FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2018 PENGARUH KECENDERUNGAN HIDUP SEHAT TERHADAP KEPUASAN HIDUP PADA LANSIA DI INDONESIA (ANALISIS DATA SEKUNDER IFLS 5) Oleh : Evi Amalia Rosykin dan Adi Cilik Pierewan ABSTRAK Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan seberapa besar pengaruh kecenderungan hidup sehat terhadap kepuasan hidup pada lansia di Indonesia menggunakan data sekunder yaitu data survei dari IFLS (Indonesia Family Life Survey) 5. Peneliti mengambil dua kategori di data IFLS 5 yaitu kategori kesejahteraan subjektif yang diarahkan pada data tentang kepuasan hidup lansia dan kategori kesehatan yang diarahkan pada data tentang kecenderungan hidup sehat lansia dilihat dari beberapa aspek sesuai dengan ketersediaan data di data survei IFLS (Indonesia Family Life Survey) 5. Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan analisis data sekunder. Responden penelitian adalah lansia dengan usia 60 tahun ke atas yang berada di dalam survei IFLS 5. Teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dimana data IFLS 5 menjadi sumber utama peneliti dalam melakukan penelitian. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi logistik dan analisis regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan dan pengaruh dari variabel bebas yaitu kecenderungan hidup sehat lansia terhadap variabel terikat yaitu kepuasan hidup lansia. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat lima variabel yang berpengaruh signifikan dapat menaikkan kepuasan hidup lansia yaitu variabel kualitas tidur dengan pengaruh sebesar 8,7%, variabel minum obat sesuai dosis dan waktu yang tepat dengan pengaruh sebesar 12,9%, variabel pemeriksaan kesehatan dengan pengaruh sebesar 14,5%, variabel konsumsi sayuran hijau dengan pengaruh sebesar 12,4%, dan variabel arisan dengan pengaruh sebesar 15,1%. Kemudian variabel yang tidak berpengaruh signifikan namun dapat menaikkan kepuasan hidup lansia adalah variabel konsumsi vitamin dengan pengaruh sebesar 10%, variabel posyandu lansia dengan pengaruh sebesar 8,7%, variabel minum susu dengan pengaruh sebesar 6,2%, dan variabel religiusitas dengan pengaruh sebesar 2,8%. Sementara itu variabel yang tidak berpengaruh signifikan namun dapat menurunkan kepuasan hidup lansia adalah variabel olahraga dengan pengaruh sebesar 4,6% dan variabel pertemuan masyarakat dengan pengaruh sebesar 6,5%.
Kata kunci : Pengaruh, Kecenderungan Hidup Sehat, Kepuasan Hidup,
Lansia A. PENDAHULUAN Masa lanjut usia merupakan tahapan paling akhir dari perjalanan proses perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi pada diri manusia atau individu sehingga menjadikannya masa yang sangat riskan. Masa lanjut usia manusia atau individu sebagai masa terakhir yang dilalui oleh manusia menjadikannya salah satu indikator kuat dalam pengukuran apakah manusia atau individu itu berhasil atau tidak dalam hidup mereka. Masa lanjut usia menjadi masa terakhir dimana kepuasan hidup yang dimiliki manusia atau individu tersebut dapat benar-benar dipertanyakan atau dengan kata lain kepuasan hidup manusia dapat benar-benar diukur ketika manusia atau individu memasuki masa lanjut usia. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia Bab I Pasal 1, yang dimaksud dengan Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Lansia merupakan tahap akhir dari siklus perkembangan dan pertumbuhan manusia. Lansia sendiri identik dengan penuaan yaitu proses alamiah yang terjadi sebagai dampak dari perubahan usia yang ditandai dengan penurunan kondisi fisik dan psikis (BPS : Statistik Penduduk Lanjut Usia 2016). Di Indonesia proporsi penduduk lanjut usia (lansia) yang semakin besar membutuhkan perhatian dan perlakuan khusus dalam pelaksanaan pembangunan. Dapat dikatakan bahwa struktur penduduk Indonesia saat ini memasuki proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan persentase penduduk lansia. Pada tahun 2010, penduduk lansia berjumlah 18,04 juta jiwa (7,56 persen) dari seluruh penduduk Indonesia. Badan Pusat Statistik memproyeksikan jumlah penduduk lansia pada tahun 2020 sebanyak 27,09 juta jiwa atau 9,99 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan data Susenas 2016, penduduk lansia di Indonesia sebesar 8,69 persen dari populasi penduduk, angka ini meningkat dimana pada data susenas 2014 jumlah lansia di Indonesia adalah 8,03 persen dari seluruh penduduk Indonesia (BPS : Statistik Penduduk Lanjut Usia 2016). Meningkatnya jumlah lanjut usia yang terjadi di Indonesia berkaitan dengan peningkatan angka harapan hidup yang dipengaruhi oleh membaiknya layanan kesehatan dan naiknya derajat kesejahteraan (Kompas.com). Meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut juga merupakan dampak positif dari hasil pembangunan yaitu di bidang kesehatan, keluarga berencana dan sosial ekonomi lainnya (Suardiman, 2011: 9). Harapan hidup yang bertambah tinggi pada lanjut usia di Indonesia menandakan bahwa lansia memiliki motivasi hidup yang lebih panjang yang bisa diidentifikasi dengan adanya kepuasan hidup pada diri lansia. Hurlock (1996) menyatakan bahwa kepuasan hidup adalah keadaan sejahtera dan adanya kepuasan hati yang timbul bila kebutuhan dan harapan tertentu individu dapat terpenuhi. Mencapai kepuasan hidup atau optimal aging pada usia lanjut merupakan dambaan bagi setiap individu. Kepuasan hidup yang identik dengan kebahagiaan yang dirasakan oleh seorang individu dapat membantu lanjut usia untuk berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain. Schaie dan Willis (1991) mengemukakan bahwa kepuasan hidup yang merupakan salah satu aspek dari subjective well-being yang dapat dicapai dengan menjaga kesehatan fisik dan psikis melalui kebiasaan mengatur gizi, olahraga dan terlibat dalam aktivitas yang membutuhkan pemikiran (dikutip dari Purwadi, 2006:116). Kecenderungan hidup sehat menjadi sangat penting untuk dijadikan kebiasaan oleh lansia. Membiasakan diri menghindari hal-hal yang bertentangan dengan prinsip hidup sehat adalah sebuah tindakan yang bijak dan baik untuk dilakukan lansia. Lansia yang memiliki kecenderungan hidup sehat tentu akan lebih baik dari pada lansia yang tidak memiliki kecenderungan hidup sehat. Apabila lansia merasa sehat, diharapkan memiliki kepuasan hidup yang maksimal. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui dan mendeskripsikan pengaruh kecenderungan hidup sehat terhadap kepuasan hidup pada lansia di Indonesia dengan menggunakan data sekunder yaitu data survey IFLS (Indonesian Family Life Survei) 5. B. KAJIAN PUSTAKA 1. Kajian tentang Lanjut Usia a. Populasi Lanjut Usia di Dunia dan Indonesia Kinsella dan He (2009) memberikan gambaran yang menarik terkait populasi lanjut usia dimana mereka beranggapan bahwa populasi global semakin mengalami penuaan. Pada tahun 2008, hampir 56 juta orang di seluruh dunia adalah individu yang berusia 65 tahun atau lebih tua. Pada tahun 2040, jumlah penduduk dalam kelompok umur lanjut usia diproyeksikan mencapai 1,3 miliar. Diperkirakan bahwa dalam waktu 10 tahun, orang berusia 65 tahun ke atas untuk pertama kalinya akan melebihi jumlah anak usia 5 tahun ke bawah. Kenaikan lanjut usia sendiri paling cepat akan berada di negara-negara berkembang, tempat dimana 62 persen dari orang tua yang sekarang hidup di dunia (dikutip dari Papalia dan Feldman, 2014). Salah satu negara berkembang yaitu Indonesia juga mengalami hal yang sama terkait meningkatnya jumlah lansia. Indonesia menghadapi dampak sosial ekonomi yang besar akibat bertambahnya jumlah penduduk. Data menunjukan bahwa jumlah lansia di Indonesia tiap tahun terus mengalami peningkatan (BPS : Statistik Penduduk Lanjut Usia 2016). Empat belas tahun setelah tahun 2016 yaitu pada tahun 2020 diperkirakan jumlah lanjut usia di Indonesia akan naik jadi 41 juta orang atau 13,82 persen penduduk dengan umur tengah 32 tahun. Jadi pada 2030, Indonesia akan memiliki populasi menua atau aging population (Kompas.com). b. Lanjut Usia dan Proses Penuaan Lansia sangat identik dengan penuaan yaitu proses alamiah yang terjadi sebagai dampak dari perubahan usia yang ditandai dengan penurunan kondisi fisik dan psikis. Proses penuaan menjadikan potensi seseorang berkurang sehingga berimplikasi pada penurunan tingkat produktivitasnya. Penuaan pada lansia bukanlah suatu penyakit, penuaan ini merupakan hal alamiah yang terjadi pada masa lansia. Menurut Naumova (2013) penuaan manusia merupakan proses perubahan secara alamiah yang ditandai dengan menurunnya fungsi secara progresif dalam sistem organ. Individu dengan umur panjang memiliki siklus kehidupan menuju tua yang diawali dengan proses kelahiran, tumbuh menjadi dewasa, berkembang biak, selanjutnya menjadi tua dan akhirnya akan meninggal (dikutip dari Prasetyaningsih, 2016). Hamid (2006) mengatakan bahwa proses penuaan merupakan suatu proses alami yang tidak dapat dicegah dan merupakan hal yang wajar dialami oleh orang yang diberi karunia umur panjang (dikutip dari Rohmah et. al, 2012). c. Teori Proses Penuaan 1) Teori pemrogaman genetis Teori ini meyakini bahwa tubuh mengalami penuaan sesuai dengan jadwal pertumbuhan yang sudah ada dalam gen. Kegagalan mungkin terjadi karena penuaan yang terprogram dimana gen fisik berhenti berfungsi sebelum adanya kemunduran yang berhubungan dengan usia. 2) Teori endokrin Dikatakan oleh Lamberts (1997) teori ini meyakini bahwa jam biologis bertindak melalui gen yang mengendalikan perubahan hormonal. Hilangnya kekuatan otot, penumpukan lemak, dan atrofi organ pada proses penuaan mungkin berhubungan dengan aktivitas hormone. 3) Teori angka variabel Menurut teori ini proses penuaan merupakan hasil dari proses acak yang berbeda dari satu orang dengan orang lain dan biasanya melibatkan kerusakan akibat kemungkinan kesalahan, atau serangan dari lingkungan, pada sistem biologis. Di dalam teori ini ada teori keausan yang dimana Hayflick dan Holiday (2004) menyatakan bahwa penuaan tubuh adalah hasil dari akumulasi kerusakan sistem pada tingkat molekul. 4) Teori angka kehidupan Scheider (1992) menyatakan bahwa tubuh dapat bekerja sebanyak apapun, makin cepat bekerja makin besar energi yang digunakan maka makin cepat mengalami kerusakan. Oleh karena itu kecepatan metabolisme atau penggunaan energi menentukan panjang usia. (dikutip dari Papalia dan Feldman, 2014). d. Teori Lanjut Usia 1) Teori pelepasan Teori ini merupakan salah satu teori yang berpengaruh dalam gerontology atau ilmu tentang lanjut usia. Cumming dan Henry (1961) memandang pelepasan sebagai kondisi universal dari penuaan. Mereka mengelola bahwa penurunan fungsi fisik dan kesadaran bahwa kematian makin dekat menghasilkan pengunduran diri yang perlahan dan tak bisa dihindari dari peran social. 2) Teori aktivitas Teori ini menghubungkan aktivitas dengan kepuasan hidup. Moody (2009) mengungkapkan bahwa kita dapat melakukan apa yang ingin kita lakukan. Para lansia diharapkan memiliki kegiatan dimana kegiatan-kegiatan ini cenderung akan mengikat lansia dengan peran sosial dan koneksi, semakin aktif lansia maka semakin puas lansia. Neugarten et al. (1968) juga mengatakan bahwa orang-orang yang mengalami penuaan lebih baik menjaga kegiatan sebanyak mungkin dan menemukan pengganti untuk peran yang hilang. 3) Teori kesinambungan Diajukan oleh ahli gerontology Robert Atchley (1989), beliau menekankan pentingnya kebutuhan seseorang untuk mempertahankan kesinambungan antara masa lalu dan masa kini. Dalam pandangan ini aktivitas lansia menjadi penting sejauh mana hal tersebut mewakili kesinambungan gaya hidup. Bagi lansia yang sudah terbiasa aktif sangat penting melanjutkan kearah tingkat aktivitas yang tinggi (dikutip dari Papalia dan Feldman, 2014). e. Klasifikasi Lanjut Usia Kinsella dan He (2009) mengungkapkan saat ini ilmuwan sosial yang memiliki spesialisasi dalam mempelajari proses penuaan membagi lansia ke dalam tiga kelompok usia yaitu lansia muda, lansia tua, dan lansia tertua. Untuk kategori umur dari tiga kelompok usia tersebut adalah : 1) Lansia muda yaitu merujuk pada orang yang berusia 65 tahun sampai 74 tahun 2) Lansia tua yaitu merujuk pada orang yang berusia 75 tahun sampai 84 tahun 3) Lansia tertua yaitu merujuk pada orang yang berusia 85 tahun ke atas (dikutip dari Papalia dan Feldman, 2014). Selanjutnya WHO Organisasi Kesehatan Dunia, mengelompokkan lansia menjadi empat kategori yang meliputi : 1) Young Old (60-69 tahun) 2) Old (70-79 tahun ke atas) 3) Old old (80-89 tahun ke atas) 4) Very Old (90 tahun ke atas) (Pandji, 2012:1-2). f. Lansia dan Sosiologi 1) Lansia dan hubungan sosial Berbicara tentang sosiologi dan menghubungkannya dengan lansia maka pembahasan terkait hubungan sosial menjadi hal yang menarik. Salah satu tokoh sosiologi George Simmel pernah mengungkapkan bahwa semua individu di dunia ini terlibat dalam sederet kelompok kepentingan dan melakukan interaksi dengan orang lain berdasarkan suatu dasar tertentu. Simmel berargumen bahwa objektivitas kebudayaan yang bertambah membawa serta semakin banyak kelompok berkepentingan dan jenis-jenis hubungan yang dikaitkan pun semakin beragam (Ritzer, 2012). Pembahasan Simmel tentang hubungan sosial yang mengarah pada konsep jaringan social ini dapat dihubungkan secara langsung tentang keadaan masyarakat yang memasuki masa lanjut usia. Dalam hal ini masyarakat yang memasuki masa lanjut usia dapat dipahami sebagai masyarakat yang membutuhkan hubungan sosial dalam hidup mereka. Masyarakat yang memasuki masa lanjut usia adalah masyarakat yang biasanya memanfaatkan masa lalunya untuk membentuk jaringan sosial di masa tua mereka. Jaringan sosial ini adalah sebagai sarana lansia agar dapat melewati masa lansia dengan baik dan bahagia. 2) Lansia dan sosiologi kesehatan Meningkatnya jumlah lansia yang terjadi memang berkaitan erat dengan konsep bahwa seseorang dapat hidup lebih lama dimungkinkan karena adanya peningkatan gizi, kemajuan dalam bidang kesehatan, dan kesejahteraan ekonomi. Meningkatnya jumlah lanjut usia dan angka harapan hidup juga sebagai dampak peningkatan kesehatan lansia maupun peningkatan layanan kesehatan ini bisa dihubungkan dengan teori sosiologi kesehatan. Salah satu tokoh sosiologi kesehatan Foucoult memiliki analisis tersendiri, dalam hal ini kunci bagi analisis Foucoult (dalam Omran, 1971) adalah transisi demografi akhir abad kedelapan belas dan sembilan belas. Dalam periode ini, terdapat lebih banyak kelahiran hidup dan kematian terjadi lebih lambat, yang berkombinasi dengan perkembangan ekonomi (dikutip dari White, 2012). Foucoult pernah mengungkapkan bahwa masyarakat modern adalah sistem-sistem pengawasan yang teroganisir, bahwasannya manusia melakukan pengawasan atas diri mereka sendiri seraya menyerap model-model professional dari perilaku yang selayaknya diwujudkan (dikutip dari White, 2012). Masyarakat lansia masa kini dapat dipahami sebagai masyarakat modern yang menyadari betul tentang apa yang baik untuk mereka dan melakukan pengawasan terhadap dirinya sendiri dan menyerap model-model yang selayaknya diwujudkan dalam hal menjaga kesehatan mereka. 2. Kajian tentang Kepuasan Hidup Lansia a. Kepuasan Hidup Kepuasan hidup merupakan bagian dari subjective well-being atau kesejahteraan subjektif individu yang berupa indikator puas atau tidaknya seseorang terhadap kehidupannya. Diener (2000) mendefinisikan subjective well-being yang mengarah pada kepuasan hidup sebagai evaluasi kognitif dan afektif seseorang tentang hidupnya. Evaluasi ini meliputi reaksi emosional untuk setiap kejadian serta penilaian kognitif tentang kepuasan akan pemenuhan dalam hidupnya. Seseorang dikatakan memiliki subjective well-being yang tinggi jika merasakan banyak emosi yang menyenangkan dan sedikit emosi yang tidak menyenangkan, terlibat dalam kegiatan yang dianggap menarik, serta merasa puas dengan kehidupannya (dikutip dari Telaumbanua, 2016). Ryff (1995) mengemukakan bahwa faktor‐faktor yang mempengaruhi subjective well‐being antara lain : latar belakang budaya, kelas sosial, tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan, kepribadian, pekerjaan, pernikahan, anak‐anak, kondisi masa lalu seseorang terutama pola asuh keluarga, kesehatan dan fungsi fisik, serta faktor kepercayaan dan emosi. Mirowsky dan Ross, (1999) mengatakan jenis kelamin juga mempengaruhi subjective well‐being serta Chamberlain dan Zika (2001) mengatakan bahwa religiusitas juga dapat mempengaruhi subjective well‐being (dikutip dari Amawidyati dan Utami, 2007). Diener mengungkapkan skala subjective well‐being terkait dengan kepuasan hidup dikenal dengan sebutan SWLS (The Satisfaction With Life Scale). Diener menggunakan skala dari 1-7 untuk mengindikasikan persetujuan terhadap suatu hal. Skala yang dikemukakan Diener ini merupakan skala pengukuran terhadap subjective well‐being yang berkaitan dengan kepuasan hidup, yaitu penilaian seseorang terhadap hidupnya apakah ia puas atau tidak. SWLS menurut Diener : ___ Sebagian besar jalan kehidupan saya mendekati impian saya ___ Kondisi kehidupan saya baik sekali ___ Saya puas dengan kehidupan saya ___ Sejauh ini saya telah mendapatkan hal penting yang saya inginkan dalam hidup ___ Jika saya dapat hidup dalam kehidupan saya lagi, saya tidak ingin merubah apapun 7 = Sangat Setuju 6 = Setuju 5 = Sedikit Setuju 4 = Bukan Setuju maupun Tidak Setuju 3 = Sedikit Tidak Setuju 2 = Tidak Setuju 1 = Sangat Tidak Setuju Penilaian menurut Diener : 31 – 35 Sangat puas 26 – 30 Puas 21 – 25 Sedikit puas 20 Netral 15 – 19 Sedikit tidak puas 10 – 14 Tidak puas 5 – 9 Sangat tidak puas (Diener, 1985). Sedangkan dalam penelitian ini skala kepuasan hidup terdiri dari skala dari 1 – 5 sesuai kuesioner IFLS dimana responden melakukan penilaian seberapa puas mereka dengan hidup mereka saat ini yaitu : 5 = amat sangat puas 4 = sangat puas 3 = agak puas 2 = tidak puas 1 = sangat tidak puas b. Kepuasan Hidup dan Sosiologi Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kepuasan hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor sosial diantaranya hubungan sosial dan kelas sosial. Hubungan sosial di dalam sosiologi merupakan hubungan antar manusia, hubungan satu dengan yang lain, baik dalam bentuk perorangan maupun dengan kelompok antar kelompok manusia itu sendiri (Haryanto, 2011). Dalam hal ini seseorang yang ingin mendapatkan kepuasan hidup yang tinggi maka disarankan dia untuk melakukan hubungan sosial atau interaksi sosial dengan individu lain maupun kelompok lain. Kemudian terkait kelas sosial di dalam sosiologi menjadi pembahasan yang mengarah pada stratifikasi sosial. Stratifikasi dapat didasarkan pada beberapa klasifikasi seperti kekayaan, pendidikan, kepemilikan tanah, dan lain-lain (Tameko, 1984). Dalam hal ini untuk orang-orang yang berada di kelas atas, maka dia akan lebih diakui dan dihormati oleh masyarakat. Hal inilah yang berkaitan dengan kepuasan hidup seseorang. Jika kepuasan hidup identik dengan kebahagiaan seseorang, maka sangat memungkinkan bahwa orang-orang yang berada di kelas atas memiliki kebahagiaan yang lebih tinggi dari orang- orang yang berada di kelas bawah. c. Kepuasan Hidup Lansia Kepuasan hidup pada lansia merupakan penilaian lansia terhadap kualitas hidupnya. Kepuasan hidup pada lansia sangat identik dengan istilah optimal aging atau successfull aging. Menurut Suardiman (2011) successful aging atau optimal aging adalah istilah untuk usia lanjut berhasil. Banyak kriteria yang diusulkan untuk seorang lanjut usia (lansia) dapat dikatakan sebagai usia lanjut berhasil, hal ini dilihat dari berbagai sudut pandang, seperti misalnya: fungsi jantung, kemampuan kognitif, kesehatan mental dan adapula yang menyebutkan kriteria tersebut dari produktivitas, kondisi ekonomi yang memiliki arti penting bagi kondisi kesehatan lansia (dikutip dari Napitupulu, 2009). Suryani (2007) mengungkapkan konsep successful aging sebagai perspektif yang berorientasi pada prosesnya merupakan mekanisme dengan modal selektif, optimalisasi, dan kompensasi. Dimana dimaksudkan selektif adalah membatasi aktivitas sehari-hari secara proaktif sesuai dengan motivasi dan kemampuan yang dimiliki. Model kedua kompensasi, model ini tidak hanya mengandung adaptasi terhadap aktivitas yang selama ini dilakukan tetapi juga menciptakan aktivitas baru sesuai dengan kondisi lansia (dikutip dari Napitupulu, 2009). 3. Kajian tentang Kecenderungan Hidup Sehat pada Lansia a. Perilaku Hidup Sehat Lansia membutuhkan kesehatan agar dapat melewati masa lansia mereka dengan kondisi yang baik dan bahagia. Karena seiring dengan perkembangan zaman saat anak-anak beranjak dewasa dan mulai menapaki karier serta rumah tangga masing-masing, orang tua mereka mulai memasuki usia yang semakin tua dengan berbagai implikasinya. Dewasa ini banyak orang tua memasuki usia pensiun dengan kondisi kesehatan, energi, maupun daya antisipasi yang masih luar biasa. Mereka masih memiliki harapan untuk meraih hal-hal yang belum bisa mereka raih dalam kebersamaan keluarga, baik karena alasan waktu, uang, maupun tidak adanya kesempatan (Bourke, 2012). Kesehatan memang merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan lansia. Dengan kondisi kesehatan yang memadai, maka lansia dapat menjalani kegiatan sehari-hari mereka dengan baik. Dengan kondisi kesehatan yang baik maka lansia masih dpat melakukan aktivitas- aktivitas dalam keseharian mereka termasuk aktivitas yang berkaitan dengan hobi demi memunculkan rasa bahagia dalam diri mereka (BPS : Statistik Penduduk Lanjut Usia 2016). Tingkat kesehatan lansia merupakan salah satu penentu derajat kualitas hidup lansia. Mereka yang sehat tentu saja memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Health behaviour (perilaku hidup sehat) sendiri adalah tindakan seseorang yang sehat untuk meningkatkan atau menjaga kesehatannya. Perilaku hidup sehat ini antara lain adalah di bawah ini : 1) Mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi 2) Olahraga teratur 3) Menghindari zat berbahaya seperti tembakau, alkohol dan narkoba 4) Tidur cukup 5) Menggunakan sabuk pengaman 6) Menggunakan pelindung kulit 7) Mengontrol berat badan 8) Melakukan program pemantauan kesehatan (Taylor et. al, 2009) Kemudian perilaku hidup sehat yang dilakukan oleh lansia juga dapat berupa kegiatan berikut ini : 1) Memahami kondisi kesehatan diri sendiri Melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur penting untuk dilakukan lansia. Karena dengan pemeriksaan ini dapat diketahui penyakit-penyakit ringan yang mungkin diderita lansia. 2) Olahraga Ada berbagai macam saran olahraga, seperti olahraga aerobik minimal 30 menit sebanyak tiga kali seminggu dan berjalan kaki setiap hari juga disarankan. 3) Istirahat Ada beberapa kalangan lansia yang mengalami sulit tidur dan ada juga beberapa diantara mereka yang tidak memahami petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh tubuh mereka (biasanya mereka ini kurang tidur). Maka dari itu masalah terkait kualitas tidur menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh lansia. 4) Pola makan dan minum Menjaga pola makan yang teratur juga penting untuk kesehatan lansia dimana lansia harus memastikan dirinya minum air cukup dan memakan makanan yang sehat seperti sayuran, buah dan susu. 5) Perhatikan masalah kecil Lansia diharapkan tidak mengabaikan masalah sosial atau kesehatan yang tampaknya kecil. Dalam hal ini keterasingan sosial adalah masalah serius bagi banyak lansia maka harus ada usaha-usaha untuk menghindari hal tersebut. Tidak ada satu masalah pun yang patut diabaikan. 6) Tetap sehat secara mental Di satu sisi, ada banyak lansia yang tetap aktif di masyarakat, menjalani kehidupan yang penuh arti dan kepuasan. Namun di sisi lain banyak juga lansia yang menderita karena berbagai macam faktor negatif seperti diskriminasi usia, kesepian, dan pensiun karena terpaksa. Tiap lansia harus berusaha tetap aktif seacra sosial untuk menghindari masalah seperti keterasingan sosial dan kesepian. Alasannya adalah lansia bisa kehilangan tempat di masyarakat karena pengalaman-pengalaman negatif semacam itu. 7) Kesehatan spiritual Usia tua, menjadi semakin lemah dan tak mampu cenderung menjadi pemicu bagi banyak orang untuk menilik kembali akar spiritualitas mereka, atau sebaliknya justru mengabaikannya. Menariknya penelitian membuktikan bahwa orang-orang yang memiliki hubungan spiritual dan kepercayaan yang kuat cenderung lebih mampu mengatasi masalah psikologis dan fisik yang mereka alami dibandingkan mereka yang tidak (White, 2012). Pendapat lain tentang perilaku hidup sehat yang harus dilakukan oleh lansia adalah dari Hardiwinoto & Setiabudhi (1999) dimana mereka menganjurkan berperilaku sehat pada lansia yaitu : 1) Memeriksakan kesehatan secara teratur 2) Mengatur menu makanan dan minuman 3) Melakukan olahraga sesuai kemampuan secara teratur 4) Menggunakan obat-obatan atas saran petugas kesehatan 5) Tetap melakukan kegiatan sehari-hari dan hobi termasuk rekreasi dan sosialisasi 6) Tetap melakukan aktivitas seksual dengan pasangan (dikutip dari Purwadi, 2006). b. Posyandu Lansia Tidak hanya berupa perilaku hidup sehat seperti yang telah dijelaskan maka mendatangi posyandu lansia juga merupakan bagian dari usaha menjaga kesehatan bagi lansia. Pengembangan kelembagaan lansia dilakukan dengan pembinaan dan kerjasama antar lembaga. Termasuk di dalamnya Komisi Nasional Lanjut Usia, Puskesmas Lansia, Posyandu Lansia (BPS : Statistik Penduduk Lanjut Usia 2016). Posyandu lansia adalah salah satu kegiatan masyarakat yang menghimpun para lansia agar tetap sehat jasmani maupun rohani berguna dan berhasil guna dalam peningkatan kualitas hidupnya. Purnama (2010) mengungkapkan bahwa sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok lanjut usia, pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia melalui perubahan jenjang. Pelayanan di tingkat masyarakat adalah posyandu lansia. Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraanya melalui program pukesmas dengan melibatkan peran serta lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi dalam penyelenggaraanya (dikutip dari Latifah, 2013). 4. Kajian tentang Pengaruh Kecenderungan Hidup Sehat terhadap Kepuasan Hidup Lansia Kesehatan dan kepuasan hidup merupakan dua hal yang berbeda namun saling mempengaruhi. Kesehatan dapat memperngaruhi kepuasan hidup seseorang begitu juga sebaliknya. Kesehatan fisik umumnya menjadi indeks dalam pengukuran kesejahteraan (well-being) individu, dapat disimulasikan bahwa semakin sehat individu dan terdapat pola pikir individu bahwa mareka memang sehat menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki kesejahteraan psikologis (dikutip dari Amalia, 2017). Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Bourne et. al (2010) yang melakukan studi pada penduduk laki-laki di Jamaika menunjukkan bahwa self-reported happiness bergantung pada perasaan seseorang akan kesehatannya. Beberapa teori dan kajian artikel tersebut menjadi dasar bahwa happiness dipengaruhi oleh aktivitas dan status kesehatan pada lansia. Hasilnya yang didapat adalah semakin seseorang memandang positif terhadap keadaan kesehatannya, mereka akan semakin merasakan kebahagiaan dalam hidupnya (dikutip dari Amalia, 2017). Dalam sebuah jurnal yang dikelurkan oleh Quality of Life Research Center, Copenhagen membahas hubungan yang terjalin antara kesehatan dan kebahagiaan. Dalam hal ini jika kepuasan hidup juga identik dengan kebahagiaan maka jelas ada hubungan antara kesehatan dan kepuasan hidup seseorang dimana kesehatan mampu meningkatkan kebahagiaan dan kepuasan hidup seseorang. Dengan adanya perubahan-perubahan yang terus terjadi di dunia ini, maka tercapainya kebahagiaan atau kepuasan hidup menjadi bergantung pada tindakan-tindakan yang kita pilih sendiri. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah kesadaran akan sesuatu yang postif, kesehatan fisik yang baik, kesehatan mental yang baik, kualitas hidup yang tinggi dan kemampuan untuk berfungsi di semua bidang kehidupan. Hidup itu cukup sederhana dimana menjadi bijak adalah pilihan paling tepat agar mendapat hidup yang bahagia dan memiliki kepuasna hidup yang tinggi (Ventegodt dan Merrick, 2009). C. METODE PENELITIAN 1. Metode Penelitian Peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif dalam penelitian ini ialah analisis data sekunder (secondary data analysis) yaitu penelitian dengan data yang sudah matang diperoleh dari instansi atau lembaga tertentu (Martono, 2012). Hal ini sesuai dengan data yang digunakan dimana data tersebut sudah matang yang merupakan data hasil survei longitudinal yang dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia. 2. Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berupa data hasil survei longitudinal yang dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah data survei dari IFLS (Indonesia Family Life Survey) 5 yaitu sebuah survei yang dilakukan dengan mengambil sampel dari 13 propinsi di Indonesia. Kemudian data yang diteliti difokuskan pada tingkat kepuasan hidup pada lanjut usia dengan umur 60 tahun ke atas yang dipengaruhi oleh kecenderungan hidup sehat dari lanjut usia tersebut. 3. Teknik Sampling Penelitian ini menggunakan teknik proportionate stratified random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan sifat atau unsur dalam populasi tidak homogen dan berstrata secara proporsional (Martono, 2012). Dalam penelitian ini, mengambil data sampel dari IFLS (Indonesian Family Life Survey) 5 yang dibagi menjadi lanjut usia 60 tahun ke atas. 4. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan tiga jenis variabel yaitu jenis variabel bebas, variabel terikat dan variabel dummy.Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kecenderungan hidup sehat yang dilakukan oleh lansia dengan kategori usia 60 tahun ke atas. Kecenderungan hidup sehat dalam penelitian ini dilihat dari beberapa aspek diantaranya kualitas tidur, meminum obat dengan dosis dan pada waktu yang tepat, konsumsi vitamin, posyandu lansia, melakukan pemeriksaan kesehatan umum, konsumsi sayuran hijau, minum susu, olahraga, religiusitas, mengikuti pertemuan masyarakat, dan mengikuti arisan. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat kepuasan hidup (subjective well being) dari lansia. Variablel dummy dalam penelitian ini digunakan untuk mengkuantitatifkan variabel yang bersifat kualitatif. 5. Definisi Operasional a. Variabel terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat kepuasan hidup lansia. Dalam hal ini kepuasan hidup merupakan bagian dari subjective well-being yang berupa indikator puas atau tidaknya individu terhadap kehidupannya. Di skala IFLS 5 variabel tingkat kepuasan hidup adalah berikut : 1 = amat sangat puas 2 = sangat puas 3 = agak puas 4 = tidak puas 5 = sangat tidak puas Kemudian variabel tingkat kepuasan hidup di atas disesuaikan menggunakan dummy variable. Berikut ini adalah variabel dummy kepuasan hidup : 5 = amat sangat puas 4 = sangat puas 3 = agak puas 2 = tidak puas 1 = sangat tidak puas b. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kecenderungan hidup sehat lanjut usia dengan kategori umur 60 tahun ke atas. Dalam penelitian ini variabel kecenderungan hidup sehat dilihat dari beberapa aspek yaitu : 1) Kualitas tidur Di skala IFLS 5 variabel kualitas tidur memiliki tingkatan : 1 = sangat buruk 2 = buruk 3 = cukup 4 = baik 5 = sangat baik 2) Minum obat dengan dosis dan pada waktu yang tepat Di data IFLS 5 minum obat dengan dosis dan pada waktu yang tepat memiliki tingkatan : 1 = mudah 2 = susah 3 = bisa dengan dibantu 4 = tidak dapat Kemudian variabel minum obat sesuai dosis dan pada waktu di atas disesuaikan menggunakan dummy variable menjadi : 4 = mudah 3 = susah 2 = bisa dengan dibantu 1 = tidak dapat 3) Konsumsi vitamin Di data IFLS 5 konsumsi vitamin terbagi menjadi dua variabel : 1 = ya (mengkonsumsi vitamin) 3 = tidak (mengkonsumsi vitamin) Kemudian variabel konsumsi vitamin di atas disesuaikan menggunakan dummy variable menjadi : 1 = ya (mengkonsumsi vitamin) 0 = tidak (mengkonsumsi vitamin) 4) Posyandu lansia Di data IFLS 5 posyandu lansia terbagi menjadi dua variabel : 1 = ya (mengikuti posyandu lansia) 3 = tidak (mengikuti posyandu lansia) Kemudian variabel mengunjungi posyandu lansia di atas disesuaikan menggunakan dummy variable menjadi : 1 = ya (mengunjungi posyandu lansia) 0 = tidak (mengunjungi posyandu lansia) 5) Pemeriksaan kesehatan umum Di data IFLS 5 pemeriksaan kesehatan umum terbagi menjadi dua variabel : 1 = ya (melakukan pemeriksaan kesehatan umum) 3 = tidak (melakukan pemeriksaan kesehatan umum) Kemudian variabel pemeriksaan kesehatan umum di atas disesuaikan menggunakan dummy variable menjadi : 1 = ya (melakukan pemeriksaan kesehatan umum) 0 = tidak (melakukan pemeriksaan kesehatan umum) 6) Konsumsi Sayuran Hijau Di data IFLS 5 konsumsi sayuran hijau terbagi jadi dua variabel : 1 = ya (mengkonsumsi sayuran hijau) 3 = tidak (mengkonsumsi sayuran hijau) Kemudian variabel mengkonsumsi sayuran hijau di atas disesuaikan menggunakan dummy variable menjadi : 1 = ya (mengkonsumsi sayuran hijau) 0 = tidak (mengkonsumsi sayuran hijau) 7) Minum Susu Di data IFLS 5 minum susu terbagi menjadi dua variabel : 1 = ya (minum susu) 3 = tidak (minum susu) Kemudian variabel minum susu di atas disesuaikan menggunakan dummy variable menjadi : 1 = ya (minum susu) 0 = tidak (minum susu) 8) Olahraga Di data IFLS 5 olahraga terbagi menjadi dua variabel : 1 = ya (melakukan kegiatan yang setara dengan olahraga) 3 = tidak (melakukan kegiatan yang setara dengan olahraga) Kemudian variabel olahraga di atas disesuaikan menggunakan dummy variable menjadi : 1 = ya (melakukan kegiatan yang setara dengan olahraga) 0 = tidak (melakukan kegiatan yang setara dengan olahraga) 9) Religiusitas Di data IFLS 5 religiusitas memiliki tingkatan : 1 = Sangat taat 2 = Taat 3 = Agak taat 4 = Tidak taat 7 = MENOLAK MENJAWAB Kemudian variabel religiusitasdi atas disesuaikan menggunakan dummy variable menjadi : 4 = Sangat taat 3 = Taat 2 = Agak taat 1 = Tidak taat 0 = MENOLAK MENJAWAB 10) Mengikuti pertemuan masyarakat Di data IFLS 5 mengikuti pertemuan masyarakat terbagi menjadi dua variabel : 1 = ya (mengikuti pertemuan masyarakat) 3 = tidak (mengikuti pertemuan masyarakat) Kemudian variabel mengikuti pertemuan masyarakat di atas disesuaikan menggunakan dummy variable menjadi : 1 = ya (mengikuti pertemuan masyarakat) 0 = tidak (mengikuti pertemuan masyarakat) 11) Mengikuti arisan Di data IFLS 5 mengikuti arisan terbagi menjadi dua variabel : 1 = ya (mengikuti arisan) 0 = tidak (mengikuti arisan) Kemudian variabel mengikuti arisan di atas disesuaikan menggunakan dummy variable. Berikut ini adalah variabel dummy arisan : 1 = ya (mengikuti arisan) 0 = tidak (mengikuti arisan) 6. Hipotesis a. Kualitas tidur berpengaruh terhadap tingkat kepuasan hidup pada lanjut usia di Indonesia. b. Minum obat dengan dosis dan pada waktu yang tepat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan hidup pada lanjut usia di Indonesia. c. Konsumsi vitamin berpengaruh terhadap tingkat kepuasan hidup pada lanjut usia di Indonesia. d. Posyandu lansia berpengaruh terhadap tingkat kepuasan hidup pada lanjut usia di Indonesia. e. Pemeriksaan kesehatan umum berpengaruh terhadap tingkat kepuasan hidup pada lanjut usia di Indonesia. f. Konsumsi sayuran hijau berpengaruh terhadap tingkat kepuasan hidup pada lanjut usia di Indonesia. g. Minum susu berpengaruh terhadap tingkat kepuasan hidup pada lanjut usia di Indonesia. h. Olahraga berpengaruh terhadap tingkat kepuasan hidup pada lanjut usia di Indonesia. i. Religiusitas berpengaruh terhadap tingkat kepuasan hidup pada lanjut usia di Indonesia. j. Mengikuti pertemuan masyarakat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan hidup pada lanjut usia di Indonesia. k. Mengikuti arisan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan hidup pada lanjut usia di Indonesia. 7. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang menekankan pada studi dokumen. Dalam penelitian ini, metode dokumentasi yang digunakan sebagai teknik pengumpulan datanya menjadikan data hasil survei IFLS (Indonesia Family Life Survey) tahun 2015 sebagai data primer peneliti atau data pokok. Kemudian data yang diteliti oleh peneliti difokuskan pada tingkat kepuasan hidup pada lanjut usia dengan umur 60 tahun ke atas yang dipengaruhi oleh kecenderungan hidup sehat. 8. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari IFLS (Indonesia Family Life Survey) 5 yang dikelola oleh RAND Corporation. Peneliti menggunakan data responden individu berkelanjutan yang menjawab semua pertanyaan dengan lengkap pada IFLS (Indonesia Family Life Survey) 5. Alasan pengambilan data IFLS 5 ini dikarenakan data IFLS 5 merupakan data terbaru. Data IFLS 5 (Indonesian Family Life Survey) pada tahun 2015 dapat diperoleh atau di unduh secara online pada web yang telah disediakan. 9. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi logistik dan teknik analisis regresi linier berganda menggunakan R-Studio versi 3.4.3. Analisis regresi logistik adalah model linier tergeneralisir (Suhartono, 2009: 191) dimana analisis ini biasanya digunakan dalam penelitian dengan distribusi binomial yaitu variabel respon yang mempunyai dua kategori seperti “YA” dan “TIDAK”. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk melakukan estimasi atau prediksi nilai variabel dependen (y) dengan menggunakan lebih dari satu variabel independen (x1, x2, x3, ….dst) (Purwanto, 2011:188). 10. Uji Normalitas Data Uji normalitas data berfungsi untuk menguji data variabel bebas (x) dan data variabel terikat (y) pada persamaan regresi yang dihasilkan. Apakah data tersebut berdistribusi normal atau berditribusi tidak normal. Persamaan regresi dikatakan baik jika mempunyai data variabel bebas dan data variabel terikat berdistribusi mendekati normal maupun normal sama sekali (Sunyoto, 2007:95). Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal (Ghozali, 2011: 160). Penelitian ini menggunakan Q-Q Plot untuk mengetahui persebaran data variabel bebas dan data variabel terikat yang digunakan peneliti. Q-Q plot sendiri merupakan salah satu metode eksplorasi secara grafik yang dapat digunakan untuk menguji apakah suatu data berdistribusi normal atau tidak (Suhartono, 2009: 65). Dengan menggunakan Q-Q Plot akan terlihat apakah data memiliki persebaran yang normal atau tidak dilihat dari titik-titik yang mewakili data variabel bebas dan data variabel terikat dimana garis yang menggambarkan data yang sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. 11. Uji Asumsi Klasik a. Heteroskedasitas Suatu regresi yang mempunyai masalah heteroskedastisitas memiliki makna bahwa varian variabel dalam regresi tersebut tidak konstan (Purwanto, 2011:199). Dalam persamaan regresi berganda perlu juga diuji mengenai sama atau tidak varian residual observasi yang satu dengan yang lain. Jika residualnya mempunyai varians yang sama disebut terjadi homoskedastisitas. Jika residualnya mempunyai varians yang tidak sama disebut terjadi heteroskedastisitas. Persamaan regresi yang baik jika tidak terjadi heteroskedastisitas. Kemudian salah satu uji yang dapat digunakan untuk melihat heteroskedasitas adalah dengan uji Breuch Pagan. Menggunakan uji Breuch Pagan regresi dinyatakan bebas dari heteroskedastisitas jika hasil uji Breuch Pagan menunjukkan p value dengan nilai lebih besar 0,05 (Yamin, 2011: 99). b. Multikolinieritas Menurut Frisch, suatu model regresi dikatakan terkena masalah multikolinieritas bila terjadi hubungan linier yang sempurna atau mendekati sempurna diantara beberapa atau semua variabel bebasnya. Penggunaan uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya satu atau lebih variabel bebas mempunyai hubungan bebas dengan variabel bebas lainnya (Purwanto, 2011). Sebuah regresi dikatakan terjadi multikolinieritas dapat dilihat dari nilai variance inflation faktor yang dihasilkan, dimana jika output vif kurang dari 10 maka tidak terjadi multikolinieritas (Sunyoto, 2007). c. Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk mendeteksi apakah variabel pengganggu pada suatu periode berkorelasi atau tidak berkorelasi dengan variabel pengganggu lainnya. Uji terhadap ada tidaknya masalah autokorelasi yang paling popular adalah uji Durbin Watson (DW test) (Purwanto, 2011:200). Keputusan ada tidaknya masalah autokorelasi menggunakan uji Durbin Watson (DW test) adalah seperti di bawah ini : 1) Apabila nilai DW statistik berada diantara batas bawah dan batas atas maka regresi tersebut berada di dalam daerah ragu-ragu 2) Suatu regresi dikatakan bebas masalah autokorelasi jika DW terletak diantara : dU < DW statistik < 4-dL 3) Terjadi autokorelasi jika angka Durbin dan Watson sebesar < 1 dan > 3 (Purwanto, 2011)
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis regresi menunjukan bahwa dari sebelas variabel bebas hanya ada lima variabel yang berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Berdasarkan hasil analisis regresi juga diketahui terdapat variabel yang mampu menaikkan variabel kepuasan hidup dan terdapat pula variabel yang mampu menurunkan kepuasan hidup. Berikut penjelasannya : 1. Pengaruh Kualitas Tidur terhadap Kepuasan Hidup Lansia Hasil yang didapat oleh peneliti adalah variabel kualitas tidur memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepuasan hidup lansia dimana besarnya p-value dari uji t lebih kecil dari α=0.05 yaitu sebesar 0,000377. Kemudian dilihat dari jumlah kode bintang pada variabel kualitas tidur lansia yaitu sebanyak tiga bintang memiliki arti bahwa signifikansi pada taraf nyata variabel kualitas tidur pada responden lansia adalah sebesar 0,1 persen. Artinya, hasil ini dapat diyakini benar sebesar 99,9 persen dan hasil ini memiliki kesempatan untuk salah sebesar 0,1 persen. Jika dilihat dari nilai estimate yang dihasilkan yaitu sebesar 0,087492 yang memiliki arah positif, maka memiliki arti bahwa setiap satu peningkatan variabel kualitas tidur pada responden lansia akan menaikkan sebesar 0,087492 pada variabel kepuasan hidup responden lansia. Artinya, tingkat kualitas tidur pada responden lansia yang semakin baik memprediksikan sebesar 8,7 persen untuk menaikkan kepuasan hidup lansia. Hasil yang didapat oleh peneliti bahwa kualitas tidur lansia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan hidup lansia dan pengaruhnya bersifat positif sejalan dengan pernyataan bahwa tidur cukup menjadi bagian dari health behaviour (perilaku hidup sehat) sangat penting untuk diperhatikan oleh semua orang tak terkecuali lansia (Taylor et. al, 2009). Karena dengan menjaga kualitas tidur, responden lansia akan memiliki tubuh yang lebih sehat sehingga berdampak pada kepuasan hidup yang tinggi. 2. Pengaruh Minum Obat Sesuai dengan Dosis dan Waktu yang Tepat terhadap Kepuasan Hidup Lansia Hasil yang didapat oleh peneliti adalah variabel minum obat sesuai dosis dan waktu yang tepat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepuasan hidup lansia dimana besarnya p-value dari uji t pada variabel minum obat sesuai dosis dan waktu yang tepat lebih kecil dari α=0.05 yaitu sebesar 0,009845. Kemudian dilihat dari jumlah kode bintang pada variabel minum obat sesuai dosis dan waktu yang tepat yaitu sebanyak dua bintang memiliki arti bahwa signifikansi pada taraf nyata variabel tersebut adalah sebesar 1 persen. Artinya, hasil ini dapat diyakini benar sebesar 99 persen dan hasil ini memiliki kesempatan untuk salah sebesar 1 persen. Jika dilihat dari nilai estimate yang dihasilkan yaitu sebesar 0,129029 yang memiliki arah positif, maka memiliki arti bahwa setiap satu peningkatan variabel minum obat sesuai dosis dan waktu yang tepat pada lansia akan menaikkan sebesar 0,129029 pada variabel kepuasan hidup lansia. Artinya, semakin lansia minum obat sesuai dosis dan waktu yang tepat memprediksikan sebesar 12,9 persen untuk menaikkan kepuasan hidup lansia. Hasil yang didapat oleh peneliti bahwa meminum obat dengan dosis dan waktu yang tepat mempengaruhi kepuasan hidup lansia secara signifikan dan memiliki pengaruh yang bersifat positif ini sejalan dengan pernyataan dari Hardiwinoto & Setiabudhi (1999) bahwa menggunakan obat-obatan sesuai dosis dan waktu yang tepat adalah bagian dari perilaku hidup sehat lansia yang mampu mempengaruhi kepuasan hidup lansia (dikutip dari Purwadi, 2006). 3. Pengaruh Konsumsi Vitamin terhadap Kepuasan Hidup Lansia Hasil yang didapat oleh peneliti adalah variabel konsumsi vitamin memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap tingkat kepuasan hidup lansia dimana besarnya p-value dari uji t pada variabel konsumsi vitamin responden lansia lebih besar dari α=0.05 yaitu sebesar 0,162298. Kemudian dilihat dari jumlah kode bintang pada variabel konsumsi vitamin pada responden lansia yaitu tidak ada tanda bintang memiliki arti bahwa signifikansi pada taraf nyata variabel tersebut adalah lebih dari 10 persen. Artinya, hasil ini dapat diyakini benar sebesar kurang dari 90 persen dan hasil ini memiliki kesempatan untuk salah sebesar lebih dari 10 persen. Jika dilihat dari nilai estimate yang dihasilkan yaitu sebesar 0,100608 yang memiliki arah positif, maka memiliki arti bahwa setiap satu peningkatan variabel konsumsi vitamin pada lansia akan menaikkan sebesar 0,100608 pada variabel kepuasan hidup lansia. Artinya, semakin banyak lansia mengkonsumsi vitamin memprediksikan sebesar 10 persen untuk menaikkan kepuasan hidup lansia. Hasil yang didapat oleh peneliti bahwa konsumsi vitamin oleh lansia tidak mempengaruhi kepuasan hidup lansia secara signifikan dan memiliki pengaruh yang bersifat positif ini tidak sejalan dengan pernyataan bahwa beberapa lansia tidak mampu memakan buah atau sayuran secara langsung untuk mendapat vitamin alami, maka dari itu mereka harus mengkonsumsi vitamin untuk meningkatkan kesehatan mereka agar berdampak pada kepuasan hidup mereka. (Tim Redaksi, 2010). 4. Pengaruh Posyandu Lansia terhadap Kepuasan Hidup Lansia Hasil yang didapat oleh peneliti adalah variabel posyandu lansia memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap tingkat kepuasan hidup lansia dimana besarnya p-value dari uji t pada variabel posyandu lansia lebih besar dari α=0.05 yaitu sebesar 0,238796. Kemudian dilihat dari jumlah kode bintang pada variabel posyandu lansia yaitu tidak ada tanda bintang memiliki arti bahwa signifikansi pada taraf nyata variabel tersebut adalah lebih dari 10 persen. Artinya, hasil ini dapat diyakini benar sebesar kurang dari 90 persen dan hasil ini memiliki kesempatan untuk salah sebesar lebih dari 10 persen. Jika dilihat dari nilai estimate yang dihasilkan yaitu sebesar 0,087447 yang memiliki arah positif, maka memiliki arti bahwa setiap satu peningkatan variabel posyandu lansia pada responden lansia akan menaikkan sebesar 0,087447 pada variabel kepuasan hidup pada responden lansia. Artinya, semakin banyak lansia mengikuti kegiatan- kegiatan di posyandu lansia memprediksikan sebesar 8,7 persen untuk menaikkan kepuasan hidup lansia. Hasil yang didapat oleh peneliti bahwa keikutsertaan lansia dalam posyandu lansia tidak mempengaruhi kepuasan hidup lansia secara signifikan dan memiliki pengaruh yang bersifat positif ini tidak sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Hennywati (2008) bahwa posyandu lansia penting untuk diikuti oleh lansia karena posyandu lansia merupakan salah satu kegiatan masyarakat yang menghimpun para lansia agar tetap sehat jasmani maupun rohani dalam rangka peningkatan kualitas hidupnya (dikutip dari Latifah, 2013). 5. Pengaruh Pemeriksaan Kesehatan Umum terhadap Kepuasan Hidup Lansia Hasil yang didapat oleh peneliti adalah variabel pemeriksaan kesehatan umum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepuasan hidup lansia dimana besarnya p-value dari uji t pada variabel pemeriksaan kesehatan umum pada lansia lebih kecil dari α=0.05 yaitu sebesar 0,028122. Kemudian dilihat dari jumlah kode bintang pada variabel pemeriksaan kesehatan umum yaitu sebanyak satu bintang memiliki arti bahwa signifikansi pada taraf nyata variabel tersebut adalah sebesar 5 persen. Artinya, hasil ini dapat diyakini benar sebesar 95 persen dan hasil ini memiliki kesempatan untuk salah sebesar 5 persen. Jika dilihat dari nilai estimate yang dihasilkan yaitu sebesar 0,145558 yang memiliki arah positif, maka memiliki arti bahwa setiap satu peningkatan variabel pemeriksaan kesehatan umum pada lansia akan menaikkan sebesar 0,145558 pada variabel kepuasan hidup lansia. Artinya, lansia yang memiliki kebiasaan melakukan pemeriksaan kesehatan umum secara rutin memprediksikan sebesar 14,5 persen untuk menaikkan kepuasan hidup lansia. Hasil yang didapat oleh peneliti bahwa pemeriksaan kesehatan umum oleh lansia mempengaruhi kepuasan hidup lansia secara signifikan dan memiliki pengaruh yang bersifat positif ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh (Bourke, 2012) bahwa melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur penting untuk dilakukan lansia sehingga lansia dapat beraktivitas sesuai dengan kesehatannya. 6. Pengaruh Konsumsi Sayuran Hijau terhadap Kepuasan Hidup Lansia Hasil yang didapat oleh peneliti adalah variabel konsumsi sayuran hijau memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepuasan hidup lansia dimana besarnya p-value dari uji t pada variabel konsumsi sayuran hijau lebih kecil dari α=0.05 yaitu sebesar 0,045218. Kemudian dilihat dari jumlah kode bintang pada variabel konsumsi sayuran hijau yaitu sebanyak satu bintang memiliki arti bahwa signifikansi pada taraf nyata variabel tersebut adalah sebesar 5 persen. Artinya, hasil ini dapat diyakini benar sebesar 95 persen dan hasil ini memiliki kesempatan untuk salah sebesar 5 persen. Jika dilihat dari nilai estimate yang dihasilkan yaitu sebesar 0,124532 yang memiliki arah positif, maka memiliki arti bahwa setiap satu peningkatan variabel konsumsi sayuran hijau pada lansia akan menaikkan sebesar 0,124532 pada variabel kepuasan hidup lansia. Artinya, semakin sering lansia mengkonsumsi sayuran hijau memprediksikan sebesar 12,4 persen untuk menaikkan kepuasan hidup lansia. Hasil yang didapat oleh peneliti bahwa konsumsi sayuran hijau oleh lansia mempengaruhi kepuasan hidup lansia secara signifikan dan memiliki pengaruh yang bersifat positif sejalan dengan pernyataan dari laman Boldsky bahwa sayuran hijau baik untuk dikonsumsi karena memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh manusia (Liputan6.com). Dalam hal ini manfaaat dari sayuran hijau yang mampu meningkatkan kesehatan akan berdampak pada peningkatan kepuasan hidup atau dengan kata lain lansia yang mengkonsumsi sayuran hijau dan memiliki fisik yang sehat akan mengalami peningkatan kepuasan hidup. 7. Pengaruh Minum Susu terhadap Kepuasan Hidup Lansia Hasil yang didapat oleh peneliti adalah variabel minum susu memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap tingkat kepuasan hidup lansia dimana besarnya p-value dari uji t pada variabel minum susu lebih besar dari α=0.05 yaitu sebesar 0.168859. Kemudian dilihat dari jumlah kode bintang pada variabel minum susu responden lansia yaitu tidak ada tanda bintang memiliki arti bahwa signifikansi pada taraf nyata variabel tersebut adalah lebih dari 10 persen. Artinya, hasil ini dapat diyakini benar sebesar kurang dari 90 persen dan hasil ini memiliki kesempatan untuk salah sebesar lebih dari 10 persen. Jika dilihat dari nilai estimate yang dihasilkan yaitu sebesar 0.062043 yang memiliki arah positif, maka memiliki arti bahwa setiap satu peningkatan variabel minum susu pada responden lansia akan menaikkan sebesar 0.062043 pada variabel kepuasan hidup pada responden lansia. Artinya, semakin lansia memiliki kebiasaan minum susu yang rutin memprediksikan sebesar 6,2 persen untuk menaikkan kepuasan hidup lansia di Indonesia. Hasil yang didapat oleh peneliti bahwa minum susu pada lansia tidak mempengaruhi kepuasan hidup lansia secara signifikan dan memiliki pengaruh yang bersifat positif ini tidak sejalan dengan pernyataan bahwa lansia perlu mengkonsumsi minuman dengan kadar kalsium tinggi seperti susu. Dalam hal ini tidak dapat dipungkiri akibat penuaan maka kinerja tulang lansia juga semakin menurun sehingga kepuasan hidup pun akan menurun karena lansia tidak pada melakukan aktivitas-aktivitas tertentu yang disukainya. Konsumsi minuman yang mengandung kalsium tinggi menjadi sangat penting bagi lansia. 8. Pengaruh Olahraga terhadap Kepuasan Hidup Lansia Hasil yang didapat oleh peneliti adalah variabel olahraga memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap tingkat kepuasan hidup lansia dimana besarnya p-value dari uji t pada variabel olahraga responden lansia yang lebih besar dari α=0.05 yaitu sebesar 0.330410. Kemudian dilihat dari jumlah kode bintang pada variabel olahraga yaitu tidak ada tanda bintang memiliki arti bahwa signifikansi pada taraf nyata variabel tersebut adalah lebih dari 10 persen. Artinya, hasil ini dapat diyakini benar sebesar kurang dari 90 persen dan hasil ini memiliki kesempatan untuk salah sebesar lebih dari 10 persen. Jika dilihat dari nilai estimate yang dihasilkan yaitu sebesar 0.046656 yang memiliki arah negatif, maka memiliki arti bahwa setiap satu peningkatan variabel olahraga pada responden lansia akan menurunkan sebesar 0.046656 pada variabel kepuasan hidup pada responden lansia. Artinya, semakin lansia memiliki kebiasaan olahraga yang rutin justru memprediksikan sebesar 4,6 persen untuk menurunkan kepuasan hidup lansia di Indonesia. Hasil yang didapat oleh peneliti bahwa olahraga tidak mempengaruhi kepuasan hidup lansia secara signifikan dan memiliki pengaruh yang bersifat negatif ini tidak sejalan dengan pernyataan dari Hardiwinoto & Setiabudhi (1999) bahwa melakukan olahraga yang teratur adalah bagian dari perilaku hidup sehat lansia (dikutip dari Purwadi, 2006) yang dapat meningkatkan kepuasan hidup. Kemudian hasil tersebut pun tidak sejalan dengan pendapat dari White (2012) bahwa lansia membutuhkan olahraga dan perlu melakukannya untuk mendapat kesehatan fisik yang dapat berpengaruh positif bagi hidupnya. 9. Pengaruh Religiusitas terhadap Kepuasan Hidup Lansia Hasil yang didapat oleh peneliti adalah variabel religiusitas memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap tingkat kepuasan hidup lansia dimana besarnya p-value dari uji t pada variabel religiusitas responden lansia yang lebih besar dari α=0.05 yaitu sebesar 0.410577. Kemudian dilihat dari jumlah kode bintang pada variabel religiusitas responden lansia yaitu tidak ada tanda bintang memiliki arti bahwa signifikansi pada taraf nyata variabel tersebut adalah lebih dari 10 persen. Artinya, hasil ini dapat diyakini benar sebesar kurang dari 90 persen dan hasil ini memiliki kesempatan untuk salah sebesar lebih dari 10 persen. Jika dilihat dari nilai estimate yang dihasilkan yaitu sebesar 0.028879 yang memiliki arah positif, maka memiliki arti bahwa setiap satu peningkatan variabel religiusitas pada responden lansia akan menaikkan sebesar 0.028879 pada variabel kepuasan hidup lansia. Artinya, semakin lansia memiliki religiusitas yang tinggi atau ketaatan yang tinggi memprediksikan sebesar 2,8 persen untuk menaikkan kepuasan hidup lansia di Indonesia. Hasil yang didapat oleh peneliti bahwa religiusitas pada lansia tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan hidup lansia tidak sejalan dengan pernyataan dari Bourke (2012) bahwa usia tua menjadikan manusia cenderung memicu orang untuk menilik kembali akar spiritualitas mereka. Bourke (2012) juga mengungkapkan penelitian membuktikan bahwa orang-orang yang memiliki hubungan spiritual dan kepercayaan yang kuat cenderung lebih mampu mengatasi masalah psikologis dan fisik yang mereka alami. 10. Pengaruh Pertemuan Masyarakat terhadap Kepuasan Hidup Lansia Hasil yang didapat oleh peneliti adalah variabel pertemuan masyarakat memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap tingkat kepuasan hidup lansia dimana besarnya p-value dari uji t pada variabel pertemuan masyarakat responden lansia yang lebih besar dari α=0.05 yaitu sebesar 0.117083. Kemudian dilihat dari jumlah kode bintang pada variabel pertemuan masyarakat responden lansia yaitu tidak ada tanda bintang memiliki arti bahwa signifikansi pada taraf nyata variabel tersebut adalah lebih dari 10 persen. Artinya, hasil ini dapat diyakini benar sebesar kurang dari 90 persen dan hasil ini memiliki kesempatan untuk salah sebesar lebih dari 10 persen. Jika dilihat dari nilai estimate yang dihasilkan yaitu sebesar 0.065204 yang memiliki arah negatif, maka memiliki arti bahwa setiap satu peningkatan variabel pertemuan masyarakat pada responden lansia akan menurunkan sebesar 0.065204 pada variabel kepuasan hidup lansia. Artinya, semakin sering lansia melakukan pertemuan masyarakat memprediksikan sebesar 6,5 persen untuk menurunkan kepuasan hidup lansia di Indonesia. Hasil yang didapat oleh peneliti bahwa mengikuti pertemuan masyarakat pada lansia tidak mempengaruhi kepuasan hidup lansia secara signifikan dan memiliki pengaruh yang bersifat negatif ini tidak sejalan dengan pernyataan dari Bourke (2012) bahwa di satu sisi, ada banyak lansia yang tetap aktif di masyarakat, menjalani kehidupan yang penuh arti dan mengejar kepuasan. Dalam hal ini tiap lansia harus berusaha tetap aktif secara sosial untuk menghindari masalah seperti keterasingan sosial dan kesepian. 11. Pengaruh Arisan terhadap Kepuasan Hidup Lansia Hasil yang didapat oleh peneliti adalah variabel arisan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepuasan hidup lansia dimana besarnya p-value dari uji t pada variabel arisan responden lansia yang lebih kecil dari α=0.05 yaitu sebesar 0.000846. Kemudian dilihat dari jumlah kode bintang pada variabel arisan responden lansia yaitu sebanyak tiga bintang memiliki arti bahwa signifikansi pada taraf nyata variabel arisan pada responden lansia adalah sebesar 0,1 persen. Artinya, hasil ini dapat diyakini benar sebesar 99,9 persen dan hasil ini memiliki kesempatan untuk salah sebesar 0,1 persen. Jika dilihat dari nilai estimate yang dihasilkan yaitu sebesar 0.151750 yang memiliki arah positif, maka memiliki arti bahwa setiap satu peningkatan variabel arisan pada responden lansia akan menaikkan sebesar 0.151750 pada variabel kepuasan hidup responden lansia. Artinya, semakin sering responden lansia melakukan kegiatan arisan memprediksikan sebesar 8,7 persen untuk menaikkan kepuasan hidup lansia di Indonesia. Hasil yang didapat oleh peneliti bahwa arisan pada lansia mempengaruhi kepuasan hidup lansia secara signifikan dan memiliki pengaruh yang bersifat positif ini sejalan dengan pernyataan dari Hardiwinoto & Setiabudhi (1999) bahwa arisan merupakan aspek dalam kecenderungan hidup sehat sebagai penunjang kesehatan psikis. Arisan sebagai rekreasi adalah perilaku hidup sehat yang mampu meningkatkan kepuasan hidup (dikutip dari Purwadi, 2006). E. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil regresi yang dilakukan didapat hasil bahwa lima variabel yang berpengaruh signifikan dapat menaikkan kepuasan hidup lansia adalah variabel kualitas tidur dengan pengaruh sebesar 8,7%, variabel minum obat sesuai dosis dan waktu yang tepat dengan pengaruh sebesar 12,9%, variabel pemeriksaan kesehatan dengan pengaruh sebesar 14,5%, variabel konsumsi sayuran hijau dengan pengaruh sebesar 12,4%, dan variabel arisan dengan pengaruh sebesar 15,1%. Variabel yang tidak berpengaruh signifikan namun dapat menaikkan kepuasan hidup lansia adalah variabel konsumsi vitamin dengan pengaruh sebesar 10%, variabel posyandu lansia dengan pengaruh sebesar 8,7%, variabel minum susu dengan pengaruh sebesar 6,2%, dan variabel religiusitas dengan pengaruh sebesar 2,8%. Sementara itu variabel yang tidak berpengaruh signifikan namun dapat menurunkan kepuasan hidup lansia adalah variabel olahraga dengan pengaruh sebesar 4,6% dan variabel pertemuan masyarakat dengan pengaruh sebesar 6,5%. 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran bahwa lansia sangat perlu untuk memperhatikan kesehatan mereka. Karena masa lansia merupakan masa yang sangat rentan dengan adanya penurunan pada fisik dan psikis yang akan menjadi masalah bagi lansia. Mempertahankan kesehatan dan mencegah datangnya penyakit dengan melakukan kecenderungan hidup sehat sangat perlu dilakukan oleh lansia agar lansia mampu mendapat kebahagiaan dan kepuasan hidup maksimal. Kemudian peneliti juga memberikan saran kepada pemerintah bahwa kelonjakan jumlah penduduk lansia yang akan terus menerus meningkat sangat perlu diantisipasi dengan berbagai program, agar para lansia yang terus bertambah ini tidak menjadi beban bagi negara. Kemudian bagi peneliti selanjutnya bisa meneliti pengaruh aspek kesehatan yang lain terhadap kepuasan hidup lansia. F. DAFTAR PUSTAKA Amalia, Sofa. (2017). Pengaruh Persepsi Kesehatan Terhadap Tingkat Kebahagiaan Pada Lansia. Jurnal Psikovidya. 21 (2) : 1-9 Amawidyati, Sukma A.G & Utami, Muhana S. (2007). Religiusitas dan Psychological Well-being pada Korban Gempa. Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada. 34(2) : 164-176 Anggraini, Ida et. al. (2013). Hubungan Antara Status Spiritual Lansia dengan Gaya Hidup Lansia. Universitas Riau Arinda Veratamala. (2017) . 5 Penyakit yang Banyak Menyerang Lansia di Indonesia. Tersedia di : https://www.msn.com/id-id/kesehatan/other/5- penyakit-yang-banyak-menyerang-lansia-di-indonesia/ar-AAoEJJM. Diakses pada 16 Februari 2018 pukul 02.10 Asih, Nadia S. et al. (2015). Hubungan antara Konsep Diri dan Religiusitas dengan Kepuasan Hidup pada Lansia di Desa Rendeng Kabupaten Kudus. Jurnal Ilmiah Psikologi Candrajiwa. 4(1) : 28-39 Asplund, Ragnar. (2009). Health of Elderly with Regard to Sleep and Nocturnal Micturition. Scandinavian Journal of Primary Health Care. 10 : 98-104 Bourke, Nancye. (2012). Bahagia pada Masa Tua. Yogyakarta : Penerbit Kanisus BPS. (2015). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Diunduh pada laman http://bps.go.id. Diakses pada tanggal 2 Agustus 2017 pukul 19.00 WIB. BPS. (2017). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Diunduh pada laman http://bps.go.id. Diakses pada tanggal 16 Februari 2018 pukul 02.21 WIB. Deaton, Angus. (2008). Income, Helath, and Well-being around the World. Journal of economics perspectives. 22 (2) :53-72 Desiningrum, Dinie Ratri. (2016). Goal Orientation dan Subjective Well Being pada Lansia. Jurnal Psikologi Undip. 15(1): 43-55 Diener, Ed & Katherine Ryan. (2009). Subective Well-Being: A General Overview. South African Journal of Psychology. 39(4): 391-406. Diener, Ed. et. al. (2009). Subjective Well Beng : The Science of Happiness and Life Satisfaction. Psychology, Personality and Social Psychology, Clinical Psychology. The Oxford Handbook of Positive Psychology (2 ed.) Diener, Ed.,et. al. (1985). The Satisfaction with Life Scale. Journal of Personality Assessment, 49, 71-75. Etika, Nimas M. (2017). Apakah Lansia Masih Perlu Minum Susu ? Berapa Banyak yang Dibutuhkan ? Tersedia di : https://hellosehat.com/hidup- sehat/tips-sehat/lansia-butuh-minum-susu/ . Diakses pada 26 Februari 2018 pukul 03.10 Gao, Junling et. al. (2017). Relationships between neighborhood attributes and subjective well-being among the Chinese elderly: Data from Shanghai. BioSciences Trends. 11(5) : 516-523 Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Haryanto, Dany & Nugrohohadi, G. Edwi. (2011). Pengantar Sosiologi Dasar. Jakarta : Prestasi Pustaka Hurlock, Elizabeth B. (1980) . Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Rentang Kehidupan edisi kelima. Jakarta : Erlangga IFLS. (2015). IFLS 5. RAND Corporation. Diunduh pada laman https://www.rand.org/labor/FLS/IFLS.html. Diakses pada tanggal 2 Agustus 2017 pukul 19.00 WIB. Ilham Kurniawan. (2015). Ekonometrika : Variabel Dummy. Tersedia di : http://blog.unnes.ac.id/aiomcik/2015/10/12/ekonometrika-variabel- dummy/. Diakses pada 23 Februari 2018 pukul 02.15 Indriana, Yeniar. (2012). Gerontologi dan Progeria. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Kompas.com. (2017). Tersedia di http://lifestyle.kompas.com/read/ 2017/02/23/140000623/penduduk.ri.menuju.menua. Diakses pada 16 Februari 2018 pukul 02.12 Latifah, Darti. (2013). Perbedaan Kualitas Hidup Lansia yang Aktif Mengikuti Posyandu Lansia dengan yang Tidak Aktif Mengikuti Posyandu Lansia di Desa Sirnoboyo Kecamatan Pacitan. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta Martono, Nanang. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta : Rajawali Press Miller, Ray & Bairoliya,Neha. (2017). Health, Longevity, and Welfare Inequality of the Elderly. Havard Edu. 1-48 Napitupulu, Yenny M.N. (2009). Hubungan Aktivitas Sehari-hari dan Sucsessful Aging pada Lansia. Jurnal Penelitian Psikologi Perkembangan. 1-19 Noh, Jin-Won et. al. (2017). Relationship of health, sociodemographic, and economic factor and life satisfication in young old and old-old elderly. The Journal of Psysical Therapy Science. 29 : 1483-1489 Pandji, Dewi. (2012). Menembus Dunia Lansia. Jakarta : PT Elex Media Komputindo Papalia, Diane E. & Feldman, Ruth D. (2014). Menyelami Perkembangan Manusia. Jakarta : Salemba Humanika Prasetyaningsih, Roh H. et. al. (2016). Associationt of Determinant Factors on Bio-psychosocial with Quality of Life in Elderly. Journal of Epidemiology and Public Health. 1(2) : 108-117 Purwadi, I. I. B. (2006). Hubungan antara Kecenderungan Hidup Sehat dengan Kepuasan Hidup Pada Lansia. Jurnal Humanitas : Indonesian Psychological Journal. Vol 3 ( 2 Agustus 2006 ) : 1-12 Purwadi, Imam I.B. (2006). Hubungan antara Kecenderungan Hidup Sehat dengan Kepuasan Hidup Lansia. Jurnal Humanitas. 3(2) :114-125 Purwanto, E. A. & Sulistyastuti, D.R., (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Administrasi Publik dan Masalah-masalah Sosial. Yogyakarta: Gava Media Putri, Bella J. (2016). 7 Alasan Kenapa Anda Harus Konsumsi Sayuran Hijau Tiap Hari. Tersedia di : http://health.liputan6.com/read/2556233/7- alasan-kenapa-anda-harus-konsumsi-sayur-hijau-tiap-hari. Diakses pada 26 Februari 2018 pukul 03.00 Rahayu, Puji T. (2016). Determinan Kebahagiaan di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. 14(1) : 149-170 Ritzer, George. (2012). Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Terakhir Posmodern. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Rohmah, Anis I.N. et. al. (2012). Kualitas Hidup Lansia : Quality of Life Elderly. Jurnal Keperawatan. 3(2) : 120-132 Sari, Mila T. & Susanti. (2017). Gambaran Kualitas Hidup Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur dan Lansia di Kelurahan Paal V- Kota Jambi. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 12(2) : 178- 183 Soleman B.Tameko. (1984). Struktur dan Proses Sosial. Jakarta : Rajawali Pers Suardiman, Siti Partini. (2011). Psikologi Lanjut Usia. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Suharsaputra, Uhar. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. Bandung : PT Refika Aditama Suhartono. (2009). Analisis Data Statistik dengan R. Yogyakarta: Graha Ilmu Sunyoto, Danang. (2007). Analisis Regresi dan Korelasi Bivariat. Yogyakarta : Amara Books Tandon, Mahima. (2017). A Study on Psychological well-being Elderly. International Journal of Home Science. 3 (1) : 387–389 Taylor, Shelley E. et. al, (2009). Psikologi Sosial. Jakarta : Kencana Taylor, Shelly E & Peplau, Letitia Anne.(2009). Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas. Jakarta : Kencana Telaumbanua, Ratnasari V. (2016). Perilaku Sehat dan Spiritualitas sebagai Prediktor Subjective Well-being pada Lansia. Salatiga : Universitas Kristen Satyawacana Tiara Sutari. (2017). Indonesia Bakal Masuk Daftar Negara Berwarga Lansia Terbanyak. Tersedia di : https://www.cnnindonesia.com/nasional/ 20170516135543-20-215181/ indonesia-bakal-masuk-daftar-negara- berwarga-lansia-terbanyak. Diakses pada 16 Februari 2018 pukul 01.57 Tim Redaksi. (2010). Sehat dan Bugar di Usia Lanjut. Yogyakarta : Banyu Media Tov, William & Diener, Ed. (2013). Subjective Well-being. Research Collection School of Social Sciences. Paper 1395. Urbayatun, Siti. (2006). Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan dengan Afek Positif dan Afek Negatif pada Lansia. Jurnal Humanitas : Indonesian Psychological Journal. 3(1) : 63-72 Ventegodt, Soren dan Merrick, Joav. (2013). Health and Happiness. Jurnal Altern Med Res. 5(3) :153-155 Weinhold, Diana. (2016). Smoking Status and Subjective Well-being. University of Illinois, Chicago. 2-16 White, Kevin. (2012). Pengantar Sosiologi Kesehatan dan Penyakit. Jakarta : Rajawali Pers Yamin, et. al. (2011). Regresi dan Korelasi dalam Genggaman Anda; Aplikasi dengan Software SPSS, EViews, MINITAB, dan STATGRAPHICS. Jakarta: Salemba Empat