Anda di halaman 1dari 26

BEST PRACTICE

INOVASI PEMBELAJARAN

PENERAPAN SEGITIGA RETITUSI


DAN KEYAKINAN KELAS (DISIPLIN
POSITIF) SEBAGAI UPAYA
PEMENUHAN KEBUTUHAN
BELAJAR MURID

oleh

SUHARIYANTO, S.Pd.I
(SD NEGERI 013 LUBUK BATU TINGGAL)

PENGURUS KABUPATEN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
KABUPATEN INDRAGIRI HULU
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Naskah Laporan Pengalaman Terbaik (Best Practice) Guru ini

Judul : Penerapan Segitiga Retitusi dan


Keyakinan Kelas Sebagai upaya
pemenuhan Kebutuhan Belajar Murid
Penulis : Suhariyanto, S.Pd.I
Jabatan : Guru Pendidikan Agama Islam
Unit Kerja : SD Negeri 013 Lubuk Batu Tinggal

benar-benar merupakan karya asli saya dan tidak merupakan plagiasi.


Apabila di kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil
plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Meyetujui dan mengesahkan : Lubuk Batu Tinggal, 03 Maret


2023

Kepala Sekolah, Penulis,

INDRA GUSNAWAN, S.Pd.SD SUHARIYANTO, S.Pd.I


NIP. 19760802 200701 1 003 NIP. 19840414 201903 1 001

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami haturkan  kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan penulisan Best
Practice tentang “Penerapan Segitiga Retitusi dan Keyakinan Kelas Sebagai
upaya pemenuhan Kebutuhan Belajar Murid”.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya,
tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,


baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini.
Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki karya ilmiah ini.

Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan
manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Lubuk Batu Tinggal, 03 Maret 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................1
Kata Pengantar.....................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 3
ABSTRAK............................................................................................................. 4
DAFTAR TABEL...................................................................................................5
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................6
BAB I.................................................................................................................... 7
PENDAHULUAN...................................................................................................7
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................7
B. Tujuan....................................................................................................9
C. Manfaat..................................................................................................9
BAB II................................................................................................................. 10
ISI....................................................................................................................... 10
A. Landasan Toritis...................................................................................10
B. Pemecahan Masalah..............................................................................15
D. Hambatan Yang Dialami.......................................................................21
E. Instumen dan Alat.................................................................................22
F. Tempat dan waktu................................................................................22
G. Hasil Yang Dicapai................................................................................22
BAB III.................................................................................................................24
SIMPULAN DAN SARAN....................................................................................24
A. SIMPULAN..........................................................................................24
B. SARAN.................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

3
ABSTRAK

PENERAPAN SEGITIGA RETITUSI DAN KEYAKINAN KELAS (DISIPLIN


POSITIF) SEBAGAI UPAYA PEMENUHAN KEBUTUHAN BELAJAR MURID
Suhariyanto, S.Pd.I
SD Negeri 013 Lubuk Batu Tinggal, Kecamatan Lubuk Batu Jaya

Guru dan warga sekolah mempunyai kewajiban yang sama untuk saling bantu,
saling mendukung dan saling bekerjasama untuk menciptakan lingkungan belajar yang
positif yang dapat menumbuhkembangkan dan melindungi potensi murid. Menciptakan
kebiasaan-kabiasaan baik, yang menumbuhkan kareakter yang baik, yang selajutnya akan
menjadi budaya positif yang menjadi indentitas sekolah.
Bapak dan ibu, yang hebat. Kita tahu dan dasar betul, dengan kondisi dari
pendidikan kita dewasa ini, terlebih lagi setelah kita mengalami keterpurukan yang
disebabkan bencana yang luar bisa memporak porandakan segala tatanan pendidikan yang
ada Covid-19 Dampak yang muncul dan saya rasakan yang sangat luar bisa saya rasakan
sebagai pendidik: 1) Murid kita mengalami degradasi moral, nilai-nilai universal yang kita
tanamkan semenjak bertahun-tahun kita mendidik mulai hilang dan tergerus, sopan dan
satun, etika berbicara dengan orang lain, rasa tanggungjawab, disiplin diri seolah-olah hilang
dan sirna begitu saja. 2) Murid kita kecanduan atau bahkan sudah mendarah daging dengan
gadet, game online, sosial media seolah sudah menjadi kebutuhan pokok bagi mereka.
Hingga mereka tahan berjam-jam, bahkan ada yang rela tidak tidur sampai pagi hanya untuk
bermain game online dari pada di gunakan untuk hal positif lainnya.
Dari permasalahan tersebut, penyusun menerapakan Disiplin Positif yang terdiri dari
1) Penerapan segitiga retitusi dikelas 4 (empat) dan menyusun keyakinan kelas di kelas 6
(Enam).
Hasil yang dicapai dalam penerapan disiplin positif dalam rangka menyediakana
lingkungan belajar sesuai dengan yang dimanatkan Ki Hajar Dewantara. Hasil yang
diperoleh berupa perubahan tingkah laku murid yang berdasarkan self discipline yang
mendorong murid untuk bertindak sesuai dengan keyakinan kelas yang sudah disepakati
bersama. Bukan karena intimidasi atau paksaan dari guru atau pihak yang lain. Lebih
menekankan pada kesadaran diri.
Secara umum, dan secara kasat mata banyak terjadi perubahan, dari berbagi segi
yang ada di sekolah. Setelah penerapan disiplin positif ini.

