Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena tidak semua orang dapat

mencapai usia tersebut. Orang yang berusia lanjut memerlukan tindakan keperatawan,

agar lansia dapat menikmati masa usia emas dan menjadi usia lanjut yang berguna

dan bahagia semasa hidupnya [ CITATION Mar081 \l 1033 ] . Berdasarkan Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia (Kementrian Kesehatan RI, 2017) presentase

penduduk lansia (60 tahun keatas) di Indonesia dan dunia menunjukan adanya

peningkatan sejak tahun 2017 yaitu sebanyak 8,9% dan meningkat menjadi 9,3%

pada tahun 2019. Jumlah penduduk lansia dipredikisi tahun 2025 berkisar 33 juta

jiwa. Berdasarkan Data Profil Kesehatan Provinsi Bali, (2019) jumlah penduduk

lansia di Provinsi Bali tahun 2019 sebanyak 375.9 jiwa. Jumlah lansia tertinggi

berada di Kabupaten Tabanan sebanyak 73.778 jiwa, dan terendah di Kota Denpasar

sebanyak 7.930 jiwa.

Meningkatnya jumlah penduduk lansia dapat menyebabkan berbagai masalah

kesehatan, karena lansia mengalami perubahan dalam kesehatan baik secara fisik,

kognitif, maupun sosial (Azizah 2011). Salah satu masalah kesehatan yang timbul

akibat proses menua dan faktor risiko pada sistem kardiovaskular adalah hipertensi

(Bustan, 2015). Menurut World Health Organization (WHO) (dalam Triyanto, 2014)

1
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan

darah di atas normal, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah

kurang dari 130/85 mmHg. Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif.

Penduduk umur 55 tahun 90% berisiko menderita hipertensi.

Menurut World Health Organization tahun 2012 (dalam Triyanto, 2014)

angka kejadian hipertensi sebanyak 839 juta orang dan diperkirakan meningkat

menjadi 1,15 milyar pada tahun 2025 atau sekitar 29% dari total penduduk di dunia,

Sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terjadi terutama di negara-negara berkembang

salah satunya Indonesia, sedangkan menurut data Riset Kesehatan Dasar Republik

Indonesia (RISKESDAS RI) tahun 2013 diperoleh bahwa, angka kejadian hipertensi

pada 5 tahun terakhir sebanyak 25,8%, prevalensi hipertensi mengalami peningkatan,

pada tahun 2007 angka kejadian hipertensi sebanyak 7,6% dan pada tahun 2013

menjadi 9,5%. Menurut data KEMENKES RI (2019) penyakit terbanyak pada lanjut

usia adalah hipertensi sebesar 57,6%. Prevalensi semakin meningkat seiring dengan

bertambahnya umur.

Berdasarkan data (RISKESDAS BALI) tahun 2017 Kabupaten yang

menduduki peringkat pertama penyakit hipertensi adalah Kabupaten Tabanan dengan

jumlah sebanyak 25,8%, diikuti Kabupaten Bangli 23,9%, Kabupaten Badung 22,4%,

Kabupaten Karangasem 20,8%, Kabupaten Klungkung 20,5%, Kabupaten Buleleng

19,8%, Kota Denpasar 18,4%, Kabupaten Jembrana 16,6% dan terendah di

Kabupaten Gianyar 13,3%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan

(2019) diperoleh bahwa, hipertensi menduduki peringkat pertama dari 10 besar

2
penyakit yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Tabanan dengan jumlah

total sebanyak 21.204 kasus, sedangkan tahun 2018, penyakit hipertensi mengalami

peningkatan signifikan dengan jumlah total 22.803 kasus. Berdasarkan data yang

diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan jumlah penderita hipertensi di

Puskesmas Marga II tahun 2017 sebanyak 187 lansia, tahun 2016 menjadi 361 lansia

dan pada tahun 2019 meningkat menjadi 466 lansia.

Hipertensi merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan namun bisa

dikontrol dan memerlukan kesabaran bagi penderita untuk melakukan pengobatan

hipertensi (Gunawan, 2009). Sasaran utama dalam pengobatan hipertensi adalah

meningkatkan manajemen hipertensi bagi penderita dan keluarga. Manajemen

hipertensi adalah mempertahankan tekanan darah dalam keadaan optimal, dengan

memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang menderita

hipertensi. Cakupan pola hidup sehat antara lain berhenti merokok, mengontrol berat

badan, menghindari alkohol, modifikasi diet, sedangkan cangkupan psikis meliputi

mengurangi stress, aktivitas fisik, dan istirahat (Amir, 2009). Menurut Wijaya (2013)

penyakit hipertensi apabila tidak dimanajemen dalam jangka panjang akan

menyebabkan kerusakan pada arteri didalam tubuh yang mengakibatkan komplikasi

sehingga terjadi penyakit jantung koroner, stroke dan gagal ginjal.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmiati (2017) yang

berjudul “Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Self Care Management

Penderita Hipertensi di Posbindu Desa Kalierang Kecamatan Selomerto Kabupaten

Wonosobo” diperoleh bahwa penderita hipertensi sebagian besar mendapatkan

3
dukungan dari keluarga yaitu sebanyak 46 responden (51,7%). Self care management

penderita hipertensi sebagian besar kurang yaitu sebanyak 41 responden (46,1%)

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan dukungan sosial keluarga dengan Self

Care Management penderita hipertensi di Posbindu.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengontrol dan

mencegah terjadinya komplikasi dari hipertensi, seperti kebijakan yang dibuat oleh

KEMENKES RI (2012) meliputi pengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi

dini hipertensi secara aktif (skrining), meningkatkan akses masyarakat terhadap

pelayanan deteksi dini melalui kegiatan Pos Binaan Terpadu (POSBINDU), Penyakit

Tidak Menular (PTM), meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi

melalui revitalisasi Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui peningkatan sumber

daya tenaga kesehatan yang profesional dan kompeten.

Menurut Lewin (dalam Putri, 2016) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

manajemen hipertensi yaitu karakteristik individual, pengetahuan, sikap dan

partisipasi keluarga. Partisipasi keluarga sangat berpengaruh pada proses kesembuhan

penyakit anggota keluarganya, karena keluarga adalah orang yang tinggal dekat

dengan pasien dan memiliki tugas dan fungsi dalam merawat anggota keluarga yang

sakit. Lansia yang mengalami penyakit kronis seperti hipertensi pada umumnya lebih

memilih tinggal di lingkungan keluarga. Menurut Mubarak (dalam Mukhtaruddin,

2014) menyatakan bahwa alasan lansia perlu dirawat dilingkungan keluarga

dikarenakan keluarga merupakan pengambil keputusan terkait dengan kesehatan

4
anggota keluarganya, sehingga fungsi keluarga salah satu komponen yang dibutuhkan

penderita hipertensi dalam menjalankan manajemen hipertensi.

Menurut Friedman (dalam Mukhtaruddin, 2014) fungsi utama keluarga

meliputi fungsi afektif seperti saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling

menerima, mendukung dan menghargai. fungsi sosialisasi yaitu fungsi yang

mengembangkan proses interaksi dalam keluarga, fungsi ekonomi yaitu untuk

memenuhi kebutuhan anggota keluarga dan fungsi perawatan keluarga yaitu

mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga dan perawatan kesehatan

seperti saat lansia dalam menjalani pengobatan. Keluarga selalu memperhatikan dan

mendampingi setiap langkah pengobatan yang dijalani dengan cara mengingatkan

lansia untuk selalu minum obat secara teratur dan memastikan dosisnya sesuai dengan

petunjuk dokter (Yenni, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh Amar & Suganda (2015)

yang berjudul “Hubungan antara fungsi keluarga dengan kualitas hidup lansia

hipertensi di Dusun Pasinan Krajan Desa Sekar Gadung Kecamatan Pungging

Kabupaten Mojokerto” diperoleh bahwa fungsi keluarga baik dengan kualitas hidup

lansia tinggi yaitu sebanyak 14 responden (66,7%), dan memiliki fungsi keluarga

kurang dengan kualitas hidup rendah yaitu 16 responden (43,2%) sehingga dapat

disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara fungsi keluarga dengan

kualitas hidup lansia hipertensi. Lansia hipertensi membutuhkan fungsi keluarga yang

baik seperti peran dari anggota keluarga untuk merawat lansia.

5
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di

Puskesmas Marga II pada tanggal 27 Februari 2018, jumlah kasus lansia yang

mengalami hipertensi terbanyak berasal dari Desa Kukuh. Jumlah lansia yang

mengalami hipertensi di Desa Kukuh yaitu sebanyak 65 jiwa dalam 6 bulan terakhir.

