Anda di halaman 1dari 10

Perkembangan Pada Masa Dewasa Akhir

PEMBAHASAN
A. Pengertian Dewasa Akhir
Masa dewasa lanjut usia merupakan masa lanjutan atau masa dewasa akhir (60 ke atas).
Perlu memperhatikan khusus bagi orangtuanya yang sudah menginjak lansia dan anaknya
yang butuh dukungan juga untuk menjadi seorang dewasa yang bertanggungjawab. Di
samping itu permasalahan dari diri sendiri dengan perubahan fisik, mulai tanda penuaan yang
cukup menyita perhatian. Saat individu memasuki dewasa akhir, mulai terlihat gejala
penurunan fisik dan psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak motorik,
pencarian makna hidup selanjutnya.
Menurut Erikson tahap dewasa akhir memasuki tahap integrity vs despair yaitu
kemampuan perkembangan lansia mengatasi krisis psikososialnya. Banyak stereotip positif
dan negatif yang mampu mempengaruhi kepribadian lansia. Integritas ego penting dalam
menghadapi kehidupan dengan puas dan bahagia. Hal ini berdampak pada hubungan sosial
dan produktivitasnya yang puas. Lawannya adalah despair yaitu rasa takut mati dan hidup
terlalu singkat, rasa kekecewaan. Beberapa cara hadapi krisis dimasa lansia adalah tetap
produktif dalam peran sosial, gaya hidup sehat, dan kesehatan fisik.
Menurut J.W. Santrock (J.W.Santrock, 2002, h.190), ada dua pandangan tentang definisi
orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia.
Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah
berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau
sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih
dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di Indonesia dipakai sebagai usia
maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.
Menurut Hurlock (2002), tahap terakhir dalam perkembangan ini dibagi menjadi usia
lanjut dini yang berkisar antara usia 60-70 tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia 70
tahun hingga akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau usia tua (usia 65 hingga 74
tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau lebih) dan orang tua lanjut (85
tahun atau lebih) dari orang-orang dewasa lanjut yang lebih muda.
Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :
a) Kelompok lansia dini (55 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
a) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
b) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, lanjut usia merupakan
periode di mana seorang individu telah mencapai kemasakan dalam proses kehidupan, serta
telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini dapat
mulai dari usia 55 tahun sampai meninggal.
Karakteristik Dewasa Akhir
1) Adanya periode penurunan atau kemunduran. Yang disebabkan oleh faktor fisik dan
psikologis.
2) Perbedaan individu dalam efek penuaan. Ada yang menganggap periode ini sebagai
waktunya untuk bersantai dan ada pula yang mengaggapnya sebagai hukuman.
3) Ada stereotip-stereotip mengenai usia lanjut. Yang menggambarkan masa tua tidaklah
menyenangkan.
4) Sikap sosial terhadap usia lanjut. Kebanyakan masyarakat menganggap orang berusia lanjut
tidak begitu dibutuhkan karena energinya sudah melemah. Tetapi, ada juga masyarakat yang
masih menghormati orang yang berusia lanjut terutama yang dianggap berjasa bagi
masyarakat sekitar.
5) Mempunyai status kelompok minoritas. Adanya sikap sosial yang negatif tentang usia lanjut
6) Adanya perubahan peran. Karena tidak dapat bersaing lagi dengan kelompok yang lebih
muda.
7) Penyesuaian diri yang buruk. Timbul karena adanya konsep diri yang negatif yang
disebabkan oleh sikap sosial yang negatif.
8) Ada keinginan untuk menjadi muda kembali. Mencari segala cara untuk memperlambat
penuaan.
Adapun Tugas Perkembangan Dewasa Akhir :
1) Menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik. Misalnya adanya perubahan penampilan pada
wajah wanita, menggunakan kosmetik untuk menutupi tanda-tanda penuaan pada wajahnya.
Pada bagian tubuh, khususnya pada kerangka tubuh, mengerasnya tulang sehingga tulang
menjadi mengapur dan mudah retak atau patah.
2) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan keluarga.
3) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
4) Menjalin hubungan dengan orang-orang disekitarnya.
5) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.
6) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes dan harmonis.
B. Perkembangan Dewasa Akhir
a. Perkembangan Fisik
Berkurangnya tingkat metabolisme dan menurunnya kekuatan otot-otot juga
mengakibatkan pengaturan suhu badan menjadi sulit. Selain itu, pada usia lanjut terjadi
penurunan dalam jumlah waktu tidur yang diperlukan dan kenyenyakan tidurnya. Orang usia
lanjut pada umumnya menderita gangguan susah tidur (insomnia). Lalu, perubahan dalam
pencernaan mungkin merupakan perubahan yang paling kelihatan dalam fungsi pengaturan
pencernaan. Kesulitan dalam makan sebagian diakibatkan pada gigi yang tanggal yang
merupakan gejala umum bagi orang usia lanjut dan juga karena daya penciman dan perasa
yang menjadi kurang tajam. Sehingga menyebabkan jenis makanan yang paling lezat menjadi
terasa tidak enak. Menurut Hurlock (1980) terjadi perubahan fisik berupa penampilan pada
usia dewasa akhir, diantanya adalah : Daerah kepala, Daerah Tubuh, Daerah persendian.
Akibat perubahan Fisik yang semakin menua maka perubahan ini akan sangat
berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan lingkunganya. Dengan semakin
lanjut usia seseorang secara berangsur-angsur ia mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial para lansia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal
ini secara perlahan mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal yaitu:
kehilangan peran ditengah masyarakat, hambatan kontak fisik dan berkurangnya komitmen.
b. Perkembangan Kognitif
Kecerdasan dan Kemampuan Memproses
Kecepatan memproses informasi mengalami penurunan pada masa dewasa akhir. Ada
beberapa bukti bahwa orang-orang dewasa lanjut kurang mampu mengeluarkan kembali
informasi yang telah disimpan dalam ingatannya. Meskipun kecepatan tersebut perlahan-
lahan menurun, namun terdapat variasi individual di dalam kecakapan ini. Dan ketika
penurunan itu terjadi hal ini tidak secara jelas menunjukkan perngaruhnya terhadap
kehidupan kita dalam beberapa segi substansial.
Pendidikan, Pekerjaan dan Kesehatan
Pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan adalah tiga komponen yang paling berpengaruh
dalam fungsi kognitif dari orang-orang dewasa lanjut. Pada saat ini mereka telah memperoleh
pendidikan yang lebih baik. Pendidikan memiliki korelasi positif dengan skor-skor pada tes-
tes intelegensi. Orang-orang dewasa lanjut mungkin melanjutkan pendidikan untuk sejumlah
alasan.
Pengalaman kerja menekankan pada orientasi kognitif. Peningkatan penekanan pada
proses informasi di dalam pekerjaannya mungkin mempertinggi kecakapan intelektual
individu. Sedangkan, kesehatan yang buruk berkaitan dengan tes-tes intelegensi pada masa
dewasa akhir. Olahraga terkait dengan perbaikan fungsi kognitif diantara orang-rang dewasa
usia lanjut. Yang harus diperhatikan dalam aktiviti berolahraga pada dewasa lanjut ini adalah
pemilihan jenis olahraga yang akan dijalani, dan harus disesuaikan dengan usia subjek, dalam
erti kondisi fizik individu. Oleh sebab itu, aktiviti berolahraga dianjurkan untuk selalu
berkonsultasi dengan tenaga medis yang kompeten dalam masalah ini.
c. Perkembangan Psikis dan Intelektual
Menurut david Wechsler dalam Desmita (2008) kemunduran kemampuan mental
merupakan bagian dari proses penuaan organisme sacara umum, hampir sebagian besar
penelitian menunjukan bahwa setelah mencapai puncak pada usia antara 45-55 tahun,
kebanyakan kemampuan seseorang secara terus menerus mengalami penurunan, hal ini juga
berlaku pada seorang lansia.
Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya merupakan sesuatau yang tidak dapat
dihindarkan, disebabkan berbagai faktor, seperti penyakit, kecemasan atau depresi. Tatapi
kemampuan intelektual lansia tersebut pada dasarnya dapat dipertahankan. Salah satu faktor
untuk dapat mempertahankan kondisi tersebut salah satunya adalah dengan menyediakan
lingkungan yang dapat merangsang ataupun melatih ketrampilan intelektual mereka, serta
dapat mengantisipasi terjadinya kepikunan.
d. Perkembangan Emosional
Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap menghadapi dan menyikapi
masa tua tersebut, sehingga menyebabkan para lanjut usia kurang dapat menyesuaikan diri
dan memecahkan masalah yang dihadapi (Widyastuti, 2000). Munculnya rasa tersisih, tidak
dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak
kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan sebagian kecil dari keseluruhan perasaan
yang tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia.
Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadinya gangguan fungsional, keadaan depresi dan
ketakutan akan mengakibatkan lanjut usia semakin sulit melakukan penyelesaian suatu
masalah. Sehingga lanjut usia yang masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung
menjadi semakin sulit penyesuaian diri pada masa-masa selanjutnya.
Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah kemampuan orang yang
berusia lanjut untuk menghadapi tekanan akibat perubahan perubahan fisik, maupun sosial
psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai keselarasan antara tuntutan dari
dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan, yang disertai dengan kemampuan
mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan
kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan masalah baru.
e. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya
maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya
menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga
sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka
melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing
atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis,
mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan
menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Bahaya Penyesuaian Pribadi dan Sosial pada Usia Lanjut
1. Bahaya Fisik :
Penyakit dan hambatan fisik, Kurang gizi, Gangguan gizi, Mengendurnya kemampuan
sosial, Kecelakaan.
2. Bahaya Psikologis :
Mereka menerima pendapat tentang kebudayaan dari suatu usia, Perasaan rendah diri dan
rasa tak enak yang datang bersamaan dengan perubahan fisik, Usia lanjut perlu menetapkan
pola hidup yang berbeda dengan masa muda, Kecurigaan atau realisasi bahwa penurunan
mental sudah terjadi, Perasaan bersalah karena mereka tidak bekerja sedangkan orang lain
masih bekerja, Kurangnya pendapatan, Menjauh atau sengaja melapas dari berbagai
kehidupan sosial, pada saat kematian semakin mendekat, oran ingin seperti ingin membuang
semua hal yang bagi dirinya tidak bermanfaat lagi.

Berbagai Gangguan Pada Dewasa Akhir


1. Parkinson
Penyakit Parkinson (bahasa Inggris: paralysis agitans, Parkinson disease) adalah
penyakit degeneratif syaraf yang pertama ditemukan pada tahun 1817 (An Essay on the
Shaking Palsy) oleh Dr. James Parkinson. Parkinson adalah gangguan pergerakan akibat
kerusakan sel otak sehingga menjejaskan penghasilan bahan biokimia dopamin yang
bertanggungjawab dalam proses koordinasi pergerakan anggota badan, dengan gejala berupa
adanya tremor pada saat beristirahat, kesulitan untuk memulai pergerakan dan kekakuan otot.
Parkinson menyerang sekitar 1 di antara 250 orang yang berusia di atas 40 tahun dan sekitar 1
dari 100 orang yang berusia di atas 65 tahun. Penyebab terjadinya penyakit Parkinson adalah
kurangnya jumlah neurotransmitter dopamin di dalam susunan saraf.
Pada penyakit Parkinson, sel-sel saraf pada ganglia basalis mengalami kemunduran
sehingga pembentukan dopamin berkurang dan hubungan dengan sel saraf dan otot lainnya
juga lebih sedikit. Penyebab dari kemunduran sel saraf dan berkurangnya dopamin terkadang
tidak diketahui. Penyakit ini cenderung diturunkan, walau terkadang faktor genetik tidak
memegang peran utama.
Kadang penyebabnya diketahui. Pada beberapa kasus, Parkinson merupakan komplikasi
yang sangat lanjut dari ensefalitis karena virus (suatu infeksi yang menyebabkan peradangan
otak). Kasus lainnya terjadi jika penyakit degeneratif lainnya, obat-obatan atau racun
memengaruhi atau menghalangi kerja dopamin di dalam otak. Misalnya obat anti psikosa
yang digunakan untuk mengobati paranoia berat dan skizofrenia menghambat kerja dopamin
pada sel saraf.
Penyakit Parkinson bisa diobati dengan berbagai obat, seperti levodopa, bromokriptin,
pergolid, selegilin, antikolinergik (benztropin atau triheksifenidil), antihistamin, anti depresi,
propanolol dan amantadin. Tidak satupun dari obat-obat tersebut yang menyembuhkan
penyakit atau menghentikan perkembangannya, tetapi obat-obat tersebut menyebabkan
penderita lebih mudah melakukan suatu gerakan dan memperpanjang harapan hidup
penderita.
Di dalam otak levodopa diubah menjadi dopamin. Obat ini mengurangi tremor dan
kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita Parkinson ringan bisa kembali menjalani
aktivitasnya secara normal dan penderita yang sebelumnya terbaring di tempat tidur menjadi
kembali mandiri.
Pengobatan dasar untuk Parkinson adalah levodopa-karbidopa. Penambahan karbidopa
dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas levodopa di dalam otak dan untuk mengurangi
efek levodopa yang tidak diinginkan di luar otak. Mengkonsumsi levodopa selama bertahun-
tahun bisa menyebabkan timbulnya gerakan lidah dan bibir yang tidak dikehendakik, wajah
menyeringai, kepala mengangguk-angguk dan lengan serta tungkai berputar-putar. Beberapa
ahli percaya bahwa menambahkan atau mengganti levodopa dengan bromokriptin selama
tahun-tahun pertama pengobatan bisa menunda munculnya gerakan-gerakan yang tidak
dikehendaki.
Sel-sel saraf penghasil dopamin dari jaringan janin manusia yang dicangkokkan ke dalam
otak penderita Parkinson bisa memperbaiki kelainan kimia tetapi belum cukup data mengenai
tindakan ini.
Untuk mempertahankan mobilitasnya, penderita dianjurkan untuk tetap melakukan
kegiatan sehari-harinya sebanyak mungkin dan mengikuti program latihan secara rutin.
Terapi fisik dan pemakaian alat bantu mekanik (misalnya kursi roda) bisa membantu
penderita tetap mandiri.
Makanan kaya serat bisa membantu mengatasi sembelit akibat kurangnya aktivitas,
dehidrasi dan beberapa obat. Makanan tambahan dan pelunak tinja bisa membantu
memperlancar buang air besar. Pemberian makanan harus benar-benar diperhatikan karena
kekakuan otot bisa menyebabkan penderita mengalami kesulitan menelan sehingga bisa
mengalami kekurangan gizi (malnutrisi).
2. Alzaimer
lzheimer atau nyanyuk menyebabkan semua fungsi otak, terutama daya ingatan
seseorang, merosot. Antara puncanya ialah peningkatan usia, keturunan, latar belakang
pendidikan yang rendah, jantina dan penyakit lain seperti strok. Penyakit ini juga bukan saja
boleh menyebabkan pesakit lupa tetapi turut menjejaskan daya intelek, kebolehan berfikir
secara logik dan pada peringkat teruk mereka turut kehilangan keupayaan berinteraksi atau
memahami perkataan.
Mengonsumsi minyak ikan, berolahraga rutin dan mengisi teka teki silang adalah
aktivitas yang disebut-sebut bermanfaat bagi otak. Tetapi menurut kajian terbaru, tidak ada
bukti kuat bahwa semua itu dapat mencegah penyakit Alzheimer.Sebuah panel ahli yang
terdiri dari para ahli menyimpulkan, suplemen, obat atau interaksi sosial juga belum terbukti
dapat mencegah penyakit degenerasi otak tersebut. Kelompok ahli itu mengamati puluhan
riset yang menunjukkan cara-cara untuk mencegah Alzheimer, penyakit yang merusak otak
dan tidak dapat diobati. Tetapi belum menemukan satu pun bukti yang cukup kuat akan
dampaknya bagi pencegahan.
3. Post power syndrome
Arti dari "syndrome" itu adalah kumpulan gejala. "Power" adalah kekuasaan. Jadi,
terjemahan dari post power syndrome kira-kira adalah gejala-gejala pasca kekuasaan. Gejala
ini umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan atau menjabat
satu jabatan, namun ketika sudah tidak menjabat lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala
kejiwaan atau emosi yang kurang stabil. Gejala-gejala itu biasanya bersifat negatif, itulah
yang diartikan post power syndrome.
Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya post-power syndrome. Pensiun dini dan
PHK adalah salah satu dari faktor tersebut. Bila orang yang mendapatkan pensiun dini tidak
bisa menerima keadaan bahwa tenaganya sudah tidak dipakai lagi, walaupun menurutnya
dirinya masih bisa memberi kontribusi yang signifikan kepada perusahaan, post-power
syndrome akan dengan mudah menyerang. Apalagi bila ternyata usianya sudah termasuk usia
kurang produktif dan ditolak ketika melamar di perusahaan lain, post-power syndrome yang
menyerang akan semakin parah.
Gejala post-power syndrome:

1. Gejajala fisik, misalnya menjadi jauh lebih cepat tua tampaknya dibandingkan waktu
dia menjabat. Rambut semakin banyak beruban, keriput, sakit-sakitan, dan menjadi
lemah.
2. Gejala emosi, misalnya cepat teringgung, merasa tidak berharga, menarik diri dari
pergaulan,dsb.
3. Gejala perilaku, misalnya malu bertemu orang lain, lebih mudah melakukan pola-pola
kekerasan atau menunjukkan kemarahan.
Ciri-ciri orang yang rentan menderita post-power syndrome:

1. Orang yang terlalu senang dihargai dan dihormati orang lain, permintaanya senantiasa
terlaksana/dituruti, suka dilayani.
2. Orang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena kurangnya harga diri,
dengan jabatan dia lebih merasa diakui orang lain.
3. Orang yang meletakkan arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada kemampuan
mengatur orang lain, untuk dapat berkuasa atas orang lain.
Post-power syndrome hampir selalu dialami terutama orang yang sudah lanjut usia dan
pensiun dari pekerjaannya. Hanya saja banyak orang yang berhasil melalui fase ini dengan
cepat dan dapat menerima kenyataan dengan hati yang lapang. Tetapi pada kasus-kasus
tertentu, dimana seseorang tidak mampu menerima kenyataan yang ada, ditambah dengan
tuntutan hidup yang terus mendesak, dan dirinya adalah satu-satunya penopang hidup
keluarga, resiko terjadinya post-power syndrome yang berat semakin besar.
Beberapa kasus post-power syndrome yang berat diikuti oleh gangguan jiwa seperti tidak
bisa berpikir rasional dalam jangka waktu tertentu, depresi yang berat, atau pada pribadi-
pribadi introfert (tertutup) terjadi psikosomatik (sakit yang disebabkan beban emosi yang
tidak tersalurkan) yang parah.
Post-power syndrome dapat menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita. Antara pria
dan wanita, pria lebih rentan terhadap post power sindrome karena pada wanita umumnya
lebih menghargai relasi dari pada prestise, prestise dan kekuasaan itu lebih dihargai oleh pria.
Kematangan emosi dan kehangatan keluarga sangat membantu untuk melewati fase ini. Dan
satu cara untuk mempersiapkan diri menghadapi post-power syndrome adalah gemar
menabung dan hidup sederhana. Karena bila post-power syndrome menyerang, sementara
penderita sudah terbiasa hidup mewah, akibatnya akan lebih parah.
Apabila seseorang telah mampu menaklukan fase Post-Power Syndrome akan jauh
menjadi lebih bijaksana dan mampu membuktikan kebermanfaatan atas eksistensinya.

GANGGUAN PSIKOLOGIS PADA MASA TUA


a. Gangguan persepsi
Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia merupakan fenomena yang disebabkan oleh
penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus mencatat apakah penderita mengalami
kebingungan terhadap waktu atau tempat selama episode halusinasi dapat disebabkan oleh
tumor otak dan patologo fokal yang lain.
b. Proses berpikir
Gangguan pada progresi pikiran adalah neologisme, gado-gado kata, sirkumstansialitas,
asosiasi longgar, asosiasi bunyi, flight of ideas, dan retardasi. Hilangnya kemampuan untuk
dapat mengerti pikiran abstrak.
c. Gangguan Sensorik dan kognitif
Sensorik mempermasalhkan fungsi dari indra tertentu, sedangkan kognitiv merupakan
kemampuan seseorang untuk menerima, mengolah, menyimpan dan menggunakan kembali
semua masukan sensorik secara baik. Fungsi kognitif terdiri dari unsur-unsur, memperhatikan
(atensi), mengingat (memori), mengerti pembicaraan/berkomunikasi (bahasa), bergerak
(motorik), dan merencanakan /melaksanakan keputusan (eksekutif) juga intelektual.
d. Gangguan Kesadaran
Indikator yang peka terhadap disfungsi otak adalah adanya perubahan kesadaran, adanya
fluktuasi tingkat kesadaran. Pada keadaan yang berat penderita dalam keadaan somnolen atau
stupor.
e. Gangguan Orientasi
Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang berhubungan dengan gangguan
kognisi. Gangguan orientasi sering ditemukan pada gangguan kognitif, gangguan kecemasan,
gangguan buatan, gangguan konversi dan gangguan kepribadian, terutama selam periode stres
fisik atau lingkungan yang tidak mendukung. Pemeriksa dilakukan dengan dua cara: Apakah
penderita mengenali namanya sendiri dan apakah juga mengetahui tanggal, tahun, bulan dan
hari.
f. Gangguan Daya ingat
Daya ingat dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang, pendek dan segera.Tes yang
diberikan pada penderita dengan memberikan angka enam digit dan penderita diminta untuk
mengulangi maju mundur. Penderita dengan daya ingat yang tak terganggu biasanya dapat
mengingat enam angka maju dan lima angka mundur. Daya ingat jangka panjang diuji
dengan menanyakan tempat dan tanggal lahir, nama dan hari ulang tahun anak-anak
penderita. Daya ingat jangka pendek dapat diperiksa dengan beberapa cara, misalnya dengan
menyebut tiga benda pada awal wawancara dan meminta penderita mengingat kembali benda
tersebut akhir wawancara atau dengan memberikan cerita singkat pada penderita dan
penderita diminta untuk mengulangi cerita tadi secara tepat/persisi.
g. Gangguan Fungsi intelektual
Konsentrasi, informasi dan kecerdasan. Sejumlah fungsi intelektual mungkin diajukan
untuk menilai pengetahuan umum dan fungsi intelektual. Menghitung dapat diujikan dengan
meminta penderita untu mengurangi 7 dari angka 100 dan mengurangi 7 lagi dari hasil akhir
dan seterusnya sampai tercapai angka 2.

Referensi
Santrock, John W., 1995, Life-Span Development, Jakarta: Erlangga.
Hurlock, Elizabeth B., 1980, A Life-Span Approach, Jakarta: Erlangga
Zahrotun. Suralaga, Fadhilah. Idriyani, Natris. 2006. Psikologi Perkembangan Tinjauan
Psikologi Barat dan Islam. Jakarta: UIN Jakarta Press

Anda mungkin juga menyukai