Anda di halaman 1dari 8

Peningkatan angka harapan hidup (AHH) di Indonesia merupakan salah satu indikator

keberhasilambangunan di Indonesia. AHH tahun 2014 pada penduduk perempuan adalah 72,6 tahun
dan laki-laki adalah 68,7 tahun. Kondisi ini akan meningkatkan jumlah lanjut usia di Indonesia yaitu
18,1 juta jiwa (7,6% dari total penduduk). Pada tahun 2014, jumlah penduduk lanjut usia di
Indonesia menjadi 18,781 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya akan mencapai 36
juta jiwa. Usia lanjut akan menimbulkan masalah kesehatan karena terjadi kemunduran fungsi tubuh
apabila tidak dilakukan upaya pelayanan kesehatan dengan baik.

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah suatu
penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif,
merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan
luar tubuh, seperti didalam Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa
pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat
yang makin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin
bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut
usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa. Menua atau
menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua
merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai
sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).

Ciri-ciri lansia: Lansia merupakan periode kemunduran. Lansia memiliki status kelompok
minoritasMenua membutuhkan perubahan peran. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Jumlah lansia di Indonesia tahun 2014 mencapai 18 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat
menjadi 41 juta jiwa di tahun 2035 serta lebih dari 80 juta jiwa di tahun 2050. Tahun 2050, satu dari
empat penduduk Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih mudah menemukan penduduk lansia
dibandingkan bayi atau balita. Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah ini berawal dari
kemunduran selsel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun serta faktor resiko
terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang sering dialami lanjut usia adalah
malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan mendadak, dan lain-lain. Selain itu, beberapa
penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi, gangguan pendengaran dan
penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb. Data Susenas tahun 2012 menjelaskan bahwa angka
kesakitan pada lansia tahun 2012 di perkotaan adalah 24,77% artinya dari setiap 100 orang lansia di
daerah perkotaan 24 orang mengalami sakit. Di pedesaan didapatkan 28,62% artinya setiap 100
orang lansia di pedesaan, 28 orang mengalami sakit.

Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, upaya pemeliharaan kesehatan
bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial
maupun ekonomis. Selain itu, Pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan
memfasilitasi kelompok lansia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif, hal ini merupakan
upaya peningkatan kesejahteraan lansia khususnya dalam bidang kesehatan. Upaya promotif dan
preventif merupakan faktor penting yang harus dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan pada
lansia. Untuk mencapai tujuan tresebut, harus ada koordinasi yang efektif anKebijakan Kementerian
Kesehatan dalam pelayanan kesehatan melalui penyediaan sarana pelayanan kesehatan yang ramah
bag lansia bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia supaya lebih berkualitas dan
berdaya guna bagi keluarga dan masyarakat.

Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada lansia adalah (Kane et al, 1994,
Reuben et al, 1996) :

(Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) : a. Empati: istilah empati menyangkut pengertian “simpati
atas dasar pengertian yang dalam”artinya upaya pelayanan pada lansia harus memandang seorang
lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami
oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan,
sehingga tidak memberi kesan over protective dan belas-kasihan. Oleh karena itu semua petugas
geriatrik harus memahami peroses fisiologis dan patologik dari penderita lansia. b. Non maleficence
dan beneficence. Pelayanan pada lansia selalu didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang
baik dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan (harm). Sebagai contoh, upaya
pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari rasa nyeri, pemberian analgesik (kalau perlu
dengan derivat morfina) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal
yang mungkin mudah dan praktis untuk dikerjakan. c. Otonomi yaitu suatu prinsip bahwa seorang
individu mempunyai hak untuk menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri.
Tentu saja hak tersebut mempunyai batasan, akan tetapi di bidang geriatri hal tersebut berdasar
pada keadaan, apakah lansia dapat membuat keputusan secara mandiri dan bebas. Dalam etika
ketimuran, seringakali hal ini dibantu (atau menjadi semakin rumit ?) oleh pendapat keluarga dekat.
Jadi secara hakiki, prinsip otonomi berupaya untuk melindungi penderita yang fungsional masih
kapabel (sedangkan non-maleficence dan beneficence lebih bersifat melindungi penderita yang
inkapabel). Dalam berbagai hal aspek etik ini seolah-olah memakai prinsip paternalisme, dimana
seseorang menjadi wakil dari orang lain untuk membuat suatu keputusan (misalnya seorang ayah
membuat keputusan bagi anaknya yang belum dewasa). d. Keadilan: yaitu prinsip pelayanan pada
lansia harus memberikan perlakuan yang sama bagi semua. Kewajiban untuk memperlakukan
seorang penderita secara wajar dan tidak mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang
tidak relevan. e. Kesungguhan hati: Suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji yang diberikan
pada seorang lansia.

Perawatan lansia atau lanjut usia bertujuan untuk mempertahankan kesehatan dan kemampuan
lanjut usia dengan jalan perawatan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif) serta membantu mempertahankan dan membesarkan semangat hidupnya, selanjutnya
perawatan menolong dan merawat lanjut usia yang menderita penyakit dan gangguan tersebut
(kemenkes,2013). Maka dalam kesempatan ini untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
pengetahuan lansia dengan cara menjadikan pelayanan kesehatan mudah dijangkau dan sebagai
promosi kesehatan perawa-perawat harus membantu melakukan penyuluhan dan menjadi
konsultan yyang berperan dalam memberikan asuhan keperawatan.

berbagai keadaan yang khas dan sering mengganggu lansia seperti gangguan fungsi kognitif,
keseimbangan badan, penglihatan dan pendengaran. Hal penting yang ditekankan dalam metode ini
yaitu memberikan pendidikandengan ceramah dan video yang membuat menarik sehingga timbulah
suatu ketertarikan kemudian adanya niatan atau keinginan untuk berperilaku yang positif (Wibisono,
2014).

Keluarga merupakan sumber perawatan utama bagi lansia dikomunitas. Penggunaan sumber daya
yang ada dikomunitas antara lain adalah pelayanan kesehatan atau organisasi masyarakat yang
bergerak di bidang lansia. Salah satu pelayanan kesehatan di masyarakat adalah posyandu lansia.
Tujuan program posyandu lansia adalah memberdayakan kelompok lansia sehingga mereka mampu
untuk menolong dirinya sendiri dalam mengatasi masalah kesehatannya serta dapat
menyumbangkan tenaga dan kemampuannya untuk kepentingan keluarga dan masyarakat.
Kegiatan-kegiatan dalam posyandu lansia akan dikembangkan lebih bersifat mempertahankan
derajat kesehatan, meningkatkan daya ingat, meningkatkan rasa percaya diri dan kebugaran lansia
(Posyandu Indonesia, 2016).

Peningkatan pengetahuan lansia dapat di tingkatkan dengan model health promotion atau yang
biasa di sebut promosi kesehatan yang merupakan model bagi perawat untuk mengeksplorasi proses
biopsikososial yang kompleks, yangmemotivasi individu untuk berperilaku tertentu, yang ditujukan
untuk meningkatkan derajat kesehatannya (Martha Raile Alligood, 2014). Promosi kesehatan pada
hakekatnya merupakan suatu kegiatan atau suatu usaha dalam menyampaikan pesan ksehatan
kepada masyarakat, kelompok, atau individu dengan harapan dapat memperoleh pengetahuan
tentang kesehatan yang lebih baik yang dapat berpengaruh terhadap perilaku keaktifan hadir
mengikuti posyandu lansia sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasa lansia dan status
kesehatan lansia dapat terpantau dengan baik juga kekambuhan penyakit dapat menurun
(Notoatmodjo, 2012). Promosi kesehatan tidak lepas dari media, pesan-pesan yang disampaikan
dapat lebih menarik dandipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut dan sasaran
dapat memutuskan untuk mengadopsi perilaku yang positif . Metode penyampaian pesan dan
informasi dalam promosi diantaranya adalah metode audio visual (melihat-mendengar) Media
audio-visual berkontribusi besar terhadap perubahan perilaku orang. Metode ini memberikan
rangsangan pada pendengaran dan penglihatan sehingga hasil yang didapat lebih maksimal (Kholid,
2014).

Aktifitas fisik merupakan upaya menjaga kebugaran dan meningkatkan kardiorespirasi dan
mencegah penyakit (Wu et al., 2019). Olah raga sangat bermanfaat untuk lansia karena
menyehatkan jantung, otot, tulang, menjaga kemandirian lansia dan mengurangi kecemasan serta
depresi. Aktifitas fisik berkontribusi pada upaya mencegah penyakit dan menjaga lansia untuk tetap
sehat. Selama pandemi aktifitas fisik lansia menjadi terbatas, sehingga perlu peran perawat dalam
melakukan promosi aktifitas fisik lansia yang sesuai selama masa pandemi. Penelitian oleh Aung et
al. (2020) di Tokyo menemukan bahwa promosi aktifitas fisik bisa dilakukan menggunakan video
sebagai media dalam melakukan latihan fisik dirumah selama pandemi covid-19. video latihan fisik
pada lansia berisikan pendidikan kesehatan dan jadwal latihan, hasilnya bisa mencegah resiko jatuh
serta meningkatkan kekuatan otot dan fleksebilitas pada lansia. Bisa disimpulkan bahwa aktifitas
fisik lansia masih bisa dilakukan selama masa pandemi dengan menggunakan alat atau media yang
mendukung.

Selain keempat era yang telah disebutkan di atas, Griffin (2012, h. 328) menambahkan keberadaan
era digital sebagai fase perkembangan teknologi yang berpengaruh bagi masyarakat. Menurutnya,
era digital telah mengubah era elektronik menjadi lebih bersifat personal. Ini berarti, terlepas dari
kesamaan umum antara era digital dan era elektronik (keduanya membutuhkan energi listrik untuk
dapat digunakan), era digital memungkinkan pertumbuhan yang signifikan terhadap berbagai
kelompok yang memiliki beragam pandangan, kepercayaan, nilai, ketertarikan, dan fetisisme yang
berbedaberbeda (Griffin, 2012, h. 328). Berbag

Menua atau memasuki usia lanjut bukanlah hal yang mudah bagi orang yang mengalaminya. Proses
penuaan yang dialami orang lanjut usia (lansia) membawa pengaruh yang cukup signifikan terhadap
kualitas hidup (quality of life) mereka. Hal ini dikarenakan oleh menurunnya fungsi dan kemampuan
fisik, psikis dan kognitif lansia yang menyebabkan banyak keterbatasan dalam diri mereka.
Keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi lansia pada umumnya mencakup makin melemahnya
tubuh, gerakan tubuh yang melamban dan kurang bertenaga, berkurangnya keseimbangan tubuh,
menurunnya kapasitas memproses informasi, menurunnya kekuatan otot tubuh seperti kekuatan
genggam tangan dan otot lengan serta menurunnya koordinasi gerak antar anggota tubuh.
Banyaknya keterbatasan yang dialami lansia seringkali mengakibatkan penurunan mobilitas lansia
yang kemudian disertai ketergantungan lanjut usia.

Menua atau memasuki usia lanjut bukanlah hal yang mudah bagi orang yang mengalaminya. Proses
penuaan yang dialami orang lanjut usia (lansia) membawa pengaruh yang cukup signifikan terhadap
kualitas hidup (quality of life) mereka. Hal ini dikarenakan oleh menurunnya fungsi dan kemampuan
fisik, psikis dan kognitif lansia yang menyebabkan banyak keterbatasan dalam diri mereka.
Keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi lansia pada umumnya mencakup makin melemahnya
tubuh, gerakan tubuh yang melamban dan kurang bertenaga, berkurangnya keseimbangan tubuh,
menurunnya kapasitas memproses informasi, menurunnya kekuatan otot tubuh seperti kekuatan
genggam tangan dan otot lengan serta menurunnya koordinasi gerak antar anggota tubuh.
Banyaknya keterbatasan yang dialami lansia seringkali mengakibatkan penurunan mobilitas lansia
yang kemudian disertai ketergantungan lanjut usia. hingga mencapai usia 65,7 tahun pada tahun
2000 dan mencapai usia 68,9 tahun pada tahun 2010. Peningkatan usia harapan hidup masyarakat
Indonesia ini terutama disebabkan oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat
dengan menjaga pola makan, menghindarkan diri dari segala bentuk stress dan tekanan, dan
mengurangi kebiasaan merokok. Peningkatan jumlah lansia di Indonesia perlu memperoleh
perhatian khusus berkaitan dengan dampak fenomena tersebut terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat Indonesia (Abikusno, 2007). Salah satu implikasi yang cukup penting adalah peningkatan
rasio ketergantungan lanjut usia (old-age dependency ratio). Ketergantungan lansia ini terjadi
disebabkan oleh kondisi mereka yang banyak mengalami penurunan kemampuan fisik, psikis dan
kognitif. Kemunduran yang dialami lansia ini berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari
(activities of daily living) seperti makan dan minum, mandi, tidur, membaca dan sebagainya. Dalam
menjalankan aktivitas-aktivitas tersebut, kebanyakan lansia sangat bergantung pada bantuan orang
lain yang lebih muda sehingga kemandirian mereka pun menjadi terusik. Hal ini disebabkan oleh
desain ruang hidup lansia yang kurang mengakomodasi kebutuhan dan kurang memperhatikan
karakteristik lansia dengan baik. Ruang hidup lansia yang dimaksud di sini meliputi area di mana para
lansia melakukan aktivitas hidup sehari-hari mereka seperti ruang tidur, ruang keluarga, ruang
makan, dapur, kamar mandi dan sebagainya beserta peralatan yang umumnya digunakan dalam
ruangruang tersebut. Sebagai contoh, penurunan fungsi tubuh lansia menyebabkan mereka
umumnya mengalami kesulitan dalam menggunakan perabotan dan peralatan di ruang keluarga dan
ruang makan seperti kesulitan untuk duduk di sofa yang terlalu rendah dan kesulitan untuk
mengambil peralatan makan yang berada di laci atau lemari yang tidak mudah dijangkau (Widjaja,
2012). Hal ini menyebabkan timbulnya rasa khawatir pada diri lansia dan juga ketergantungan lansia
pada orang lain saat melakukan aktivitasnya di ruang keluarga dan ruang makan. Tak luput pula
kemunduran akibat usia lanjut ini berdampak juga terhadap aktivitas sosial mereka. Ketergantungan
lanjut usia terhadap orang lain cenderung meningkatkan kebutuhan lansia untuk bersosialisasi. Di
samping itu, waktu yang tersedia untuk bersosialisasi pun relatif menjadi lebih banyak dibandingkan
ketika mereka masih belum menginjak usia lanjut. Namun ironisnya banyak lansia yang cenderung
mengalami masalah kesepian (loneliness) yang dapat dikarenakan beberapa hal. Sebagai contoh,
anak-anak yang telah dewasa dan meninggalkan rumah bahkan pindah ke lain kota seiring dengan
fenomena urbanisasi penduduk usia muda. Berkurangnya aktivitas lansia di luar rumah karena
keterbatasan fisik pun dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas sosial dengan teman atau relasi.
Peningkatan kebutuhan lansia akan komunikasi sosial dengan orang lain umumnya memotivasi
lansia untuk menggunakan suatu alat atau sistem untuk mendukung pemenuhan kebutuhan
komunikasi sosial tersebut. Sayangnya hal ini kurang didukung oleh alat atau sistem komunikasi yang
tersedia di sekitar mereka, seperti telepon genggam atau komputer tablet dengan layanan internet,
yang pada umumnya sarat teknologi dan tidak mudah digunakan oleh lansia untuk mengakomodasi
kebutuhan komunikasi sosial mereka.

Menurut WHO lanjut usia meliputi usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45
tahun sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu usia 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua
(old) yaitu antara 75 tahun sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very old) yaitu diatas 90
tahun (Nugroho, 2008)
Penuaan (proses menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo dan Martono, 1994 dalam Nugroho, 2008).
Masa dewasa tua (lansia), dimulai setelah pensiun biasanya antara usia 65-75 tahun (Potter,
2005). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup tidak hanya dimulai dari suatu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua adalah proses alamiah,
yang berarti seseorang telah melewati 3 tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua
(Nugroho, 2008).

Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-
menerus, dan berkesinambungan (Depkes RI, 2001). Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008),
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia sedangkan
menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia
lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, dkk, 2008). Penuaan
adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada
semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley,
2006).

Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008) lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia
lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang Kesehatan), kebutuhan dan
masalah yang bervariasi dan rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai
spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif, lingkungan tempat tinggal yang
bervariasi.

Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas
perkembangan lansia dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.
Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari
dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan orang-orang di
sekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan
pada tahap perkembangan sebelumnya seperti olahraga, mengembangkan hobi bercocok
tanam, dan lain-lain. Tugas perkembangan lansia menurut Maryam, dkk (2008) antara lain:
mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun, mempersiapkan diri untuk pensiun,
membentuk hubungan baik dengan orang seusianya, mempersiapkan kehidupan baru,
melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakt secara santai, mempersiapkan
diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.
Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial dan psikososial (Maryam,
dkk, 2008). Perubahan fisik meliputi perubahan sel (jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan
tubuh menurun, dan cairan intraseluler menurun), perubahan kardiovaskular (katub jantung
menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun, menurunnya kontraksi dan volume,
elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
sehingga tekanan darah meningkat), respirasi (otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan
kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat,
alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadinya penyempitan
pada bronkus), persarafan (saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat
dalam merespon dan waktu bereaksi khusunya yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau
hilangnya lapisan mielin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan refleks),
muskuloskeletal (cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh, bungkuk, persendian membesar
dan menjadi kaku, kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis), gastrointestinal
(esofagus melebar, asam lambung menurun, dn peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut
menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan
berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan), genitouinaria (ginjal mengecil, aliran darah
ke ginjal menurun, penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga
kemampuan mengonsentrasi urin juga ikut menurun), vesika urinaria (otot-otot melemah,
kapasitasnya menurun, dan retensi urin. Prostat akan mengalami hipertrofi pada 75% lansia), vagina
(selaput lendir mengering dan sekresi menurun), pendengaran (membran tympani atrofi sehingga
terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan), penglihatan
(respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang
pandang menurun, dan katarak), endokrin (produksi hormon menurun), kulit (keriput serta kulit
kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun,
vasikularisasi menurun, rambut memutih, kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh serta
kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk), belajar dan memori (kemampuan belajar masih ada
tetapi relatif menurun. Memori atau daya ingat menurun karena proses incoding menurun),
intelegensi (secara umum tidak banyak berubah), personality dan adjusment (pengaturan) (tidak
banyak berubah, hampir seperti saat muda), pencapaian (sains, filosofi, seeni, dan musik sangat
mempengaruhi). Perubahan sosial, meliputi perubahan peran, keluarga, teman, masalah hukum,
pensiun, ekonomi, rekreasi, keamanan, transportasi, politik, pendidikan, agama dan panti jompo.
Perubahan psikologis meliputi frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi
kematia, perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan. Pada saat orang tua terpisah dari anak serta
cucunya, maka muncul perasaan tidk berguna dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua masih
mampu mengaktualisasikan potensinnya secara optimal. Jika lansia dapat mempertahankan pola
hidup dan cara dia memandang suatu makna kehidupan maka sampai ajal menjeemput mereka
masih dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua orang (Maryam, dkk, 2008)
da ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang bersifat konprehensif terdiri dari bio-psikososio-spritual
dan kultural yang holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (UU RI No.38 tahun 2014)

Fokus keperawatan gerontic. Peningkatan kesehatan (health promotion) Upaya yang dilakukan
adalah memelihara kesehatan dan mengoptimalkan kondisi lansia dengan menjaga perilaku yang
sehat. Contohnya adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi seimbang pada lansia,
perilaku hidup bersih dan sehat serta manfaat olah raga.

Trend issue keperawatan gerontic dalam perkembangan teknologi dan informasi yaitu adanya
media internet dapat dilakukan pendidikan kesehatan pada klien dengan mudah dan
dilakukan kapan saja.
C. TUJUAN KEPERAWATAN GERONTIK a. Lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari–hari secara
mandiri dan produktif. b. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia seoptimal mungkin.
c. Membantu mempertahankan dan meningkatkan semangat hidup lansia (Life Support). d.
Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit (kronis atau akut). e. Memelihara
kemandirian lansia yang sakit seoptimal mungkin.

Craven, R.F & Hirnle, C.J. 2003. Fundamental of nursing: Human health ang function. (4th ed.),
Philadelphia: Lippincott. Eliopoulos, C.E. 2005. Gerontological nursing. (6 th ed.), Philadelphia;
Lippincott. NANDA, 2014. North American Nursing Diagnosis Association, Nursing Diagnosis,
Definition dan Classification 2015-2017. Pondicherry, India. Sarif La Ode. 2012. Asuhan Keperawatan
Gerontik Berstandar Nanda, NIC, NOC, Dilengkapi dengan Teori dan Contoh Kasus Askep. Jakarta:
Nuha Medika

Berdasarkan Kementerian Kesehatan atau Kemenkes (2019) Indonesia mulai


memasuki periode aging population, dimana terjadi peningkatan umur harapan hidup
yang diikuti dengan peningkatan jumlah lansia. Di Indonesia mengalami peningkatan
jumlah lansia dari 18 juta jiwa (7.56%) pada tahun 2010, menjadi 25.9 juta jiwa (9.7%)
pada tahun 2019 dan dapat diperkirakan akan terus meningkat dimana tahun 2035
menjadi 48.2 juta (15.77%). Peningkatan jumlah penduduk lansia di masa depan dapat
membawa dampak positif maupun negatif. Akan berdampak positif apabila penduduk
lansia berada dalam keadaan sehat, aktif, dan produktif. Disis lain peningkatan jumlah
penduduk lansia akan menjadi beban apabila lansia memiliki masalah penurunaN
kesehatan. Sehingga diperlukan adanya digitalisasi rumah sakit, dimana ditunjukkan
dalam berbagai inovasi dan dan mendukung pertumbuhan sistem dengan satu tujuan
yaitu peningkatan kualitas layanan kesehatan pasien, khusunya pasien lansia.

Menurut Nouman (2007) ada dua pilihan untuk menjalani kehidupan, termasuk
menjalani masa lanjut usia, yaitu sebagai sebuah perjalanan yang menuju terang atau
perjalanan menuju gelap. Perjalanan menuju terang diartikan sebagai perjalanan yang
penuh optimisme, semangat dan kegembiraan. Masa tua menjadi sebuah perjalanan
menuju terang mensyaratkan adanya harapan, visi dan humor. Berpijak pada teori
Nouman, seorang lanjut usia akan bahagia dalam hidupnya apabila ia memiliki arah
yang jelas dalam menjalani hidupnya. Lansia akan bahagia apabila selalu memiliki
harapan dalam hidup; dan akan bahagia apabila dapat menyikapi setiap hal/peristiwa
dengan humor.

Nouman (2007) berpendapat bahwa menjalani masa lansia dapat merupakan


perjalanan menuju kegelapan apabila terjadi pemisahan, kesendirian dan hilangannya
diri sendiri. Berpijak pada teori di atas, seorang lanjut usia akan tidak bahagia apabila
mereka sendirian, dalam pengertian tidak memiliki teman; terpisah dari manusia yang
bukan lanjut usia; dan kehilangan eksistensi diri karena keberadaannya tidak dirasakan
orang lain, seolah hilang ditelan bumi.

Driyarkara (1955) pernah mengatakan bahwa “manusia berkembang melalui


interaksinya dengan manusia lain”. Artinya, untuk mendukung perkembangan yang
utuh dan optimal pada setiap pribadi, selain perlu adanya motivasi untuk
mengembangkan diri, juga perlu dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Lansia juga
membutuhkan dukungan dari orang lain di sekitarnya; perlu ada sinergi lintas generasi.
Para lansia diharapkan tidak menjadi penonton terjadinya perubahan dan perkembangan
jaman, tetapi ikut menjadi pelaku perkembangan jaman.

Anda mungkin juga menyukai