Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Struktur populasi lansia merupakan gambaran dari semakin tinggi rata-rata

Usia Harapan Hidup (UHH) penduduk Indonesia. Tingginya UHH merupakan salah

satu indikator keberhasilan dalam pencapaian pembangunan nasional terutama di

bidang kesehatan. Besarnya jumlah penduduk lansia di Indonesia akan membawa

dampak positif maupun negatif di masa depan. Berdampak positif, apabila penduduk

lansia berada dalam keadaan sehat, aktif dan produktif. Disisi lain, besarnya jumlah

penduduk lansia menjadi beban jika lansia memiliki masalah penurunan kesehatan

yang berakibat pada peningkatan biaya pelayanan kesehatan, peningkatan disabilitas,

penurunan pendapatan/penghasilan, tidak adanya dukungan sosial dan lingkungan

yang tidak ramah terhadap penduduk lansia (Kemenkes RI, 2017).

Secara global diprediksi jumlah populasi lansia akan terus mengalami

peningkatan dari tahun ketahun di tingkat dunia termasuk di Indonesia. Berdasarkan

dari hasil data Departement of Economic and Social Affairs, Population Devision

(2017), secara global populasi lansia pada tahun 2015 sekitar 12,3% dan pada tahun

2025 sekitar 14,9% diprediksi terus mengalami peningkatan pada tahun 2030 sekitar

16,4%. Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2018 terdapat 24,49

juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,27%) dan diprediksi jumlah penduduk lansia

terus mengalami peningkatan pada tahun 2020 sekitar (27,08 juta), tahun 2025 (33,69

juta), tahun 2030 (40,95 juta), tahun 2035 (48,19 juta) dan BPS memproyeksikan pada

tahun 2045 Indonesia akan memiliki sekitar 63,31 juta lansia. Suatu negara dikatakan

berstruktur tua jika mempunyai populasi lansia di atas 7% (Soeweno) dan dalam hal

1
2

ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara dengan penduduk menuju tua

(ageing population) (Badan Pusat Statistik, 2018).

Peningkatan jumlah lansia juga ditemukan di Provinsi Riau, jumlah penduduk

lansia di Provinsi Riau pada tahun 2017 yang berumur 60-64 tahun sebanyak 105.515

orang, pada umur 65-69 tahun sebanyak 91.308 orang, pada umur 70-74 tahun

sebanyak 55.407 orang, sedangkan pada umur 75+ tahun sebanyak 53.163 orang

(Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2018). Menurut Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru

(2018), jumlah penduduk lansia yang ada di Kota Pekanbaru pada tahun 2018 yang

berumur 60+ tahun sebanyak 56.430 orang, pada umur 65+ tahun sebanyak 32.226

orang, sedangkan pada umur 70+ tahun sebanyak 16.703 orang.

Tingginya jumlah lansia tersebut menyebabkan munculnya berbagai masalah

kesehatan yang bersifat holistik, baik masalah biologis, psikologi, sosial, maupun

spiritual. Salah satu masalah biologis atau penyakit yang cenderung terjadi pada lansia

adalah penyakit hipertensi (Maryam dkk, 2008). Hipertensi atau tekanan darah tinggi

adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah

diastolik lebih dari 90 mmHg dan sering disebut silent killer yang bersifat kronis.

Hipertensi merupakan penyakit tertinggi pada lansia dengan prevalensi yang sangat

tinggi.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13

Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia

terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap

tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena

hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi

dan komplikasinya.
3

Kondisi ini juga terjadi di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2018, prevelensi hipertensi di Indonesia sebesar 34,11% dan di Riau

berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 29,14% (Kemenkes RI,

2018). Menurut Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2018), bahwa hipertensi termasuk

sepuluh besar kunjungan kasus penyakit tidak menular di Puskesmas diseluruh kota

Pekanbaru tahun 2017 sebanyak 35.090 jumlah kunjungan (Dinas Kesehatan

Pekanbaru, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian Aulia dan Wahyuni, (2016) menunjukkan faktor-

faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada lansia adalah riwayat

keluarga, konsumsi kalium, aktifitas fisik, dan stres. Lansia yang memiliki riwayat

keluarga dengan hipertensi lebih beresiko untuk menderita hipertensi. Upaya dalam

mengatasi hipertensi dapat dilakukan dengan cara modifikasi gaya hidup. Modifikasi

gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam, menurunkan berat

badan, menghindari minuman berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olahraga

juga dianjurkan bagi penderita hipertensi, dapat berupa jalan, jogging, bersepeda dan

senam. Penting juga untuk cukup istirahat dan mengendalikan stress (Kemenkes RI,

2014). Hipertensi merupakan faktor bekontribusi terhadap stroke, infark miokard

bahkan mengakibatkan kematian apabila tidak ditangani (Potter & Perry, 2010).

Dalam memodifikasi gaya hidup, pasien hipertensi harus memiliki self efficacy

yang tinggi untuk memotivasi dan meyakinkan diri sendiri mampu mencapai gaya

hidup yang sehat. Self efficacy adalah keyakinan diri atau sikap percaya diri terhadap

kemampuan sendiri untuk menampilkan tingkah laku yang akan mengarahkan

seseorang pada hasil yang diharapkan (Yusuf & Nurihsan, 2011). Warren-Findlow

(2012) dalam penelitiannya self efficacy yang baik secara signifikan dihubungkan

dengan kepatuhan pengobatan, diet rendah garam. Dengan memiliki self efficacy yang
4

tinggi pasien hipertensi mampu menjalankan gaya hidup sehat sehingga

meminimalkan komplikasi serta meningkatkan kualitas hidupnya dan pasien yang

memiliki self efficacy yang rendah lebih cenderung tidak memperhatikan gaya hidup

sehat (Indah, Mamat, & Supriadi, 2014).

Berdasarkan penelitian Sari dan Sumiati, (2016); Kusuma dan Hidayati,

(2013); Ismatika dan Soleha, (2017); Rahayuningsih dkk, (2013); Astuti (2017) ada

beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan self efficacy pada pasien

penyakit kronis yaitu motivasi dari keluarga dan sosial, tingkat pengetahuan, dari

pengalaman orang lain dan tingkat spiritualitas. Menurut hasil penelitian Ngurah dan

Sukmayanti (2014) salah satu faktor pendukung meningkatnya self efficacy adalah

dengan mengikuti program kegiatan kesehatan yang telah disediakan atau difasilitasi

oleh puskesmas. Salah satu program kegiatan yang disediakan atau difasilitasi

puskesmas untuk lansia yaitu posbindu. Berbagai kegiatan dalam program posbindu

sangat baik dan banyak memberikan manfaat dan setiap lansia diharapkan ikut dalam

kegiatan posbindu karena merupakan salah satu program untuk lansia di masyarakat

(Sunaryo dkk, 2016).

Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) adalah suatu wadah pelayanan kepada

kelompok lanjut usia di masyarakat, yang proses pembentukan dan pelaksanaannya

dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor

pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan

menitik beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif.

Disamping pelayanan kesehatan, di Posbindu juga dapat diberikan pelayanan

sosial, agama, pendidikan, ketrampilan, olah raga dan seni budaya serta pelayanan lain

yang dibutuhkan para lanjut usia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup melalui

peningkatan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Selain itu melalui mengikuti


5

program posbindu dapat membantu memacu lansia agar dapat beraktifitas dan

mengembangkan potensi diri (Kemenkes RI, 2016 ). Berdasarkan hasil penelitian

Primadayanti, (2011); Irawan, (2015); Putri dkk, (2017); Dwi, (2012); Yolanda dkk,

(2018) menyatakan bahwa manfaat posbindu juga dapat meningkatkan kemandirian

lansia dalam melakukan activity of daily living (ADL) dan mengontrol penyakit

khususnya hipertensi, menanggulangi atau mengurangi depresi yang dialami lansia,

meningkatkan kulitas hidup lansia, dan meningkatkan kesehatan lansia baik kesehatan

fisik maupun kesehatan psikologis.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 2 Mei 2019 di

wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Rejosari Kota Pekanbaru, didapatkan data

sekunder dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2018) terdapat 5502 lansia. Wilayah

kerja Puskesmas Kecamatan Rejosari merupakan wilayah yang mempunyai jumlah

populasi tertinggi lansia no 2 di Kota Pekanbaru. Berdasarkan data sekunder dari

wilayah kerja Puskesmas Rejosari jumlah posbindu yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Rejosari berjumlah lima posbindu lansia, dimana posbindu Pucuk Rebung

sebanyak 72 lansia dengan hipertensi, Anggrek sebanyak 17 lansia dengan hipertensi,

Teratai sebanyak 33 lansia dengan hipertensi, Melati sebanyak 59 lansia dengan

hipertensi, dan Mawar sebanyak 25 lansia hipertensi. Keseluruhan jumlah lansia

dengan hipertensi yang mengikuti posbindu berjumlah 206 lansia.

Berdasarkan hasil wawancara kepada 11 lansia yang mengalami hipertensi, 5

dari 7 lansia yang aktif mengikuti program posbindu mengatakan memiliki keyakinan

pada dirinya bahwa dia mampu mengontrol hipertensi secara mandiri dengan

pengatahuan dan pengalaman yang mereka dapatkan selama mengikuti kegiatan

posbindu seperti mengatur diet, memeriksa tekanan darah secara rutin, olahraga dan

rajin meminum obat. Sedangkan 4 lansia yang tidak mengikuti kegiatan posbindu 2
6

diantaranya mengatakan tidak percaya akan kemampuannya dan tidak mengetahui

bagaimana cara mengotrol dan menyerah akan penyakit hipertensi, lansia juga

mengatakan meminum obat apabila merasa pusing dan jarang memeriksakan diri

kepetugas kesehatan. Hasil wawancara juga didapatkan 2 lansia lain yang tidak aktif

mengikuti kegiatan posbindu mengatakan memiliki kepercayaan pada dirinya bahwa

dia mampu mengontrol hipertensi secara mandiri dengan cara mengontrol diet, rajin

berolahraga dan meminum obat secara teratur apabila merasa pusing dari petugas

kesehatan Puskesmas.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk

mengetahui hubungan keaktifan lansia mengikuti kegiatan posbindu lansia dengan

tingkat self efficacy pada lansia hipertensi.

B. Rumusan Masalah

Hipertensi adalah masalah yang paling umum yang dihadapi lansia tetapi jika

tidak terkontrol dapat mengakibatkan berbagai komplikasi yang dapat menyebabkan

kematian. Upaya dalam mengatasi hipertensi dapat dilakukan dengan cara modifikasi

gaya hidup. Dalam memodifikasi gaya hidup, pasien hipertensi harus memiliki self

efficacy yang tinggi untuk memotivasi dan meyakinkan diri sendiri. Banyak faktor

yang berpengaruh pada peningktan self efficacy, salah satunya adalah motivasi

keluarga dan sosial, pengetahuan dan pengalaman orang lain. Kondisi ini dapat

ditemukan di kegiatan Posbindu Lansia. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat

dirumuskan masalah penelitian; apakah ada hubungan keaktifan lansia mengikuti

kegiatan posbindu lansia dengan tingkat self efficacy pada lansia hipertensi?
7

C. Tujuan Masalah

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan keaktifan lansia

mengikuti kegiatan posbindu lansia dengan tingkat self efficacy pada lansia

hipertensi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden meliputi: inisial nama, umur, jenis

kelamin, status perkawinan, agama, suku dan pendidikan terakhir, pekerjaan,

kondisi tekanan darah dan lama mengalami hipertensi.

b. Mengetahui gambaran kondisi keaktifan lansia dalam mengikuti program

posbindu pada lansia

c. Mengetahui gambaran kondisi tingkat self eficacy lansia

d. Mengetahui hubungan antara kondisi keaktifan lansia mengikuti kegiatan

posbindu lansia dengan tinggkat self efficacy pada lansia hipertensi.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat.

1. Manfaat Bagi perkembangan Ilmu Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan

pengembangan data sebagai referensi bagi bidang ilmu kesehatan terkhusus ilmu

keperawatan dalam hal hubungan keaktifan lansia mengikuti kegiatan posbindu

lansia dengan tingkat self efficacy pada lansia hipertensi di wilayah kerja

Puskesma Rejosari. Informasi ini dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan

keperawatan yang mengalami kondisi kesehatan fisiologis dengan tingkat self

efficacy dalam mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Rejosari.


8

2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan pendidikan serta memberikan

informasi mengenai hubungan keaktifan lansia mengikuti kegiatan posbindu lansia

dengan tingkat self efficacy pada lansia hipertensi

3. Bagi Posbindu Lansia

Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pengelola posbindu dalam

meningkatkan pelayanan kesehatan dalam posbindu lansia yang ditujukan untuk

meningkatkan self efficacy pada lansia hipertensi.

4. Bagi Masyarakat Lansia

Memberikan informasi kepada masyarakat terkhusus lansia tentang pentingnya

mengikuti dan melakukan kunjungan aktif ke posbindu terkait dengan peningkatan

self efficacy pada lansia hipertensi

5. Bagi Peneliti Berikutnya

Hasil penelitian ini merupakan sebagai salah satu ilmu yang dapat diperoleh

peneliti dan bahan pertimbangan atau acuan untuk penelitian berikutnya terutama

mengenai masalah hubungan keaktifan lansia mengikuti kegiatan posbindu lansia

dengan tingkat self efficacy pada lansia hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai