseng aja sih aku sebenarnya. Aku senang (Kesenangan)


lihat kepsek baru itu kebingungan kalau
kutanya-tanya di rapat.

“Ya biar dia kenal sama aku dan aku ingin (Cinta dan Kasih
nantinya bisa deket sama dan dan kerja sayang)
bareng sama dia, kayaknya orangnya baik
sih.

“Saya sebenarnya gak paham beliau bicara (Penguasaan)


apa tadi Pak Zulfikar, makanya saya tanya-
tanya saja, daripada saya kelihatan tidak
paham. Masa aku yang udah guru senior
disini tapi kelihatan ga paham. Malu dong”

62 | Modul 1.4 - Budaya


“Gaya ngomongnya Pak Zulfikar itu (Kebebasan)
monoton sekali ya. Bosan jadi
mendengarnya, saya pikir tidak akan
selesai-selesai, ngomongnya begitu saja,
gak ada cara lain ya untuk menyampaikan
materi dia

Tugas Mandiri
A. Cobalah isi kuesioner ini berdasarkan situasi yang sesuai dengan diri Anda. Setelah itu,
jumlahkan hasil dari masing-masing kategori dalam tabel berikutnya.

1 3 5
(Tidak (Kadang (Sangat
Benar) Kadang) benar)

1. Saya senang berteman 1 3 5

2. Mudah bagi saya berbicara dengan siapapun 1 3 5

3. Saya suka mengobrol lewat telepon 1 3 5

4. Saya suka bekerja dengan orang lain 1 3 5

5. Saya menghabiskan banyak waktu dengan orang lain 1 3 5

6. Saya ingin orang-orang menyukai saya 1 3 5

7. Saya ingin membuat orang-orang bangga dengan


1 3 5
saya

8. Apa yang teman teman saya pikir tentang saya itu


1 3 5
penting

9. Saya lebih suka bekerja sama daripada bekerja


1 3 5
sendiri

10. Saya senang bertemu orang orang baru 1 3 5

11. Saya tidak suka membuat kesalahan 1 3 5

12. Saya suka melihat orang lain sebelum saya


1 3 5
mencoba hal baru

13. Saya tidak suka perubahan 1 3 5

Modul 1.4 - Budaya Positif |


14. Saya ingin ruang kerja atau meja kerja saya rapi 1 3 5

15. Saya ingin terlihat sangat baik dengan apa yang saya
1 3 5
lakukan

16. Penampilan saya sangat penting bagi saya 1 3 5

17. Saya takut mencoba hal hal baru 1 3 5

18. Saya suka menjadi “benar” 1 3 5

19. Saya suka menyelenggarakan aktivitas 1 3 5

20. Jika tidak suka sesuatu berjalan tidak sesuai


1 3 5
keinginan saya

21. Saya suka memiliki pilihan 1 3 5

22. Saya adalah orang yang aktif 1 3 5

23. Duduk di sekolah adalah hal yang sulit untuk saya 1 3 5

24. Saya tidak suka membaca dalam jangka waktu lama 1 3 5

25. Saya senang mencoba hal hal baru 1 3 5

26. Saya akan bermain sendiri jika saya mau 1 3 5

27. Apa yang saya pakai tidak berpengaruh bagi saya 1 3 5

28. Saya tetap akan melakukan suatu hal walau teman


1 3 5
teman saya tidak suka.

29. Saya tidak suka disuruh–suruh 1 3 5

30. Kerapian tidak berpengaruh bagi saya 1 3 5

31. Saya sering tertawa 1 3 5

32. Saya memiliki koleksi 1 3 5

33. Saya senang memberitahu lelucon 1 3 5

34. Saya senang membuat orang lain tertawa 1 3 5

35. Orang berpikir saya “bodoh” 1 3 5

36. Saya suka bermain macam-macam permainan 1 3 5

64 | Modul 1.4 - Budaya


37. Menurut saya ada banyak hal yang lucu 1 3 5

38. Menurut saya sekolah menyenangkan 1 3 5

39. Saya suka bernyanyi/menari saat musik bermain 1 3 5

40. Orang pikir saya lucu 1 3 5

Lihatlah skor jawaban Anda di LMS untuk masing-masing kelompok nomor di bawah ini:

#1-10 #11-20 #21-30 #31-40

B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dan berilah minimal 2 tanggapan atas


jawaban rekan Anda
1. Menurut Anda, pertanyaan nomor 1 sampai 10 mencerminkan kebutuhan apa?
Bagaimana dengan pertanyaan nomor 11 sampai 20? 21 sampai 30? dan 31-40?
2. Lihatlah hasil Anda, yang mana yang paling besar angkanya? Kebutuhan mana yang
paling tinggi? Apakah hasilnya sesuai dengan yang Anda rasakan selama ini?
3. Apakah Anda telah bisa memenuhi kebutuhan dasar Anda sesuai dengan tingkatan
yang Anda butuhkan? Apa yang Anda rasakan bila kebutuhan Anda tidak terpenuhi?
Pernahkah Anda berusaha memenuhi kebutuhan dasar Anda dengan cara yang
negatif?
C. Mintalah murid-murid Anda mengisi kuesioner di atas dan kelompokkan hasilnya
berdasarkan skor tinggi pada kebutuhan dasar; kasih sayang dan rasa diterima (nomor 1-10),
kekuasaan (11-20) kebebasan (21-30), dan kesenangan 31-40). Dari hasil tersebut, apakah ada
kesadaran-kesadaran baru yang Anda dapatkan tentang murid-murid Anda? Apa yang Anda
akan lakukan setelah ini?

D. Mintalah izin kepada Kepala Sekolah Anda untuk menyampaikan teori 5 Kebutuhan Dasar
Manusia ini pada rekan-rekan guru pada saat rapat guru. Guru-guru juga diminta mengisi
kuesioner ini, setelah itu analisis jawabannya bersama-sama. Kebutuhan mana yang paling
tinggi skornya, mana yang paling rencah. Bagaimana para guru melihat informasi tentang

Modul 1.4 - Budaya Positif |


kebutuhan dasar mereka sendiri dan dihubungkan dengan motivasi mereka dalam melakukan
sesuatu. Adakah hal yang menarik yang mereka temukan?

Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,


Setelah belajar tentang 3 Motivasi Perilaku Manusia di modul 1.2 dan 5 Kebutuhan Dasar Manusia
untuk memahami alasan-alasan yang mendasari tindakan manusia, mari kita belajar tentang Dunia
Berkualitas dengan membaca deskripsi di bawah ini:

Dunia Berkualitas

Dunia Berkualitas Anda adalah tempat khusus dalam pikiran Anda, tempat Anda
menyimpan gambaran representasi dari semua yang Anda inginkan: bisa berisi orang-
orang, hal-hal dan apa saja yang terbaik dalam hidup Anda dan membuat Anda merasa
bahagia dan terpenuhi kebutuhan dasar Anda. Dr. William Glasser menyebutnya seperti
semacam album foto sehingga isinya tidak akan terlalu banyak, hanya akan terdiri dari
beberapa hal saja yang sangat signifikan dan benar-benar terbaik dalam hidup Anda yang
membuat hidup Anda menjadi lebih bermakna. Kebutuhan dasar bersifat lebih umum dan
universal, sedangkan dunia berkualitas lebih unik dan personal.

Orang, tempat, benda, nilai-nilai, dan kepercayaan yang penting bagi Anda akan termasuk
di sana. Untuk masuk ke dunia berkualitas, syaratnya adalah bahwa sesuatu itu harus
terasa sangat baik bagi Anda dan memenuhi setidaknya satu atau lebih kebutuhan dasar
Anda. Dalam menentukan segala sesuatu yang masuk dalam dunia berkualitas, tidak perlu
kita terlalu mempertimbangkan standar masyarakat tentang apa saja yang penting dan
yang tidak. Gambaran dunia berkualitas adalah unik dan spesifik untuk setiap orang. Jika
Anda bisa hidup di dunia berkualitas Anda, hidup akan sempurna buat Anda, tapi
sayangnya, Anda tidak bisa tinggal di sana.

Murid kita juga mempunyai gambaran dunia berkualitas mereka. Tentunya sebagai guru kita
ingin mereka memasukkan hal-hal yang bermakna dan nilai-nilai kebajikan yang hakiki ke
dalam dunia berkualitas mereka. Bila guru dapat membangun interaksi yang memberdayakan
dan memerdekakan murid, maka murid akan meletakkan dirinya sendiri sebagai individu yang
positif dalam dunia berkualitas karena mereka menghargai nilai-nilai kebajikan.

Disarikan dari Berbagai Sumber

66 | Modul 1.4 - Budaya


Tugas Mandiri
Dalam lingkaran di bawah ini, buatlah gambar atau kata-kata yang menggambarkan hal-hal yang
Anda miliki dalam Dunia Berkualitas Anda saat ini.

Dunia Berkualitas

Untuk membantu Anda, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:


- Siapakah orang-orang yang paling penting dalam hidup Anda?
- Nilai-nilai kebajikan apa yang terpenting dalam hidup Anda?
- Kalau Anda menjadi orang yang ideal, karakter atau sifat apa yang Anda paling inginkan
ada pada diri Anda?
- Apa pencapaian Anda yang Anda sangat banggakan?
- Apa pekerjaan ideal bagi Anda?

Modul 1.4 - Budaya Positif |


- Ceritakan bagian perjalanan hidup Anda, dimana Anda merasa itulah titik puncak hidup
Anda?
- Apa yang paling bermakna dalam hidup Anda?

Setelah belajar mengenai dunia berkualitas, mari kita pikirkan, bagaimana kira-kira murid-murid kita
dan guru-guru di sekolah kita selama ini meletakkan sekolah dan pengalaman mereka di sekolah
sehubungan dengan dunia berkualitas? Apakah di dalamnya atau di luar dunia berkualitas?

Bila anda berada dalam posisi sebagai pemimpin di sekolah Anda, bagaimana Anda akan
menggunakan informasi tentang kegiatan dunia berkualitas yang dilakukan oleh murid-murid dan
guru-guru di sekolah Anda dalam proses pembentukan budaya positif?

Pembelajaran 2.5: Restitusi - Lima Posisi Kontrol


Tujuan Pembelajaran Khusus:
● CGP dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan
dampaknya untuk murid-muridnya.
● CGP dapat menerapkan disiplin restitusi di posisi Manajer, minimal pemantau
agar dapat menghasilkan murid yang bertanggung jawab, mandiri dan merdeka.
● CGP dapat menganalisis secara kritis, reflektif, dan terbuka atas penemuan diri
yang didapatkan dari mempelajari 5 posisi kontrol.

Pertanyaan Pemantik:
Bacalah kasus-kasus di bawah ini, dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan yang
tersedia:

● Tisa dan Hana dipanggil masuk ke ruangan Ibu Dewi, kepala sekolah SMA
Makmur. Ibu Dewi baru saja mendapatkan pengaduan dari ibunda Tisa, bahwa
Hana menggunakan kata-kata kasar, dan merendah-rendahkan Tisa di sosial
media.

68 | Modul 1.4 - Budaya


● Anto jarang sekali hadir di pembelajaran jarak jauh, dan pada saat hadir pun,
Anto seringkali menggunakan kata-kata kasar di kolom chat mengejek teman-
temannya. Hal ini sudah sangat mengganggu dan beberapa orang tua murid yang
mengikuti pembelajaran daring mengeluhkan tentang perilaku Anto di
pembelajaran jarak jauh.

Bila Anda adalah seorang kepala sekolah, penerapan disiplin apakah yang akan Anda
lakukan untuk kasus Hana dan kasus Anto? Mengapa?
Bahas dengan rekan CGP Anda, dan bandingkan jawaban Anda, apakah berbeda, atau
sama? Bila berbeda, utarakan masing-masing pandangan Anda.
Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,
Berikut ini akan disampaikan suatu program disiplin positif yang berpusat pada murid,
yang dikembangkan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restitusi, yang disebut
dengan 5 Posisi Kontrol.

Lima Posisi Kontrol:


Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998)
mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam
ruang- ruang kelas mereka selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat,
memerdekakan, dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui
serangkaian riset dan berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen
berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun
atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum,
Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Mari kita tinjau lebih dalam
kelima posisi kontrol ini:

Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal.


Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa
sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih
dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:

Modul 1.4 - Budaya Positif |


“Patuhi aturan saya, atau awas!”
“Kamu selalu saja salah!”
“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai”
Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil,
yaitu cara dia.

Pembuat Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut.
Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain
merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut
akan seperti:
“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”
“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”
“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”
Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid
merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.

Teman: Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya
mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun
positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru
di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi
seseorang. Mereka akan berkata:
“Ayo bantulah, demi bapak ya?”
“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”
“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.
Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu
maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid
merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul
adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya.
Murid akan tergantung pada guru tersebut.

70 | Modul 1.4 - Budaya


Pemantau: Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung
jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada
peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita
dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang
menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:
“Peraturannya apa?”
“Apa yang telah kamu lakukan?”
“Sanksi atau konsekuensinya apa?”
Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat
digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker,
slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-respon,
yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.
Manajer:
Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan
murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung
murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer
telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian,
bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila
diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang
merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi
yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer,
murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain.
Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat
berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang
manajer akan berkata “Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)
“Apakah kamu meyakininya?”
“Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”
“Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”
“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing
murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid
dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih
baik dan kuat.

Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi
Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau
diundang melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol
seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat
menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku
dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman,
dan aman.

Di bawah ini adalah contoh peragaan yang dikutip dari Yayasan Pendidikan Luhur
(2007) di mana ada seorang murid yang melanggar suatu peraturan sekolah.
Selanjutnya ada dialog antara seorang guru dengan murid tersebut, serta bagaimana
guru tersebut menjalankan disiplin dengan menggunakan kelima posisi kontrol untuk
kasus yang sama:

Adi yang terlambat hadir di sekolah.

Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-
nunjuk menghardik):
“Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang
tepat waktu?”
Tanyakan kepada diri Anda:
Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya
datang terlambat?
Hasil:
Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah
kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya.
Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru
dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.

72 | Modul 1.4 - Budaya


Pembuat Merasa Bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh:
merapat pada anak, lesu):
“Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat
lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa
sekali.”
Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti cara ini?
Hasil:
Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya.
Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan
orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum,
karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti
murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan
amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-
tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.

Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada
murid, mata dan senyum jenaka)
“Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan,
kenapa terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu
sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum).
Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini?
Hasil:
Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang
positif, hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila
ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya.
Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh
adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang
lain.

Pemantau (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal):


Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa kita memulai?”
Adi: “Tahu Pak!”
Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti konsekuensi yang
harus dilakukan bila terlambat?”
Adi: “Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan mengerjakan
tugas ketertinggalan saya.”
Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus tinggal di kelas untuk
menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu”
Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?
Hasil:
Murid memahami konsekuensi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah
satu peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan,
menjadi marah atau membuat merasa berbuat salah. Murid tetap dibuat tidak
nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan

Modul 1.4 - Budaya Positif |


tugas. Guru tetap harus memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam
istirahat karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri.

Manajer (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid):
Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa sekolah dimulai?”
Adi: “Tahu Pak, jam 7:00!”
Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki masalah
ini?”
Adi: “Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.”
Guru: “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar
bisa hadir tepat waktu ke sekolah?”
Adi: “Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.”
Guru: “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri”
Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?

Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu
meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau
bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun
bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid.

Fokus ada pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid
sudah mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru
mengambil posisi Pemantau, guru akan melihat apa konsekuensinya apa
peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung
jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan
bimbingan guru.

Selanjutnya, silakan Anda melihat video di LMS tentang kasus murid yang terlambat
dengan kelima posisi kontrol Restitusi - Diane Gossen. Diharapkan setelah Anda
melihat video tersebut Anda memiliki pemahaman yang lebih baik tentang Restitusi - 5
Posisi Kontrol, seperti tertera di tabel di bawah ini:

5 POSISI KONTROL RESTITUSI

MOTIVASI MOTIVASI EKSTERNAL MOTIVASI INTRINSIK

IDENTITAS GAGAL IDENTITAS SUKSES

74 | Modul 1.4 - Budaya


PERILAKU KONTROL NEGATIF PERILAKU KONTROL POSITIF KONTROL DIRI

PENGHUKUM PEMBUAT TEMAN PEMANTAU MANAJER


MERASA
BERSALAH

Guru Berbuat: Menghardik Berceramah, Membuatkan Menghitung dan Mengajukan


Menunjuk- Menunjukkan alasan-alasan mengukur pertanyaan-
nunjuk kekecewaan untuk murid- pertanyaan
Menyakiti mendalam muridnya.
Menyindir

Guru Berkata: “Kalau kamu tidak “Kamu sudah “Lakukan demi “Apa “Apa yang kita yakini?
melakukannya, mengecewakan Bapak/Ibu” peraturannya?” Apa kamu meyakini hal
saya akan…” Ibu/Bapak” “Ya sudah nanti “Apa tersebut?”
Bapak/Ibu bantu konsekuensinya?” “Kalau kamu
bereskan” “Apa yang telah meyakininya, maukah
kamu lakukan?” kamu
“Apa yang terjadi memperbaikinya?”
sekarang?” “Kalau kami
memperbaikinya, jadi
kira-kira hal tersebut
akan menggambarkan
apa tentang dirimu?”

Hasil: Memberontak Menyembunyi- Ketergantungan Menyesuaikan bila Menguatkan


Pendendam kan diawasi. watak/karakter
Menyalahkan Menyangkal
orang lain Berbohong

Murid Berkata: “Saya tidak peduli” “Maafkan saya”. “Saya pikir “Saya akan dapat “Bagaimana caranya
Bapak/Ibu teman berapa bintang agar saya bisa
saya” kalau melakukan memperbaiki keadaan
hal tersebut?” ini?”
“Jika sudah “Saya akan
melakukan hal memperbaiki masalah
tersebut, saya ini dengan…”
akan mendapatkan
apa?”

Dampak pada Mengulangi Rendah diri Tergantung Menitikberatkan Mengevaluasi diri


Murid: kesalahan Merasa gagal Tidak mandiri dan pada dampak pada bagaimana menjadi diri
berulang kali. dan tidak tidak bisa diri sendiri, yang lebih baik.
Perilaku menjadi berharga memutuskan mendapatkan
agresif hadiah atau
mendapatkan
hukuman.

Kaitan Murid meletakkan Murid Murid meletakkan Murid meletakkan Murid meletakkan
dengan Dunia guru di luar Dunia meletakkan guru guru sebagai guru, peraturan di dirinya sebagai individu
Berkualitas Berkualitas. di dalam Dunia orang penting Dunia Berkualitas. yang positif dalam
Berkualitas. dalam Dunia Dunia Berkualitas.
Berkualitas.

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Tugas Anda:
Silakan Anda melakukan kegiatan di bawah ini secara mandiri, berdasarkan pemahaman
Anda setelah membaca tentang 5 posisi kontrol.
1. Pada tabel berikut, isilah kolom “Siapa yang Mengatakan” dengan posisi kontrol
mana menurut Anda yang sering mengucapkan pernyataan-pernyataan tersebut.

Pernyataan/Kalimat Siapa yang Mengatakan?

“Saya kecewa sekali dengan kamu…”

“Kamu tidak pernah benar


melakukannya….”

“Ayolah, lakukan demi saya ya….”

“Apakah kamu mau mendapatkan stiker


bintang hari ini?”

“Bagaimana kamu bisa menyelesaikan


masalah ini?”

“Kamu selalu yang paling terakhir…”

“Kamu tidak akan mendapatkan bintang


bila tidak menyelesaikan tugas ini ya?”

“Berapa kali sih saya sudah mengatakan


kepada kamu?”

“Ingat bukan, apa yang telah saya


lakukan untuk kamu?

“Kamu tidak akan pernah berhasil dalam


kehidupan ini”

“Apa rencanamu untuk menyelesaikan


ini?”

2. Saat ini Anda Di mana?


Lihatlah kedua garis posisi kontrol di bawah ini. Garis yang pertama adalah posisi kontrol
Anda di rumah, mungkin sebagai seorang ibu/ayah/kakak/paman/bibi, dan garis kedua

76 | Modul 1.4 - Budaya


adalah posisi kontrol Anda di tempat kerja sebagai guru/kepala sekolah.
Bagaimana posisi kontrol Anda selama ini menjalankan disiplin positif di kedua tempat
tersebut. Isi dan refleksikan posisi Anda selama ini di kedua garis tersebut.

1 2 3 4 5
Penghukum Pembuat Rasa Bersalah Teman Pemantau Manajer

(Di rumah)

1 2 3 4 5
Penghukum Pembuat Rasa Bersalah Teman Pemantau Manajer

(Di tempat kerja/sekolah)

Setelah mengisi di mana posisi kontrol Anda selama di rumah maupun di sekolah,
tanyakan diri, “Apakah saya berbeda menghadapi anak/keponakan dengan
menghadapi murid-murid saya?” Mengapa berbeda?
Setelah pelatihan ini, cobalah mengisi garis posisi kontrol ini, dan bandingkan dengan
posisi Anda setelah mengikuti pelatihan. Adakah perbedaan? Mengapa? Bagaimana
untuk sampai di posisi Manajer, apa yang perlu terjadi?
Pembelajaran 2.6: Restitusi - Segitiga Restitusi
Tujuan Pembelajaran Khusus:
● CGP menjelaskan restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif
pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah.
● CGP dapat menerapkan restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif
agar menjadi murid merdeka.
● CGP dapat menganalisis dengan sikap reflektif dan kritis penerapan disiplin positif
di lingkungannya.

Bapak/Ibu calon guru penggerak,

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Setelah Anda mengetahui tentang apa itu restitusi, tentunya Anda ingin mengetahui
bagaimana cara melakukannya. Diane Gossen dalam bukunya Restitution;
Restructuring School Discipline, (2001) telah merancang sebuah tahapan untuk
memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan proses untuk menyiapkan
anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi/restitution triangle.
Sebelumnya marilah kita tonton dahulu video sebuah penanganan kasus yang
dilakukan guru dengan menggunakan pendekatan Segitiga Restitusi. Setelah melihat
video tersebut silakan Anda melihat bagan berikut tentang 3 sisi dari Segitiga Restitusi.
Proses tiga tahapan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip utama dari Teori Kontrol,
yaitu:

Langkah Teori Kontrol

1 Menstabilkan Identitas Kita semua akan melakukan hal terbaik


Stabilize the Identity yang bisa kita lakukan

2 Validasi Tindakan yang Salah Semua perilaku memiliki alasan


Validate the Misbehaviour

3 Menanyakan Keyakinan Kita semua memiliki motivasi internal


Seek the Belief
Ketiga strategi tersebut direpresentasikan dalam 3 sisi segitiga restitusi. Langkah-
langkah tersebut tidak harus dilakukan satu persatu secara kaku. Banyak guru yang
sudah menggunakannya dalam berbagai versi menurut gaya mereka masing-masing
bahkan tanpa mengetahui tentang teori restitusi.

78 | Modul 1.4 - Budaya


Gambar 1. Segitiga Restitusi

1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)


Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang
yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang
melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang
sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap
membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita
harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini:

● Berbuat salah itu tidak apa-apa.


● Tidak ada manusia yang sempurna
● Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.
● Kita bisa menyelesaikan ini.

Modul 1.4 - Budaya Positif |


● Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin
mencari solusi dari permasalahan ini.
● Kamu berhak merasa begitu.
● Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?

Kalau kita mengatakan kalimat-kalimat diatas, akan sangat sulit, bahkan hampir tidak
mungkin, buat anak untuk tetap membangkang. Para guru yang bertugas mengawasi
anak-anak saat mereka bermain di halaman sekolah, menyatakan bahwa bila mereka
mengatakan kalimat tersebut yang mungkin hanya butuh 30 detik, bisa mengubah
situasi yang sulit menjadi kooperatif.

Ketika seseorang merasa sedih dan emosional, mereka tidak bisa mengakses bagian
otak yang berfungsi untuk berpikir rasional, seperti yang Bapak Ibu CGP telah pelajari
di modul 1.2 tentang konsep otak 3-in-1 (Triune). Saat itulah ketika kita harus
menstabilkan identitas anak. Sebelum terjadi hal-hal lain yang bisa memperburuk
keadaan, kita sebaiknya membantu anak untuk tenang dan kembali ke suasana hati
dimana proses belajar dan penyelesaian masalah bisa dilakukan.

Tentu akan sulit melakukan restitusi bila, anak yang berbuat salah terus berfokus pada
kesalahannya. Ada 3 alasan untuk ini, pertama rasa bersalah menguras energi. Rasa
bersalah membutuhkan energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk
mencari penyelesaian masalah. Kedua, ketika kita merasa bersalah, kita mengalami
identitas kegagalan. Dalam kondisi ini, orang akan cenderung untuk menyalahkan
orang lain atau mempertahankan diri, daripada mencari solusi. Ketiga, perasaan
bersalah membuat kita terperangkap pada masa lalu dimana kita sudah tidak bisa
berbuat apa- apa lagi. Kita hanya bisa mengontrol apa yang akan terjadi di masa kini
dan masa datang.

80 | Modul 1.4 - Budaya


Sisi 2: Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbehavior)
Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar.
Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan
bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki
maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan
mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang
mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak
yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu
telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin
terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan
memvalidasi kebutuhan mereka.
● “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”
● “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu”
● “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu
yang penting buatmu”.
● “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap
yang baru.”
Biasanya guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori
kontrol menyatakan bahwa resep itu tidak manjur. Mungkin tindakan guru dengan
memvalidasi sikap yang tidak baik seperti bertentangan dengan aturan yang ada,
namun sebetulnya tujuannya untuk menunjukkan bahwa guru memahami alasan di
balik tindakan murid.

Restitusi tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah
sikap yang baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami alasannya, dan paham
bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah
pelanggaran aturan seringkali memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power
walaupun

Modul 1.4 - Budaya Positif |


seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan kasih sayang
dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang sedang berbuat salah,
dia akan tetap menjadi bagian dari masalah, namun bila kita memahami alasannya
melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami.

Para guru yang telah menerapkan strategi ini mengatakan bahwa anak-anak yang
tadinya tidak terjangkau, menjadi lebih terbuka pada mereka. Strategi ini
menguntungkan bagi murid dan guru karena guru akan berada dalam posisi siswa, dan
karena itu akan memiliki perspektif yang berbeda.

Sisi Ketiga: Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)


Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika
identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi
(langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia
percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di
bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.
● Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
● Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
● Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?
● Kamu mau jadi orang yang seperti apa?

Penting untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka
inginkan?
Apakah kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa
dipercaya? Kebanyakkan anak akan mengatakan “Iya,” Tapi mereka tidak tahu
bagaimana caranya menjadi orang seperti itu. Guru dapat membantu dengan
bertanya, seperti apa jika mereka menjadi orang seperti itu. ketika anak sudah
mendapat gambaran yang jelas tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, guru
dapat membantu anak-anak tetap fokus pada gambaran tersebut.

82 | Modul 1.4 - Budaya


Tugas Mandiri
Bacalah skrip di bawah ini dan jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawahnya:
Mario dan Adi merupakan murid kelas 8 di SMP Tunas. Pada jam istirahat makan siang,
saat semua anak lain bermain di luar kelas, mereka diajak bicara oleh guru wali kelas
mereka, Bapak Joko, di ruang kelas.

Pak Joko: Mario, Adi, Bapak tadi dengar laporan dari guru piket di
kantin, sepertinya kalian dalam masalah ya. Ada yang bisa
Bapak bantu? Apa yang terjadi?

Mario dan Adi: Iya Pak. Tadi pada jam istirahat pagi, kami main lempar-
lemparan makanan di kantin, tapi tidak sengaja malah
kelempar kena wajah Ibu Dina, kepala sekolah, ketika
beliau sedang berjalan.

Pak Joko: Kalian main lempar-lemparan makanan di kantin kena


wajah Ibu Dina ketika beliau sedang lewat?

Mario dan Adi: Iya Pak (Dengan wajah sedih dan muka menunduk)

Pak Joko: Adi, ada informasi yang kamu mau tambahkan?

Adi: Kami tidak bermaksud melakukannya, tapi ...

Pak Joko: Tapi..

Adi: Tapi kami tidak sengaja

Pak Joko: Apakah kalian tahu kalau kalian berada dalam masalah
sekarang?

Mario dan Adi: Iya

Pak Joko: Baiklah. Bapak disini bukan untuk mencari siapa yang
salah, Bapak disini untuk mencari penyelesaian sama-
sama, berpikir sama-sama tentang apa yang bisa kita
lakukan untuk memperbaiki situasi ini.
Kalian pasti melakukan itu ada alasannya ya. Pasti seru ya
main lempar-lemparan makanan begitu

Mario dan Adi: Iya Pak..

Pak Joko: Ya Bapak bisa melihat kalian merasa senang


melakukannya, tetapi yang kalian lakukan merugikan

Modul 1.4 - Budaya Positif |


orang lain, sehingga sekarang kalian dalam masalah.

Mario dan Adi: Iya pak

Pak Joko: Sekarang mari kita bicara tentang keyakinan kelas dan
keyakinan sekolah kita. Apa yang kita percaya? Yang
mana yang kalian belum tunjukkan?

Mario: Kita harus bersikap baik satu sama lain

Ad:i Menghormati orang lain dan menghormati dirimu sendiri.

Pak Joko: Kalian berdua ingat dengan baik keyakinan kelas kita
Kita kembali pada ketika kalian main lempar-lemparan
makanan dan mengenai Ibu Dina, apakah ketika kalian
melakukan itu kalian menghormati orang lain dan
lingkungan?

Mario dan Adi: Tidak

Pak Joko: Tapi kalian mendapatkan rasa senang. Menurut Bapak,


ada cara untuk mendapatkan rasa senang, tanpa
merugikan orang lain. Bagaimana menurut kalian?

Mario dan Adi: Iya Pak

Pak Joko Nah sekarang mari kita selalu mengindahkan keyakinan


kelas kita. besok kita ke kantin, dan kalian bisa berperilaku
lebih baik lagi.

Setelah tiga tahap itu dilakukan, guru dapat menanyakan pada anak-anak, apa yang
ingin mereka lakukan untuk memperbaiki situasi saat itu. Disinilah restitusi dapat
dilakukan.

Tugas Anda

1. Dari 5 posisi kontrol, posisi mana yang dipraktikkan oleh guru? Jelaskan.
2. Kebutuhan apa yang berusaha dipenuhi oleh Mario dan Adi?
3. Apa yang dikatakan guru dalam tahap Menstabilkan Identitas, Validasi Tindakan
yang Salah, dan Menanyakan Keyakinan?
4. Kira-kira sesuai prinsip restitusi, apa yang akan dilakukan Mario dan Adi untuk
memperbaiki kesalahan mereka pada Ibu Dina?

84 | Modul 1.4 - Budaya


Peran Fasilitator:
1. memastikan CGP melakukan eksplorasi mandiri mengenai konsep-konsep inti
dalam modul Budaya Positif
2. memastikan CGP menjawab pertanyaan-pertanyaan pada setiap konsep inti
3. memastikan CGP aktif dalam forum diskusi secara tertulis
4. memberikan umpan balik terhadap respon CGP di forum diskusi tertulis

Standar Nasional Pendidikan

Dalam penerapan program disiplin positif, hendaknya guru memiliki standar


kepribadian, profesional, dan sosial yang baik, dimana guru mampu berefleksi pada
posisi kontrolnya saat ini; bagaimana perjalanan dirinya sebagai seorang ‘Among’
(posisi manajer) yang menuntun murid-murid menjadi insan yang mandiri, merdeka,

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Pembelajaran 3 - Ruang Kolaborasi
Durasi: 6 JP
Jenis Kegiatan: Kegiatan forum diskusi dengan CGP lain
Tujuan Pembelajaran Khusus:
1. CGP dapat menganalisis kasus-kasus yang disediakan berdasarkan konsep-konsep
inti dalam modul Budaya Positif bersama CGP lain dalam Komunitas Praktisi
2. CGP dapat mempresentasikan hasil analisis studi kasus berdasarkan konsep-konsep
inti dalam modul Budaya Positif

Bapak dan Ibu calon guru penggerak,


Pada tahap ruang kolaborasi ini, Anda akan berkolaborasi dengan CGP lain untuk membuat
komunitas praktisi. Ruang kolaborasi ini akan terbagi menjadi dua bagian yaitu kerja
kelompok (3JP) dan forum diskusi sinkronus bersama fasilitator(3JP).

1. Kerja Kelompok (2 JP)


Pada sesi ini, CGP akan melakukan kerja kelompok dengan ketentuan sebagai berikut.

a. Dalam kelompok masing-masing, pelajari kasus-kasus yang disediakan.


b. Lakukan analisis mendalam terhadap kasus-kasus yang disediakan dan jawablah
pertanyaan-pertanyaan di tiap kasus yang disajikan.

Kasus 1: Guru Matematika dan wali kelas 8, Ibu Santi sakit, sehingga tidak dapat masuk
dan mengajar. Akhirnya dicarikan guru pengganti, Ibu Eni. Ibu Eni baru 2 tahun menjadi
guru SMP. Beberapa murid perempuan, Fifi dan Natali, mengetahui hal ini dan mulai
menggunakan kesempatan dan bersikap seenaknya, tertawa dan tidak mengindahkan
kehadiran Ibu Eni. Ibu Eni mencoba menyapa Fifi dan Natali dengan ramah, sambil
mengingatkan mereka untuk tetap fokus pada pengerjaan tugas, “Ayolah tugasnya
dikerjakan, nanti Ibu ditegur Bapak Kepala Sekolah kalau kalian tidak kerjakan tugas.
Tolong bantu Ibu ya?” Namun Fifi dan Natali malah jadi tertawa, “Ah Ibu, santai saja
bu”. Mereka tetap tidak mengerjakan tugas dan malah mengobrol.

Keesokan harinya, Ibu Santi memanggil Fifi dan Natali serta menanyakan tentang

86 | Modul 1.4 - Budaya


Ibu Eni. Ibu Santi menanyakan apakah mereka bersedia melakukan memperbaiki
permasalahan yang ada? Fifi dan Natali sempat ragu-ragu dan membela diri, namun
pada akhirnya mengatakan akan meminta maaf. Ibu Santi menanggapi bahwa tindakan
itu boleh saja dilakukan bila mereka sungguh-sungguh ingin meminta maaf, namun Ibu
Santi menanyakan kembali, apa yang mereka bisa lakukan untuk menggantikan rasa
tidak dihormati Ibu Santi? Baik Fifi maupun Natali mengakui bahwa perilaku mereka
tidak sesuai dengan Keyakinan Kelas. Ibu Santi melanjutkan kembali apa yang akan
mereka lakukan untuk memperbaiki masalah, apakah ada gagasan?

Setelah berpikir sejenak, Natali dan Fifi mengusulkan bagaimana kalau mereka
mengadakan sebuah diskusi kelompok dengan teman-teman sekelasnya. Tema yang
mereka pilih adalah penerapan keyakinan kelas, terutama tentang sikap saling
menghormati dan bagaimana penerapannya di kehidupan sehari-hari di sekolah.
Usulan kedua adalah mengirim email kepada Ibu Eni tentang gagasan mereka tersebut.
Mereka pun memberitahu Ibu Eni bahwa mereka telah memberitahu Kepala Sekolah,
Pak Hasan, bila lain waktu ada ketiadaan guru, maka mereka akan mengusulkan Ibu Eni
sebagai guru pengganti.

