PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usia Harapan Hidup (UHH) penduduk Indonesia. Tingginya UHH merupakan salah
dampak positif maupun negatif di masa depan. Berdampak positif, apabila penduduk
lansia berada dalam keadaan sehat, aktif dan produktif. Disisi lain, besarnya jumlah
penduduk lansia menjadi beban jika lansia memiliki masalah penurunan kesehatan
dari hasil data Departement of Economic and Social Affairs, Population Devision
(2017), secara global populasi lansia pada tahun 2015 sekitar 12,3% dan pada tahun
2025 sekitar 14,9% diprediksi terus mengalami peningkatan pada tahun 2030 sekitar
16,4%. Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2018 terdapat 24,49
juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,27%) dan diprediksi jumlah penduduk lansia
terus mengalami peningkatan pada tahun 2020 sekitar (27,08 juta), tahun 2025 (33,69
juta), tahun 2030 (40,95 juta), tahun 2035 (48,19 juta) dan BPS memproyeksikan pada
tahun 2045 Indonesia akan memiliki sekitar 63,31 juta lansia. Suatu negara dikatakan
berstruktur tua jika mempunyai populasi lansia di atas 7% (Soeweno) dan dalam hal
1
2
ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara dengan penduduk menuju tua
lansia di Provinsi Riau pada tahun 2017 yang berumur 60-64 tahun sebanyak 105.515
orang, pada umur 65-69 tahun sebanyak 91.308 orang, pada umur 70-74 tahun
sebanyak 55.407 orang, sedangkan pada umur 75+ tahun sebanyak 53.163 orang
(Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2018). Menurut Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru
(2018), jumlah penduduk lansia yang ada di Kota Pekanbaru pada tahun 2018 yang
berumur 60+ tahun sebanyak 56.430 orang, pada umur 65+ tahun sebanyak 32.226
kesehatan yang bersifat holistik, baik masalah biologis, psikologi, sosial, maupun
spiritual. Salah satu masalah biologis atau penyakit yang cenderung terjadi pada lansia
adalah penyakit hipertensi (Maryam dkk, 2008). Hipertensi atau tekanan darah tinggi
adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik lebih dari 90 mmHg dan sering disebut silent killer yang bersifat kronis.
Hipertensi merupakan penyakit tertinggi pada lansia dengan prevalensi yang sangat
tinggi.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13
tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena
hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi
dan komplikasinya.
3
(Riskesdas) tahun 2018, prevelensi hipertensi di Indonesia sebesar 34,11% dan di Riau
berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 29,14% (Kemenkes RI,
2018). Menurut Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2018), bahwa hipertensi termasuk
sepuluh besar kunjungan kasus penyakit tidak menular di Puskesmas diseluruh kota
Pekanbaru, 2018).
faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada lansia adalah riwayat
keluarga, konsumsi kalium, aktifitas fisik, dan stres. Lansia yang memiliki riwayat
keluarga dengan hipertensi lebih beresiko untuk menderita hipertensi. Upaya dalam
mengatasi hipertensi dapat dilakukan dengan cara modifikasi gaya hidup. Modifikasi
gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam, menurunkan berat
juga dianjurkan bagi penderita hipertensi, dapat berupa jalan, jogging, bersepeda dan
senam. Penting juga untuk cukup istirahat dan mengendalikan stress (Kemenkes RI,
bahkan mengakibatkan kematian apabila tidak ditangani (Potter & Perry, 2010).
Dalam memodifikasi gaya hidup, pasien hipertensi harus memiliki self efficacy
yang tinggi untuk memotivasi dan meyakinkan diri sendiri mampu mencapai gaya
hidup yang sehat. Self efficacy adalah keyakinan diri atau sikap percaya diri terhadap
seseorang pada hasil yang diharapkan (Yusuf & Nurihsan, 2011). Warren-Findlow
(2012) dalam penelitiannya self efficacy yang baik secara signifikan dihubungkan
dengan kepatuhan pengobatan, diet rendah garam. Dengan memiliki self efficacy yang
4
memiliki self efficacy yang rendah lebih cenderung tidak memperhatikan gaya hidup
(2013); Ismatika dan Soleha, (2017); Rahayuningsih dkk, (2013); Astuti (2017) ada
penyakit kronis yaitu motivasi dari keluarga dan sosial, tingkat pengetahuan, dari
pengalaman orang lain dan tingkat spiritualitas. Menurut hasil penelitian Ngurah dan
Sukmayanti (2014) salah satu faktor pendukung meningkatnya self efficacy adalah
dengan mengikuti program kegiatan kesehatan yang telah disediakan atau difasilitasi
oleh puskesmas. Salah satu program kegiatan yang disediakan atau difasilitasi
puskesmas untuk lansia yaitu posbindu. Berbagai kegiatan dalam program posbindu
sangat baik dan banyak memberikan manfaat dan setiap lansia diharapkan ikut dalam
kegiatan posbindu karena merupakan salah satu program untuk lansia di masyarakat
dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor
sosial, agama, pendidikan, ketrampilan, olah raga dan seni budaya serta pelayanan lain
yang dibutuhkan para lanjut usia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup melalui
program posbindu dapat membantu memacu lansia agar dapat beraktifitas dan
Primadayanti, (2011); Irawan, (2015); Putri dkk, (2017); Dwi, (2012); Yolanda dkk,
lansia dalam melakukan activity of daily living (ADL) dan mengontrol penyakit
meningkatkan kulitas hidup lansia, dan meningkatkan kesehatan lansia baik kesehatan
sekunder dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2018) terdapat 5502 lansia. Wilayah
wilayah kerja Puskesmas Rejosari jumlah posbindu yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Rejosari berjumlah lima posbindu lansia, dimana posbindu Pucuk Rebung
dari 7 lansia yang aktif mengikuti program posbindu mengatakan memiliki keyakinan
pada dirinya bahwa dia mampu mengontrol hipertensi secara mandiri dengan
posbindu seperti mengatur diet, memeriksa tekanan darah secara rutin, olahraga dan
rajin meminum obat. Sedangkan 4 lansia yang tidak mengikuti kegiatan posbindu 2
6
bagaimana cara mengotrol dan menyerah akan penyakit hipertensi, lansia juga
mengatakan meminum obat apabila merasa pusing dan jarang memeriksakan diri
kepetugas kesehatan. Hasil wawancara juga didapatkan 2 lansia lain yang tidak aktif
dia mampu mengontrol hipertensi secara mandiri dengan cara mengontrol diet, rajin
berolahraga dan meminum obat secara teratur apabila merasa pusing dari petugas
kesehatan Puskesmas.
B. Rumusan Masalah
Hipertensi adalah masalah yang paling umum yang dihadapi lansia tetapi jika
kematian. Upaya dalam mengatasi hipertensi dapat dilakukan dengan cara modifikasi
gaya hidup. Dalam memodifikasi gaya hidup, pasien hipertensi harus memiliki self
efficacy yang tinggi untuk memotivasi dan meyakinkan diri sendiri. Banyak faktor
yang berpengaruh pada peningktan self efficacy, salah satunya adalah motivasi
keluarga dan sosial, pengetahuan dan pengalaman orang lain. Kondisi ini dapat
kegiatan posbindu lansia dengan tingkat self efficacy pada lansia hipertensi?
7
C. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan keaktifan lansia
mengikuti kegiatan posbindu lansia dengan tingkat self efficacy pada lansia
hipertensi.
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
pengembangan data sebagai referensi bagi bidang ilmu kesehatan terkhusus ilmu
lansia dengan tingkat self efficacy pada lansia hipertensi di wilayah kerja
Hasil penelitian ini merupakan sebagai salah satu ilmu yang dapat diperoleh
peneliti dan bahan pertimbangan atau acuan untuk penelitian berikutnya terutama