Anda di halaman 1dari 17

Makalah

Pengelolaan Klinik Layanan Geriatri


Disusun Oleh dr. Dewi Noor Ainy S.Ked

PENDAHULUAN

Geriatri adalah cabang disiplin ilmu kedokteran yang mempelajari aspek kesehatan dan
kedokteran pada warga lanjut usia termasuk pelayanan kesehatan kepada lanjut usia dengan
mengkaji semua aspek kesehatan berupa promosi, pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan
rehabilitasi (PMK RI No.79 Tahun 2014). Berbicara tentang lansia, maka kita sedang berbicara
tentang seseorang yang telah mencapai usia sama dengan atau lebih dari 60 tahun (UU No.13 Tahun
1998 tentang kesejahteraan lansia). Seiring dengan meningkatnya UHH (usia harapan hidup) yang
ditopang oleh peningkatan fasilitas dan layanan kesehatan, jumlah dan proporsi lansia di Indonesia
semakin bertambah. Hal ini juga disertai rendahnya angka kematian dan terkendalinya angka
kelahiran hingga proporsi lansia terhadap total jumlah penduduk terus meningkat dalam 50 tahun
terakhir dan diprediksi pada tahun 2045 presentase lansia akan mencapai kisaran 19,90% dari total
penduduk Indonesia.

Data BPS pada tahun 2021 menyebutkan bahwa ada delapan provinsi di Indonesia
memasuki struktur penduduk tua, yaitu presentase lansia melebihi angka 10% dari total jumlah
penduduknya. Kedelapan provinsi tersebut adalah DI Yogyakarta (15,52 persen), Jawa Timur (14,53
persen), Jawa Tengah (14,17 persen), Sulawesi Utara (12,74 persen), Bali (12,71 persen), Sulawesi
Selatan (11,24 persen), Lampung (10,22 persen), dan Jawa Barat (10,18 persen). Dinilai dari aspek
kependudukan, hal ini bisa menjadi bonus demografi kedua jika didukung oleh akses dan informasi
layanan kesehatan yang memadai. Namun jika tidak diantisipasi dan ditangani dengan baik,
peningkatan jumlah penduduk lansia ini akan menimbulkan berbagai permasalahan. Sebab
penambahan usia juga berdampak pada kondisi fisik dan psikis yang akan berpengaruh pada aktifitas
kesehariannya.

Kerjasama multidisiplin ilmu yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan pada pasien
geriatri tentu sangat diperlukan sebagai respon dari meningkatnya jumlah lansia. Dalam Permenkes
RI no.79 tahun 2014 dijelaskan bahwa pasien geriatri adalah pasien berusia lanjut dengan multi
penyakit dan/atau gangguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi, sosial, ekonomi dan
lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara terpadu dengan pendekatan
Multidisiplin yang bekerja secara Interdisiplin. Multidisiplin adalah berbagai disiplin atau bidang ilmu
yang secara bersama-sama menangani penderita dengan berorientasi pada ilmunya masing-masing.
Sedangkan interdisiplin adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh berbagai disiplin/bidang
ilmu yang saling terkait dan bekerja sama dalam penanganan pasien yang berorientasi pada
kepentingan pasien.

Problematika Seputar Lansia

Apa yang membuat pasien lansia dengan berbagai penyakit dikategorikan sebagai pasien
geriatri. Lansia adalah sebuah kondisi khusus, tidak bisa dianggap sebagai dewasa tua sebagaimana
anak-anak yang juga tidak bisa kita sebut dewasa kecil. Berbagai penyakit pada lansia seringkali
muncul dalam bentuk gejala yang khas. Kondisi tubuh yang semakin menua, adanya penurunan
fungsi organ, atau konsumsi obat multifarmasi yang efek samping dan interaksi antar obatnya tidak
baik untuk tubuhnya.

Lansia merupakan kelompok penduduk yang rentan. Ada tiga hal yang membuat struktur
kependudukan mengasosiasikan kelompok ini sebagai beban bagi lingkungan. Pertama karena
mereka tidak lagi mandiri secara ekonomi dan finansial. Kedua, karena di usia ini lansia sering
mengalami masalah kesehatan dan penurunan fungsi organ. Dan yang ketiga karena mereka
memerlukan bantuan seorang caregiver dalam aktifitas sehari-harinya

Secara umum lansia adalah kelompok usia yang sudah tidak produktif dari segi ekonomi dan
kemandirian finansial. Tidak semua lansia memiliki jaminan sosial, dana pensiun atau tabungan yang
bisa memenuhi kebutuhan hariannya. Tidak banyak lansia yang mempersiapkan finansialnya secara
matang untuk kehidupan di hari tua. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa dalam satu struktur
keluarga, orang tua (lansia) secara ekonomi harus bergantung pada anaknya atau yang lebih muda.
Hal ini menjadikan penduduk usia produktif memiliki beban tanggungan yang banyak yaitu diri
sendiri, keluarga inti, dan orang tua sehingga mereka menjadi bagian dari sandwich generation.

Selain itu, seiring bertambahnya usia, secara alamiah lansia mengalami penurunan fungsi
fisiologis dan kognitif sehingga rentan terhadap berbagai masalah kesehatan. Menurut WHO (2012),
beban kesehatan lansia di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah berasal dari
penyakit-penyakit seperti jantung, stroke, gangguan penglihatan, dan gangguan pendengaran.
Kesehatan yang buruk pada lansia tidak hanya berdampak bagi individu tetapi juga bagi keluarga dan
masyarakat luas. Oleh karena itu, diperlukan jaminan serta fasilitas kesehatan yang memadai dan
mudah dijangkau untuk lansia.

Dalam beberapa kasus, lansia juga mengalami masalah dalam interaksi sosial. Mereka
merasa sendirian, tidak punya teman bicara, gangguan emosi, post power sindrom, dan kesulitan
dalam menyampaikan apa yang dirasakan. Seringkali hal ini menjadi masking effect dari gejala
penyakit yang sebenarnya. Sebagai contoh, lansia dengan infeksi paru-paru/pneumonia bisa jadi
tidak mengalami gejala batuk atau demam. Keluhan yang terlihat bisa saja tidak muncul dari organ
penyebabnya. Misalnya , keluarga mengeluhkan orangtuanya tidak mau makan, gelisah, atau tidak
mau berbicara. Oleh karena itu dalam kasus-kasus tersebut biasanya diperlukan pendampingan
psikolog/psikiatri/terapis agar warga lanjut usia dapat menjalani kehidupan emosional yang baik dan
mendapatkan layanan kesehatan lain sesuai kebutuhan.

Dari paparan yang telah disampaikan di atas, salah satu yang bisa berperan di tingkat dasar
adalah keberadaan klinik layanan pasien geriatri yang terjangkau dan memadai. Keberadaan klinik
geriatri di tengah-tengah masyarakat saat ini masih belum familiar. Poliklinik geriatri biasanya hanya
tersedia di rumah sakit besar dimana tidak semua warga lanjut usia dapat menjangkaunya dengan
mudah. Belum banyak dijumpai di berbagai daerah sebuah klinik yang berfokus pada penanganan
pasien geriatri. Padahal perhatian khusus untuk pasien-pasien yang telah sepuh sama pentingnya
dengan fasilitas kesehatan lain yang fokus misalnya pada layanan ibu dan anak, estetika, dan lain-
lain.

Visi Besar Klinik Geriatri

Keberadaan klinik layanan khusus geriatri adalah salah satu solusi mewujudkan cita-cita
bersama yaitu warga berusia lanjut tidak lagi mejadi kelompok beban melainkan menjadi kelompok
healthy ageing. Konsep ini dikenalkan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO), bahwa healthy
ageing adalah proses penuaan namun disaat yang bersamaan mempertahankan kemampuan
fungsional atau kesehatan fisik, sosial dan mental sehingga membuat tetap sejahtera di usia yang
lebih tua. Namun untuk bisa mencapai hidup sehat selama mungkin di usia lanjut, maka harus ada
upaya implementasi dalam menciptakan lingkungan yang menunjang dalam tercapainya kehidupan
yang sehat.

Healty ageing itu bisa tercapai dari 10 komponen yang di antaranya adalah jasmani, nutrisi,
self awareness, attitude, lifelong learning, spiritual, dukungan sosial, kondisi keuangan, community
engagement dan kemandirian secara fungsional. Namun begitu, bebas dari penyakit bukan
merupakan prasyarat untuk menuju kehidupan yang sehat sejahtera karena banyak warga usia
lanjut yang menderita berbagai macam penyakit tapi dapat menjalani kehidupan yang sehat dalam
waktu yang cukup lama. Selanjutnya diharapkan warga lanjut usia dapat menjalani active ageing
yang mengacu kepada seseorang yang diharapkan selama mungkin dapat aktif. Kemungkinan warga
lansia untuk tetap aktif bekerja dan mempraktekan berbagai kemampuannya. Dan dapat menjalani
productive ageing yang mengacu pada berbagai aspek bersifat positif dalam proses penuaan
seseorang.

Tingkatan Klinik Geriatri

Dalam PMK No.79 Tahun 2014 telah ditetapkan berbagai ketentuan terkait pengelolaan
administrasi dan tata kelola layanan pasien geriatri di berbagai tingkatan. Berdasarkan jenis
ketersediaan layanan, sarana prasarana, peralatan, dan ketenagaan maka layanan geriatri terbagi
menjadi empat tingkatan. Pertama, tingkat sederhana. Kedua, tingkat lengkap. Ketiga, tingkat
empurna. Keempat, tingkat paripurna. Begitu juga dengan keterlibatan tim dari berbagai disiplin
ilmu yang akan terlibat dalam pengelolaan. Tim ini disebut dengan istilah Tim terpadu Geritari/TTG.
Berikut bagan rangkuman penjelasannya.
Tim Terpadu Geriatri
Dalam sebuah tim terpadu geriatri, yang bertindak sebagai ketua tim adalah dokter spesialis
penyakit dalam, secara khusus di dalam struktur rumah sakit dipimpin oleh dokter spesialis penyakit
dalam konsultan geriatri. Tugas pokok ketua tim adalah menjalankan fungsi koordinasi dalam
layanan medis pasien geriatri secara multidisiplin dan interdisiplin, serta koordinasi kerjasama lintas
sektoral.

Berikut adalah contoh uraian tugas dan kewenangan ketua tim geriatri;

1) Merencanakan/membuat rencana kerja kebutuhan tim geriatri setiap tahunnya.

2) Menyelenggarakan pelayanan geriatri berdasarkan rencana kebutuhan ketenagaan, sesuai


kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh direktur.

3) Menyelenggarakan rujukan

4) Memberikan laporan berkala tim terpadu geriatri kepada Direktur.

Selain itu, dalam pengelolaan klinik dapat dilibatkan juga beberapa koordinator layanan medis yang
terbagi menjadi beberapa pos layanan. Misalnya, koordinator rawat jalan, koordinator rawat inap
akut, dan klinik asuhan siang.

Tugas pokok koordinator rawat jalan adalah menyelenggarakan upaya pelayanan geriatri di ruang
lingkup poliklinik, meliputi asesmen geriatri, tugas konsultatif kuratif (sederhana) serta
melaksanakan rujukan ke rumah sakit bila perlu. Berikut contoh uraian tugas dan kewenangan
koordinator rawat jalan;
1) Merencanakan/membuat rencana kerja serta rencana kebutuhan poliklinik geriatri setiap
tahunnya.

2) Menyediakan kelengkapan pelayanan geriatri di poliklinik berdasarkan kebijaksanaan yang telah


ditetapkan oleh ketua tim geriatri.

3) Menyediakan kelengkapan tugas pendidikan, latihan dan penelitian serta pengembangan sesuai
kebijakan tim geriatri.

4) Bertanggung jawab kepada ketua tim geriatri atas penyelenggaraan pelayanan geriatri di
poliklinik.

Tugas pokok koordinator rawat inap akut adalah menyelenggarakan upaya pelayanan geriatri di
ruang lingkup rawat inap akut, meliputi pengkajian, tindakan kuratif, rehabilitasi dan konsultasi,
serta melaksanakan rujukan ke rumah sakit bila perlu. Berikut ini adalah contoh uraian tugas dan
kewenangan koordinator rawat inap akut;

1) Merencanakan/membuat rencana kerja serta rencana kebutuhan bangsal geriatri akut setiap
tahunnya.

2) Menyelenggarakan upaya pelayanan geriatri di rawat inap akut berdasarkan kebijaksanaan yang
telah ditetapkan oleh ketua tim geriatri.

3) Menyelenggarakan tugas pendidikan, latihan, penelitian serta pengembangan sesuai kebijakan


tim geriatri.

4) Menyelenggarakan kerjasama dan rujukan dengan Rumah Sakit.

5) Bertanggung jawab kepada ketua tim geriatri atas laporan berkala dan penyelenggaraan
pelayanan geriatri di rawat inap geriatri akut.

Peran pokok klinik asuhan siang adalah menyelenggarakan upaya pelayanan geriatri meliputi
asesmen, kuratif, rekreatif dan rehabilitatif serta mengadakan rujukan ke rumah sakit bila perlu.
Berikut adalah contoh uraian tugas dan kewenangan koordiantor klinik asuhan siang;

1) Merencanakan/membuat rencana kerja serta rencana kebutuhan klinik asuhan siang setiap
tahunnya.

2) Menyelenggarakan upaya pelayanan geriatri di ruang lingkup klinik asuhan siang berdasarkan
kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh ketua tim geriatri.
3) Menyelenggarakan tugas pendidikan, latihan, penelitian dan pengembangan sesuai kebijakan tim
geriatri.

4) Menyelenggarakan kerjasama dan rujukan dengan SMF lain di rumah sakit.

5) Bertanggung jawab atas laporan berkala dan penyelenggaraan geriatri di klinik asuhan siang.

Persyaratan Bangunan

Berikut adalah hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam struktur bangunan.

1. Dari segi akses jalan menuju ke pelayanan geriatri harus cukup kuat, rata, tidak licin serta
disediakan jalur khusus untuk pasien/pengunjung dengan kursi roda.
2. Pintu - pintu harus cukup lebar untuk memudahkan pasien/pengunjung lewat dengan kursi roda
atau tempat tidur. Lebar pintu sebaiknya 120 cm terdiri dari pintu 90 cm dan pintu 30 cm.
3. Daya listrik harus cukup dengan cadangan daya bila suatu saat memerlukan tambahan
penerangan sehingga diperlukan stabilisator untuk menjamin stabilitas tegangan, dilengkapi
dengan generator listrik.
4. Penerangan lorong dan ruang harus terang namun tidak menyilaukan. Setiap lampu penerangan
di atas tempat tidur harus diberi penutup, agar tidak menyilaukan.
5. Lantai Lantai harus rata, mudah dibersihkan tetapi tidak licin, bila ada undakan atau tangga
harus jelas terlihat dengan warna ubin yang berbeda untuk mencegah jatuh.
6. Langit-langit harus kuat dan mudah dibersihkan.
7. Dinding harus permanen dan kuat dan sebaiknya di cat berwarna terang. Khusus untuk dinding
ruang latihan, sebaiknya dipilih warna yang bersifat memberi semangat dan di sepanjang
dinding, terdapat pegangan yang kuat sebaiknya terbuat dari kayu (hand rail).
8. Semua ruangan harus diberi cukup ventilasi. Ruangan yang menggunakan pendingin/air
conditioner harus dilengkapi cadangan ventilasi untuk mengantisipasi apabila sewaktu-waktu
terjadi kematian arus listrik.
9. Kamar mandi menggunakan kloset duduk dengan pegangan di sebelah kanan dan kirinya.
Shower dilengkapi dengan tempat duduk dan pegangan. Gagang shower harus diletakkan di
tempat yang mudah dijangkau oleh pasien dalam posisi duduk. Demikian pula tempat sabun
harus diletakkan sedemikian agar mudah dijangkau pasien. Tersedia bel untuk meminta bantuan
dan pintu membuka keluar.
10. Penyediaan air untuk kamar mandi, WC, cuci tangan harus cukup dan memenuhi persyaratan. k.
11. Pada dinding-dinding tertentu harus diberi pengaman dan kayu atau alumunium (leuning) yang
berfungsi sebagai pegangan bagi pasien pada saat berjalan serta untuk melindungi dinding dari
benturan kursi roda.
12. Agar dihindari sudut-sudut yang tajam pada dinding atau bagian tertentu untuk menghindari
kemungkinan terjadinya bahaya/trauma.
13. Disediakan wastafel pada setiap ruangan pemeriksaan, pengobatan dan ruangan yang lain.

Persyaratan Alat

Ruangan Pemeriksaan
No. Alat Sederhana Lengkap Sempurna Paripurna
1 Tempat tidur pasien    
2 1 set alat pemeriksaan fisik    
3 EKG    
4 Light box    
5 Bioelectrical impedance - -  
6 Timbangan berat badan dan    
pengukur tinggi badan
7 Instrumen penilaian kognitif,    
psikologi, psikiatri
Ruang Rawat Inap
8 Tempat tidur pasien -   
9 Oksigen -   
10 Suction -   
11 Komod -   
12 Light box -   
13 EKG -   
14 Blue bag -   
15 Chair scale -   
16 Timbangan rumah tangga -   
Ruang Fisioterapi
17 Paralel bar -   
18 Walker -   
19 Stick -   
20 Tripot -   
21 Quadripot -   
22 Kursi roda -   
23 Tilting table -   
24 Meja fisioterapi -   
25 Paralel Bar -   
26 Alat diatermi -   
27 TENS -   
Ruang Asuhan Siang
28 Paralel Bar - -  
29 Sepeda statis - -  
30 TENS - -  
31 EKG - -  
32 Tongkat ketiak - -  
33 Tongkat lengan - -  
34 Tripod, walker, kursi roda - -  
35 Grip exerciser, bantal pasir - -  
36 Wax, parafin bata, matras - -  
37 Intermittent pneumatic compres - -  
38 Oxigen silinder portable, infus set - -  
39 Standar infus, alat inhalasi - -  
40 Thera band, gimnic arte 75 - -  
41 Softgym over, body ball 75 - -  
42 Padded U sling with head support - -  
43 Nylon mesh bath sling - -  
44 Convertible exercise weight 48 - -  
45 Vinnyl dumble set - -  
46 Endorphine pedal cycle - -  
47 Hugger exercise weight 58 - -  
48 Multipurpose combination rack - -  
49 Walbar - -  
50 Pulley exercise - -  
51 Shoulderwheel exercise - -  
52 Tempat tidur - -  
53 Kursi bersandaran tinggi - -  
54 Quadriceps exercise - -  
Ruang bangsal geriatri kronis
55 Tempat tidur pasien - - - 
56 Kursi roda, walker, tripod, - - - 
quadriceps exercise
57 Komod - - - 
58 Light box, senter, hammer refleks - - - 
Ruang penitipan pasien (respite care)
59 Tempat tidur pasien - - - 
60 Kursi roda, walker, tripod, - - - 
quadriceps exercise
61 Komod - - - 
62 Light box, senter, hammer refleks - - - 
Ruang hospice care
63 Tempat tidur pasien - - - 
64 Kursi roda, walker, tripod, - - - 
quadriceps exercise
65 Komod - - - 
66 Light box, senter, hammer refleks - - - 

Alur Layanan

Alur layanan pasien geriatri dimulai dengan triase, menentukan apakah warga lansia yang
datang ke klinik sebagai pasien lansia biasa atau pasien geriatri. Pasien lansia biasa dapat berobat ke
dokter spesialis yang sesuai dengan gejala penyakitnya. Pasien geriatri (misalnya memiliki: usia lebih
dari 60 tahun dengan 2 penyakit/gangguan penurunan status fungsional, ada sindrom geriatri,
gangguan kognitif- demensia, jatuh–osteoporosis dan inkontinensia atau pasien usia lebih dari 70
tahun dengan satu keluhan/gangguan baik fisik maupun psikis) akan dilakukan asesmen geriatri
komprehensif oleh Tim Terpadu Geriatri.

Perencanaan tatalaksana pasien geriatri disesuaikan dengan jenis pelayanan yang tersedia
menurut tingkatan pelayanan geriatri. Terdapat 4 (empat) model alur pelayanan pasien geriatri

mulai dari pelayanan tingkat sederhana, lengkap, sempurna dan paripurna yang memiliki perbedaan
dalam jenis pelayanan yang diberikan. Berikut adalah bagan empat jenis alur layanan mulai dari
tingkat sederhana, lengkap, sempurna, dan paripurna.

Alur layanan di tingkat sederhana:

Alur layanan di tingkat lengkap:


Alur layanan tingkat sempurna :

Layanan tingkat paripurna :


Dalam penyelenggaraan pelayanan, peran Tim Terpadu Geriatri adalah memberikan
pelayanan kesehatan secara paripurna/ komprehensif terhadap pasien geriatri, berupa penegakkan
diagnosis medik dan fungsional (melalui suatu asesmen/pengkajian paripurna pasien geriatri),
pelayanan non-medikamentosa dan medikamentosa serta rehabilitasi, termasuk pelayanan
psikoterapi dan pelayanan sosial medik. Pelayanan medikamentosa pada pasien geriatri bersifat
menyeluruh, dengan memerhatikan aspek fisiologi dan nutrisi pasien. Saat pasien masih dirawat,
selain diberikan pendekatan kuratif dan rehabilitatif, upaya promotif dan preventif yang sesuai tetap
diberikan. Setelah upaya pelayanan terapi medikamentosa dan rehabilitasi di ruang rawat inap
dilaksanakan, pelayanan dilanjutkan dengan upaya pelayanan di klinik asuhan siang dan/atau
poliklinik rawat jalan.

Pemantauan Dan Evaluasi

Ada sebuah instrumen yang biasanya digunakan sebagai evaluasi penanganan pasien geriatri
paska perawatan di rumah sakit. Instrumen ini disebut indeks barthel yang berfungsi mengukur
kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas. Sistem penilaian didasarkan pada
kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (Activity Daily Living /ADL
Barthel) secara mandiri. Indeks ini menggunakan 10 indikator penilaian, yaitu :

No Item yang dinilai Skor Penilaian Nilai


1 Makan (feeding) 0 = Tidak mampu
5 = Butuh bantuan memotong buah, mengoles
mentega dll
10 = Mandiri
2 Mandi (bathing) 0 = Tergantung orang lain
5 = Mandiri
3 Perawatan diri (grooming) 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
5 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi,
dan bercukur
4 Berpakaian (clothing) 0 = Tergantung orang lain
5 = Sebagian dibantu (misal mengancing baju)
10 = Mandiri
5 Buang Air Kecil (Bladder) 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak
terkontrol
5 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam)
10 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)
6 Buang Air Besar (Bowel) 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema)
5 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu) 10 =
Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan Toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain
5 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan
beberapa hal sendiri
10 = Mandiri
8 Transfer 0 = Tidak mampu
5 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
10 = Bantuan kecil (1 orang)
9 Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu)
5 = Menggunakan kursi roda
10 = Berjalan dengan bantuan satu orang
15 = Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu
seperti, tongkat)
10 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu
5 = Membutuhkan bantuan (alat bantu) 10 = Mandiri

Berdasarkan tabel di atas, interprestasi hasil menurut Barthel adalah jika total nilai indeks 10 0, maka
disebut Dependen Total jika skor 0-20, Dependen Berat jika skor 21-40, Dependen Sedang jika skor
41-60, Dependen Ringan jika skor 61-90, dan Mandiri jika skor 91-100 (Sugiarto,2005).

Selain index barthel, ada instrumen lain yang dapat digunakan untuk menilai kualitas hidup
terkait kesehatan (health related quality of life = HRQoL). Salah satu instrumen yang sering
digunakan adalah EQ5D (Euro-Quality of Life Five Dimension) yang mengukur lima dimensi atau
aspek yang mempengaruhi kesehatan. Berikut adalah kelima aspek yang dinilai dalam instrumen
tersebut.

1. Kemampuan bergerak /mobilitas


2. Kemampuan dalam perawatan diri
3. Kemampuan dalam melakukan aktifitas rutin
4. Sakit/Ketidaknyamanan
5. Kecemasan/Depresi
Penilaian dilakukan dengan mengisi checklist kuesioner. Berikut contoh kuesioner yang dapat dipakai
untuk menilainya.

Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan dan ditindaklanjuti untuk


menentukan penyelesaian yang efektif.

Daftar Pustaka

Hardywinoto, Setiabudi. 2005. Panduan Gerontologi. Jakarta : Gramedia.

Sincihu, Yudhiakuari. Paper conference : Peningkatan Kemandirian Lansia Berdasarkan Perbedaan


Activities Daily Living: Perawatan Lansia di Rumah dan di Panti Werda (online) at :
http://conference.unsyiah.ac.id/TIFK/1/paper/viewFile/782/77 diakses tanggal 5 Oktober 2022
Website Badan Pusat Statistik : https://www.bps.go.id/ Publikasi Ilmiah Statistik Penduduk Lanjut
Usia 2021

Website DPR RI : https://www.dpr.go.id/ Undang – undang No.13 Tahun 1998 Tentang


Kesejahteraan Lansia

Website geriatri : https://www.geriatri.id/ Tema Temu Ilmiah Geriatri (TIG) 2022

Website kementrian kesehatan : http://bprs.kemkes.go.id/ Lampiran peraturan menteri kesehatan


republik indonesia nomor 79 tahun 2014 tentang penyelenggaraan pelayanan geriatri di rumah sakit

Anda mungkin juga menyukai