Anda di halaman 1dari 12

1.

1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing


manis adalah salah satu penyakit kronik yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa dalam darah sebagai akibat adanya
gangguan sistem metabolisme dalam tubuh. DM merupakan penyakit
gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak mampu
memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang diproduksi secara efekif. Insulin adalah hormon yang
mengatur keseimbangan kadar gula darah (Kemenkes RI, 2014).
American Diabetes Association (ADA, 2016) menyatakan bahwa secara
umum DM dibagi menjadi empat yaitu DM tipe I, DM tipe II, DM
Gestasional, DM tipe lain (penyakit eksokrin pankreas, karena obat/zat
kimia, infeksi).

DM tipe II merupakan kasus Diabetes yang paling sering ditemui.


Kurang lebih 90% hingga 95% penderita mengalami DM tipe II dari
semua kasus DM (International Diabetes Federation, 2014). Pasien
dengan DM tipe II memiliki dua masalah utama yang berkaitan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan berikatan dengan reseptor khusus pada permukaan sel
akibatnya terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Pada DM tipe II terjadi resistensi insulin schingga
pengambilan glukosa oleh jaringan menjadi tidak efektif (Smeltzer &
Bare, 2011). DM tipe II adalah masalah pada tubuh karena menurunkan
kemampuan sel untuk menerima insulin yang disebut resistensi insulin.
Biasanya terdiagnosis setelah usia 40 tahun dan lebih umum diantara
dewasa tua, dewasa obesitas, dan etnik serta populasi ras tertentu
(Black dan Hawks, 2014).
Menurut WHO (2016) prevalensi angka kejadian DM di dunia semakin
meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2015 tedapat 415 juta orang
dewasa dengan DM, terjadi kenaikan empat kali lipat dari 108 juta
orang di tahun 1980an. Pada tahun 2040 diperkirakan jumlahnya akan
menjadi 642 juta orang. Hampir 80% orang DM ada di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun 2015, di dunia
persentase orang dewasa dengan DM adalah 8,5% (satu diantara 11
orang dewasa menyandang DM). Selain itu juga dilaporkan angka
kematian yang diakibatkan DM di Asia Tenggara menyumbang angka
cukup besar. Adapun posisi negara di Asia Tenggara yang menduduki
angka kematian diakibatkan DM meliputi Sri Langka dengan angka
kematian mencapai 7%, Indonesia dengan angka kematian mencapai
6%, Thailand dengan angka kematian mencapai 4%, Nepal Myanmar
Bangladesh dan India dengan angka kematian 3%. Sementara di Asia
Tenggara lebih dari 60% laki-laki dan 40% perempuan dengan DM
meninggal sebelum berusia 70 tahun. DM terjadi 10 tahun lebih cepat
diwilayah regional Asia Tenggara dari pada orang-orang dari wilayah
Eropa. Pada tahun 2015 Indonesia menempati peringkat ketujuh di
dunia untuk prevelensi penderita DM tertinggi di dunia bersama
dengan China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko dengan
jumlah estimasi orang dengan DM sebesar 10 juta orang. DM dengan
komplikasi merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia
(WHO, 2016).

Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian


Kesehatan RI, terakhir tahun 2013 angka kejadian DM sudah mencapai
angka 9,1 juta jiwa. Dalam jumlah ini terus bertambah, diprediksi pada
tahun 2030 akan mencapai 21,3 juta jiwa. Data International Diabetes
Federatin (IDF) tahun 2016 menunjukan jumlah penyandang DM di
Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta jiwa. Prevelensi DM di Indonesia
cenderung meningkat, yaitu pada tahun 2010 angka kejadian DM
mencapai 5,7% dan pada tahun 2013 angka kejadian DM meningkat
menjadi 6,9% dan yang lebih mencengangkan lagi, seperti yang dirilis
Kementerian Kesehatan RI menyebutkan 2/3 penderita Diabetes di
Indonesia tidak mengetahui dirinya memiliki Diabetes (Kemenkes,2016)

Penyakit DM merangkak baik sebagai penyakit mematikan nomor lima


di Indonesia. Di Bali penderitanya juga terus meningkat. Dinas
Keschatan Bali menyatakan DM menjadi penyebab kematian nomor
tiga. Penyakit pertama masih dipegang penyakit stroke dan penyakit
jantung koroner diurutan kedua. Dinkes menyebutkan bahwa dalam
Riskesdas 2013 di Provinsi Bali, ditemukan 1,5%% penduduk umur di
atas 15 tahun menderita DM. Prevalensi tertinggi di Kabupaten
Jembrana (2,0%) dan terendah ada di Kabupaten Gianyar dan
Karangasem (1,0%). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi
Bali pada tahun 2015, jumlah penderita DM di Bali tercatat sekitar
11.659 kasus dan jumlah ini meningkat pada tahun 2016 sebanyak
12.553 kasus DM Tipe 2.