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada kader kesehatan lansia mengatakan

upaya yang sudah dilakukan untuk menanggulangi hipertensi dengan diadakan

Program Penyakit Kronis (Prolanis) diantaranya yaitu pemeriksaan kesehatan, senam

lansia, penimbangan berat badan dan penyuluhan kesehatan. Prolanis diadakan setiap

satu minggu sekali yaitu pada hari kamis.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti di Desa Kukuh kepada

10 orang lansia yang menderita hipertensi, mengenai manajemen hipertensi dan

fungsi keluarga, diperoleh bahwa 6 orang lansia mengatakan mengetahui manajemen

hipertensi yang disarankan petugas kesehatan seperti melakukan pengukuran tekanan

darah, minum obat secara teratur, dan mengurangi konsumsi garam, tetapi para lansia

mengatakan tidak melaksanakannya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya fungsi

afektif keluarga, seperti tidak perhatian terhadap pelaksanaan manajemen hipertensi,

lansia mengatakan keluarga sibuk dengan aktivitas dan pekerjaan masing-masing.

Lansia mengatakan jarang berbincang-bincang dengan keluarga karena jarang dapat

berkumpul sehingga lansia jarang mendapat nasehat saat menghadapi masalah, hal ini

dikarenakan kurangnya penerapan fungsi sosialisasi dalam keluarga. Lansia

mengatakan keluarga jarang menyediakan buah-buahan, oleh karena kurangnya

fungsi ekonomi dalam keluarga. Lansia juga jarang diantarkan untuk melakukan

6
pengobatan dan pengukuran tekanan darah secara rutin, lansia juga tidak diingatkan

untuk minum obat secara teratur, hal ini terjadi karena keluarga belum melakukan

fungsi perawatan dalam keluarga, sedangkan 4 orang lansia mengatakan sering

berkumpul dengan keluarga, keluarga mengingatkan untuk mengurangi konsumsi

garam, tidak minum kopi, minum obat secara teratur, pengukuran tekanan darah

secara rutin, dan sering mengantarkan untuk berobat.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Hubungan Fungsi Keluarga dengan Manajemen Hipertensi pada Lansia di

Desa Kukuh Wilayah Kerja Puskesmas Marga II Pada Tahun 2020”.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “Apakah ada Hubungan Fungsi Keluarga dengan Manajemen Hipertensi

pada Lansia di Desa Kukuh Wilayah Kerja Puskesmas Marga II?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Fungsi Keluarga

dengan Manajemen Hipertensi pada Lansia di Desa Kukuh Wilayah Kerja Puskesmas

Marga II.

1.3.2 Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :

7
1.3.2.1 Mengidentifikasi karakteristik responden (umur, jenis kelamin, dan

pendidikan).

1.3.2.2 Mengidentifikasi Fungsi Keluarga pada Lansia di Desa Kukuh Wilayah Kerja

Puskesmas Marga II.

1.3.2.3 Mengidentifikasi Manajemen Hipertensi pada Lansia di Desa Kukuh Wilayah

Kerja Puskesmas Marga II.

1.3.2.4 Menganalisa Hubungan Fungsi Keluarga dengan Manajemen Hipertensi

pada Lansia di Desa Kukuh Wilayah Kerja Puskesmas Marga II.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan, serta menjadi landasan dalam pengembangan evidence based ilmu

keperawatan.

1.4.2 Manfaat praktis

1.4.2.1 Bagi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam

memecahkan masalah kesehatan mengenai pencegahan dan perawatan khususnya

hipertensi dan dapat digunakan sebagai dasar dalam mengoptimalkan program-

program yang berkaitan dengan hipertensi khususnya pada lansia.

1.4.2.2 Bagi institusi kesehatan

8
Sebagai sumber informasi untuk pengembangan keperawatan khususnya

keperawatan keluarga dan sebagai sumber data untuk penelitian selanjutnya yang

berkaitan dengan fungsi keluarga dan hipertensi.

1.4.2.3 Bagi penulis

Menambah pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam memberikan

intervensi keperawatan keluarga pada pasien hipertensi.

1.4.2.4 Bagi masyarakat

Dapat menambah informasi tentang managemen hipertensi, sehingga keluarga

dan pasien hipertensi dapat melakukan perawatan secara optimal dalam mengontrol

tekanan darah.

1.5 Keaslian Penelitian

1.5.1 Penelitian yang dilakukan oleh Amar akbar dan Tri Wibowo Suganda (2015).

meneliti tentang “Hubungan Fungsi Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia

Hipertensi Usia Lebih Dari 60 Tahun di Dusun Pasinan Krajan Desa Sekar

Gadung Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto”. Desain penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini analitik korelasional desain cross-sectional.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah lansia didusun pasinan

krajan dengan jumlah 37 lansia dengan teknik sampling yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Simple Random Sampling. Pengumpulan data

menggunakan kuesioner dan data dianalisis dengan chi square nominal by

nominal contingency coefficient diperoleh nilai ρ = 0,000 < nilai α = 0,05

9
sehingga dapat disimpulkan ada hubungan fungsi keluarga dengan kualitas

hidup lansia hipertensi. Persamaan pada penelitian ini terletak pada variabel

bebas sama-sama menggunakan fungsi keluarga. Perbedaan dalam penelitian

ini pada variabel terikat yaitu peneliti menggunakan variabel manajemen

hipertensi sedangkan peneliti sebelumnya menggunakan kualitas hidup lansia,

dan data yang dianilisis peneliti menggunakan uji statistik Spearmans Rank

sedangkan peneliti sebelumnya menggunakan uji Chi Square Nominal by

Nominal Contingency Coefficient.

1.5.2 Penelitian yang dilakukan oleh Darmiati (2017) meneliti tentang “Hubungan

Dukungan Sosial Keluarga dengan Self Care Management Penderita

Hipertensi di Posbindu Desa Kalierang Kecamatan Selomerto Kabupaten

Wonosobo”. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini analitik

korelasional desain cross-sectional. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan total sampling, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini

sebesar 89 responden. Alat ukur dalam penelitian ini adalah kuesioner. Teknik

analisa data yang digunakan adalah uji Chi Square. Hasil dari penelitian

penderita hipertensi sebagian besar mendapatkan dukungan dari keluarga

yaitu sebanyak 46 responden (51,7%). Self care management penderita

hipertensi sebagian besar kurang yaitu sebanyak 41 responden (46,1%),

sedangkan hasil analisis bivariate diperoleh (p value = 0,000); α= 0,05

sehingga dapat disimpulkan hasil ada hubungan dukungan sosial keluarga

dengan self care management penderita hipertensi di Posbindu Desa

10
Kalierang Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo. Persamaan pada

penelitian ini terletak pada variabel terikat sama-sama menggunakan

manajemen dan sampel yang digunakan penderita hipertensi. Perbedaan

dalam penelitian ini pada variabel bebas yaitu peneliti menggunakan variabel

fungsi keluarga sedangkan peneliti sebelumnya menggunakan dukungan

sosial keluarga dan data yang dianilisis peneliti menggunakan uji statistik

Spearmans Rank sedangkan peneliti sebelumnya menggunakan uji Chi

Square.

1.5.3 Penelitian yang dilakukan oleh Riska Pusparini (2016) meneliti tentang

“Hubungan Dukungan Keluarga dengan Manajemen Hipertensi pada

Penderita Hipertensi di Unit Pukesmas Teknis Kesmas Banjarangkan II

Klungkung” Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini analitik

korelasional desain cross-sectional. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan purposive sampling jumlah sampel 43 penderita hipertensi yang

kontrol di Puskesmas. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan

dianalisis dengan uji statistik Spearmans Rank diperoleh (p=0,001) sehingga

dapat disimpulkan ada hubungan signifikan antara dukungan keluarga dengan

manajemen hipertensi pada penderita hipertensi. Persamaan pada penelitian

ini terletak pada variabel terikat sama-sama menggunakan manajemen

hipertensi dan sampel yang digunakan penderita hipertensi, teknik

pengambilan sampel sama-sama menggunakan purposive sampling, data yang

dianilisis peneliti sama-sama menggunakan uji statistik Spearmans Rank.

11
Perbedaan dalam penelitian ini pada variabel bebas yaitu peneliti

menggunakan variabel fungsi keluarga sedangkan peneliti sebelumnya

menggunakan dukungan sosial keluarga.

12

Anda mungkin juga menyukai