Kata kunci : Budaya Positif, Segitiga Retitusi, Keyakinan Kelas

4
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 …………………………………………………………… 17


Tabel 2.2 …………………………………………………………… 18

5
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 …………………………………………………………… 12


Gambar 2.2 …………………………………………………………… 12
Gambar 2.3 …………………………………………………………… 17
Gambar 2.4 …………………………………………………………… 18
Gambar 2.5 …………………………………………………………… 21
Gambar 2.6 …………………………………………………………… 21
Gambar 2.6 …………………………………………………………… 22

6
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Peran guru dalam Pendidikan tak ubahanya seperti seorang petani,
yang memiliki perang yang sangat penting untuk menjadikan tanaman
menjadi tumbuh dan subur. Sebagai petani tentu kita akan memastikan
“tanah” yang akan kita tanami memiliki kualitas yang baik atau subur.
Dikutip dari pemikiran Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara Berikut
ini: “…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan
seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang
pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya
padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi,
memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang
mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-
Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr.
1937).
Dari uraian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa sekolah kita
ibaratkan sebagia tanah tempat kita bercocok tanam, Guru dan semua warga
sekolah berkewajiban untuk menjadikan sekolah menjadi lingkungan yang
aman dan nyaman untuk tumbuh, serta menjaga dan melindungi setiap murid
hari hal-hal yang kurang bermanfaat atau bahkan menggangu tumbuh
kembangnya potensi murid.
Guru dan warga sekolah mempunyai kewajiban yang sama untuk
saling bantu, saling mendukung dan saling bekerjasama untuk menciptakan
lingkungan belajar yang positif yang dapat menumbuhkembangkan dan
melindungi potensi murid. Menciptakan kebiasaan-kabiasaan baik, yang
menumbuhkan kareakter yang baik, yang selajutnya akan menjadi budaya
positif yang menjadi indentitas sekolah.
Disiplin positif merupakan unsur utama dalam mewujudkan budaya
positif yang kita impikan dan kita cita-citakan di sekolah. Bapak dan ibu guru
hebat, Ketika kita berbicara “disiplin” yang terbayang dibenak kita tidak akan

7
jauh dari tata tertib, peraturan-peratuan sekolah, dan tidak jarang kita kaitkan
dengan “hukuman”.
Disiplin menurut Ki Hajar Dewantara adalah sebagai berikut:
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat.
Sungguhpun disiplin itu bersifat ‘self discipline’ yaitu kita sendiri yang
mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab
jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain
mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam
suasana yang merdeka. (Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi,
Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)
Sedangkan menurut Diane Gossen dalam bukunya Restructuring
School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin
berasal dari Bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata
‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau
murid/pengikut. Bapak dan ibu guru hebat, dari difinisi yang telah
disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara selaras dengan yang disampaikan
Diane Gossen disiplin yang dimaksud adalah self discipline atau disiplin diri,
yaitu diri kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya dengan
factor dorongan interent dari diri sendiri bukan dari dorongan eksteren atau
paksaan dari orang lain.
Tugas kita sebagai guru dan sekolah adalah menyediakan iklim
sekolah yang lingkungan yang miliki dan mendukung budaya positif sehinga
murid-murid kita memiliki disiplin diri, sehingga mereka mampu untuk
berprilaku dan bertindak dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal
dari dorongan intrinsic, bukan karena paksaan orang lain atau ekstrinsik.
Bapak dan ibu, yang hebat. Kita tahu dan dasar betul, dengan kondisi
dari pendidikan kita dewasa ini, terlebih lagi setelah kita mengalami
keterpurukan yang disebabkan bencana yang luar bisa memporak porandakan
segala tatanan pendidikan yang ada Covid-19. Degradasi moral dari murid-
murid kita dengan adanya gempuran dan paksaan dari keadaan yang
mengharuskan kita untuk mencari cara, ruang dan mengupayakan apa yang
kita punya untuk memastikan pendidikan yang kita berikan sampai pada

8
murid-murid kita. Disisi yang lain, anak kita dipaksa oleh keadaan untuk
dapat beradaptasi dengan dunia maya, gadet, android, LMS, WAG, dan lain
sebagainya. Namun kita lupa, kesiapan psikologis anak dengan “dunia dalam
gengaman tangan” apapun bisa di perbuat. Dampak yang muncul dan saya
rasakan yang sangat luarbisa saya rasakan sebagai pendidik:
1) Murid kita mengalami degradasi moral, nilai-nilai universal yang kita
tanamkan semenjak bertahun-tahun kita mendidik mulai hilang dan
tergerus, sopan dan satun, etika berbicara dengan orang lain, rasa
tanggungjawab, disiplin diri seolah-olah hilang dan sirna begitu saja.
2) Murid kita kecanduan atau bahkan sudah mendarah daging dengan gadet,
game online, sosial media seolah sudah menjadi kebutuhan pokok bagi
mereka. Hingga mereka tahan berjam-jam, bahkan ada yang rela tidak
tidur sampai pagi hanya untuk bermain game online dari pada di gunakan
untuk hal positif lainnya.
Berangkat dari kegelisahan hati tersebut, dan dikaitkan dengan teori
yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara. Saya mengambil judul Best
Practice “PENERAPAN SEGITIGA RETITUSI DAN KEYAKINAN
KELAS (DISIPLIN POSITIF) SEBAGAI UPAYA PEMENUHAN
KEBUTUHAN BELAJAR MURID”
B. Tujuan
Bapak dan ibu guru hebat, tujuan yang ingin penulis capai dengan
penyusunan best practice atau yang lebih kita kenal dengan berbagi praktik
baik ini adalah sebagai berikut:
1) Memberikan sedikit kontribusi, dari tulisan yang sederhana ini di
dunia pendidikan baik ditingkat sekolah, Kecamatan Lubuk Batu Jaya,
dan di Kabupaten Indragiri Hulu secara umum.
2) Menambah referensi pelaksanaan best practice yang telah
dilaksanakan terutama tentang penerapan disiplin positif yang bisa
kita laksanakan di sekolah kita masing-masing.
C. Manfaat
Dari tulisan berbagi praktik baik ini, selain menambah dan mengasah
kemampuan penyusun untuk berbagi praktik baik kepada rekan sejawat dan

9
pendidik secara umum. Dari tulisan yang sederhana ini, dapat memberikan
manfaat untuk mengembangan diri, dan referensi tulisan khusunya tentang
penerapan disiplin positif yang ada di sekolah masing-masing.

BAB II
ISI
A. Landasan Toritis
1) Disiplin Prositif
Dikutip dari pemikiran Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Berikut ini: “…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup
tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama
kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya,
hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi
tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi
ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan
lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th.
I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937).
Guru dan warga sekolah mempunyai kewajiban yang sama untuk
saling bantu, saling mendukung dan saling bekerjasama untuk
menciptakan lingkungan belajar yang positif yang dapat
menumbuhkembangkan dan melindungi potensi murid. Menciptakan
kebiasaan-kabiasaan baik, yang menumbuhkan kareakter yang baik, yang
selajutnya akan menjadi budaya positif yang menjadi indentitas sekolah.
Disiplin positif merupakan unsur utama dalam mewujudkan
budaya positif yang kita impikan dan kita cita-citakan di sekolah. Bapak
dan ibu guru hebat, Ketika kita berbicara “disiplin” yang terbayang
dibenak kita tidak akan jauh dari tata tertib, peraturan-peratuan sekolah,
dan tidak jarang kita kaitkan dengan “hukuman”.
Disiplin menurut Ki Hajar Dewantara adalah sebagai berikut:
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat.
Sungguhpun disiplin itu bersifat ‘self discipline’ yaitu kita sendiri yang
mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab
jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa
lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di

10
dalam suasana yang merdeka. (Ki Hajar Dewantara, pemikiran,
Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013,
Halaman 470)
Sedangkan menurut Diane Gossen dalam bukunya Restructuring
School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin
berasal dari Bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata
‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau
murid/pengikut. Bapak dan ibu guru hebat, dari difinisi yang telah
disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara selaras dengan yang disampaikan
Diane Gossen disiplin yang dimaksud adalah self discipline atau disiplin
diri, yaitu diri kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-
kerasnya dengan factor dorongan interent dari diri sendiri bukan dari
dorongan eksteren atau paksaan dari orang lain.
Disiplin positif yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara
maupun Diane Gossen, di mana kedua pakar pendidikan mengartikan
disiplin sebagai bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk control diri agar
dapat mencapai suatu tujuan mulia.

2) Nilai-nilai Kebajikan Universal


Tujuan mulia di sini mengacu pada nilai-nilai atau prinsip-prinsip
mulia yang dianut seseorang. dinamakan nilai-nilai tersebut sebagai nilai-
nilai kebajikan (virtues) yang universal. Nilai-nilai kebajikan universal
lepas dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya. Nilai-
nilai ini merupakan ‘payung besar’ dari sikap dan perilaku kita, atau
nilai-nilai ini merupakan fondasi kita berperilaku.

3) Retitusi
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk
memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada
kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004).
Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid
untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid

11
berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana
mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).

Gambar 2.1  

 Terdapat tiga langkah dalam Segititiga Restitusi yaitu 1)


menstabilkan identitas; 2) validasi tindakan yang salah; 3) menanyakan
keyakinan. Langkah ini digambarkan dalam bentuk segitiga seperti
Gambar 2.2 dibawah ini.

12
Gambar 2.2
Langkah pertama pada bagian dasar segitiga adalah menstabilkan
identitas. Jika anak berbuat salah maka ada kebutuhan dasar mereka yang
tidak terpenuhi. Bagian dasar segitiga restitusi memiliki tujuan untuk
merubah orang yang gagal karena telah berbuat kesalahan menjadi orang
yang sukses. Kita harus mampu meyakinkan mereka dengan mengatakan
kalimat seperti 1) tidak ada manusa yang sempurna; saya juga pernah
melakukan kesalahan seperti itu. Ketika seseorang dalam kondisi
emosional maka otak tidak akan mampu berpikir rasional, saat inilah kita
menstabilkan identitas anak. Anak kita bantu untuk tenang dan mencari
solusi untuk menyelesaikan permasalahan.
Langkah kedua adalah memvalidasi tindakan yang salah. Konsep
langkah kedua adalah kita harus memahami kebutuhan dasar yang
mendasari tindakan anak berbuat kesalahan. Menurut Teori Kontrol
semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan
tertentu (LMS Guru Penggerak, 2023). Ketika kita menolak anak yang
berbuat salah, dia akan tetap dalam masalah. Yang diperlukan adalah kita
memahami alasan melakukan hal tersebut sehingga anak merasa
dipahami.
Langkah ketiga yaitu menanyakan keyakinan. Teori kontrol
menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika
langkah 1 dan Langkah 2 sukses dilakukan, maka anak akan siap untuk
dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi
orang yang dia inginkan. Penting menanyakan ke anak tentang
kehidupan kedepan yang dia inginkan. Ketika mereka sudah menemukan
gambaran masa depannya, guru dapat membantu mereka untuk tetap
fokus pada gambarannya. Melalui segitiga restitusi kita dapat
mewujudkan mereka menjadi murid yang merdeka. Mereka mampu
menyelesaikan masalah dengan motivasi internal dan bertanggung jawab
terhadap pilihannya.

13
4) Keyakinan Kelas
‘Keyakinan’ adalah nilai-nilai kebajian universal yang disepakati
secara tersirat maupun tersurat. lepas dari latar belakang suku, negara,
bahasa maupun agama. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat
untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti
serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun demikian,
mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang
peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik
peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau
takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan
yang mengatur mereka tanpa memahami tujuan mulianya.
Dapat disimpulkan dari penjelasan diatas, yang dimaksud dengan
keyakinan kelas adalah nilai-nilai kebajikan universal baik tersirat mapun
yang tersurat yang disepakati bersama oleh seluruh anggota kelas.
Langkah-langkah menyusun keyakinan kelas sebagai berikut:
a) Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas
untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di
sekolah/kelas.
b) Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di
papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua
anggota kelas/warga sekolah bisa melihat hasil curah pendapat.
c) Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan
Sekolah/Kelas’. Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif
menjadi positif.
Contoh:
Kalimat negative : Jangan berlari di kelas atau koridor.
Kalimat positif : Berjalanlah di kelas atau koridor.
d) Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Anda
mungkin akan mendapati bahwa pernyataan yang tertulis di sana
masih banyak yang berupa peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajak
warga sekolah/murid-murid untuk menemukan nilai kebajikan atau
keyakinan yang dituju dari peraturan tersebut. Contoh: Berjalan di

14
kelas, Dengarkan Guru, Datanglah Tepat Waktu berada di bawah 1
‘payung’ yaitu keyakinan untuk ‘Saling Menghormati’ atau nilai
kebajikan ‘Hormat’. Keyakinan inilah yang dimasukkan dalam daftar
untuk disepakati. Kegiatan ini juga merupakan pendalaman
pemahaman bentuk peraturan ke keyakinan sekolah/kelas.
e) Tinjau ulang Keyakinan Sekolah/Kelas secara bersama-sama.
Seharusnya setelah beberapa peraturan telah disatukan menjadi
beberapa keyakinan maka jumlah butir pernyataan keyakinan akan
berkurang. Sebaiknya keyakinan sekolah/kelas tidak terlalu banyak,
bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu banyak,
maka warga kelas akan sulit mengingatnya dan akibatnya sulit untuk
dijalankan.
f) Setelah keyakinan sekolah/kelas selesai dibuat, maka semua warga
kelas dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan
menandatangani keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan
semua warga/murid.
g) Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas
di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.

B. Pemecahan Masalah
Bapak dan ibu guru, hebat, tantangan kita mengabdikan diri sebagai
guru, akan terus berkembang dan berubah sesuai dengan kemajuan zaman.
Terutama adalah tantangan revolusi industry 4.0 atau bahkan sudah
memasuki 5.0. Efek perkembangan tersebut menyisakan Pekerjaan Rumah
bagi kita pendidik yang harus menghantarkan murid-murid kita agar selamat
dan Bahagia sebagaimana yang diamanatkan oleh Ki Hajar Dewantara.
Permasalah seperti yang telah teruang di latar belakang masalah,
antara lain:
1) Murid kita mengalami degradasi moral, nilai-nilai universal yang kita
tanamkan semenjak bertahun-tahun kita mendidik mulai hilang dan
tergerus, sopan dan satun, etika berbicara dengan orang lain, rasa
tanggungjawab, disiplin diri seolah-olah hilang dan sirna begitu saja.

15
2) Murid kita kecanduan atau bahkan sudah mendarah daging dengan gadet,
game online, sosial media seolah sudah menjadi kebutuhan pokok bagi
mereka. Hingga mereka tahan berjam-jam, bahkan ada yang rela tidak
tidur sampai pagi hanya untuk bermain game online dari pada di gunakan
untuk hal positif lainnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, dan sebuah impelementasi ilmu baru
yang saya dapat dari Pendidikan Guru Penggerak yang berakar dari pemikiran
Filosofi Bapak Pendidikan dan sekaligus Menteri Pendidikan Rebuplik
Indonesia yang pertama Ki Hajar Dewantara yang tertuang dalam Aksi Nyata
yang telah saya lakukan dan saya mencoba untuk membagikannya kepada
bapak dan ibu melalu tulisan best practice yang sederhana ini.
Penerapan disiplin positif merupakan salah satu upaya kita secara
bersama-sama, tolong menolong untuk mengusahakan linkungan sekolah
yang reseptatif, sebagaiman yang perumpaman “tanah” atau media tanam
itulah perumpaman sekolah, sebagai tempat tumbuh dan kembangnya sebuah
tanaman. Tugas kita sebgai pendidik adalah meciptakan budaya positif
sekolah, untuk menorong self discipline dengan harapan mampu memberikan
dorongan interent dari diri sendiri bukan karena paksaan dari orang lain.
Sehingga dari kesadaran diri tersebut timbulah budaya-budaya positif di
sekolah yang dapat memulihkan dan memperbaiki degrarasi moral dan
banyak lagi permasalahan yang berakitan dengan tumbuh dan kembang
murid.
Namun karena berbagai keterbatasan yang saya miliki, hanya dua
dari beberapa penerapan disiplin prositif yang akan kita kaji pada tulisan kali
ini, yakni pertama pertama penerapan segitia retirusi, dan yang kedua
pembentukan keyakinan kelas, yang penyusun laksanakan di kelas tinggi
sekolah dasar yakni kelas 4, 5 dan kelas 6.

C. Pelaksanaan Praktik Baik (Best Practice)


1) Penerapan Segitiga Retitusi Sebagai Upaya Penerapan Disiplin
Positif Di Sekolah

16
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk
memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada
kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004).
Terdapat tiga langkah dalam Segititiga Restitusi yaitu 1) menstabilkan
identitas; 2) validasi tindakan yang salah; 3) menanyakan keyakinan.
Dalam penyusunan best practice ini, saya berkesempatan untuk
memberikan gambaran pelaksaan dari penerapan segitiga retitusi kepada
2 (dua) murid saya dikelas 4.

Kasus yang dihadapi beserta data siswa dalam penyusun


tampilkan dalam Tabel 2.1 Data Siswa berikut ini:

Tabel 2.1
Data Siswa dan Permasalahan

No Nama siswa Kelas Kasus/Masalah yang dihadapi


Siswa sering tidak masuk sekolah
M. Habib
1 4 (alpa) dan tidak mengerjakan
Abdullah
tugas.
Siswa sering membully teman
2 Zulfahmi 4
sekelas.

Gambar 2.3
Penerapan Segitiga Retitusi M. Habib Abdullah

17
Gambar 2.3 Penyusun menerapkan segitiga retitusi dengan
permasalahan Siswa sering tidak masuk sekolah (alpa) dan tidak
mengerjakan tugas (M. Habib Abdullah) dan pembullyan teman gambar
2.4 (Zulfahmi).

Gambar 2.4
Penerapan Segitiga Retitusi Zulfahmi

Tabel 2.2
Penerapan Segitiga Restitusi

Skenario Segitiga
M. Habib Abdullah Zulfahmi
Restitusi
Menstabilkan 1. Guru bertanya kepada siswa 1. Guru bertanya kepada
Identitas apakah sering tidak masuk siswa apakah melakukan
sekolah (alpa) dan tidak pembullyan adalah
• Setiap orang mengerjakan tugas adalah perbuatan yang salah?
pasti pernah perbuatan yang salah? 2. Siswa mengakui bahwa ia
melakukan 2. Siswa mengakui bahwa ia bersalah telah telah
kesalahan. bersalah telah sering tidak meakukan pembullyan.
• Kamu bukan masuk sekolah (alpa) dan 3. Guru bertanya kapan
satu-satunya tidak mengerjakan tugas. terakahir kali melakukan
yang pernah 3. Guru bertanya kepada pembullyan?
melakukannya. siswa berapa tugas yang 4. Siswa menjawab bahwa ia
belum ia kerjakan? Siswa hari ini membully
menjawab bahwa ia belum temannya dengan
mengerjakan dua tugas. mengejek nama orang
4. Kemudian guru berkata tuanya.

18
bahwa siswa tersebut bukan 5. Kemudian guru berkata
satu-satunya siswa yang bahwa siswa tersebut
sering alpa dan tidak bukan satu-satunya siswa
mengerjakan tugas dan guru yang melakukan
bertanya kepada siswa pembullyan dan bertanya
apakah ia bersedia kepada siswa apakah ia
mengubah sikapnya agar bersedia mengubah
lebih rajin berangkat sikapnya agar tidak
kesekolah dan mengerjakan melakukan pembullyan
tugas. lagi?
5. Siswa menjawab bersedia. 6. Siswa menjawab bersedia.
Validasi 1. Guru bertanya mengapa Guru bertanya mengapa sering
Tindakan sering tidak masuk kelas dan melakukan pembullian kepada
tidak mengerjakan tugas. temannya.
Yang Salah 2. Siswa menjawab bahwa ia Siswa menjawab karena
• Kamu tentu sibuk. Guru bertanya mengikuti kawan yang lain.
punya alasan kembali kepada siswa sibuk Guru bertanya apakah tidak ada
mengapa apa. cara agar tidak melakukan
melakukan hal 3. Siswa menjawab bahwa ia
itu. pembullyan?
bermain Game Bersama
• Adakah cara teman-temannya hingga larut
yang lebih malam.
efektif untuk 4. Guru kemudian bertanya
mendapatkan apakah tidak ada cara
apa yang kamu bermain dengan kawan akan
butuhkan? tetapi tidak menggangu waktu
belajar dan mengerjakan
tugas?
Stabilkan Siswa menjawab akan Siswa menjawab tidak akan
Identitas membatasi waktu bermain pembullyan kepada teman-
teman sekelasnya.
Kamu Ingin kawan, rajin berangkat sekolah
menjadi orang dan mengerjakan tugas.
yang seperti apa?
Menanyakan Guru mengingatkan perihal Guru mengingatkan perihal
Keyakinan keyakinan kelas terkait syarat keyakinan kelas terkait syarat
kenaikan kelas yang kenaikan kelas yang
• Nilai-nilai apa menyebutkan bahwa siswa menyebutkan bahwa siswa
yang telah kita harus hadir mengikuti harus saling menghargai
sepakati? pelajaran minimal 95% selama orang lain, kemudian guru
• Kamu ingin dua semester dan maksimal bertanya apakah murid
menjadi orang memiliki 2 nilai atas KKM, tersebut meyakini hal
yang seperti kemudian guru bertanya tersebut? Apakah ia sadar
apa? apakah murid tersebut konsekuensinya jika dia tidak
meyakini hal tersebut? Apakah dapat menghargai orang lain
ia sadar konsekuensinya jika dengan membully kawan
kehadiran kurang dari 95% serta mengejek dengan

19
dan memiliki lebih dari dua menggunakan nama orang
nilai kurang dari KKM. tuanya?. Siswa menjawab
Siswa menjawab jika jika melakukan pembullyan
kehadirannya dalam mengikuti serta mengejek dengan
pelajaran kurang dari 95% dan menggunakan nama orang tua
memimiliki lebih dari dua nilai dapat memicu permusuhan
di bawah KKM ia tidak akan dan dapat mengucilkan orang
naik kelas. Kemudian guru lain dari pergaulan.
bertanya apakah ia ingin naik Kemudian guru bertanya
kelas? apakah ia ingin merubah hal
Siswa menjawab iya. tersebut?
Kemudian guru menanyakan Siswa menjawab iya.
apa yang akan dilakukannya Kemudian guru menanyakan
agar naik kelas? Siswa apa yang akan dilakukannya
menjawab akan memperbaiki agar tidak melakukan
kesalahannya. Ia menjawab pembullyan?
ingin menjadi siswa yang lebih Siswa menjawab akan
disiplin dengan cara mengikuti menghargai orang lain dengan
pelajaran dengan baik dan cara tidak melakukan
mengerjakan serta Tindakan yang termasuk
mengumpulkan tugas tepat pembullyan. Serta
waktu dan akan melengkapi mengingatkan murid yang
semua tugas yang masih kurang lain untuk tidak melakukan
dengan cara mencicil perbuatan yang sama.
mengerjakan 1 tugas setiap
hari.

Berikut ini link domukentasi dalam bentuk video yang penulis unggah di
youtube : https://youtu.be/JPqLniS9FHY

2) Penyusunan Keyakinan Kelas Sebagai Upaya Penerapan Disiplin


Positif Di Sekolah
Penerapan budaya positif yang kedua yang penulis lakukan
adalah dengan penyusunan keyaninan kelas. Keyakina kelas ini di gali
dari peraturan-peraturan kelas yang sudah ada di setiap kelas baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis, dan sebagian usulan dari murid-
murid. Akan tetapi, penyusun berkontrasi penyusunan keyakinan kelas
hanya dikelas tinggi, yakni kelas 6 (enam)
Berikut ini keyakinan kelas yang sudah disusun dari kelas 6
(Enam). Dalam penyusunan ini semua murid terlibat aktif memberikan
masukan dan ide yang akan di tuangkan di peaturan kelas yang

20
selanjutnya kan di tentukan nilai-nilai universalnya untuk di jadikan
keyanikan kelas 6

Gambar 2.5
Keyakinan kelas 6 (Enam)

Gambar 2.6
Proses Penyusunan Keyakinan kelas 6 (Enam)

21
Dokumentasi berupa video yang di upload di you tube bisa di
lihat pada link berikut ini: https://youtu.be/WqD_fIvV-hE

D. Hambatan Yang Dialami


Dalam penerapan disiplin positif ini, ada beberapa hambatan yang
penyusun dapati diantaranya adalah:
1) Yang peyusun lakukan adalah sesuatu yang baru, dan belum banyak dari
rekan-rekan guru yang mengetahuinya. Sehingga didalam pelaksanaanya
perlu berkoordinasi dengan pihak yang terkait terutama dengan kepala
sekolah.

Gambar 2.7
Penyusun menyampaikan racangan dan meminta masukan dari Kepala
sekolah
2) Memerlukan dukungan dengan rekan sejawat, dengan memberikan
pemahaman yang sama sebelum melakukan kegiatan tersebut.

E. Instumen dan Alat


Instumen dan alat yang penulis gunakan adalah intrumen yang ada
dalam modul Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 7 dan Learning
Managemen System (LMS) Pendidikan Guru Penggerak.

F. Tempat dan waktu


Pelaksanaan best practice ini bertempat di SD Negeri 013 Lubuk Batu
Tinggal Kecamatan Lubuk Batu Jaya Kabuapten Indragiri Hulu. Waktu
Pelaksanaan kurang lebih 2 bulan yakni mulai Desember 2022 s.d Januari
2023.

22
G. Hasil Yang Dicapai
Hasil yang dicapai dalam penerapan disiplin positif dalam rangka
menyediakana lingkungan belajar sesuai dengan yang dimanatkan Ki Hajar
Dewantara. Hasil yang diperoleh berupa perubahan tingkah laku murid yang
berdasarkan self discipline yang mendorong murid untuk bertindak sesuai
dengan keyakinan kelas yang sudah disepakati bersama. Bukan karena
intimidasi atau paksaan dari guru atau pihak yang lain. Lebih menekankan
pada kesadaran diri.
Secara umum, dan secara kasat mata banyak terjadi perubahan, dari
berbagi segi yang ada di sekolah. Setelah penerapan disiplin positif ini.

23
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Kesimpulan dari best practice ini, penerapan disiplin positif adalah
jawaban kegelisahan hati kita sebagai pendidik dengan berbagai persoalan
akhlak, dan kebiasan-kebiasaan murid kita yang dapat kita katakana tergerus
dengan kemajuan zaman.
Penerapan disiplin positif yang penyusun lakukan hanya
berkonsentrasi pada penerapan segitiga retitusi dan penyusunan keyakinan
kelas. Dari disiplin positif itu masih banyak yang bisa digali dan kita
implementasikan dalam dunia pendidikan kita.

B. SARAN
Pemikiran filosofis dari Ki Hajar Dewantara, masih banyak yang
perlu kita gali dan kembangkan untuk mempercepat pemulihan pendidikan
kita, salah satunya adalah dengan acara ikut andil dalam program
Pendidikan Guru Penggerak.
Mudah-mudahan apa yang saya alami dan saya dapatkan, dapat
pula dirasakan dan dapatkan oleh pendidik yang lain. Selain itu mari kita
sama-sama memajukan pendidikan kita “Maju Sendiri Adalah Biasa, Maju
Bersama barulah Luar Biasa”.

24
DAFTAR PUSTAKA

Nurcahyani, Andri S.Pd, M.S, Dkk (2022). “Budaya Positif”. Direktorat


Jendral Guru dan Tenaga Kependidikan. Jakarta.
Yayasan Pendidikan Luhur - Foundation for Excellence in Education.
(2006). Training for Trainers (TOT) Materi Pembelajaran Kebajikan dan
Manajemen Kelas: Dihukum oleh Penghargaan. Jakarta.
Yayasan Pendidikan Luhur - Foundation for Excellence in Education.
(2007). Training for Trainers (TOT) Pembelajaran yang hakiki;
pembelajaran kebajikan: Restitusi. Jakarta.
http://www.smkn2boyolangu.sch.id/read/37/penerapan-disiplin-positif-
melalui-segitiga-restitusi

25

Anda mungkin juga menyukai