Berdasarkan data dari Dines Kesehatan Kabupaten Tabanan penyakit


DM tipe 2 dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun
2015 penyakit DM termasuk sepuluh besar penyakit terbanyak di
Kabupaten Tabanan. Jumlah penderita DM berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 2.116 orang dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 2.595
orang. Total keseluruhan penderita DM di Kabupaten Tabanan pada
tahun 2015 berjumlah 4.711 orang (Laporan Dinkes, 2015).
Berdasarkan data Rekam Medis angka kejadian DM yang dirawat inap
di Ruang Dahlia Garing BRSUD Kabupaten Tabanan dari tahun 2015-
2018 terus meningkat. Pada tahun 2015 sejumlah 415 orang, pada
tahun 2016 sejumlah 595 orang, pada tahun 2017 sejumlah 632 orang
dan pada tahun 2018 dari bulan Januari sampai Juni terdapat kasus DM
sejumlah 213 orang.

Komplikasi DM yaitu hiperglikemi yang terjadi dari waktu ke waktu


dapat menyebabkan kerusakan berbagai sistem tubuh terutama syaraf
dan pembuluh darah. Menurut Khan, et al 2015 menyatakan bahwa
masalah yang mengancam kehidupan. orang dengan DM yang tidak
terkontrol adalah hiperglikemi dengan ketoasidosis atau sindrom
hiperglikemi hiperosmolar non ketosis (hiperglycemic hyperosmolar
non ketotic syndrome [HHNS]). HHNS terjadi pada lansia dengan DM
tipe II (Black & Hawks, 2014). Beberapa penyakit lanjutan dari Diabetes
Melitus secara umum (Kemenkes RI 2014) yaitu meningkatnya resiko
penyakit jantung dan stroke, neuropati atau kerusakan syaraf pada
kaki, retinopati diabetikum, penyebab utama gagal ginjal, resiko
kematian pada penderita DM dua kali lipat dibandingkan dengan yang
tidak menderita DM.

Salah satu sasaran terapi pada Diabetes Melitus adalah peningkatan


kualitas hidup. Dalam hal ini, kualitas hidup seharusnya menjadi
perhatian penting bagi para profesional kesehatan karena dapat
menjadi acuan keberhasilan dari suatu tindakan/intervensi atau terapi.
Penyakit DM akan menyertai seumur hidup penderita sehingga sangat
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Jika tidak ditangani dengan
baik dapat menimbulkan komplikasi pada organ tubuh seperti mata,
jantung, pembuluh darah, dan saraf yang akan membahayakan jiwa dan
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Kualitas hidup yang rendah
dapat memperburuk komplikasi dan dapat berakhir kecacatan atau
kematian (Zainudin et al, 2015).

Beberapa aspek dari penyakit DM yang mempengaruhi kualitas hidup


yaitu adanya tuntutan yang terus menerus selama hidup terhadap
perawatan penderita DM, seperti pembatasan diet, pembatasan
aktivitas, monitoring gula darah, selanjutnya gejala yang timbul saat
kadar gula darah turun ataupun tinggi, ketakutan akibat adanya
komplikasi yang menyertai dan disfungsi seksual. Aktifitas fisik juga
merupakan faktor risiko mayor dalam memicu terjadinya Diabetes
Melitus. Melakukan latihan teratur secara terus menerus di bawah
pengawasan tenaga medis pada pasien DM dapat meningkatkan
kualitas hidup (Timisela, et al 2017).

Penelitian Yuli, et al (2014) mengemukakan bahwa terdapat delapan


domain kualitas hidup pasien DM tipe II yaitu keterbatasan peran
karena keschatan fisik, kemampuan fisik, kesehatan umum, kepuasan
pengobatan, frekuensi gejala, masalah keuangan, keschatan psikologis,
dan kepuasan diet. Perawat merupakan salah satu tenaga keschatan
yang berperan penting dalam mengelola dan mencegah komplikasi DM
tipe I. Intervensi perawat dalam mencegah dan mengelola pasien DM
tipe II meliputi pengaturan makanan, aktifitas fisik, dan edukasi.
Tercapainya asuhan keperawatan yang komprehensif dalam mengelola
dan mencegah komplikasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien DM tipe II salah satunya dengan aktifitas fisik (Yuli et al,
2014).

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan


pengeluaran tenaga dan energi atau pembakaran kalori. Aktivitas fisik
bagi para penderita DM tidak dilakukan dengan materi yang berat. Para
ahli keschatan tetap menyarankan para penderita DM melakukan
gerakan-gerakan fisik di luar ruangan. Kegiatan ini dilakukan untuk
mengontrol kadar gula darah tetap stabil. Kadar gula yang stabil bisa
mencegah terjadinya komplikasi dan dapat meningkatkan kualitas
hidup penderita DM. Hanya saja khusus pasien DM, sebaiknya memilih
aktivitas fisik berintensitas sedang seperti jogging, bersepeda santai,
jalan cepat dan berenang (Kemenkes RI, 2015).

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Ruang Dahlia Garing


BRSUD Kabupaten Tabanan pada tanggal 25 Juni 2018 dengan
menggunakan metode wawancara terhadap 10 pasien DM Tipe 2 di
Ruang Dahlia Garing BRSUD Kabupaten Tabanan diperoleh 70% kualitas
hidup pasien DM Tipe 2 diketahui rendah dan 30% kualitas hidup pasien
cukup. Hal ini dikarenakan kurangnya melakukan aktivitas fisik, kadar
gula darah yang sulit dikontrol, dan tidak bisa mengikuti diet.
Berdasarkan aktivitas fisik pasien diketahui 60% pasien beraktivitas
kurang, 30% pasien beraktivitas sedang dan 10% pasien beraktivitas
berat. Pasien dalam aktivitasnya sehari-hari mengeluh cepat lemas,
tangan terasa kesemutan, pusing dan mata kabur. Aktivitas yang kurang
akan menyebabkan penumpukan asam lemak, penurunan penggunaan
kadar glukosa. Aktivitas fisik secara regular dapat mengurangi risiko
berkembangnya Diabetes sampai 46%. Penanganan DM melalui
aktivitas fisik membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat dalam meningkatkan kegiatan-kegiatan jasmani sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan


penelitian tentang Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kualitas
Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Dahlia Garing BRSUD
Kabupaten Tabanan.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah


sebagai berikut “Apakah Ada Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Dahlia Garing
BRSUD Kabupaten Tabanan?"

1.3 Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan


kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Ruang Dahlia Garing BRSUD
Kabupaten Tabanan.

b. Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi aktivitas fisik pasien DM Tipe 2 di Ruang Dahlia


Garing BRSUD Kabupaten Tabanan.

2) Mengidentifikasi kualitas hidup pasien DM Tipe 2 di Ruang Dahlia


Garing BRSUD Kabupaten Tabanan.

3) Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan kualitas hidup


pasien DM tipe 2 di Ruang Dahlia Garing BRSUD Kabupaten Tabanan.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Praktis
1) Bagi tenaga keschatan diharapkan dijadikan sebagai wahana untuk
menambah dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh.

2) Sebagai bahan masukan atau alat bantu dalam mengambil suatu


kebijakan guna meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

3) Sebagai masukan guna meningkatkan kualitas hidup pasien Diabetes


Melitus Tipe 2.

b. Manfaat Teoritis

1) Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi perkembangan ilmu


pengetahuan keperawatan.

2) Dapat memberikan informasi atau data dasar bagi peneliti


TÁunfurjas

1.5 Keaslian Penelitian

a. Mala (2017) dengan judul "Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar


Gula Darah Puasa Pasien Diabetes Melitus yang Datang ke Poliklinik
Penyakit Dalam RS M. Djamil Padang". Penelitian ini menggunakan
desain penelitian analitik dengan pendekatan potong lintang dengan
sampel sejumlah 120 responden. Teknik analisis menggunakan chi
square. Hasil penelitian ini terdapat hubungan antara aktivitas fisik
dengan kadar gula darah puasa pasien Diabetes Melitus. Perbedaan
penelitian yang di lakukan oleh Mala (2017) dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti adalah pada variabel dependen, tempat
penelitian, waktu, dan jumlah sampel. Persamaannya adalah pada
variabel independen yaitu aktifitas fisik, dan objek yang diambil yaitu
penderita DM.
b. Mulyani (2017) yang berjudul "Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Kualitas Hidup pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja
Puskesmas Andalas Padang". Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian korelasi dengan pendekatan cross sectional, teknik
pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah
sampel sebanyak 137 sampel. Teknik analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis korelasi pearson dengan menggunakan
komputerisasi. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara
dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus.
Hasil penelitian ini terdapat hubungan antara dukungan keluarga
terhadap kualitas hidup pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Perbedaan
penelitian Mulyani (2017) dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti adalah tempat penelitian, jumlah populasi, sampel penelitian,
waktu penelitian dan variabel independennya. Persamaan penelitian
Mulyani (2017) dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah
variabel dependen yaitu kualitas hidup pasien DM, dan objek yang
diambil yaitu penderita DM Tipe 2.

c. Setyawan (2015) dengan judul "Hubungan Aktivitas Fisik dengan


Kadar Glukosa Darah Sewaktu pada Pasien Diabetes Melitus di
Puskesmas Kotabumi II Lampung Utara". Penelitian ini menggunakan
desain penelitian korelasi analitik dengan metode pendekatan cross-
sectional dengan jumlah sampel sebanyak 77 responden. Hasil dari
penelitian ini 49 responden melakukan aktivitas fisik sesuai anjuran dan
56 responden mempunyai kadar glukosa darah sewaktu terkontrol.
Teknik analisis data menggunakan chi square. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan
kadar glukosa darah sewaktu pada pasien Diabetes Melitus, dimana
aktivitas fisik yang teratur serta jenis kualitas aktivitas yang baik akan
sangat mempengaruhi kadar glukosa darah sewaktu penderita DM.
Persamaan penelitian Setyawan (2015) dengan penelitian yang
dilakukan peneliti adalah pada variabel independen yaitu aktivitas fisik
dan objek yang diambil yaitu penderita DM.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

a. Pengertian Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit


metabolik atau kelainan heterogen dengan karakteristik kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemi dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan karena kelainan
sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah (ADA, 2012; Perkeni 2011). Penelitian yang dilakukan
oleh Steinthordotti, et al (2012) dalam Rini (2017) menyimpulkan
bahwa penderita Diabetes Melitus mempunyai ketidak seimbangan
insulin dalam merubah glukosa, hal ini menyebabkan penumpukan
glukosa dalam darah.

Menurut kriteria diagnostik Perkeni (2011). seseorang dikatakan


menderita Diabetes Melitus jika memiliki kadar gula darah puasa >126
mg/dl dan pada tes gula darah sewaktu >200mg/dl. Kadar gula darah
sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan
kembali normal dalam waktu 2 jam. Dapat disimpulkan bahwa Diabetes
Melitus adalah suatu penyakit metabolik dengan kumpulan gejala klinis
yang disebabkan olch peningkatan kadar gula darah atau hiperglikemia
akibat penurunan sekresi insulin dan kerja insulin di pankreas.
b. Klasifikasi Klasifikasi Diabetes Melitus menurut ADA (2014) dan
Muhlisin (2015) dalam Rini (2017) ada empat, yaitu Diabetes Melitus
tipe I yang disebabkan defisiensi insulin absolut. Diabetes Melitus tipe I
ini dimulai dari adanya penyakit autoimun dimana system imun tubuh
diserang yang kemudian berdampak pada produksi sel pankreas. Akibat
menurunnya insulin menyebabkan ikatan karbohidrat dalam darah
terganggu. Diabetes Melitus tipe II disebabkan karena sekretorik insulin
cacat genetik secara progresif dari latar belakang insulin yang resisten.
Menurut Hudak dan Gallow (2010), Diabetes Melitus tipe II merupakan
dampak dari ketidakseimbangan insulin dalam tubuh akibat obesitas,
gaya hidup, dan pola makan. Konsumsi karbohidrat yang berlebih
menyebabkan ketidakseimbangan ikatan insulin dan karbohidrat dalam
darah. Diabetes tipe lain disebabkan karena penyebab dari penyakit
lain, misalnya cacat genetik pada fungsi sel B, cacat genetik pada kerja
insulin, penyakit eksokrin pankreas seperti fibrosis kistik serta dampak
penyakit dan obat- obatan kimia seperti dalam pengobatan HIV / AIDS
atau setelah transplantasi organ. Klasifikasi yang terakhir adalah
Diabetes Melitus kehamilan, tingginya gula darah hanya terjadi pada
masa kehamilan dan akan hilang sendiri setelah melahirkan (ADA, 2014
dan Muhlisin, dkk; 2015).

Anda mungkin juga menyukai