● Dalam kasus di atas, langkah-langkah restitusi apa saja yang sudah dijalankan
oleh Ibu Santi?
● Menurut Anda, apakah restitusi yang diusulkan Fifi dan Natali sudah sesuai
dengan pelanggaran yang telah dibuat? Apakah langkah-langkah restitusi yang
telah diusulkan mereka?
● Dalam kasus di atas, posisi apakah yang telah diambil oleh Ibu Eni dalam
menangani Fifi dan Natali? Jelaskan jawaban Anda.

● Jika Anda adalah Pak Hasan, bagaimana Anda menyikapi langkah yang
ditempuh Ibu Santi?

Kasus 2: Sabrina hari itu bangun terlambat, dan terburu-buru sampai di sekolah. Dia
pun akhirnya sampai di gerbang sekolah, tapi baru menyadari kalau tidak
menggunakan sepatu hitam seperti tertera di peraturan sekolah. Di depan pintu
kelas, Bapak Lukman memperhatikan sepatu Sabrina yang berwarna coklat. Sabrina
berusaha menjelaskan bahwa dia terburu-buru dan salah mengenakan sepatu.

Pak Lukman menanyakan Sabrina, apa peraturan sekolah tentang seragam warna
sepatu. Sabrina menjawab sudah mengetahui sepatu harus berwarna hitam, namun
terburu-buru dan salah mengenakan sepatu, selain tidak mungkin kembali pulang

Modul 1.4 - Budaya Positif |


karena rumahnya jauh sekali. Pak Lukman tetap bersikeras pada peraturan yang
berlaku dan mengatakan, “Ya sudah, kamu sudah melanggar peraturan sekolah.
Kamu salah. Sudah terlambat, salah pula warna sepatunya. Segera buka sepatumu
kalau tidak bisa mengenakan warna sepatu sesuai peraturan”.

Sabrina meminta maaf dan memohon kembali kepada pak Lukman agar tetap dapat
mengenakan sepatunya dan berjanji tidak akan mengulang kesalahannya. Namun pak
Lukman tidak mau tahu, “Tidak, kamu telah melanggar peraturan sekolah, kalau tidak
sanggup ambil sepatu di rumah atau diantarkan sepatu ke sekolah, ya sudah kamu
tidak bersepatu saja seharian di sekolah. Sekarang copot sepatumu dan silakan
belajar tanpa sepatu seharian.” Sabrina pun dengan berat hati mencopot sepatunya
dan memberikannya kepada pak Lukman. Seharian dia tidak berani berkeliling
sekolah karena malu, dan lebih banyak berdiam diri di kelas tanpa alas sepatu.

● Dalam kasus di atas, sikap posisi apakah yang diambil oleh Bapak Lukman?
Jelaskan, apakah indikatornya?

● Bila Bapak Lukman mengambil posisi seorang Manajer, apa yang akan
dikatakannya, pertanyaan-pertanyaan seperti apakah yang akan diajukan ke
Sabrina? Jelaskan.

● Kira-kira bila Anda adalah Kepala Sekolah di sekolah tersebut,


- Nilai kebajikan apa yang ingin dituju oleh peraturan harus berwarna hitam?
- Bagaimana Anda menyikapi langkah yang diambil Pak Lukman mengenai
kasus tersebut?

Kasus 3: Ibu Dani sedang menjelaskan pelajaran Bahasa Inggris di papan tulis,
namun beliau memperhatikan bahwa Fajar malah tidur-tiduran dan tampak acuh
tak acuh pada pelajarannya. “Fajar coba jawab pertanyaan nomor 3. Maju ke
depan dan kerjakan di papan tulis”. Fajar pun tampak malas-malasan maju ke
depan, dan sesampai di depan papan tulis pun, Fajar hanya diam terpaku, sambil
memegang buku bahasa Inggrisnya dan memainkan spidol di tangannya. “Ayo Fajar
makanya jangan tidur-tiduran, lain kali perhatikan! Sudah sana, duduk kembali,
kira-kira siapa yang bisa?”
Fajar pun kembali duduk di bangkunya. Hal seperti ini sudah seringkali terjadi pada
Fajar, seperti tidak memperhatikan, acuh tak acuh, dan nilai-nilainya pun tidak
terlalu baik untuk pelajaran Bahasa Inggris. Pada saat ditegur oleh Ibu Dani, Fajar
hanya menjawab, “Tidak tahu Bu”. Ibu Dani pun menjawab lirih, “Gimana kamu
Fajar, kamu tidak kasihan sama Ibu ya, Ibu sudah capek-capek mengajarkan kamu.

88 | Modul 1.4 - Budaya


sama Ibu?” dan Fajar pun diam membisu.

● Posisi kontrol apa yang diambil oleh Ibu Dani dalam pendekatannya kepada Fajar?
● Membaca sikap Fajar, kira-kira kebutuhan apa yang diperlukan oleh Fajar?
● Bilamana Ibu Dani mengambil posisi Pemantau, apa yang akan dilakukan atau
dikatakan olehnya? Pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang akan diajukan?
Jelaskan.

● Apabila Anda adalah kepala sekolah di sekolah Fajar dan mengetahui hal ini,
bagaimana tindak lanjut Anda?

Kasus 4: Anto dan Dino sedang bermain bersama di lapangan basket, dan tiba-tiba
terlibat dalam sebuah pertengkaran adu mulut. Dino pun menjadi emosi dan
mengadakan kontak fisik, menarik kemeja Anto dengan kasar, sampai 3 kancingnya
terlepas. Pada saat itu guru piket langsung melerai mereka, dan membawa mereka
ke ruang kepala sekolah. Ibu Suti sebagai kepala sekolah berupaya menenangkan
keduanya, terutama Dino. “Dino sepertinya kamu saat ini sedang marah sekali.”
Mendengar itu, Dino pun mengalir bercerita tentang kekesalan hatinya. Ibu Suti pun
melanjutkan bahwa membuat kesalahan adalah hal yang manusiawi, dan bahwa
mempertahankan diri adalah hal yang penting. Namun meminta Dino memikirkan
cara lain yang mungkin lebih efektif, karena saat ini Dino berada di ruang kepala
sekolah.

Ibu Suti melanjutkan bertanya tentang keyakinan sekolah yang disepakati, serta
apakah Dino bersedia memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan terhadap Anto?
Dino pun akhirnya perlahan mengangguk. Kemudian Ibu Suti balik bertanya kepada
Anto, hal apa yang bisa dilakukan Dino untuk memperbaiki masalah. Anto menjawab,
“Saya perlu kancing saya diperbaiki bu. Ibu saya akan sangat marah kalau melihat
kancing baju saya sampai copot 3 kancing begini.” Ibu Suti pun kembali bertanya ke
Dino apakah yang akan dia lakukan untuk menggantikan 3 kancing Anto yang
terlepas?

Dino berpikir sejenak, namun menjawab, “Wah tidak tahu bu, saya lem kembali
mungkin ya bu?” Ibu Suti berpikir sebentar dan menanggapi, “Kalau di lem akan
mudah terlepas kembali Dino. Bagaimana kalau kamu menjahitkan saja, bersediakah
kamu?” Dino tampak ragu-ragu dan menanggapi, “Menjahit? Mana saya tau
bagaimana menjahit bu.” Ibu Suti meneruskan, “Apakah kamu bersedia belajar
menjahit?” Dino berpikir sejenak, memandang kemeja Anto, dan menanggapi, “Yang
mengajari saya siapa bu?” Dengan cepat Ibu Suti menjawab, “Pak Irfan, guru Tata
Busana”. Dino kembali diam sejenak, memandang kemeja Anto yang tanpa kancing.

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Akhirnya Dino mengangguk tanda menyetujui dan sepanjang siang itu Dino belajar
menjahit dan memperbaiki kemeja Anto. Terakhir kali terlihat kedua anak laki-laki
tersebut, Dino dan Anto pada jam pulang sekolah, mereka sudah bercengkrama dan
bersenda gurau kembali.

● Posisi kontrol apa yang telah dipraktikkan oleh Kepala Sekolah Ibu Suti? Hal-hal
apa saja yang dilakukannya sehingga Anda berkesimpulan demikian?
● Dalam kasus tersebut, bagaimana Dino dikuatkan, bagaimana Anto dikuatkan
oleh Ibu Suti?

● Kira-kira nilai-nilai kebajikan (keyakinan sekolah) apa yang dituju dalam kasus
tersebut? Jelaskan.

2. Forum Diskusi
Pada sesi dua di ruang kolaborasi ini, CGP akan berdiskusi secara virtual bersama
fasilitator dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Setiap kelompok akan menyajikan hasil analisis studi kasus yang telah didiskusikan
dalam kerja kelompok sebelumnya.
b. Setiap kelompok penyaji akan mendapatkan satu kelompok hadirin yang bertugas
memberikan tanggapan atau masukan konstruktif atas presentasi kelompok
penyaji. Tentunya setelahnya kelompok lain dipersilakan memberikan tanggapan
mereka juga.
c. Perhatikan rubrik penilaian forum diskusi pada Rubrik Penilaian Ruang Kolaborasi.

90 | Modul 1.4 - Budaya


Rubrik Penilaian Ruang Kolaborasi

Indikator/ Kolaborasi yang Sasaran Tercapai Sudah Perlu


Tingkatan Hebat! Berkembang Pembahasan
(4) (3) dengan Baik Lanjut
(2) (1)

Kualitas hasil Analisis studi kasus Analisis studi Analisis kasus Analisis studi
analisis studi tajam dan kasus cukup tajam sudah kasus tidak
kasus (Bobot: didasarkan pada dan terperinci berdasarkan tepat, tidak
50%) teori disiplin berdasarkan teori teori disiplin berdasarkan
positif, posisi disiplin positif, positif, posisi teori disiplin
kontrol guru, dan posisi kontrol kontrol guru, positif, posisi
segitiga restitusi. guru, dan segitiga dan segitiga kontrol guru,
Ada unsur refleksi restitusi. Namun, restitusi. dan segitiga
dari hasil analisis tidak terlihat Namun, restitusi.
yang menarik unsur refleksi dari analisis kurang
dan/atau para anggota jelas dan
mengandung unsur kelompok. tajam. .
tak terduga.

Efektivitas Penyampaian Penyampaian Penyampaian Penyampaian


penyampaian/ kelompok sangat kelompok sudah kelompok kelompok
penyajian studi baik. Penggunaan baik. sudah bisa masih sangat
kasus bahasa sangat Menggunakan dilakukan, kurang.
(Bobot: 25%) komunikatif, bahasa yang namun Sepertinya
pemilihan kata dan komunikatif, tampak belum kurang
proyeksi vokal pemilihan kata- utuh atau persiapan dan
setiap anggota kata telah tepat kurang tidak terlihat
tampak harmonis dan tampak ada persiapan. bentuk kerja
dan kompak. kerja sama dalam Belum tampak sama antara
Setiap anggota menyajikan materi kekompakan anggota
kelompok tampak presentasi. anggota kelompok.
berkontribusi dan Penyajian secara kelompok dan Hanya 1-2
bertanggung keseluruhan proyeksi vokal orang yang
jawab, terlihat dari mudah untuk setiap anggota dominan
presentasi materi diikuti. kelompok berbicara, dan
yang menjadi belum merata, yang lain
bagiannya. ada yang tampak tidak
Penyajian secara dominan menguasai
keseluruhan sangat dan/atau materi atau
menarik untuk kurang aktif. kurang aktif.
diikuti dan
penyampaiannya

Modul 1.4 - Budaya Positif |


pun mudah
dicerna.

Masukan Kelompok sangat Kelompok aktif Kelompok Kelompok


dan/atau aktif dan apresiatif memberikan beberapa kali tampak
Tanggapan dalam memberikan tanggapan memberikan sedikit sekali
(Bobot 15%) tanggapan konstruktif kepada tanggapan atau tidak
dan/masukan kelompok penyaji. kepada sama sekali
konstruktif kepada Sebagian besar kelompok memberikan
kelompok penyaji. anggota kelompok penyaji. masukan
Seluruh anggota memberikan Sebagian dari konstruktif
kelompok tampak perhatian kepada anggota pada
menyimak dan kelompok penyaji. kelompok kelompok
memberikan tampak penyaji.
perhatian penuh memberikan Kelompok
pada saat perhatian tampak tidak
kelompok penyaji kepada tertarik sama
memberikan kelompok sekali pada
presentasi. penyaji. kelompok
penyaji.

Pengaturan Sangat baik dalam Baik dalam Keterampilan Keterampilan


Waktu pengaturan waktu. pengaturan pengaturan pengaturan
(Bobot: 10%) Penyampaian waktu. Waktu waktu masih waktu masih
materi padat penyajian 3-5 belum efektif. sangat
dengan waktu yang menit Waktu 3-5 kurang.
sangat efektif. dipergunakan belum Waktu yang
Waktu yang dengan baik. terpenuhi; diberikan
diberikan antara 3- batasan waktu tampak tidak
5 menit melebihi dari dipergunakan
dipergunakan waktu yang dengan
dengan sangat disepakati. efektif.
baik.

Tugas Fasilitator:
1. membagi kelompok CGP untuk tugas Ruang Kolaborasi
2. memastikan CGP mendiskusikan beberapa studi kasus yang diberikan
3. memimpin jalannya sesi pertemuan tatap maya ruang kolaborasi dengan
CGP
4. memberikan umpan balik terhadap presentasi CGP saat sesi pertemuan
tatap maya

92 | Modul 1.4 - Budaya


Pembelajaran 5 -Demonstrasi Kontekstual
Durasi: 4 JP
Jenis Kegiatan: Penugasan mandiri
Tujuan Pembelajaran Khusus:
CGP dapat mempraktikan pemahaman mereka tentang penerapan segitiga restitusi
dengan murid di sekolahnya.

Bapak dan Ibu calon guru penggerak,


Setelah mempelajari konsep-konsep inti dalam modul ini dan melakukan refleksi
terbimbing, sekarang saatnya Anda mendemonstrasikan pemahaman Anda secara
kontekstual atau di ranah sekolah Anda. Pada tahap demonstrasi kontekstual ini, Anda
akan melaksanakan praktik segitiga restitusi terhadap satu murid di sekolah Anda
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Buatlah skenario lengkap untuk melaksanakan praktik segitiga restitusi
terhadap dua (2) kasus mengenai murid yang melanggar peraturan di sekolah
Anda.
2. Ajaklah satu murid Anda untuk melakukan praktik segitiga restitusi tersebut.
3. Lakukan praktik segitiga restitusi. Minta tanggapan murid Anda mengenai
perasaan mereka ketika Anda melakukan praktik segitiga restitusi itu.
4. Rekamlah praktik segitiga restitusi sesuai dengan skenario yang telah dibuat
beserta tanggapan dari murid Anda dalam bentuk video.
5. Unggah video praktik segitiga restitusi ke kanal YouTube Anda dan sematkan
tautannya pada LMS.
6. Perhatikan rubrik penilaian untuk demonstrasi kontekstual yang telah
disediakan.

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Rubrik Penilaian Demonstrasi Kontekstual

Indikator Sangat bagus baik mulai perlu pembahasan


(skor 4) (skor 3) berkembang lebih lanjut
(skor 2) (skor 1)

Isi skenario Skenario Skenario Skenario Skenario


percakapan percakapan percakapan percakapan untuk
untuk segitiga untuk segitiga untuk segitiga segitiga restitusi
restitusi restitusi restitusi tidak lengkap dan
lengkap. lengkap. lengkap, tetapi tidak sesuai
Pemilihan Pemilihan pemilihan dengan konsep.
kalimat sudah kalimat sudah kalimat belum
tepat yaitu tepat, yaitu sesuai dengan
sesuai dengan sesuai dengan konsep.
konsep, runtut konsep, tetapi
dan mudah kurang runtut
dipahami.

Penampilan Melakukan Melakukan Melakukan Melakukan praktik


praktik segitiga praktik segitiga praktik segitiga restitusi
restitusi secara restitusi secara sebagian besar dengan kalimat
lengkap, sesuai lengkap, sesuai segitiga yang tidak tepat
dengan dengan restitusi dengan nada
skenario. Nada skenario. dengan nada suara, ekspresi
suara, ekspresi Namun, nada suara, ekspresi muka, dan gestur
wajah, dan suara, ekspresi muka, dan yang tidak
gestur sangat wajah, dan gestur yang mendukung.
sesuai dengan gestur kurang kurang
segitiga mendukung mendukung
restitusi untuk praktik
segitiga
restitusi

Peran Fasilitator
1. Memastikan CGP mengerjakan tugas demonstrasi kontekstual mengenai
video praktik segitiga restitusi.
2. Menilai dan memberikan umpan balik terhadap tugas yang dikerjakan
CGP menggunakan rubrik yang disediakan.

94 | Modul 1.4 - Budaya


Pembelajaran 6 - Elaborasi Pemahaman
Durasi : 2 JP
Jenis Kegiatan: Diskusi bersama Instruktur
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah berdiskusi bersama instruktur, CGP mendemonstrasikan pemahamannya
secara lebih mendalam mengenai konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif.

Bapak dan Ibu calon guru penggerak,


Setelah mempelajari konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif dan
melaksanakan berbagai aktivitas untuk mendemonstrasikan pemahaman Anda,
sekarang saatnya Anda berdiskusi dengan instruktur untuk mengelaborasi pemahaman
Anda. Sebagai persiapan sesi elaborasi pemahaman, kirimkan pertanyaan-pertanyaan
yang Anda rasa masih perlu didiskusikan dalam sesi elaborasi pemahaman bersama
instruktur.

Peran Instruktur:
1. Memimpin jalannya diskusi
2. Memastikan semua CGP memahami aturan dalam forum diskusi
3. Memastikan semua CGP memiliki kesempatan dalam memberikan
pendapatnya
4. Membuat kesimpulan dari hasil diskusi dan mengomunikasikan hasil diskusi

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Pembelajaran 7 - Koneksi Antarmateri
Durasi: 2 JP
Jenis Kegiatan:
● Forum Diskusi Tertulis
● Penugasan Mandiri

Tujuan Pembelajaran Khusus:


1. CGP memahami keterkaitan konsep budaya positif dengan materi pada modul
1.1, 1.2 dan 1.3.
2. CGP dapat menyusun langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan
realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah.

Pada tahap ini Anda diajak untuk meninjau ulang keseluruhan materi pembelajaran di
paket Modul 1 dan membuat sebuah koneksi antar materi yang sudah Anda pelajari.
Anda akan membuat sebuah kesimpulan dan refleksi yang disajikan dalam bentuk
media informasi. Format media dapat disesuaikan dengan minat dan kreativitas Anda.
Contoh media yang dapat dibuat: artikel, ilustrasi, grafik, video, rekaman audio,
screencast presentasi, artikel dalam blog, dan lainnya.
Bacalah panduan berikut untuk membantu Anda membuat kaitan tersebut.
a. Buatlah sebuah kesimpulan mengenai peran Anda dalam menciptakan budaya

positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin


positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol
restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan
materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara,
Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru Penggerak.
b. Buatlah sebuah refleksi dari pemahaman Anda atas keseluruhan materi Modul
Budaya Positif ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

96 | Modul 1.4 - Budaya


1. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda
pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi,
hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia,
keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk
Anda dan di luar dugaan?
2. Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan
budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
3. Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan
konsep- konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun
sekolah Anda?
4. Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?
5. Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut,
hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
6. Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid,
berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai,
dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi
apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa
perbedaannya?
7. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga
restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana
yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?
8. Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain
yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan
budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Refleksi Anda akan dinilai dengan menggunakan rubrik berikut ini:
Melebihi Sangat Baik Cukup Kurang
Ekspektas Baik
Aspek Indikator i

5 4 3 2 1

Pemikiran Dalam refleksinya, CGP menuliskan CGP CGP CGP CGP CGP
reflektif poin-poin berikut: mencantu mencantu mencantu mencant hanya
terkait 1. pengalaman/materi pembelajaran mkan mkan mkan umkan mencantu
pengalama yang baru saja diperoleh pengalam pengalama pengalama pengala mkan
n belajar 2. emosi-emosi yang dirasakan terkait an atau n atau n atau man atau pengalam
pengalaman belajar materi materi materi materi an atau
3. apa yang sudah baik berkaitan pembelaj pembelaja pembelajar pembelaj materi
dengan keterlibatan dirinya dalam aran yang ran yang an yang aran pembelaj
proses belajar diperoleh diperolehn diperolehny yang aran yang
4. apa yang perlu diperbaiki terkait nya dan 4 ya dan 3 a dan 2 diperole diperoleh
dengan keterlibatan dirinya dalam indikator indikator indikator hnya dan nya.
proses belajar lainnya. lainnya. lainnya. 1
5. implikasi terhadap kompetensi dan indikator
kematangan diri pribadi lainnya.
Analisis Dalam refleksinya, CGP menyampaikan Refleksi Refleksi Refleksi Refleksi Refleksi
untuk analisis terkait topik dengan indikator CGP CGP CGP CGP CGP
implement sebagai berikut: menunjuk menunjukk menunjukk menunju menunjuk
asi dalam 1. memunculkan pertanyaan kritis kan hasil an hasil an hasil kkan kan hasil
konteks yang berhubungan dengan konsep analisisny analisisnya analisisnya hasil analisisny
CGP materi dan menggalinya lebih jauh a terhadap terhadap analisisn a
2. mengolah materi yang dipelajari terhadap empat tiga ya terhadap
dengan pemikiran pribadi sehingga seluruh indikator indikator terhadap salah satu
tergali wawasan (insight) baru indikator dua indikator
3. menganalisis tantangan yang sesuai yang indikator
dengan konteks asal CGP (baik tingkat disebut.
sekolah maupun daerah)
4. memunculkan alternatif solusi
terhadap tantangan yang diidentifikasi
5. menggambarkan rencana
implementasi (praktik) sesuai konteks
tempat CGP mengajar (baik tingkat
sekolah maupun daerah)

98 | Modul 1.4 - Budaya


Membuat Refleksi yang CGP buat memunculkan CGP CGP CGP CGP CGP tidak
keterhubun koneksi dari pembelajarannya mengaitk mengaitka mengaitkan mengaitk mengaitk
gan dengan poin-poin berikut: an n refleksinya an an
1. pengalaman masa lalu refleksiny refleksinya dengan dua refleksin refleksiny
2. penerapan di masa mendatang a dengan dengan indikator. ya a dengan
3. konsep atau praktik baik yang empat tiga dengan satu
dilakukan dari modul lain yang indikator. indikator. salah indikator
telah dipelajari satu pun.
4. informasi yang didapat dari indikator
orang atau sumber lain di luar .
bahan ajar PGP.

Setelah membuat koneksi antar materi, Anda juga diminta untuk menyusun langkah dan
strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah
dengan mengisi Tabel Rancangan Tindakan Aksi Nyata dan mengunggahnya ke LMS:
Tabel 3. Rancangan Tindakan untuk Aksi Nyata

Rancangan Tindakan untuk Aksi Nyata


Judul Modul:
Nama Peserta :

Latar belakang
Linimasa tindakan yang akan dilakukan
(Apa yang mendasari Anda membuat rancangan tindakan ini?)

Tujuan
(Apa dampak pada murid yang ingin dilihat dari rancangan tindakan ini?)

Dukungan yang dibutuhkan


Tolok Ukur (Apa saja bahan, alat, atau pihak yang Anda butuhkan untuk menjalankan tindakan? Ba
(Bukti apa yang dapat dijadikan indikator bahwa tindakan ini berjalan dengan baik?)

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Tagihan: Rancangan Tindakan Aksi Nyata

Peran Fasilitator:
1. memastikan CGP mengerjakan tugas Koneksi Antar Materi yang berupa simpulan
dan refleksi
2. memberikan umpan balik terhadap tugas Koneksi Antar Materi
3. memastikan CGP membuat rancangan tindakan aksi nyata
4. memberikan umpan balik terhadap rancangan tindakan aksi nyata yang telah
dibuat oleh CGP

100 | Modul 1.4 - Budaya


Pembelajaran 8 - Aksi Nyata
Durasi: 4 JP
Jenis Kegiatan:
● Kegiatan mandiri
● Membuat webinar atau group sharing mengenai konsep-konsep inti dalam
modul Budaya Positif serta penerapannya.

Tujuan Pembelajaran Khusus:


CGP dapat menyampaikan pembelajaran dari penerapan konsep inti dari modul
budaya positif serta pemahaman mereka mengenai konsep-konsep inti dalam modul
Budaya Positif.

Bapak dan Ibu calon guru penggerak,

Anda telah sampai di penghujung modul 1.4. Sekarang saatnya Anda


mengimplementasikan pemahaman Anda terkait budaya positif yang dapat membantu
murid belajar dengan aman dan nyaman sesuai filosofi Ki Hadjar Dewantara. Tidak
hanya itu, Anda juga akan mendapat kesempatan untuk membagikan pemahaman dan
pengalaman kepada guru-guru di sekolah Anda.
Secara rinci, berikut adalah langkah-langkah untuk Aksi Nyata di modul 1.4:
1. Anda mendapat waktu 4 minggu untuk menjalankan dua hal, yaitu: (a)
mengimplementasikan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif di
lingkungan sekolah atau kelas Anda, sesuai yang dibuat di tahap Koneksi
Antarmateri, dan (b) membagikan pemahaman dan pengalaman Anda dalam
penerapannya kepada rekan-rekan Anda atau lingkungan kerja Anda.
2. Sepanjang proses penerapan, dokumentasikan proses yang terjadi, terutama
pada tahapan-tahapan yang Anda anggap penting. Dokumentasi yang berupa
foto atau video ini dapat Anda tunjukkan saat sesi berbagi.

Modul 1.4 - Budaya Positif |


3. Anda dapat melakukan sesi berbagi dengan dua moda:
a) moda luring, jika situasi memungkinkan, atau
b) moda daring, melalui webinar atau berbagi dalam kelompok (group
sharing). Dalam webinar ini, Anda dapat mengundang minimal sepuluh
(10) orang peserta.
4. Dalam sesi tersebut, Anda akan membagikan dua hal:
(a) pemahaman Anda terhadap konsep-konsep kunci dalam Modul Budaya
Positif, yaitu tentang teori disiplin positif, nilai-nilai kebajikan universal,
motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), kebutuhan
dasar, posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas dan segitiga
restitusi,
(b) pengalaman dan pembelajaran yang Anda dapat setelah menerapkan
konsep-konsep kunci tersebut, baik di kelas dan/atau rumah Anda.
5. Rekamlah kegiatan ini dan unggahlah ke kanal YouTube Anda.
6. Sematkan tautan YouTube tersebut di LMS agar Anda dapat saling bertukar
umpan balik dengan rekan CGP lain.
7. Perhatikan rubrik penilaian Aksi Nyata berikut:
Rubrik Penilaian Aksi Nyata

Indikator Sangat bagus Bagus Mulai Perlu


(skor 4) (skor 3) berkembang peningkatan
(skor 2) (skor 1)

Pemahaman CGP terlihat CGP terlihat CGP CGP tidak


Konsep sangat menguasai menjelaskan mampu
memahami seluruh konsep sebagian besar menjelaskan
seluruh konsep mengenai konsep dengan konsep terkait
terkait budaya budaya positif. tepat. Namun, budaya positif
positif. Setiap Namun, terdapat 1-2 dengan tepat.
penjelasan penjelasan poin yang tidak Tidak ada
disertai contoh tersebut tidak sesuai. contoh yang
yang disertai Penjelasan juga diberikan
kontekstual dengan tidak disertai untuk
dengan contoh-contoh contoh yang memperjelas

102 | Modul 1.4 - Budaya


daerahnya. yang kontekstual. konsep.
kontekstual.

Pengalaman CGP CGP CGP CGP tidak


Penerapan membagikan membagikan membagikan membagikan
implementasi implementasi implementasi implementasi
yang sudah yang sudah yang sudah yang sudah
dilakukan dilakukan dilakukan, dilakukan di
dengan detail. dengan cukup namun tidak kelas. Tidak
Penjelasan detail. Namun, detail. ada penjelasan
bagian ini penjelasan Penjelasan mengenai
dilengkapi tidak hanya respon murid,
dengan respon dilengkapi dilengkapi refleksi CGP
murid, refleksi dengan salah dengan satu dari dan rencana
CGP dan satu dari tiga tiga poin perbaikan
rencana poin berikut: berikut: respon untuk
perbaikan respon murid, murid, refleksi implementasi
untuk refleksi CGP CGP dan ke depan.
implementasi dan rencana rencana
ke depan. perbaikan perbaikan untuk
untuk implementasi ke
implementasi depan.
ke depan.

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Penyampaian CGP terlihat CGP terlihat CGP terlihat CGP terlihat
sangat siap siap dan kurang percaya tidak siap
dan percaya percaya diri diri dalam dalam
diri dalam dalam pemaparan. Sesi pemaparan.
memaparkan. memaparkan. berbagi berjalan Sesi berbagi
Sesi berbagi Sesi berbagi kurang dari 60 berjalan
berjalan tidak berjalan menit atau lebih kurang dari 30
terburu-buru kurang dari 60 dari 120 menit. menit atau
dalam durasi menit atau Presentasi tidak lebih dari 180
antara 60-120 lebih dari 120 dilengkapi menit.
menit. menit. dengan Presentasi
Presentasi Presentasi dokumentasi tidak
dilengkapi dilengkapi dari penerapan dilengkapi
dengan 3-5 dengan 1-3 dengan
dokumentasi dokumentasi dokumentasi
dari penerapan dari penerapan dari
penerapan.

Interaksi CGP mampu CGP mampu CGP kurang CGP membuat


dengan menciptakan menciptakan mampu suasana yang
Peserta suasana yang suasana yang menciptakan tidak nyaman
nyaman nyaman di suasana yang sepanjang sesi.
sepanjang sesi. sebagian besar nyaman Tidak tampak
CGP mampu sesi. Namun, sepanjang sesi. usaha dari CGP
mendorong CGP mampu CGP juga untuk
peserta untuk mendorong kewalahan mendorong
berpartisipasi peserta untuk untuk partisipasi dari
aktif. berpartisipasi mendorong peserta.
aktif. partisipasi dari
peserta.

Peran Fasilitator:
1. Memastikan CGP mengerjakan Aksi Nyata sesuai dengan panduan
2. Memberikan umpan balik terhadap tugas Aksi Nyata
3. Menilai Aksi Nyata CGP dengan menggunakan rubrik penilaian

104 | Modul 1.4 - Budaya


Surat Penutup
Teruntuk Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,
Selamat! Anda telah berhasil mengikuti rangkaian pembelajaran terkait Budaya Positif
di sekolah. Terima kasih sudah dengan antusias mengikuti perjalanan berproses
menuju pendidikan Indonesia yang lebih baik. Membentuk budaya sekolah dengan
berfokus pada kebutuhan murid dan pertumbuhan karakter positif bukanlah hal yang
mudah, tetapi Anda berhasil melaluinya dan merencanakan yang terbaik untuk murid
dan sekolah. Buah dari kerja keras ini dapat terlihat ketika kita menyadari bahwa murid
kita telah bertumbuh menjadi seorang dewasa yang sukses di pekerjaan, kehidupan,
dan relasinya dengan orang lain dengan karakter yang memiliki integritas tinggi,
bertanggung jawab, dapat diandalkan, berbudi pekerti luhur, dan bermanfaat bagi
lingkungan dan negara.
Materi terkait budaya positif adalah akhir dari paket modul satu, akan tetapi
perjalanan Anda menjadi Guru Penggerak baru dimulai. Setelah memahami dan
mendalami pondasi yang diperlukan dalam menyusun budaya di sekolah, Anda akan
bertemu dengan paket modul lain yang dapat diterapkan secara teknis dalam proses
belajar mengajar. Anda akan belajar dan mencoba banyak hal baru yang menarik dan
menjadi bekal dalam mengembangkan pendidikan Indonesia yang semakin baik lagi.
Selamat berproses!
Salam semangat dan salam Guru Penggerak!.

Modul 1.4 - Budaya Positif |


Daftar Pustaka
Center for Curriculum Redesign. (2015). Character Education for the 21st Century: What
Should Students Learn?. Boston, Massachusetts,
Centre for Justice and Crime Prevention and the Department of Basic Education. (2012).
Positive Discipline and Classroom Management-Course Reader. Cape Town.
Covey, S.R. (1991). Principle-Centered Leadership. New York: Simon and Schuster.
Deal, T. E. & Peterson, K. D. (1999). Shaping school culture: The heart of leadership. San
Francisco, CA: Jossey-Bass
Dewantara, K.H. (2013). Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan
Kelima.
Durrant, J. (2010). Positive Discipline in Everyday Teaching: A guide for educators.
Sweden: Save the Children

Fullan, M. (2007). The new meaning of educational change. New York: Routledge.

Gossen, D. (1997). It’s Okay To Make Mistakes. Diakses dari


https://www.esd.ca/Programs/Restitution/Documents/It's%20Okay%20to%20
Make%20Mistakes%20Article.pdf

Gossen, D.C. (1998). Restitution-Restructuring School Discipline, Revised Edition. Chapel


Hill, North Carolina: New Vlew Publications.

Gossen, D. (2004). It's All About We: Rethinking Discipline Using Restitution. Diakses
dari https://www.summiteducation.ca/five-positions-of-control/
Graff, C. E. (2012). The effectiveness of Character Education Programs in Middle and High
Schools. Counselor Education Master’s Theses, 127.
Kohn, A. (1993) Punished by Rewards, The Trouble With Gold Stars, Incentive Plans, A’s,
Praise. Boston-New York: Houghton Mifflin Company,.
Lickona, T., Schapsa, E., Lewis, C. (2002). Eleven Principles of Effective Character
Education. Character Education Partnership (www.character.org)

106 | Modul 1.4 - Budaya


Nelsen, J. (2021b). Focus On Solutions. Diakses dari
https://www.positivediscipline.com/articles/focus-solutions

Nelsen, J. (2021a). Mistakes Are Wonderful Opportunities To Learn. Diakses dari


https://www.positivediscipline.com/articles/mistakes-are-wonderful-
opportunities-learn

Nelsen, J, Lott, L., and Glennn, H.S. (2000). Positive discipline in the classroom:
Developing Mutual Respect, Cooperation, and Responsibility in Your Classroom.
New York: Three Rivers Press.
Nofijantie, L. (2012). Peran Lembaga Pendidikan Formal Sebagai Modal Utama
Membangun Karakter Siswa. Conference Proceedings: Annual International
Conference on Islamic Studies (AICIS XII). 2947 - 2970
Positive Discipline. (2020). Positive Discipline: Creating respectful relationships in
homes and schools. www.positivediscipline.com/what-is-positive-
discipline.html.
RAPCAN. (2008). An Educator’s Guide to Positive Discipline. Diakses dari
www.rapcan.org.za/File_uploads/Resources/teaching%20positive%20disciplin
e%20screen.pdf
Stolp, S., and Stuart C. S. (1994). School Culture and Climate: The Role of the Leader.
OSSC Bulletin. Eugene: Oregon School Study Council, January 1994.
Yayasan Pendidikan Luhur - Foundation for Excellence in Education. (2006). Training for
Trainers (TOT) Materi Pembelajaran Kebajikan dan Manajemen

Kelas: Dihukum oleh Penghargaan. Jakarta.


Yayasan Pendidikan Luhur - Foundation for Excellence in Education. (2007).
Training for Trainers (TOT) Pembelajaran yang hakiki; pembelajaran kebajikan:
Restitusi. Jakarta.

Modul 1.4 - Budaya Positif |


108 | Modul 1.4 - Budaya

Anda mungkin juga menyukai