Anda di halaman 1dari 6

Refleksi JuRnal Dwi Mingguan

MoDul 3.3. CoaChing untuk supeRvisi akaDeMik


NAMA : CHRISMAN HAREFA

CGP ANGKATAN 6 KOTA GUNUNGSITOLI

SMA NEGERI 2 GUNUNGSITOLI

Model 5: Connection, Challenge, Concept, dan Change (4C)

Connection (Keterkaitan materi yang didapat dengan peran saya sebagai CGP)
Modul 3.3. Coaching Untuk Supervisi Akademik, materi yang fokus pada pelaksanaan supervisi akademik
dengan menggunakan paradigma coaching. Peran guru yaitu mampu menjadi pemimpin pembelajaran,
menggerakkan komunitas baik di sekolah maupun lingkungan sekolah, mampu berkolaborasi dengan
teman sejawat dan membimbing teman sejawat di sekolah, dan mampu mewujudkan kepemimpinan
murid. Supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya dalam mengelola proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan kompetensi
paedagogik dan profesional, yang muaranya kepada peningkatan mutu lulusan. Pada praktiknya di
sekolah supervisi akademik yang selama ini dilaksanakan lebih fokus kepada penilaian pedagogik dan
profesional guru dalam melaksanakn proses pembelajaran di kelas. Melalui materi coaching untuk
supervisi akademik membentuk paradigma baru bahwa supervisi akademik dilakukan untuk menggali
potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh guru untuk dikembangkan dalam pelaksanaan proses
pembelajaran di kelas.

Mempelajari materi Coaching untuk Supervisi Akademik dengan mengekslplorasi konsep, diskusi
dengan fasilitator dan teman-teman CGP lainnya, seerta elaborasi konsep oleh instruktur memberikan
pemahaman baru dan merubah mindset tentang supervisi yang selama ini diprkatikan di sekolah saya.
Di sekolah, saya sebagai guru senior telah dipercayakan oleh Kepala Sekolah untuk melaksanakan
supervisi dan menilai kinerja guru di sekolah saya, saya melakukan supervisi berdasarkan indikator yang
telah dimuat di dalam instrumen supervisi. Pengetahuan tentang supervisi akademik, tujuan dari
supervisi akademik, bagaimana strategi yang dilakukan dalam supervisi agar supervisi tidak menjadi
suatu beban bagi sebagian guru, telah dijabarkan dalam modul 2.3 ini yang memberikan pemahaman
baru bahwa supervisi akademik dilakukan melalui proses coaching. Supervisi akademik yang saya
pelajari dalam modul ini, merubah mindset saya bahwa supervisi adalah hal yang menarik, hal yang
menyenangkan, dan dapat dijadikan sebagai kolaborasi dengan teman sejawat untuk menyelesaikan
problema dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.

Materi modul 2.3 tentang coaching untuk supervisi akademik berkaitan dengan peran saya sebagai
pemimpin pembelajaran dan kolaborasi dengan teman sejawat. Saya melakukan supervisi akademik
dengan teman sejawat dengan menggunakan paradigma coaching dengan alur TIRTA sehingga teman
guru dapat menemukan solusi dari dirinya sendiri dalam menyelesaikan persoalan pedagogik dan
profesional dalam kelas serta masalah lainnya di sekolah. Selain itu peran saya juga untuk mewujudkan
kepemimpinan murid maka melalui coaching kepada murid dapat memberikan kesadaran dan
membangkitkan potensi yang ada dalam diri murid itu sendiri. Sebagai seorang guru, saya berperan
menuntun murid-murid saya sesuai kodranya, sebagaimana pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Coaching
dapat membantu saya dan teman sejawat dalam menemukan solusi dalam suasana kolabrasi bersama
yang fleksibel, akrab, dan bermakna.

Challenge (Adakah ide, materi, atau pendapat dari narasumber yang berbeda
dari praktik yang saya jalankan selama ini?)
Coaching adalah sebuah proses kolaborasi yang berbentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk
memaksimalkan potensi atau kinerjanya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi
pemikiran dan proses kreatif. Dari proses coaching itu, coachee akan menemukan sendiri jalan untuk
memaksimalkan potensi atau kinerjanya. Coaching memiliki tujuan dan prinsip kearah memberdayakan,
lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya, itulah kenapa coaching
berbeda dengan bentuk-bentuk pengembangan diri yang lain seperti mentor, konseling, fasilitasi, dan
training. Contoh, dalam mentoring, mentor membagikan pengetahuan, keterampilan, dan
pengalamannya untuk membantu mentee mengembangkan dirinya, sedangkan dalam coaching,
coach menuntun cochee, menemukan ide baru atau cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi atau
mencapai tujuan yang dikehendaki. Perhatikan kata membagikan dalam mentor, dan kata menuntun
dalam coach. Artinya coach membantu cochee, tapi sifatnya menuntun melalui proses yang
menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif sehingga dia menemukan sendiri, apa
yang harus dilakukannya untuk bangkit dan berjalan menuju perubahan yang dia inginkan.

Supervisi akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara
langsung pada guru dan kegiatan pembelajaran mereka di kelas. Supervisi akademik perlu dimaknai
secara positif sebagai kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin
pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yakni pembelajaran yang berpihak pada anak.
Dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama yang menjadi landasan kita menjalankan proses
supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang
berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu. Seorang supervisor idealnya harus memahami
makna dari tujuan pelaksanaan supervisi akademik di sekolah

Dari beberapa konsep diatas, berbeda dengan konsep dan perilaku saya sebagai guru selama ini. Saya
berasumsi bahwa supervii akademik merupakan kegiatan penilaian terhadap kinerja guru, baik ketika
saya disupervisi oleh kepala sekolah maupun ketika saya menjadi supervisor bagi teman sejawat. Modul
2.3 memberikan pencerahan bagi saya bahwa supervisor yang dilaksanakan dengan paradigma coaching
serta menggunakan alur percakapan TIRTA akan menjadikan supervisi akademik sebagai suatu bentuk
yang membangun kemitraan dalam pengembangan diri untuk pembelajaran yang lebih baik. Materi 2.3
Coaching untuk supervisi akademik sangat jauh berbda dengan yang saya paraktikan selama ini di
sekolah. Saya selama ini membantu teman sejawat untuk memberikan solusi bukan untuk mencari
solusi sesuai dengan kompetensi yang ada dalam dirinya.

Supervisi yang saya lakukan selama ini hanya fokus pada observasi di dalam kelas dengan indikator wajib
yang telah ada di dalam instrumen penilaian supervisi. Belajar dari Modul 2.3 bahwa supervisi akademik
dilakukan dengan paradigma coaching ada tiga tahapan yaitu pra-observasi, observasi dan pasca
observasi. Supervisi dalam praktiknya jarang melakukan feedback kepada guru yang disupervisi. Mau
tidak mau sesuai dengan jadwal maka akan diadakan supervisi di dalam kelas dan selalu merujuk kepada
kekurangan dan kelemahan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Tahapan tiga supervisi
akademik dilakukan dengan paradigma coaching tentunya akan merubah pemikiran guru dan
menghasilkan pengembangan diri guru ke arah yang lebih baik dalam melakukan proses pembelajaran.

Concept ( Menceritakan konsep-konsep utama yang saya pelajari dan menurut


saya penting untuk terus dibawa selama menjadi Calon Guru Penggerak atau
bahkan setelah menjadi Guru Penggerak?)
Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada
hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup,
pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003)
mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan
kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sejalan
dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching
sebagai “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan
profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan
proses kreatif.”

Coaching berbeda deng bentuk-bentuk pengembangan diri lainnya, karena dalam proses coaching,
coach hanya menuntun, tidak adak paksaan, tidak pula mengajari, atau menyuruh, hubungan coach
denga coachee adalah hubungan kemitraan. Coach membantu coachee menemukan sendiri solusi dan
jalan menuju peningkatan kompetensi dirinya atau solusi dari keinginannya melalui proses menggali ide-
ide kreatif dalam diri coachee.

Paradigma berpikir coaching : 1) Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, 2) Bersikap
terbuka dan ingin tahu, 3) Memiliki kesadaran diri yang kuat, dan 4) Mampu melihat peluang yang baru
dan masa depan. Prinsip coaching : 1) Kemitraan, 2) Proses kreatif, dan 3) Memaksimalkan potensi.
Kompetensi inti coaching percakapan coaching kepada teman sejawat di sekolah adalah : Kehadiran
Penuh/Presence; Mendengarkan Aktif; Mengajukan Pertanyaan Berbobot; Mendengarkan dengan RASA.

Secara definisi, supervisi akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan
dampak secara langsung pada guru dan kegiatan pembelajaran mereka di kelas. Beberapa prinsip-
prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi:

1) Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru


2) Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu
3) Terencana
4) Reflektif
5) Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati
6) Berkesinambungan
7) Komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik
Pada umumnya pelaksanaan supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan
dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut. Pada
tahap perencanaan, supervisor merumuskan tujuan, melihat pada kebutuhan pengembangan guru,
memilih pendekatan, teknik, dan model, menetapkan jadwal, dan mempersiapkan ragam instrumen.

supervisi klinis sebagai rangkaian kegiatan berpikir dan kegiatan praktik yang dirancang oleh guru dan
supervisor dalam rangka meningkatkan performa pembelajaran guru di kelas dengan mengambil data
dari peristiwa yang terjadi, menganalisis data yang didapat, merancang strategi untuk meningkatkan
hasil belajar murid dengan terlebih dulu meningkatkan performa guru di kelas. Siklus supervisi klinis:
pra-observasi, observasi kelas, dan pasca-observasi. Supervisi akademik dengan paradigma coaching
dilakukan dalam tiga tahapan yaitu pra observasi, observasi dan pasca observasi. Pra observasi
merupakan percakapan yang membangun hubungan antara guru dan supervisor sebagai mitra dalam
pengembangan diri. Observasi merupakan aktivitas kunjungan kelas yang dilakukan oleh supervisor.
Pasca observasi merupakan percakapan supervisor dan guru terkait hasil data observasi, menganalisis
data dan memberikan umpan balik.

Dalam kemampuan menentukan tujuan dan arah percakapan, seorang coach harus bisa menentukan
apakah percakapan untuk perencanaan, apakah untuk pemecahan masalah, apakah untuk berefleksi,
ataukan percakapan untuk kalibrasi, atau bahkan dalam sebuah percakapan mencakup keempat tujuan
percakapan tersebut. Dan terkait dengan kemampuan menciptakan alur percakapan yang efektif dan
bermakna, maka dalam materi caoching yang saya pelajari, kita kenal yaitu alur TIRTA.

TIRTA kepanjangan dari : T yaitu tujuan. Artinya antara coach dan coachee perlu menentukan tujuan
pembicaraan yang akan berlangsung dan idealnya tujuan ini datang dari coachee. Huruf yang kedua dari
kata TIRTA yaitu I. I merupakan kepanjangan dari identifikasi. Artinya coach perlu melakukan penggalian
dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta yang ada pada saat
sesi percakapan. Misalnya coach bertanya kepada coachee "apa kekuatan Bapak/Ibu/saudara dalam
mencapai tujuan tersebut?". Huruf ketiga dari kata TIRTA adalah R, yang merupakan kepanjangan dari
rencana aksi, artinya alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat. Misalnya "Apa ukuran
keberhasilan rencana aksi Bapak/Ibu?". Dan huruf terakhir dari kata TIRTA adalah TA yaitu kepanjangan
dari tanggung jawab yang artinya bagaimana seorang coach mampu menuntun coachee membuat
komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya

Dari beberapa konsep-konsep utama tentang coaching, dapat disimpulkan bahwa dengan proses
caoching terutama dalam supervisi akademik, akan membantu murid-murid kita atau rekan guru
menemukan potensi dirinya, menuntun mereka menjadi lebih mampu mengembangkan dan
meningkatkan komptensinya secara sadar, secara mandiri, dan penuh motivasi bukan karena paksaan
atau sesuai suruhan atau perintah dari kita sebagai mitra yang membantunya mengembangkan diri.

Change (Apa perubahan dalam diri Anda yang ingin Anda lakukan setelah
mendapatkan materi ini? )
Supervisi akademik di sekolah sering diasumsikan sebagai suatu kegiatan observasi atau penilaian
terhadap kinerja guru. Sehingga kata supervisi identik menjadi sebuah kegiatan kekurangan guru dan
guru merasa terbebani ketika guru tersebut disupervisi. Setelah mempelajari materi coaching ini,
memberikan perubahan pemikiran saya tentang konsep supervisi akademik yang dilakukan selama ini.
Supervisi bukan suatu yang harus di khawatrikan oleh guru tetapi menjadi suatu yang menyenangkan
dengan menemukan kekuatan yang ada dalam diri kita sendiri. Coaching untuk supervisi akademik
meluruskan paradigma saya tentang bagaimana kita harusnya memandang dan memperlakukan teman
sejawat dan murid orang lain saat kita memposisikan diri sebagai coach, bagaimana seharusnya
menempatkan diri dalam proses menuntun murid atau membantu rekan-rekan kita atau orang lain,
bagaimana sebuah supervisi dapat berubah dari suasana menakutkan menjadi menyenangkan, dari
sebuah penilaian kinerja menjadi sebuah sharing dan diskusi pengalaman dalam melakukan
pembelajaran yang berpihak pada murid, dan pada akhirnya menjadi sebuah refleksi bermakna yang
dapat dijadikan sebagai tolak ukur atau pijakan bagi guru dalam melakukan pengembangan kinerja.

Saya yang telah diberikan kepercayaan oleh kepala sekolah untuk melakukan supervisi kepada teman
sejawat akan merubah cara pelaksanaan dengan paradigma coaching dengan alur TIRTA. Saya berusaha
untuk menjadi mitra bagi teman sejawat untuk dapat menemukan potensi dan kekuatan dalam dirinya
untuk melakukan perubahan dalam proses pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai