Anda di halaman 1dari 34

Asuhan Keperawatan Komunitas pada Penyakit Kronis

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas


mata kuliah Keperawatan Komunitas II

Dosen Pengampu: Ns. Diah Ratnawati, M.Kep.Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh:

Gilang Dermawan 1810711046

Ahmad Nursalam 1810711053

Gabriell Regina Solagracia Massie 1810711064

Della Yunita 1810711066

Srimpi Pamulatsih 1810711082

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

2021
A. Program Kesehatan terkait penyakit Kronis (Osteoathritis)

Dalam rangka Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) tahun 2016, lebih dari 500 lanjut
usia (Lansia) bersama-sama melakukan senam sehat bugar (SSB) dan senam vitalitas otak
pada gelaran car free day di kawasan Bundaran Senayan, Jakarta, Minggu pagi (29/5). Usai
melakukan senam, para Lansia dapat melakukan pemeriksaan kesehatan, berupa
pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, dan berat badan) dan kesehatan jiwa, salah
satunya screening demensia termasuk di dalamnya. Kegiatan ini menjadi momentum bagi
para Lansia untuk menyerukan kepada generasi muda Indonesia bahwa menjaga kesehatan
sejak dini merupakan investasi yang berharga, sehingga pada saatnya nanti setiap individu
mampu menjadi Lansia yang sehat, yakni Lansia yang aktif, mandiri, dan produktif. Lansia
merupakan sebuah siklus hidup manusia yang hampir pasti dialami setiap orang.Kenyataan
saat ini, setiap kali menyebut kata Lansia yang terbersit di benak kita adalah seseorang yang
tidak berdaya, dan memiliki banyak keluhan kesehatan.Padahal, Lansia sebenarnya dapat
berdaya sebagai subyek dalam pembangunan kesehatan.

Pengalaman hidup, menempatkan Lansia bukan hanya sebagai orang yang dituakan
dan dihormati di lingkungannya, tetapi juga dapat berperan sebagai agen perubahan (agent
of change) di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitarnya dalam mewujudkan keluarga
sehat, dengan memanfaatkan pengalaman yang sudah dimiliki dan diperkaya dengan
pemberian pengetahuan kesehatan yang sesuai. Bapak dan ibu yang saat ini masih bisa
melakukan senam dan gerak jalan bersama, menandakan bahwa Bapak dan Ibu termasuk
Lansia yang sehat, ini semua karena pada waktu muda pola hidupnya juga sehat. Hidup
sehat harus dimulai sejak muda, tutur Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI, dr.
Untung Suseno Sutarjo, M.Kes. Lansia yang sehat harus diberdayakan agar dapat tetap sehat
dan mandiri selama mungkin.Salah satu upaya untuk memberdayakan Lansia di masyarakat
adalah melalui pembentukan dan pembinaan Kelompok Lansia yang di beberapa daerah
disebut dengan Posyandu Lansia atau Posbindu Lansia. Melalui Kelompok ini, Lansia dapat
melakukan kegiatan yang dapat membuat mereka tetap aktif, antara lain: berperan sebagai
kader di Kelompok Lansia,melakukan senam Lansia, memasak bersama, termasuk membuat
kerajinan tangan yang selain berperan sebagai penyaluran hobi juga dapat meningkatkan
pendapatan keluarga. Makin bertambah usia, makin besar kemungkinan seseorang
mengalami permasalahan fisik, jiwa, spiritual, ekonomi dan sosial. Salah satu masalah yang
sangat mendasar adalah masalah kesehatan akibat proses degeneratif. Data Riset Kesehatan
(Riskesdas) tahun 2013, penyakit terbanyak pada Lansia terutama adalah penyakit tidak
menular (PTM) antara lain hipertensi, osteoarthritis, masalah gigi dan mulut, penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) dan diabetes mellitus (DM).

Penanganan kasus penyakit tersebut di atas tidaklah mudah karena penyakit pada
Lansia umumnya merupakan penyakit degeneratif, kronis, multi diagnosis, yang
penanganannya membutuhkan waktu lama dan biaya tinggi, sehingga akan menjadi beban
yang sangat berat bagi masyarakat dan pemerintah termasuk bagi Program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Karena itu strategi pembangunan bidang kesehatan lebih
mengutamakan promotif dan preventif dengan dukungan pelayanan kuratif dan rehabilitatif
yang berkualitas, termasuk dalam hal kesehatan Lansia.Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(Germas) serta Program Keluarga Sehat adalah beberapa strategi unggulan yang sedang
dijalankan Kemenkes. Para Lansia kita harapkan menjadi Lansia yang sehat, aktif dan
produktif.Jangan sampai menjadi beban untuk keluaraganya. Dan itu bisa dicapai dengan
cara mengatur pola hidup, menjaga kesehatan, mempersiapkan jauh sebelum kita menjadi
Lansia, tandas Sesjen. Tanggal 29 Mei dicanangkan sebagai Hari Lanjut Usia Nasional
(HLUN) sebagai momen untuk meningkatkan kesadaran/perhatian masyarakat terhadap
Lansia. Tema umum HLUN 2016 adalah Bersama Lansia, Dari Lansia, Untuk Lansia
sedangkan sub tema Bidang Kesehatan adalah Lansia Sehat Lansia Aktif dan Produktif.
Adapun rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka mendukung acara puncak
peringatan Hari Lanjut Usia Nasional 2016 yang dilaksanakan di lingkungan Kementerian
Kesehatan adalah: • Kampanye Kesehatan Lansia di Car Free Day Jakarta pada 29 Mei
2016; • Peluncuran rencana aksi nasional (RAN) Kesehatan Lansia tahun 2016-2019 yang
sekaligus diikuti pencanangan Kabupaten Bogor sebagai pilot project pelaksanaan RAN
Kesehatan Lansia,1 Juni 2016; • Bakti Sosial Kesehatan Lansia pada acara puncak
Peringatan HLUN 2016 yang dikoordinasikan oleh Kementerian Sosial di Bekasi pada 2
Juni 2016; • Kampanye Kesehatan Lansia pada Kegiatan Bakti Sosial Operasi Katarak oleh
PERDAMI pada bulan Mei dan Juni;

B. Prevelensi Osteoartritis

Osteoartritis lebih sering mengenai wanita dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih
dari sepertiga orang dengan usia lebih dari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian yang
bervariasi mulai dari sensasi kekakuan sendi tertentu dan rasa nyeri yang berhubungan
dengan aktivitas, sampai kelumpuhan 2 anggota gerak dan nyeri hebat yang menetap,
biasanya dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi. Degenerasi sendi yang
menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada sendi lutut, panggul,
tangan, kaki dan spine.

Prevalensi OA lebih banyak pada wanita dibandingkan pada pria. Secara


keseluruhan usia di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan
wanita. Tetapi diatas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita
daripada pria. Insidensi osteoartritis di Amerika pada usia 18-24 tahun, 7% laki-laki dan 2%
perempuan menggambarkan osteoartritis pada tangan. Pada usia 55-64 tahun, 28% laki-laki
dan perempuan terkena osteoartritis lutut dan 23% osteoartritis panggul. Pada usia antara
65-74, 39% laki-laki dan perempuan menggambarkan osteoartritis pada lutut dan 23%
menggambarkan osteoartritis pada panggul. Pada usia diatas 75 tahun, sekitar 100% laki-
laki dan perempuan mempunyai gejala-gejala osteoartritis.

Osteoartritis di Norwegia pada tahun 2008, 80% berusia lebih dari 55 tahun. Angka
keseluruhan prevalensi osteoartritis di Norwegia adalah 12,8% dan lebih tinggi pada
perempuan (14,7%) dibanding laki-laki (10,5%). Prevalensi osteoartritis panggul adalah
5,5%, osteoartritis lutut 7,1% dan osteoartritis tangan 4,3%.8 Di Indonesia, prevalensi
osteoartritis mencapai 5% pada usia 61 tahun. Menurut Riskesdas tahun 2013, prevalensi
penyakit sendi berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan di Indonesia 11,9% dan berdasarkan
gejala 24,7%. Prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Bali 19,3%
sedangkan berdasarkan gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur 33,1%, Jawa Barat 32,1%,
Bali 30%, DKI Jakarta 21,8%. Jika dilihat dari karakteristik umur, prevalensi tertinggi pada
umur ≥ 75 tahun (54, 8 %). Penderita wanita juga lebih banyak (27,5%) dibandingkan
dengan pria (21,8%).

C. Pengertian Osteoartritis

Osteoarthritis menurut American College of Rheumatology adalah suatu kondisi


heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi.Osteoartritis berasal dari bahasa
Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti
inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya
mengalami inflamasi ringan (Pratiwi, 2015)

Osteoarthritis merupakan suatu kelainan degerasi sendi yang terjadi pada cartilage
(tulang rawan) yang ditandai dengan timbulnya nyeri saat terjadi penekanan pada sendi yang
terkena. Faktor yang dapat mempemgaruhi terjadinya osteoarthritis yaitu genetika, usia
lanjut, jenis kelamn permpuan, dan obesitas (Zhang et al, 2016).
D. Etiologi

Etiologi Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun banyak faktor
resiko yanG merupakan faktor terpenting dalam proses terjadinya osteoarthritis. Faktor
resiko pada osteoarthritis, meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Peningkatan usia

OA biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita OA yang berusia
di bawah 40 tahun (Helmi, 2012). Di Indonesia, prevalensi OA mencapai 5% pada usia
< 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia > 61 tahun (Soeroso et al.,
2009).

2. Obesitas

Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang berkerja
lebih berat, diduga memberi andil terjadinya AO (Helmi, 2012). Serta obesitas
menimbulkan stres mekanis abnormal, sehingga meningkatkan frekuensi penyakit
(Robbins, 2007).

3. Jenis kelamin

wanita (Helmi, 2012). Perkembangan OA sendi-sendi interfalang distal tangan


(nodus Heberden) lebih dominan pada perempuan. Nodus Heberdens 10 kali lebih sering
ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki (Price dan Wilson, 2013). Kadar
estrogen yang tinggi juga dilaporkan berkaitan dengan peningkatan resiko (Robbins,
2007). Hubungan antara estrogen dan pembentukan tulang dan prevalensi OA pada
perempuan menunjukan bahwa hormon memainkan peranan aktif dalam perkembangan
dan progresivitas penyakit ini (Price dan Wilson, 2013). Wanita yang telah lanjut usia
atau di atas 45 tahun telah mengalami menopause sehingga terjadi penurunan estrogen.
Estrogen berpengaruh pada osteoblas dan sel endotel. Apabila terjadi penurunan
estrogen maka TGF-β yang dihasilkan osteoblas dan nitric oxide (NO) yang dihasilkan
sel endotel akan menurun juga sehingga menyebabkan diferensiasi dan maturasi
osteoklas meningkat. Estrogen juga berpengaruh pada bone marrow stroma cell dan sel
mononuklear yang dapat menghasilkan HIL-1, TNF-α, IL-6 dan M-CSF sehingga dapat
terjadi OA karena mediator inflamasi ini. Tidak hanya itu, estrogen juga berpengaruh
pada absorbsi kalsium dan reabsorbsi kalsium di ginjal sehingga terjadi hipokalasemia.
Kedaan hipokalasemia ini menyebabkan mekanisme umpan balik sehingga
meningkatkan hormon paratiroid. Peningkatan hormon paratiroid ini juga dapat
meningkatkan resobsi tulang sehingga dapat mengakibatkan OA (Ganong, 2008).

4. Trauma

Riwayat deformitas sendi yang diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan stres
mekanis abnormal sehingga menigkatkan frekuensi penyakit (Helmi, 2012 ; Robbins,
2007).

5. Faktor genetik

Faktor genetik juga berperan dalam kerentanan terhadap OA, terutama pada
kasus yang mengenai tangan dan panggul. Gen atau gen-gen spesifik yang bertanggung
jawab untuk ini belum terindentifikasi meskipun pada sebagian kasus diperkirakan
terdapat keterkaitan dengan kromosom 2 dan 11 (Robbins, 2007). Beberapa kasus orang
lahir dengan kelainan sendi tulang akan lebih besar kemungkinan mengalami OA
(Helmi, 2012.)

E. Patogenesis
Berdasarkan penyebabnya, osteoarthritis dibedakan menjadi dua yaitu osteoarthritis
primer dan osteoarthritis sekunder. Osetoarthritis primer atau dapat disebut osteoarthritis
idiopatik, yang tidak memilik penyebab yang pasti (tidak diketahui) dan tidak disebabkan
oleh penyakit sistematik maupun proses perubahan lokal sendi. Osteoarthritis sekunder
terjadi disebebabkan oleh inflamasi, kelainan sistem endokrin, metabolit, pertumbuhan,
faktor keturunan (herediter), dan immobilisasi yang terlalu lama. Kasus osteoarthritis primer
lebih sering dijumpai pada praktek sehari-hari dibandingkan dengan osteoarthritis sekunder (
Soeroso dkk, 2006).
Selama ini osteoarthritis sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan
tidak dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa osteoarthritis merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolise kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih
belum jelas diketahui (Soeroso dkk, 2006). Kerusakan tersebut dapat diawali oleh kegagalan
mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera (Felson, 2008).
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi, yaitu kapsula dan
ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang dasarnya. Kapsula dan ligamen-
ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (range of motion) sendi (Felson,
2008).
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antara kertilago pada permukaan sendi
sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut
dengan lubrican merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas.
Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cidera dan peradangan pada sendi
(Felson, 2008).
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor yang
tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkan memungkinkan
otot dan tendon mampu memberikan tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika
sendi sedang bergerak (Felson, 2008).
Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi.
Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang
cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnnya. Kontraksi otot tersebut turut
meringankan tekanan yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum
terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh
permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago
memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima (Felson, 2008).
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan sendi
sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika bergerak.
Kekakuan kartilago yang dapat 10 dimampatkan berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang
diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya osteoarthritis dapat terlihat pada
kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago (Felson, 2008).
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu kolagen tipe dua dan
aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul-molekul aggrekan di
antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang berikatan
dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago (Felson, 2008).
Kondrosit merupakan sel yang tedapat dijaringan vaskular, mensintesis seluruh
elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah
matriks, yaitu sitokin [Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)], dan juga faktor
pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk
melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan dan
pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor
lingkungan (Felson, 2008).
Kondrosit mensintesis metalloproteinase matriks (MPM) untuk memecah kolagen
tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang dikelilingi oleh
kondrosit. Namun pada fase awal osteoarthritis, aktivitas serta efek dari MPM menyebar
hingga ke bagian permukaan dari kartilago (Felson, 2008).
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian
matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks. TNF
menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan
protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang
berlebihan mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan
menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan.
Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya osteoarthritis (Felson, 2008).
Kartilago memiliki metabolisme yang lambat, dengan pergantian matriks yang
lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi. Namun ada fase
awal perkembangan osteoarthritis, kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif
(Felson, 2008).
Pada proses timbulnya osteoarthritis, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan
aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi. Aggrekan
pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur.
Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan meningkatkan
kejadian osteoarthritis pada daerah sendi (Felson, 2008).

F. Faktor Risiko
Resiko terkena osteoarthritis juga dapat berubah dari waktu ke waktu tergantung
pada usia dan gaya hidup seseorang. Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat dilihat pada
pasien osteoarthritis secara umum seperti berikut : (Anonim, 2006) :
1. Usia
Prevalensi dan keparahan osteoarthritis meningkat sering dengan bertambahnya usia
seseorang. Semakin meningkat usia seseorang, semakin bertambah rasa nyeri dan
keluhan pada sendi.
2. Berat badan
Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar kemungkinan seseorang untuk
menderita osteoarthritis. Hal ini adalah disebabkan karena seiring dengan bertambahnya
berat badan seseorang, beban yang akan diterima oleh sendi pada tubuh makin besar.
Beban yang diterima oleh sendi akan memberikan tekanan pada bagian sendi yang
berpengaruh, contohnya pada bagian lutut dan pinggul.
3. Trauma
Trauma pada sendi atau penggunaan sendi secara berlebihan. Atlet dan orang-orang
yang memiliki pekerjaan yang memerlukan gerakan berulang memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk terkena osteoarthritis karena mengalami cidera dan peningkatan tekanan
pada sendi tertentu. Selain itu, terjadi juga pada sendi dimana tulang telah retak dan telah
dilakukan pembedahan.
4. Genetika
Genetika memainkan peranan dalam perkembangan osteoarthritis. Kelainan warisan
tulang mempengaruhi bentuk dan stabilitas sendi dapat menyebabkan osteoarthritis.
Nodus Herberden adalah 10 kali lebih banyak terjadi pada wanita dibanding laki-laki,
dengan risiko dua kali lipat jika ibu kepada wanita itu mengalami osteoarthritis (Hansen
& Elliot, 2005). Nodus Herberden dan Nodus Bouchard terjadi pada bagian sendi pada
tangan.
5. Kelemahan pada otot
Kelemahan pada otot-otot sekeliling sendi dapat menyebabkan terjadinya
osteoarthritis. Kelemahan otot dapat berkurang disebabkan oleh faktor usia, inaktivasi
akibat nyeri atau karena adanya peradangan pada sendi.
6. Nutrisi
Metabolisme normal dari tulang tergantung pada adanya vitamin D. Kadar vitamin D
yang rendah di jaringan dapat mengganggu kemampuan tulang untuk merespons secara
optimal proses terjadinya osteoarthritis dan akan mempengaruhi perkembangannya.
Kemungkinan vitamin D mempunyai efek langsung terhadap kondrosit di kartilago yang
mengalami osteoarthritis, yang terbukti membentuk kembali reseptor vitamin D.

G. Tanda – Tanda dan Gejala Klinis Osteoarthritis


Gejala pada penyakit osteoarthritis bervariasi, tergantung pada sendi yang terkena
dan seberapa parah sendinya berpengaruh. Namun, gejala yang paling umum adalah
kekakuan, terutamanya terjadi pada pagi hari atau setelah istirahat, dan nyeri. Sendi yang
sering terkena adalah punggung bawah, pinggul, lutut, dan kaki. Ketika terkena di daerah
sendi tersebut akan mengalami kesulitan untuk melakukan kegiatan seperti berjalan, menaiki
tangga, dan mengangkat suatu beban. Bagian lain yang sering terkena juga adalah leher dan
jari, termasuk pangkal ibu jari. Ketika bagian jari dan sendi tangan terkena osteoarthritis
dapat membuat keadaam bertambah sulit terutama untuk memegang suatu objek untuk
melakukan pekerjaan (Anonim, 2006).
Pada umumnya, pasien osteoarthritis mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakan telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan. Berikut adalah
keluhan yang dapat dijumpai pada pasien osteoarthtitis :
1. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan yang tertentu terkdang
dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat
ditemukan meski osteoarthritis masih tergolong dini (secara radiologis) (Soeroso dkk,
2006).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi tidak
diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan nyeri yang timbul pada
osteoarthritis berasal dari luar kartilago (Felson, 2008). Pada penelitian dengan
menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari
peradangan sendi (sinovitis), efusi sendi, dan edema sumsum tulang (Felson, 2008).
Osteofit merupakan salah satu penyebab dari timbulnya rasa nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, terjadi proses inervasi neurovascular yang menembusi bagian dasar tulang
hingga ke bagian kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang. Hal ini
yang menyebabkan timbulnya nyeri (Felson, 2008).
Nyeri juga dapat timbul dari bagian luar sendi, termasuk pada bagian bursae di dekat
sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom
iliotibal band (Felson, 2008).
2. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan dengan
pertumbuhan rasa nyeri (Soeroso dll, 2006)
3. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau setelah tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau duduk di mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setiap bangun tidur pada pagi hari (Soeroso dkk, 2006).
4. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum
dijumpai pada pasien osteoarthritis lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan
adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring
dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu (Soeroso
dkk, 2006).
5. Pembesaran sendi (deformitas)
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar (Soeroso dkk, 2006).
6. Pembengkakan sendi yang asimetri
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah (Soeroso dkk,2006).
7. Tanda – tanda peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa
hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada osteoarthritis karena
adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul pada
perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada osteoarthritis
lutut (Soeroso dkk, 2006).
8. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang membebankan pasien dan merupakan ancaman
yang besar untuk kemandirian pasien osteoarthritis, terutama pada pasien lanjut usia.
Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan
tertentu pasa osteoarthritis lutut ( Soeroso dkk, 2006)

H. Komplikasi Osteoarthritis
Osteoarthritis yang tidak mendapatkan penanganan dapat menyebabkan nyeri dan rasa
tidak nyaman. Kondisi ini dapat menyebabkan pendeitanya mengalami beberapa
komplikasi, seperti:
1. Gangguan tidur.
2. Gangguan kecemasan.
3. Depresi.
4. Osteonecrosis atau avascular necrosis (kematian jaringan tulang).
5. Infeksi pada sendi.
6. Saraf terjepit di tulang belakang.

I. Karakteristik dan Tumbuh Kembang Kelompok Terkait Kasus


Kelompok pasien berdasarkan kasus adalah kelompok lansia dengan usia di atas 5
tahun. Karakterirtik kelompoklansia ntara lain:
Menurut Hurlock (1980) terdapat beberapa ciri orang lanjut usia yaitu:
1. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis.
Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki peran yang
penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila
memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka
kemunduran itu akan lama terjadi.
2. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas Lansia memiliki status kelompok
minoritas karena sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
orang lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia.
Pendapat-pendapat klise itu seperti : lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya
daripada mendengarkan pendapat orang lain.
3. Menua membutuhkan perubahan peran Perubahan peran tersebut dilakukan karena
lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia
sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan.
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia
membuat lansia cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk.

Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008) lansia memiliki karakteristik sebagai
berikut: berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang
Kesehatan), kebutuhan dan masalah yang bervariasi dan rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif, lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

J. Tugas Perkembangan Lansia


Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri
terhadap tugas perkembangan lansia dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap
sebelumnya. Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan
kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan
orang-orang di sekitarnya, makapada usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang
biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya seperti olahraga, mengembangkan
hobi bercocok tanam, dan lain-lain.
Tugas perkembangan lansia menurut Maryam, dkk (2008) antara lain:
mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun, mempersiapkan diri untuk pensiun,
membentuk hubungan baik dengan orang seusianya, mempersiapkan kehidupan baru,
melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakt secara santai, mempersiapkan
diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.

Cara mencegah osteoarthritis:


1. Jaga berat badan
Untuk mencegah perkembangan osteoarthritis di kemudian hari, Anda
disarankan untuk senantiasa menjaga berat badan ideal. Kelebihan berat badan
dapat menempatkan tekanan berat pada bantalan sendi, seperti lutut atau
pinggul, dan meningkatkan keausan serta perpercahan pada tulang rawan.
2. Lindungi persendian dari cedera
Luka ringan berulang karena sering berlutut, berjongkok, atau postur lain
yang menempatkan tekanan pada sendi lutut dapat menyebabkan kerusakan
tulang rawan. Maka dari itu, lindungi persendian dari cedera sebagai cara untuk
mencegah osteoarthritis.
3. Olahraga
Melakukan olahraga tertentu yang rendah dampak, seperti bersepeda, berjalan,
dan berenang dapat memberikan manfaat pencegahan osteoarthritis, seperti:
membantu mengurangi nyeri, menjaga fleksibilitas sendi, meningkatkan
kekuatan otot, menguatkan tulang dan sendi serta mencegah deformitas sendi.

K. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan gambaran
radiologis.

Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA, ialah:

 Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada daerah
yang menanggung beban)
 Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral

 Kista tulang

 Osteofit pada pinggir sendi

 Perubahan struktur anatomi sendi


Berdasarkan perubahan-perubahan radiologis diatas, secara radiografi OA dapat
digradasi menjadi ringan sampai berat; yaitu menurut Kellgren dan Lawrence. Harus
diingat bahwa pada awal penyakit, seringkali radiografi sendi masih normal. (Milne
dkk, 2007).

2. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA, biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan laboratorium akan membantu dalam mengidentifikasi penyebab pokok
pada OA sekunder. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas
normal kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis peradangan.
Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rhematoid dan komplemen) juga normal. Pada
OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis
ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan
protein. (Soeroso, 2009).

3. Pemeriksaan Marker
Destruksi rawan sendi pada OA melibatkan proses degradasi matriks molekul yang
akan dilepaskan kedalam cairan tubuh, seperti dalam cairan sendi, darah, dan urin.
Beberapa marker molekuler dari rawan sendi dapat digunakan dalam diagnosis,
prognostik dan monitor penyakit sendi seperti RA dan OA dan dapat digunakan pula
mengidentifikasi mekanisme penyakit pada tingkat molekuler.
Marker yang dapat digunakan sebagai uji diagnostik pada OA antara lain: Keratan
sulfat, Konsentrasi fragmen agrekan, fragmen COMP (cartilage alogometric matrix
protein), metaloproteinase matriks dan inhibitornya dalam cairan sendi. Keratan sulfat
dalam serum dapat digunakan untuk uji diagnostik pada OA generalisata. Marker sering
pula digunakan untuk menentukan beratnya penyakit, yaitu dalam menentukan derajat
penyakit.

Selain sebagai uji diagnostik marker dapat digunakan pula sebagai marker prognostik
untuk membuat prediksi kemungkinan memburuknya penyakit. Pada OA maka
hialuronan serum dapat digunakan untuk membuat prediksi pada pasien OA lutut akan
terjadinya progresivitas OA dalam 5 tahun. Peningkatan COMP serum dapat membuat
prediksi terhadap progresivitas penggunaan untuk petanda lainnya maka marker untuk
prognostik ini masih diteliti lagi secara prospektif dan longitudinal dengan jumlah pasien
yang lebih besar.
Marker dapat digunakan pula untuk membuat prediksi terhadap respons pengobatan.
Pada OA maka analisa dari fragmen matriks rawan sendi yang dilepaskan dan yang
masih tertinggal dalam rawan sendi mungkin dapat memberikan informasi penting dari
perangai proses metabolik atau peranan dari protease. Sebagai contoh maka fragmen
agrekan yang dilepaskan dalam cairan tubuh dan yang masih tertinggal dalam matriks,
sangatlah konsisten dengan aktivitas 2 enzim proteolitik yang berbeda fungsinya
terhadap matriks rawan sendi pada OA. Enzim tersebut ialah strolielisin dan agrekanase.
Penelitian penggunaan marker ini sedang dikembangkan.

L. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:

1. Meredakan nyeri

2. Mengoptimalkan fungsi sendi

3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas hidup

4. Menghambat progresivitas penyakit

5. Mencegah terjadinya komplikasi

Penatalaksanaan OA pada pasien berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang


terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3
hal:
a) Terapi non-farmakologis:

 Edukasi : memberitahukan tetang penyakitnya, bagaimana menjaganya


agar penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat
dipakai
 Menurunkan berat badan : Berat badan berlebih merupakan faktor resiko
dan faktor yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat
badan harus selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan
berlebihan, maka harus diusahakan penurunan berat badan, bila mungkin
mendekati berat badan ideal.
 Terapi fisik dan Rehabilitasi medik/fisioterapi

o Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat


dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri,
menguatkan otot, dan menambah luas pergerakan sendi.

b) Terapi Farmakologis:

1) Obat Sistemik

a) Analgesik oral

•Non narkotik: parasetamol

•Opioid (kodein, tramadol)

b) Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

Obat pilihan utama untuk paien OA adalah Acetaminophen 500mg


maksimal 4gram perhari. Pemberian obat ini harus hati-hati pada pasien usia
lanjut karena dapat menimbulkan reaksi pada liver dan ginjal.
c) Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang dapat
menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA,
sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti
Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis
Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini
adalah: etrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-
C, superoxide desmutase dan sebagainya.
 Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja
enzime MMP. Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat
ini baru dipakai oleh hewan belum dipakai pada manusia.
 Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang
berperan dalam degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase,
protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang
sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan
sendi. Pada penelitian Rejholec tahun 1987 pemakaian GAG
selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam rasa sakit pada
lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara
statistik bermakna.
 Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan
kelompok vertebra, dan terutama terdapat pada matriks
ekstraseluler sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk (1998),
efektivitas kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3
mekanisme utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik
terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif
melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat oksigen
reaktif.

 Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas


enzim lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA
 Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam
mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan
hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu
merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang
hydrogen peroxyde dapat merusak kondroitin secara langsung.
Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa pemberian superoxide
dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan pada pasien OA.
(Fifi & Brandt, 1992)
d) Tranuzemad (medikamentosa terbaru, masih dalam penelitian)
Didalam salah satu studi dan penelitian didapatkan bukti konsep pengobatan
tranezumad dikaitkan sengan penurunan nyeri sendi dan peningkatan fungsi
dengan efek samping ringan diantara pasien dengan OA lutut dari sedang
sampai parah. Tranezumad adalah suatu humanis IgG2 monoklonal antibodi
yang bekerja menghambat nerve growth factor yang memblik interaksi antara
nerve factor dengan receptor. TrkA dan p75. (Nancy, 2011)
2) Obat topikal

a) Krim rubefacients dan capsaicin.

Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada


umumnya bersifat counter irritant.
b) Krim NSAIDs

Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan


campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang
dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium diclofenac.
3) Injeksi intraartikular/intra lesi

Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan


utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan
selektifitas dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek
merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2
indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan
steroid, dan viskosuplementasi (DMAODs) dengan hyaluronan untuk
modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya
melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan
tambahan dalam bidang reumatologi.
a) Steroid Intra-artikuler (triamsinolone hexacetonide dan methyl
prednisolone)
Pada penyakit arthritis rhematoid menunjukan hasil yang baik.
Kejadian inflamasi kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh
karena itu obat ini dipakai dan obat ini mampu mengurangi rasa sakit
walaupun hanya dalam waktu singkat. Penelitian selanjutnya tidak
menunjukan keuntungan yang nyata pada pasien OA, sehingga hal ini
masih kontroversial.
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami
nyeri dan inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian
NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang
merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs. Teknik
penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit
yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan
penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali
terutama untuk sendi besar penyangga tubuh.
Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi,
sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
b) Asam hialuronat

Disebut juga vicosupplement oleh karena salah satu manfaat


obat ini adalah memperbaiki viskositas cairan synovial. Obat ini
diberikan intra-artikuler. Obat ini memegang peranan penting dalam
pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan
proteoglikan.
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan.
Penyuntikan intra artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering),
sendi bahu dan koksa. Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan
interval satu minggu masing-masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan.

Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat
timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan
abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan
dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur.
(ada 3 sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.
c) Stem cells

Akhir-akhir ini banyak penelitian baru mengenai penggunaan


stem sel untuk terapi OA terutama OA pada lutut, salah satunya di Iran.
Dilakukan penelitian selama periode satu tahun, dengan menyuntikan
stem sel intraartikular kepada pasien dengan OA lutut yang berat.
Didapatkan hasil ysng puas dan tidak ditemukan efek samping lokal
atau sistemik. Nyeri, status fungsional lutut, dan berjalan kaki
cenderung ditingkatkan hingga enam bulan pasca injeksi, setelah itu
rasa sakit tampaknya sedikit meningkat dan kemampuan pasien
berjalan sedikit menurun. Perbandingan gambar resonansi magnetik
(MRI) pada awal dan enam bulan pasca-suntikan sel didapatkan
peningkatan ketebalan tulang rawan, perluasan jaringan perbaikan atas
tulang subchondral dan penurunan yang cukup besar dalam ukuran
patch pembengkakan subchondral dalam tiga dari enam pasien.
Selanjutnya, terapi ini memiliki potensi regenerasi kartilago
artikular yang hancur dalam lutut osteoarthritic. Menurut hasil
penelitian ini, disimpulkan bahwa semua parameter dievaluasi muncul
semakin meningkatkan hingga enam bulan pasca injeksi. Nilai ini
sedikit berkurang sampai 12 bulan pasca injeksi. Untuk alasan ini,
dapat disimpulkan bahwa suntikan kedua akan membutuhkan enam
bulan setelah injeksi pertama. (Emadedin, 2012)
4) Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan
terlebih dahulu risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :

a) Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi

b) Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa


dan rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint

a) Realignment osteotomi

Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan


merubah sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi
yang sehat menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula
dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair (Chapman,
2001).
b) Arthroplasty

Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi


yang baru ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam
yang berada dalam high-density polyethylene (Thomas, 2000).
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :\
a) Partial replacement/unicompartemental
b) High tibial osteotmy : orang muda
c) Patella &condyle resurfacing
d) Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian
oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
e) Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe
instability (Solomon, 2001).
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri, deformitas,
instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan kontraindikasi
meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi,
Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion. Komplikasinya antara lain, Deep vein
thrombosis, Infeksi, Loosening, Problem patella; rekuren subluksasi/dislokasi,
loosening prostetic component, fraktur, catching soft tissue. Sedangkan keuntungan
dari Total Knee Replacement adalah mengurangi nyeri, meningkatkan mobilitas dan
gerakan, koreksi deformitas, menambah kekuatan kaki, meningkatkan kualitas
hidup.(Solomon, 2001).

M. Kasus Penyakit Kronis


Desa Lombok merupakan penghasil sayurang kangkong terbesar. Mayoritas
warganya mengonsumsi kangkung sebagai sayuran pelengkap nasi di rumah.
Kebiasaan warga tersebut membuat banyak warga usia diatas 65 tahun menderita
osteoathritis, sebanyak 50% penderita memberikan gambaran radiologis sesuai
Osteoartritis, meskipun hanya 10% pria dan 18% wanita diantaranya yang
memperlihatkan gejala klinis OA, dan sekitar10% mengalami disabilitas karena
OA nya.

1. Pengkajian
a. Data Inti (core )
1) Sejarah
Wilayah desa Lombok banyak mengalami perubahan, yakni banyak bangunan
baru serta kebun sayuran dan buah-buahan.
2) Demografik
Jumlah populasi terlantar di desa Lombok sebanyak 25 Kepala Keluarga
dengan jumlah 125 jiwa. Di wilayah desa Lombok adalah penduduk tetap.
Dalam hal ini terdata bahwa penderita tertinggi OA adalah wanita dengan
persentase 18%.
3) Etnisitas
Warga di desa Lombok dari suku jawa. Mayoritas warganya mengkonsumsi
kangkung sebagai sayuran pelengkap nasi di rumah.
4) Nilai dan Keyakinan
Mayoritas warga di desa Lombok beragama islam, mempunyai 4 mushola
yang terbagi di setiap RT. Nilai dan norma yang ada di masyarakat sangat
baik dilihat adanya gotong royong dan kerja bakti setiap bulannya.
2. Sub Sistem
a. Lingkungan fisik
Sebagian besar rumah tinggal telah memenuhi persyaratan rumah sehat dengan lantai
berupa ubin atau semen yang kedap air dan mudah dibersihkan. Pasokan air bersih
di dapatkan dari PAM.
b. Pelayanan kesehatan dan social
Layanan kesehatan dapat di akses 15 menit, biaya dalam pelayanan kesehatan dapat
menggunakan BPJS. Fasilitas pelayanan kesehatannya cukup lengkap adanya
posyandu dan posbindu.
c. Ekonomi
Sebagian masyarakat di desa Lombok bekerja sebagai pedagang sayuran ada juga
yang membuka warung makan. Angka pengangguran di desa Lombok sangat kecil.

d. Transportasi dan Keamanan


Transportasi mayoritas menggunakan kendaraan umum seperti angkutan umum.
Namun biasanya berjalan kaki atau menggunakan sepeda.
e. Politik dan Pemerintahan
Dalam kasus ini sudah ada dukungan dari pemerintah serta dukungan sosial seperti :
pendidikan kesehatan berupa perawatan dan pengobatan penyakit OA dan pelatihan
keterampilan yang dapat dijadikan sumber penghasilan.
f. Komunikasi
Bahasa yang digunakan bahasa Indonesia dan media informasi yang diterima melalui
spantuk, poster, koran dan televisi.
g. Pendidikan
Mayoritas masyarakat desa Lombok adalah tamatan SD namun ada juga yang
tamatan SMP namun tidak banyak.
h. Rekreasi
Adanya pertemuan rutin bulanan antar lansia desa Lombok.
3. Persepsi

a. Persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat terhadap masyarakat yang mengidap OA menerima dan
mendukung kesembuhan mereka.

b. Persepsi perawat yang mengkaji


Dukungan pelayanan kesehatan sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang
mengidap OA untuk mengontrol tanda dan gejala serta mencegah OA.

4. Asuhan Keperawatan
a. Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif


• Lansia di Desa Lombok yang menderita • Sebanyak 50% penderita memberikan
osteoarthritis mengeluh nyeri pada gambaran radiologis sesuai
persendian dan sulit untuk bergerak. Osteoarttritis, meskipun hanya 10%
• Lansia di Desa Lombok mengatakan pria dan 18% wanita diantaranya yang
tidak memahami cara penanganan memperlihatkan gejala Klinis OA
osteoarthritis karena kurangnya informasi seperti kaku sendi, adanya benjolan
dari petugas kesehatan. pada sendi, serta bengkak di area
• Lansia di Desa Lombok mengatakan sendi, dan sekitar 10% mengalami
tidak memahami efek samping disabilitas akibat penyakit
mengonsumsi kangkung secara berlebih Osteoarthritis
karena kurangnya informasi dari petugas • Mayoritas warga di Desa Lombok
kesehatan. mengonsumsi kangkung sebagai
• Lansia di Desa Lombok merasa pasrah sayuran pelengkap nasi dirumah
dengan penyakit Osteoartritis karena • Kebiasaan mengonsumsi kangkung
menganggap penyakit ini merupakan membuat banyak warga usia di atas 65
penyakit yang biasa menyerang lansia tahun menderita osteoarthritis
sehingga banyak dari lansia yang • Mayoritas warga di Desa Lombok
menderita penyakit osteoartritis tidak menggunakan becak sebagai alat
melakukan pemeriksaan atau berupaya transportasi sehingga sulit untuk
mendapatkan pengobatan. menuju puskesmas
• Lansia di Desa Lombok yang menderita • mayoritas Lombok mengalami
osteoarthritis mengaku kurang kesulitan ekonomi karena hanya
mendapatkan pengobatan karena jarak bekerja sebagai petani kebun
tempuh menuju PUSKESMAS di Desa kangkung sehingga
Lombok sekitar 1 km mengandalkan kangkung untuk
menjadi makanan sehari hari

b. Analisa Data

No Data Fokus Masalah


.
1. DS: Nyeri kronis pada lansia di
 Lansia di Desa Lombok yang menderita Desa Lombok dengan
osteoarthritis mengeluh nyeri pada persendian masalah kurangnya
dan sulit untuk bergerak. pemahaman terhadap

 Lansia di Desa Lombok mengatakan tidak penanganan osteoarthritis

memahami cara penanganan osteoarthritis


karena kurangnya informasi dari petugas
kesehatan.

DO:
 Sebanyak 50% penderita memberikan
gambaran radiologis sesuai Osteoarttritis,
meskipun hanya 10% pria dan 18% wanita
diantaranya yang memperlihatkan gejala
Klinis OA seperti kaku sendi, adanya
benjolan pada sendi, serta bengkak di area
sendi, dan sekitar 10% mengalami disabilitas
akibat penyakit Osteoarthritis
2. DS: Ketidakefektifan
 Lansia di Desa Lombok mengatakan tidak pemeliharaan kesehatan
memahami efek samping mengonsumsi pada lansia di Desa Lombok
kangkung secara berlebih karena kurangnya dengan masalah kurangnya
informasi dari petugas kesehatan. pemahaman tentang

 Lansia di Desa Lombok merasa pasrah penyakit osteoarthritis


dengan penyakit Osteoartritis karena
menganggap penyakit ini merupakan
penyakit yang biasa menyerang lansia
sehingga banyak dari lansia yang menderita
penyakit osteoartritis tidak melakukan
pemeriksaan atau berupaya mendapatkan
pengobatan.

DO:
 Mayoritas warga di Desa Lombok
mengonsumsi kangkung sebagai sayuran
pelengkap nasi dirumah
 Kebiasaan mengonsumsi kangkung membuat
banyak warga usia di atas 65 tahun menderita
osteoarthritis
3. DS: Ketidakefektifan manajemen
 Lansia di Desa Lombok yang menderita kesehatan pada lansia di
osteoarthritis mengaku kurang mendapatkan Desa Lombok dengan
pengobatan karena jarak tempuh menuju masalah ekonomi dan akses
PUSKESMAS di Desa Lombok sekitar 1 km untuk menuju tempat
pengobatan
DO:
 s Lombok mengalami kesulitan ekonomi
karena hanya bekerja sebagai petani
kebun kangkung sehingga
mengandalkan

c. Prioritas Masalah

JM
5. PEMBOBOTAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN L
A B C D E F G H I J K
1. Nyeri kronis pada lansia di Desa 4 4 4 3 3 3 4 3 3 3 4 38
Lombok dengan masalah kurangnya
pemahaman terhadap penanganan
osteoarthritis

2. Ketidakefektifan pemeliharaan 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 35
kesehatan pada lansia di Desa Lombok
dengan masalah kurangnya
pemahaman tentang penyakit
osteoarthritis
3. Ketidakefektifan manajemen 2 3 3 3 2 3 4 3 3 3 3 32
kesehatan pada lansia di Desa Lombok
dengan masalah ekonomi dan akses
untuk menuju tempat pengobatan

Keterangan Pembobotan
1 : Sangat rendah
2 : Rendah
3 : Cukup
4 : Tinggi
5 : Sangat Tinggi

A : Risiko Terjadi
B : Risiko Parah
C : Potensial Penkes
D : Minat Masyarakat
E : Kemungkinan Diatasi
F : Sesuai Program Pemerintah
G : Tempat
H : Waktu
I : Dana
J : Fasilitas Kesehatan
K : Sumber Daya
a. Diagnose keperawatan

1) Nyeri kronis pada lansia di Desa Lombok dengan masalah kurangnya


pemahaman terhadap penanganan osteoarthritis.
2) Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada lansia di Desa Lombok dengan
masalah kurangnya pemahaman tentang penyakit osteoarthritis
3) Ketidakefektifan manajemen kesehatan pada lansia di Desa Lombok dengan
masalah ekonomi dan akses untuk menuju tempat pengobatan

b. Intervensi Keperawatan pada Lansia di Desa Lombok

Diagnosa Rencana Kegiatan Evaluasi


N Keperawata
Tujuan Strate Kriter Standar Evaluato
o n Kegiatan
gi ia r
Komunitas
1 Nyeri kronis Pendid Kognit 1. Meningka Kepala
. pada lansia di Tujuan ikan 1. Pendidikan if tkan puskesma
Desa umum: keseha pengetahu s
kesehatan
Lombok Setelah tan an pada Kader
dengan terkait lansia dan Mahasisw
masalah dilakuk keluarga a
proses
kurangnya an terkait
pemahaman penyakit penyakit
terhadap tindaka penyakit
dan
penanganan n dan
osteoathritis penyebab penyebab
keperaw osteoatriti
osteoatritis
atan s
Pembe pada lansia Psiko
selama rdayaa motor 2. Meningka
dan
6 bulan n Kognit tnya
keluarga if pengethua
menuru n dan
2. Pendidikan
nnya keterampi
kesehatan lan terkait
skala teknik
tentang
nyeri teknik
penggunaan nonfarma
pada kologi
obat dan
lansia dalam
terapi terapi mengatasi
akibat nyeri
non
osteoath Kemitr
ritis di aan farmakologi
Desa seperti
Lombok relaksasi Psiko
motor 1. Terbinany
nafas dalam
a keluarga
 
dan terkait
peran
Tujuan relaksasi
serta
khusus: benson keluarga
1. Menin dalam
mengkaji
gkatka
1. Pembinaan nyeri dan
n keluarga menerapk
yang an terapi
pemah
mempunyai terapi non
aman anggota farmakolo
keluarga gi pada
klien
penderita anggota
dan osteoathritis keluarga
terkait cara yang
keluar
mengkaji menderita
ga nyeri dan osteoatriti
menerapkan Afekti s
tentan
terapi terapi f
g non
farmakologi 1. Peningkat
penan
ketika nyeri an atai
ganan timbul perbaikan
sikap
osteath
1. Bekerja kader
ritis sama dengan terkait
puskesmas keaktifan
2. Menin
atau kader dalam
gkatka ketika melakuak
kegiatan n
n
posbindu penyuluh
penget dilakukan an
penyuluhan manajem
ahuan
tentang en nyeri
klien manajemen ketika
nyeri kepada posbindu
dan
warga yang
keluar datang
ga
tentan
g
penan
ganan
osteath
rtis
3. Menin
gkatka
n
ketera
mpilan
klien
dan
keluarg
a
tentang
penang
an
osteoar
tritis
2 Ketidake  Tujuan Pendid 1. Pendidikan Kognit 1. Meningka Kepala
ikan kesehatan if tkan puskesma
fektifan umum :
keseha tentang pengetahu s
manajem Setalah tan registrasi namasyar Kader
BPJS akat Mahasisw
en dilakuk
2. Pendidikan tentang a
Kesehata an kesehatan registrasi
tentang BPJS
n pada tindaka
pelayanan Kognit 2. Meningka
Lansia di n kesehatan if tkan
apa saja pengetahu
Desa kepera
yang bisa di an
Lombok watan datangi masyarak
untuk at tentang
dengan selama
Pembe melakukan pelayanan
masalah 6 bulan rdayaa konsultasi kesehatan
n dan yang bisa
ekonomi tercipta
pengobatan di akses
dan akses keefekti terkait
masakah Psiko 1. Meningka
untuk fan
osteo atritis motor tnya
menuju manaje Proses seperti upaya
kelom Posbindu pengendal
tempat men
pok ian
pengobatan kesehat 1. Pembentuka kebersiha
n kader n siswa di
an pada
kader SD X
lansia kesehatan
yang aktif Psiko
di Desa
melalui motor 1. Terbentuk
Lombo kegiatan nya kader
Kemitr posbindu posbindu
k dapat
aan 2. Pelatihan yang aktif
teratasi untuk kader dan
dan keluarga mampu
tentang mengajar
 Tujuan menu kan
makanan terkait
khusus .
yang sehat mendu
1. Menfaa dan baik makanan
dikonsumsi yang
tkan
untuk lansia sehat
pengeta Psiko dikonsum
1. Bekerja motor si oleh
huan
sama dengan lansia
mengen rumah sakit 2. Keluarga
atau mampu
ai BPJS
puskesmas merencan
dan untuk akan dan
menyediaka membuat
cara
n sarana menu
mengak trasportasi makanan
bagi lansia yang
tifkann
membutuhka sehat
ya n rujukan ke untuk
fasilitas Afekti lansia
2. Tersedi
layanan f penderita
anya kesehatan osteoatriti
yang lebih s
pelayan
lengkap 3. Peningkat
an an atau
perbaikan
Kesehat
perilaku
an masyarak
at atau
untuk
lansa
penang untuk
memeriks
anan
akan
osteoart kondisi
kesehatan
hiritis
nya ke
pada layanan
kesehatan
lansia
di Desa
Lombo
k
3. Terbent
uknya
kader
yang
dapat
memen
uhi
kebutuh
an
manaje
men
lansia
dengan
masala
h
osteoart
hritis
4. Tersedi
anya
sarana,
alat,
transpo
rtasi
dan
dana
untuk
memfas
ilitasi
pengob
atan ke
pusat
pelayan
an
Kesehat
an.
3 Ketidakefek  Tujuan Pendid 1. Pendidikan Kognit 1. Meningka Kepala
tifan ikan kesehatan if tnya Puskesma
umum:
pemeliharaa keseha melalui pengetahu s
n kesehatan Setelah tan penyebaran an Kader
pada lansia di leaflet tentang Mahasisw
dilakuka
Desa terkait pemelihar a
Lombok n penyebab, aan
dengan cara kesehatan
tindakan
masalah Proses mencegah osteoatriti
kurangnya perawata kelom dan s di desa
pemahaman pok penanganan Psiko Lombok
n selama
tentang osteoatritis motor 2. keluarga
penyakit 6 bulan pada warga dan kader
osteoarthritis 2. Pendidikan mampu
pemeliha
keseatan mendetek
raan dengan si dini
pemasanga gejala
kesehata
n banner di osteoatriti
n pada rumah s pada
rumah yang lansia di
Lansia di
menjadi desa
desa temapat Afekti Lombok
diadakanny f 3. peningkat
Lombok
a posbindu an atau
dengan tentang, perbaikan
penyebab, sikap
masalah
cara kader
kurangny mengatasi terkait
dan kepedulia
a
mencegah n
pemaha osteoartritis terhadap
3. Pelatihan lansia
man
tentang yang
tentang deteksi dini menderita
lansia yang osteoatriti
penyakit
menderita s
osteoarth osteoatritis
terhadap
ritis
kader
 Tujuan kesehatan
dan
khusus:
keluarga
1. Mening
1. Pembentuk
katkan
an kader
pengeta peduli
lansia
huan
osteoatritis
mengen
ai
osteoart
hiritis
2. Mening
katrkan
pengeta
huan
mengen
ai
penang
anan
untuk
mengur
angi
gejala
osteoart
hiritis
3. Mening
katkann
ya
pengeta
huan
mengen
ai hal
yang
dapat
mempe
rberat
osteoart
hiritis
4. Mening
katnya
pengeta
huan
mengen
ai
makana
n yang
harus
dihinda
ri oleh
penderi
ta
osteoart
hiriris.
DAFTAR PUSTAKA

Sundaru, H. Sukamto. (2006), Osteoartritis, In: Sudowo, AW. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata,
M. Setiati, S. (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Keempat, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
Felson D T. Osteoarthritis. In: Fauci AS, et al., editors. HARRISON’S Principles of Internal
Medicine.17thed. New York:McGraw-Hill Companies Inc.;2008.p.2158-2165.
McFaden, ER. (2005), Osteoartritis, In: Kasper, DL. Pauci, AS. Longo, DL. Draunwald, E. Hauser,
SL. Jameson, JL. (eds), Harrison’s Principal of Medicine, 16th ed, Vol 2, McGraw-Hill,
Philladelphia, pp:1508-1515.
Soeroso S, Isbagio H, Kalim H, Broto R, PramudiyoR. Osteoartritis. In: Sudoyo A W, Setiyohadi
B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
IV. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.p. 1195-120.

Anda mungkin juga menyukai