Anda di halaman 1dari 5

Buatlah sebuah kesimpulan mengenai peran Anda dalam menciptakan budaya positif di

sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku
manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan  sekolah/kelas,
segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan
Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak,  serta Visi Guru
Penggerak. 

Saya sebagai calon guru penggerak harus mampu berada pada posisi terdepan
dalam menciptakan budaya positif di sekolah, dimulai dari perubahan pada diri sendiri,
kemudian kelas, dan menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah.Dalam
menciptakan budaya positif saya harus memahami konsep disiplin positif, motivasi
perilaku manusia ( hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan
sekolah / kelas dan segitiga restitusi.

Selain itu, keterkaitan keterkaitan modul ini dengan modul modul sebelumnya
yaitu : Menciptakan budaya positif sangat sesuai dengan filosofi pendidikan KHD karena
budaya positif akan selalu sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman anak untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai individu
maupun anggota masyarakat.

Nilai dan peran guru penggerak, apabila kita telah mampu memahami nilai dan
peran guru penggerak maka dalam mengimplementasikan kita mulai dari hal-hal positif
dan disiplin positif. Kebiasaan akan memulai menerapkan nilai dan peran guru penggerak
dengan hal positif ini akan menjadi budaya positif.

Budaya positif menjadi dasar di dalam kita melihat kekuatan/ aset positif sebagai
landasan menyusun visi guru penggerak. Visi yang disusun berdasarkan budaya positif
akan lebih mudah diwujudkan, karena budaya positif mengandung nilai-nilai kebajikan
yang universal

Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di
modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan,
posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi.
Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

Disiplin positif merupakan pendekatan mendidik anak untuk melakukan kontrol


diri dan pembentukan kepercayaan diri. tujuan mulia dari penerapan disiplin positif
adalah agar terbentuknya murid-murid yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli
dan bertanggung jawab serta merupakan pembelajar sepanjang hayat sesuai dengan
standar kompetensi lulusan yang diharapkan.

Teori kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan bahkan


terhadap perilaku yang tidak disukai. Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-
bentuk kontrol. Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju
pada identitas gagal. Kemudian orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.
Teori 3 motivasi perilaku manusia

 Menghindari ketidaknyamanan dan hukuman


 Mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain
 Menghargai nilai-nilai kebajikan diri sendiri

Hukuman maupun penghargaan adalah cara-cara mengontrol perilaku seseorang yang


menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Secara ideal tindakan belajar
itu sendiri adalah penghargaan sesungguhnya (khon). Sejatinya, kita bisa dihukum oleh
penghargaan yang diberikan secara terus-menerus.

Posisi kontrol guru

 Sebagai penghukum
 Sebagai pembuat berasa bersalah
 Sebagai teman
 Sebagai pemantau
 Sebagai manajer

Kebutuhan dasar manusia


 Bertahan hidup (survival)
 Kasih sayang dan rasa diterima. (Love and belonging)
 Kebebasan (freedom)
 Kesenangan (fun)
 Penguasaan (power)

Pembentukan keyakinan kelas:


1. Bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
2. Berupa pernyataan-pernyataan universal.
3. Pernyataan keyakinan kelas dibuat dalam bentuk positif.
4. Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan
dipahami oleh semua warga kelas.
5. Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut. 
6. Semua warga kelas ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat
kegiatan curah pendapat.
7. Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
SEGITIGA RESTITUSI

Diane Gossen dalam  bukunya Restitution; Restructuring School Discipline, (2001) telah


merancang sebuah tahapan untuk memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan proses
untuk menyiapkan anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi/ restitution
triangle. 
Proses tiga tahapan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip utama dari Teori Kontrol, yaitu: 

1. Menstabilkan identitas. Bagian ini bertujuan untuk mengubah identitas anak dari
orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak
yang melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang
sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
namun ada benturan. 
2. Validasi tindakan yang salah. Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan,
yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang
mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif
untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
3. Menanyakan keyakinan. Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya
termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan
tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk
dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang
yang dia inginkan. 

Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif
di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
 Untuk menciptakan budaya positif, maka guru harus mampu menumbuhkan
disiplin positif pada murid dari motivasi intrinsiknya, bukan melalui hukuman atau
penghargaan.
 Apabila murid yang melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-
nilai kebajikan atau melanggar peraturan, hal tersebut sebenarnya dikarenakan
mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Maka guru harus mengambil
peran kontrol sebagai manajer, agar dapat membantu murid untuk mendapatkan
solusi atas permasalahannya melalui langkah segitiga restitusi.
Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti
dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
Membuat keyakinan kelas dan menyelesaikan masalah dengan segitiga restitusi merupakan
pengalaman baru bagi saya sebagai seorang guru. Pemberian hukuman dulu pernah saya lakukan.
Tentunya hal ini bertentangan dengan modul Budaya Positif. Penerapan segitiga restitusi pada
murid yang melanggar keyakinan kelas/ sekolah dapat membuat murid lebih terbuka
menceritakan permasalahan kepada saya. Mereka juga lebih percaya diri dan disiplin dalam
menjalankan nilai-nilai kebajikan yang telah mereka yakini.

Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?


Saya merasa bersemangat dan termotivasi untuk selalu menerapkan budaya positif di kelas/
sekolah. Saya juga melakukan kegiatan berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan rekan guru
di sekolah terkait penerapan budaya positif. Saya merasa lebih bisa mengontrol emosi diri dalam
menghadapi murid yang melanggar keyakinan kelas. 

Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa
sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
Setelah menerapkan konsep-konsep budaya positif dalam pembelajaran, hal yang sudah baik
menurut saya adalah murid sudah mulai memunculkan motivasi intrinsik untuk melaksanakan
budaya positif sesuai dengan nilai-nilai kebajikan yang mereka yakini.
Yang perlu diperbaiki adalah metode atau langkah-langkah yang saya lakukan dalam
menanamkan nilai-nilai kebajikan kepada murid, agar mereka melakukan disiplin positif untuk
menghargai dirinya sendiri dan orang lain, bukan untuk menghindari hukuman atau mendapatkan
suatu penghargaan. 

Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi
kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda
saat itu?
Sebelum mempelajari modul ini, saya menempatkan diri dengan posisi kontrol sebagai
pemantau. Posisi saya sebagai pemantau artinya saya mengawasi perilaku murid-murid saya
berdasarkan pada peraturan atau konsekuensi. Dengan posisi ini, saya menunjukkan tanggung
jawab dalam mengontrol murid. Perasaan saya waktu itu merasa sudah tepat dalam menerapkan
disiplin dan peraturan. Murid memahami konsekuensi jika melanggar peraturan. Namun hal ini
membuat murid-murid merasa tidak nyaman. Saya merasa adanya jarak antara saya dengan
murid saya.

Setelah mempelajari modul ini,  posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan
Anda sekarang? Apa perbedaannya? 
Setelah mempelajari modul 1.4 Budaya Positif, saya menempatkan diri dengan posisi kontrol
sebagai manajer dalam menyelesaikan masalah murid. Dengan posisi ini, saya dapat
membimbing murid mempertanggungjawabkan perilakunya dan mendukung murid agar dapat
menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.
Sekarang saya merasa lebih bisa mengontrol emosi ketika menghadapi  murid yang melakukan
kesalahan atau melanggar keyakinan sekolah/ kelas.
Perbedaan sebelum dan setelah mempelajari modul ini adalah dari segi pengaturan emosi dan
respon murid yang lebih terbuka.  

Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika
menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktikkan dan
bagaimana Anda mempraktekkannya?
Dalam mengatasi pemasalahan murid, secara tidak sadar saya sudah menerapkan langkah-
langkah segitiga restitusi, namun dulu saya belum memahami bahwa yang saya lakukan ini
adalah restitusi.
Tahapan yang saya praktikkan yaitu dalam menstabilkan identitas dan memvalidasi tindakan
yang salah. Saya belum melakukan tahapan “menanyakan keyakinan” yang telah disepakati dan
menanyakan keinginan murid seperti apa.

Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang
menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di
lingkungan kelas maupun sekolah? 
Hal-hal yang penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di
lingkungan kelas maupun sekolah yaitu bagaimana menciptakan kerjasama yang baik antara
murid, guru, rekan sejawat, pemangku kepentingan, dan orang tua/ wali murid, sehingga budaya
positif ini tidak hanya dijalankan dalam kelas saya saja, tetapi di sekolah, di rumah, dan di
lingkungan masyarakat. Selain itu, semua pihak harus konsisten dalam melakukannya, agar
budaya positif tidak berlangsung saat ini saja, namun dilakukan secara berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai