Anda di halaman 1dari 55

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN TINGKAT

PENGETAHUAN PENDERITA HIPERTENSI TENTANG


UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN HIPERTENSI
PADA LANSIA DI DUSUN KRAMAT DESA
TULEHU KECAMATAN SALAHUTU

PROPOSAL

Oleh :

Sulistianti Rehawaren

NPM.1420117260

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MALUKU HUSADA
KAIRATU
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Lansia adalah periode organisme telah mencapai kemasakan dalam

ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan

waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada

yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia

(WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses

menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut

usia (Akhmadi, 2009 dalam menullang, 2019).

Lanjut usia (Lansia) adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia

tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak,

dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Lansia pada umumnya akan memiliki

tandatanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial dan

ekonomi (Mubarak dkk, 2009). Menurut Depkes RI (2005), secara alamiah,

proses penuaan mengakibatkan kemunduran kemampuan fisik dan mental.

Lansia umumnya mengalami gangguan organ tubuh dan penyakit kronis.

Penyakit kronis adalah penyakit yang membutuhkan waktu yang cukup lama,

tidak terjadi secara tibatiba atau spontan, dan biasanya tidak dapat disembuhkan

dengan sempurna (Adelman & Daly, 2004). Salah satu penyakit kronis adalah

hipertensi (Meiner, 2006). Hipertensi atau sering disebut dengan darah tinggi

adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang berlanjut
pada suatu kerusakan organ tubuh yang lebih berat dan dapat menyebabkan

komplikasi (Depkes RI, 2009 dalam Wibowo, 2015)

Penderita hipertensi setiap tahunnya terus mengalami peningkatan,.

Sebanyak 1 miliar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita

hipertensi. Diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1.6

miliar pada tahun 2025. Prevalensi hipertensi di seluruh dunia terus meningkat

begitu pula dengan kejadian komplikasi hipertensi. Hipertensi merupakan

penyakit degeneratif yang hampir diderita sekitar 25% penduduk dunia dewasa

(Adrogué & Madias, 2007). Data World Health Organization (WHO)

menunjukan dari 70% penderita hipertensi hanya 25% yang mendapat

pengobatan dan 12.5% yang diobati dengan baik (adequately treated cases).

Diperkirakan sampai tahun 2025 tingkat hipertensi akan bertambah 60% dan

akan mempengaruhi 1.56 milyar penduduk di seluruh dunia (Depkes RI, 2007).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan sebagian besar

kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis, yaitu 63.2% karena cakupan

tenaga kesehatan masih rendah yaitu 36.8% (Depkes RI, 2013).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dari hasil pengukuran

tekanan darah pada usia >18 tahun ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia

sebesar 25.8%. Hipertensi pada lansia di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

menduduki urutan ke-3 sebanyak 36,387 penderita pada tahun 2012. Provinsi

Maluku menduduki angka prevalensi kejadian sebanyak 4,6% .hal ini


menunjukan intervensi penurunan angka kejadian hipertensi masih di butuhkan

di Maluku.(kementerian kesehatan RI, 2018)

Berdasarkan catatan data penyakit Puskesmas Tulehu kecamatan salahutu

jumlah penderita hipertensi di Desa Tulehu pada tahun 2021 bulan januari – mei

86 penderita. Dedangkan di dusun desa tulehu kramat penderita hipertensi pada

lansia sebanyak 21 penderita (Profil Puskesmas Tulehu, 2021)

Lansia cenderung mengalami hipertensi karena terjadi asterosklerosis dan

menjadi kaku, penurunan kemampuan kontraktilitas jantung, berkurangnya

elatisitas pembuluh darah, serta kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer

untuk oksigenasi. Hal inilah yang menyebabkan peningkatan resistensivaskuler

sehingga lansia cenderung lebih rentan mengalami hipertensi.

Beberapa faktor gaya hidup yang mempengaruhi lansia saat ini adalah

terjadi perubahan pola konsumsi makanan pada lansia, lansia cenderung memilih

makananmakanan yang berlemak tinggi, makanan yang asupan garam yang

tinggi. Kurangnya aktivitas fisik atau olahraga dapat menaikkan resiko hipertensi

karena bertambahnya lemak didalam tubuh. Kebiasaan merokok mempengaruhi

karena adanya nikotin didalam rokok yang merupakan salah satu zat beracun

yang bersifat adiktif. Stress yang sering kali dihubungkan dengan hipertensi. Hal

ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan lansia dalam pencegahan

kekambuhan hipertensi. Kurangnya pengetahuan penderita hipertensi membuat

lansia tidak menyadari akan bahaya hipertensi (Caroline & dewi, 2018).
Kekambuhan hipertensi adalah suatu keadaan yang dialami lansia dimana

timbulnya kembali gejala-gejala yang sama seperti sebelumnya (Andri, 2008).

Kekambuhan hipertensi terjadi kembali apabila dalam satu tahun tanpa minum

obat atau juga disebabkan beberapa hal yaitu lansia yang tidak menjalankan

perilaku hidup sehat seperti diet yang tepat, tidak kontrol secara teratur, tidak

melakukan olahraga secara teratur, merokok, alkohol dan kafein terutama pada

orang yang mempunyai hipertensi (Karoline & dewi, 2018).

Hipertensi pada lansia sebenarnya dapat dicegah dan dikontrol untuk

dapat mengurangi resiko kekambuhan dengan membudayakan perilaku hidup

sehat, mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan

nutrisi dengan unsur kaya serat, rendah lemak dan rendah natrium (kurang dari 6

gr natrium perhari), berolahraga secara teratur, istirahat yang cukup, berpikir

positif, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol. Namun kurangnya

pengetahuan masyarakat yang memadai tentang hipertensi dan pencegahannya

cenderung meningkatkan angka kejadian hipertensi.(Wibowo, 2015)

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu

aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan mempengaruhi sikap

seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan

menimbulkan sikap semakin positif terhadap objek tertentu. (Notoatmodjo,

2016).

Pengetahuan tentang hipertensi pada seseorang sangat penting dalam

mempengaruhi pola hidup ke arah yang lebih sehat. Apabila pengetahuan


seseorang baik maka perilakunya pun akan baik (Notoatmodjo, 2007).

Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi pasien hipertensi untuk dapat

mengatasi kekambuhan atau melakukan pencegahan agar tidak terjadi

komplikasi. (Coroline & Dewi, 2019)

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

pengetahuan seseorang adalah pendidikan. Pendidikan dapat berupa

penyuluhan, karena penyuluhan merupakan salah satu jenis layanan yang

merupakan bagian terpandu dari bimbingan. Penyuluhan adalah

hubungan timbal balik antara individu dengan orang lain yang

berusaha membantu untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri

dalam hubungan dengan masalah yang dihadapi pada waktu yang akan datang.

(Wibowo, 2015)

Manfaat utama dari pendidikan hipertensi adalah meningkatkan

pengetahuan sehingga penderita lebih waspada akibat yang akan di timbulkan

dari penyakit ini misalnya stroke, tekanan darah tak terkendali, gagal jantung dan

kerusakan ginjal. Sehingga dengan memberikan pengertian pada penderita

hipertensi di harapkan akan sadar akan pentingnya perawatan hipertensi

mengingat resiko dan bahaya hipertensi yang sangat menakutkan seperti gagal

ginjal yang akhirnya mengharuskan penderita mencuci darah seumur hidup atau

transplantasi ginjal, bila terjadi stroke maka kemungkinan besar akan

menyebabkan kecacatan.(Coroline & Dewi, 2018)


Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu keluarga penderita

hipertensi bahwa kekambuhan pada ibu mereka sering terjadi padahal mereka

sudah menghindari makanan yang mengandung unsur garam maupun minyak

tetapi masih saja serimg kambuh, ternyata setelah saya mewawancarai penderita

hipertensi, biasanya mereka mengonsumsi garam secara diam diam setiap kali

makan dan tidak hanya itu, penderita hipertensi menyatakan tidak bisa

mengendalikan emosi dan suka marah marah ketika ada sesuatu yang di lihat

kurang menyenangkan selain itu tidak terlepas dari stress memikirkan faktor

ekonomi yang sulit terpenuhi.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang, “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Tingkat

Pengetahuan Penderita Hipertensi Tentang Upaya Pencegahan Kekambuhan

Hipertensi Pada Lansia Di Dusun Kramat Desa Tulehu Kecamatan Salahutu”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Tingkat

Pengetahuan Penderita Hipertensi Tentang Upaya Pencegahan Kekambuhan

Hipertensi Pada Lansia Di Dusun Kramat Desa Tulehu Kecamatan Salahutu”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui apakah ada Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Tingkat

Pengetahuan Penderita Hipertensi Tentang Upaya Pencegahan


Kekambuhan Hipertensi Pada Lansia Di Dusun Kramat Desa Tulehu

Kecamatan Salahutu.?

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk

1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan Penderita Hipertensi Tentang

Upaya Pencegahan Kekambuhan Hipertensi Sebelum Diberikan

pendidikan kesehatan Pada Lansia Di Dusun Kramat Desa Tulehu

Kecamatan Salahutu.

2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan Penderita Hipertensi Tentang

Upaya Pencegahan Kekambuhan Hipertensi Sesudah Diberikan

pendidikan kesehatan Pada Lansia Di Dusun Kramat Desa Tulehu

Kecamatan Salahutu.

3. Menganalisis Pengaruh Tingkat Pengetahuan Penderita Hipertensi

Tentang Upaya Pencegahan Kekambuhan Hipertensi sebelum dan

sesudah di berikan pendidikan kesehatan Pada Lansia Di Dusun

Kramat Desa Tulehu Kecamatan Salahutu.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

1. Sebagai bahan masukan bagi peniliti lebih Pengaruh Pendidikan

Kesehatan Dengan Tingkat Pengetahuan Penderita Hipertensi

Tentang Upaya Pencegahan Kekambuhan Hipertensi Pada Lansia


yang mengarah pada sub variabel yang lain dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi Kesehatan.

2. Merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam rangka

menambah wawasan dan pengalaman dalam bidang penelitian.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Dengan penelitian ini di harapkan dapat memberikan pengetahuan

kepada para semua penderita hipertensi pentingnya menghindari hal

hal yang dapat memicu kekambuhan hipertensi

2. Dengan penelitian ini di harapkan dapat meningkatkan kesadaran

akan pentingnya hidup sehat

3. Dengan penelitian ini di harapkan semua penderita lansia

mengaplikasikan pengetahuan tentang pencegahan hipertensi pada

kehidupannya sehari hari agar angka kejadian hipertensi mulai

menurun.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hipertensi

2.1.1 definisi hipertensi

Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang

menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas normal sistolik ≥ 140 mmHg

dan diastolik ≥ 90 mmHg (Kowalski, 2010 Dalam Caroline, 2018).

Berdasarkan JNC VII, seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan

sistolik nya melebihi 140 mmHg dan atau diastoliknya melebihi 90 mmHg

berdasarkan rerata dua atau tiga kali kunjungan yang cermat sewaktu

duduk dalam satu atau dua kali kunjungan.(Krisnanda, 2017)

Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Umumnya

tekanan darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur.

Risiko untuk menderita hipertensi pada populasi ≥ 55 tahun yang tadinya

tekanan darahnya normal adalah 90%.(Manullang, 2019)

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh

darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung
bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen

dan nutrisi tubuh. (Kemenkes RI, 2013 Dalam Damayanti & Muazir,2018).

2.1.2 Etiologi

Menurut Smeltzer (2013), berdasarkan penyebab terjadinya,

hipertensi terbagi atas dua bagian, yaitu :

a. Hipertensi Primer (Esensial) Jenis hipertensi primer sering terjadi

pada populasi dewasa antara 90% -95%. Hipertensi primer, tidak

memiliki penyebab klinis yang dapat diidentifikasi, dan juga

kemungkinan kondisi ini bersifat multifaktor (Smeltzer, 2013;

Lewis, Dirksen, Heitkemper,& Bucher, 2014). Hipertensi

primer tidak bisa disembuhkan, akan tetapi bisa dikontrol

dengan terapi yang tepat. Dalam hal ini, faktor genetik

mungkin berperan penting untuk pengembangan hipertensi primer

dan bentuk tekanan darah tinggi yang cenderung berkembang secara

bertahap selama bertahun-tahun. (Bell,Twiggs, & Olin, 2015 Dalam

Ardli, 2020)

b. Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder memiliki ciri

dengan peningkatan tekanan darah dan disertai penyebab yang

spesifik, seperti penyempitan arteri renalis, kehamilan, medikasi

tertentu, dan penyebab lainnya.Hipertensi sekunder juga bisa

bersifat menjadi akut, yang menandakan bahwa adanya


perubahan pada curah jantung (Ignatavicius, Workman, &

Rebar, 2017)

2.1.3 Manifestasi

Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga,

kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan

darah intrakranial. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat

hipertensi. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan

susunan saraf pusat. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal

dan filtrasi glomerulus. Edema dependen dan pembengkakan akibat

peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada

penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran

darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lainlain.

(Krisnanda, 2017).

2.1.4 Patofisiologi

Tekanan darah arteri sistemik merupakan hasil perkalian

total resistensi/tahanan perifer dengan curah jantung (cardiac output).

Hasil Cardiac Output didapatkan melalui perkalian antara stroke

volume (volume darah yang dipompa dari ventrikel jantung) dengan

hearth rate (denyut jantung). Sistem otonom dan sirkulasi hormonal

berfungsi untuk mempertahankan pengaturan tahanan perifer. Hipertensi

merupakan suatu abnormalitas dari kedua faktor tersebut yang


ditandai dengan adanya peningkatan curah jantung dan resistensi

perifer yang juga meningkat.(ardli, 2020)

2.1.5 Penatalaksanaan

Menurut krisnanda (2017) Penatalaksanaan hipertensi meliputi

modifikasi gaya hidup namun terapi antihipertensi dapat langsung dimulai

untuk hipertensi derajat 1 dengan penyerta dan hipertensi derajat 2.

Penggunaan antihipertensi harus tetap disertai dengan modifikasi gaya

hidup.

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:

1. Target tekanan darah <150/90, untuk individu dengan diabetes, gagal

ginjal, dan individu dengan usia > 60 tahun <140/90

2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler Selain pengobatan

hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta

lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus

dilaksanakan hingga mencaoai target terapi masing-masing kondisi.

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfakmakologis dan

farmakologis. Terpai nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua

pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan

mengendalikan faktor-faktor resiko penyakit penyerta lainnya.

Modifikasi gaya hidup berupa penurunan berat badan (target

indeks massa tubuh dalam batas normal untuk Asia-Pasifik yaitu 18,5-

22,9 kg/m2), kontrol diet berdasarkan DASH mencakup konsumsi


buah-buahan, sayur-sayuran, serta produk susu rendah lemak

jenuh/lemak total, penurunan asupan garam dimana konsumsi NaCl

yang disarankan adalah < 6 g/hari. Beberapa hal lain yang disarankan

adalah target aktivitas fisik minimal 30 menit/hari dilakukan paling

tidak 3 hari dalam seminggu serta pembatasan konsumsi alkohol.

Terapi farmakologi bertujuan untuk mengontrol tekanan darah hingga

mencapai tujuan terapi pengobatan. Berdasarkan JNC VIII pilihan

antihipertensi didasarkan pada ada atau tidaknya usia, ras, serta ada

atau tidaknya gagal ginjal kronik. Apabila terapi antihipertensi sudah

dimulai, pasien harus rutin kontrol dan mendapat pengaturan dosis

setiap bulan hingga target tekanan darah tercapai. Perlu dilakukan

pemantauan tekanan darah, LFG dan elektrolit.

Jenis obat antihipertensi:

1. Diuretik Obat-obatan jenis diuretic bekerja dengan mengeluarkan

cairan tubuh (lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh

berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih

ringan dan berefek pada turunnya tekanan darah. Contoh obat-

obatan ini adalah: Bendroflumethiazide, chlorthizlidone,

hydrochlorothiazide, dan indapamide.

2. ACE-Inhibitor Kerja obat golongan ini menghambat pembentukan

zat angiotensin II (zat yang dapat meningkatkan tekanan darah).

Efek samping yang sering timbul adalah batuk kering, pusing sakit
kepala dan lemas. Contoh obat yang tergolong jenis ini adalah

Catopril, enalapril, dan lisinopril.

3. Calsium channel blocker Golongan obat ini berkerja menurunkan

menurunkan daya pompa jantung dengan menghambat kontraksi

otot jantung (kontraktilitas). Contoh obat yang tergolong jenis obat

ini adalah amlodipine, diltiazem dan nitrendipine.

4. ARB Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat

angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya

daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk golongan ini

adalah eprosartan, candesartan, dan losartan. 5. Beta blocker

Mekanisme obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya

pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang

telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma

bronchial. Contoh obat yang tergolong ke dalam beta blocker

adalah atenolol, bisoprolol, dan beta metoprolol.(krisnanda, 2017)

2.1.6 Faktor Resiko Hipertensi

Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik,

umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat

dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.

a. Usia

Usia mempengaruhi faktor resiko terkena Hipertensi dengan

kejadian paling tinggi pada usia 30 – 40 th. Kejadian 2X lebih besar


pada orang kulit hitam, dengan 3X lebih besar pada laki-laki kulit

hitam, dan 5X lebih besar untuk wanita kulit hitam.

b. Jenis kelamin

Komplikasi hipertensi meningkat pada seseorang dengan jenis

kelamin laki-laki.

c. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga dengan hipertensi memberikan resiko terkena

hipertensi sebanyak 75%.

d. Obesitas

Meningkatnya berat badan pada masa anak-anak atau usia

pertengahan resiko hipertensi meningkat.

e. Serum lipid

Meningkatnya triglycerida atau kolesterol meninggi resiko dari

hipertensi.

f. Diet

Meningkatnya resiko dengan diet sodium tinggi, resiko meninggi

pada masyarakat industri dengan tinggi lemak, diet tinggi kalori.

g. Merokok

Resiko terkena hipertensi dihubungkan dengan jumlah rokok dan

lamanya merokok. Terdapat penambahan kriteria, sebagai berikut :

1. Keturunan atau Gen


Kasus hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang

tuanya kepada anaknya.

2. Stres Pekerjaan

Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami

stress berhubungan dengan pekerjaan mereka. Stres dapat

meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang pendek, tetapi

kemungkinan bukan penyebab meningkatnya tekanan darah dalam

waktu yang panjang

3. Asupan Garam

Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan

darah. Terdapat bukti bahwa mereka yang memiliki

kecenderungan menderita hipertensi secara keturunan memiliki

kemampuan yang lebih rendah untuk mengeluarkan garam dari

tubuhnya

4. Aktivitas Fisik (Olahraga)

Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan

hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan

tekanan darah.

2.2 konsep lansia

2.2.1 Definisi lansia

Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia)


apabila usianya 65 tahun keatas (Setianto, 2004 dalam Efendi &

Makhfudli,

2009). Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari

suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh

untukberadaptasi dengan stress lingkungan (Pudjiastuti, 2003 dalam Efendi

& Makhfudli, 2009). Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan

seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress

fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan

untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Hawari, 2001

dalam Efendi & Makhfudli, 2009). Menurut Bab I Pasal 1 ayat (2) Undang

Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut, lansia

adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Umur 60 tahun

adalah usia permulaan tua.

2.2.2 klasisifikasi lansia

Berikut ini adalah klasifikasi lanjut usia dalam beberapa literature, yaitu:

1. MenurutWorld Health 0rganization WHO (dalam Nugroho, 2009),

klasifikasi lansia adalah usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun,

lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90 tahun, dan lansia

sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

2. Smith dan Smith (1999 dalam Tamher & Noorkasiani, 2009),

menggolongkan usia lanjut menjadi tiga, yaitu: young old (65-74

tahun); middle old (75-84 tahun); dan old old (lebih dari 85 tahun).
3. Setyonegoro (1984 dalam Tamher & Noorkasiani, 2009),

mengggolongkan bahwa yang disebut usia lanjut (geriatric age) adalah

orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Selanjutnya terbagi ke dalam

usia 70-75 tahun (young old); 75-80 tahun (old; dan lebih dari 80 tahun

(veryold). (Depkes RI, 2003).

2.2.3 Kondisi Dan Permasalahan Lansia

Saat ini, di seluruh dunia, jumlah lansia diperkirakan lebih dari 629

juta jiwa (satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), dan pada tahun

2025, lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar (Nugroho, 2008).

Pada tahun 2000 jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar

7,28% dan pada tahun 2020 menjadi sebesar 11,34% (BPS,1992 dalam

Maryam, et.al., 2008). Bahkan data Biro Sensus Amerika Serikat

memperkirakan Indonesia akan mengalami pertambahan warga lanjut usia

terbesar di seluruh dunia pada tahun 1990-2025, yaitu sebesar 41,4%

(Kinsella dan Taeuber, 1993 dalam Maryam, et.al., 2008).

Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2013),

pada tahun 2010 proyeksi proporsi penduduk umur lebih dari 60 tahun di

Sumatera

Utara adalah 5,89% , pada tahun 2020 adalah 8,29% dan pada tahun 2035

adalah 13,22%. Terjadi peningkatan penduduk lansia setiap tahunnya. Dalam

perjalanan hidup manusia, proses menua merupakan hal yang wajar dan

terus-menerus dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur panjang.


Menurut Darmojo dan Martono (1994 dalam Nugroho, 2008)

mengatakan bahwa “menua” (menjadi tua) adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

diri/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya

sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan

memperbaiki kerusakan yang diderita. Dampak perubahan epidemiologis,

penyakit pada lanjut usia cenderung ke arah degeneratif. Lima sebab utama

kematian di antara para lansia adalah penyakit kardiovaskuler, penyakit

kanker, penyakit serebrovaskuler, penyakit pneumonia/influenza, dan

penyakit Chronic Obstrutive Pulmonary Diseas (COPD). Namun, penyakit

yang paling mahal adalah golongan penyakit yang menyebabkan kecacatan

namun tidak sampai meninggal.

2.2.4 Kekambuhan hipertensi pada lansia

Kekambuhan adalah peristiwa timbulnya kembali gejala-gejala sebelumnya

sesudah memperoleh kemajuan (stuart, 2001).

2.2.5 upaya pencegahan kekambuhan

a. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial yaitu usaha pencegahan predisposisi terhadap

hipertensi, belum terlihat adanya faktor yang menjadi risiko hipertensi,

contoh adanya peraturan pemerintah membuat peringatan pada rokok,

dengan melakukan senam kesegaran jasmani untuk menghindari

terjadinya hipertensi.
b. Pencegahan Primer Pencegahan primer yaitu upaya awal pencegahan

sebelum seseorang menderita hipertensi, dimana dilakukan penyuluhan

faktor-faktor risiko hipertensi terutama pada kelompok risiko tinggi.

Tujuan pencegahan primer adalah untuk mengurangi insidensi

penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan

faktor-faktor risikonya.

Upaya-upaya yang dilakukan dalam pencegahan primer terhadap

hipertensi antara lain:

1. Pola Makan yang Baik

a. Mengurangi asupan garam dan lemak tinggi Terlalu banyak

mengonsumsi garam dapat meningkatkan tekanan darah hingga

ke tingkat yang membahayakan. Panduan terkini dari British

Hypertension Society menganjurkan asupan natrium dibatasi

sampai kurang dari 2,4 gram sehari. Jumlah tersebut setara

dengan 6 gram garam, yaitu sekitar 1 sendok teh per hari.

Penting untuk diingat bahwa banyak natrium (sodium)

tersembunyi dalam makanan, terutama makanan yang

diproses.Mengurangi asupan garam <100 mmol/hari (2,4 gram

natrium atau 6 gram garam) bisa menurunkan TDS 2-8

mmHg.39 Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya

atherosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah.

Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam


makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan

konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari

minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber

dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.Mengurangi

diet lemak dapat menurunkan tekanan darah TDS/TDD 6/3

mmHg.

b. Meningkatkan konsumsi sayur dan buah

Jenis makanan ini sangat baik untuk melawan penyakit

hipertensi. Dengan mengonsumsi sayur dan buah secara teratur

dapat menurunkan risiko kematian akibat hipertensi, stroke,

dan penyakit jantung koroner, menurunkan tekanan darah, dan

mencegah kanker. Sayur dan buah mengandung zat kimia

tanaman (phytochemical) yang penting seperti flavonoids,

sterol, dan phenol.

Mengonsumsi sayur dan buah dengan teratur dapat

menurunkan tekanan darah TDS/TDD 3/1 mmHg. sayur dan

buah dengan teratur dapat menurunkan tekanan darah

TDS/TDD 3/1 mmHg.

2. Perubahan Gaya Hidup

a. Olahraga teratur

Olahraga sebaiknya dilakukan teratur danbersifat aerobik,

karena kedua sifatinilah yang dapatmenurunkan tekanan


darah.Olahraga aerobik maksudnya olahragayang dilakukan

secara terus-menerus dimana kebutuhan oksigen masih dapat

dipenuhi tubuh,misalnyajogging, senam, renang,dan bersepeda.

Aktivitasfisik adalah setiap gerakan tubuhyang meningkatkan

pengeluaran tenaga dan energi(pembakaran

kalori).Aktivitasfisik sebaiknya dilakukan sekurangkurangnya

30menit perhari denganbaik dan benar. Salahsatu manfaat dari

aktivitasfisik yaitu menjaga tekanan darah tetap stabil

dalambatas normal.

b. Menghentikan rokok

Tembakau mengandung nikotin yang memperkuat kerja

jantung dan menciutkan arteri kecil hingga sirkulasi darah

berkurang dan tekanan darah meningkat. Berhenti merokok

merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk

mencegah penyakit kardiovaskular pada penderita hipertensi.

c. Membatasi konsumsi alkohol

Konsumsi alkohol dalam jumlah sedang sebagai bagian dari

pola makan yang sehat dan bervariasi tidak merusak kesehatan.

Namun demikian, minum alkohol secara berlebihan telah

dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah. Pesta minuman

keras (binge drinking) sangat berbahaya bagi kesehatan karena

alkohol berkaitan dengan stroke. Wanita sebaiknya membatasi


konsumsi alkohol tidak lebih dari 14 unit per minggu dan laki-

laki tidak melebihi 21 unit perminggu.Menghindari konsumsi

alkohol bisa menurunkan TDS 2-4 mmHg.

3. Mengurangi Kelebihan Berat Badan

Di antara semua faktor risiko yang dapat dikendalikan, berat badan

adalah salah satu yang paling erat kaitannya dengan hipertensi.

Dibandingkan dengan yang kurus, orang yang gemuk lebih besar

peluangnya mengalami hipertensi. Penurunan berat badan pada

penderita hipertensi dapat dilakukan melalui perubahan pola

makan dan olahraga secara teratur.Menurunkan berat badan bisa

menurunkan TDS 5-20 mmHg per 10 kg penurunan BB.

c. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan hipertensi yang sudah

pernah terjadi untuk berulang atau menjadi berat. Pencegahan ini

ditujukan untuk mengobati para penderita dan mengurangi akibat-

akibat yang lebih serius dari pentakit, yaitu melalui diagnosis dini dan

pemberian pengobatan dalam pencegahan ini dilakukan pemeriksaan

tekanan darah secara teratur dan juga kepatuhan berobat bagi orang

yang sudah pernah menderita hipertensi.

1. Diagnosis Hipertensi
Data yang diperlukan untuk diagnosis diperoleh dengan cara

anamnesis,pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan

pemeriksaan penunjang.Peninggian tekanan darah kadang sering

merupakan satu-satunya tanda klinishipertensi sehingga diperlukan

pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagaifaktor bisa

mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat,

dantempat pengukuran. Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat

hipertensi dan lama menderitanya, riwayat dan gejala-gejala

penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, penyakit

serebrovaskuler dan lainnya, apakah terdapat riwayatpenyakit dalam

keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit

hipertensi,perubahan aktivitas atau kebiasaan (seperti merokok,

konsumsi makanan, riwayat danfaktor psikososial lingkungan

keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaanfisik

dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan

jarak dua menit,kemudian diperiksa ulang dengan kontrolatera.

2. Penatalaksanaan Hipertensi

a. Penatalaksanaan Nonfarmakologis

Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal

sebelumpenambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu

diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi obat. Pada

pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatannonfarmakologis


ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada

sebagianpenderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup

merupakan hal yang pentingdiperhatikan, karena berperan dalam

keberhasilan penanganan hipertensi. Pendekatan

nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:

1. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan atherosklerosis

2. Olahraga dan aktivitas fisik

3. Perubahan pola makan

a. Mengurangi asupan garam

b. Diet rendah lemak jenuh

c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan, dan susu

rendah lemak

d.Menghilangkan stres.

b. Penatalaksanaan Farmakologis

Selain cara pengobatan nonfarmakologis, penatalaksanaan

utama hipertensi primer adalah dengan obat. Keputusan untuk

mulai memberikan obat antihipertensiberdasarkan beberapa

faktor seperti derajat peninggian tekanan darah,

terdapatnyakerusakan organ target, dan terdapatnya manifestasi

klinis penyakit kardiovaskuleratau faktor risiko lain. Terapi

dengan pemberian obat antihipertensi terbukti


dapatmenurunkan sistol dan mencegah terjadinya stroke pada

pasien usia 70 tahun ataulebih.

d. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi yang

lebih berat atau kematian. Upaya yang dilakukan pada pencegahan tersier

ini yaitumenurunkan tekanan darah sampai batas yang aman dan

mengobati penyakit yang dapat memperberat hipertensi. Pencegahan

tersier dapat dilakukan dengan follow uppenderita hipertensi yang

mendapat terapi dan rehabilitasi. Follow up ditujukan untukmenentukan

kemungkinan dilakukannya pengurangan atau penambahan dosis obat.

2.3 Konsep Pengetahuan

2.3.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah pemahaman teoritis dan praktis (know-how) yang

dimiliki oleh manusia. Pengetahuan yang dimiliki seseorang sangat penting

bagi intelegensia orang tersebut. Pengetahuan dapat disimpan dalam buku,

teknologi, praktik, dan tradisi. Pengetahuan yang disimpan tersebut dapat

mengalami transformasi jika digunakan sebagaimana mestinya.

Pengetahuan berperanpenting terhadap kehidupan dan perkembangan

individu, masyarakat, atau organisasi (Basuki, 2017 dalam Caroline, 2018).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi


melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2014 dalam Putri 2018).

2.3.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo dalam Putri, 2018 Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (overt behaviour). Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif

mempunyai enam tingkatan yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,

tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat

mengintrepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap obyek atas materi dapat mnejelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek

yang dipelajari.

c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguanaan

hukum-hukum, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau

yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu bentuk kemampuan

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justfikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan

seseorang. Menurut Fitriani dalam Yuliana (2017), berpendapat bahwa

faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan

keperibadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang

berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah orang

tersebut untuk menerima informasi. Pendidikan tinggi seseorang akan

mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun media massa.

Semakin banyak informasi yang masuk, semakin banyak pula

pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.

Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan

formal, akan tetapi dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek

yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan

sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek

positifdari objek yang diketahui akan menumbuhkan sikap positif

terhadap objek tersebut.

2) Media Massa/informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non

formal dapat memberikan pengetahuan jangka pendek


(immediateimpact), sehingga menghasilkan perubahan dan

peningkatan pengetahuan. Kemajuan teknologi menyediakan

bermacam-macam med ia massa yang dapat mempengaruhi

pengetahuan masyarakat tentang informasi baru. Sarana komunikasi

seperti televisi, radio, suratkabar, majalah, penyuluhan, dan lain-lain

pempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan

kepercayaan orang.

3) Sosial Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan itu baik atau tidak. Status

ekonomiseseorang juga akan menentukan ketersediaan fasilitas yang

diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status social ekonomi

akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

4) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu baik

lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan

berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu

yang berada pada lingkungan tersebut. Hal tersebut terjadi karena

adanya interaksi timbal balik yang akan direspon sebagai pengetahuan.

5) Pengalaman

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman pribadi ataupun


pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.

6) Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Bertambahnya usia akan semakin berkembang pola pikir dan daya

tangkap seseorang sehingga pengetahuan yang diperoleh akan semakin

banyak.

2.3.4 Jenis-Jenis Pengetahuan

Menurut Nura Puri (2018) pada umumnya pengetahuan dibagi menjadi

beberapa jenis diantaranya :

a. Pengetahuan Langsung (immediate)

Pengetahuan immediate adalah pengetahuan langsung yang

hadir dalam jiwa tanpa melalui proses penafsiran dan pikiran.

b. Pengetahuan Tak Langsung (mediated)

Pengetahuan mediated adalah hasil dari pengaruh interprestasi

dan proses berpikir serta pengalaman-pengalaman yang lalu.

c. Pengetahuan Indrawi (perceptual)

Pengetahuan indrawi adalah sesuatu yang dicapai dan diraih

melalui indra-indra lahiriah.

2.3.5 Pengukuran Pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

angket yang menayakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang diketahui

disesuaikan dengan tingkat-tingkat kawasan kognitif (Notoatmodjo 2014).

Menurut Arikunto dalam Sanifah, 2017 pengukuran pengetahuan

dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang

isi materi yang akan di ukur dari subjek atau responden ke dalam

pengetahuanyang ingin diukur dan disesuaikan dengan tingkatannya,

adapun jenis pertanyaan yang dapat digunakan untuk pengukuran

pengetahuan secara umum di bagi menjadi 2 jenis yaitu:

a. Pertanyaan subjektif

Penggunaan pertanyaan subjektif dengan jenis pernyataan esay

digunkan dengan penilaian yang melibatkan faktor subjektif dari

penilai, sehingga hasil nilai akan berbeda dari setiap penilai dari waktu ke

waktu.

b. Pertanyaan objektif

Jenis pertanyaan objektif seperti pilihan ganda (multiple choise),

betul salah dan pertanyaan menjodohkan dapat di nilai secara pas

oleh penilai.

2.3.6 Kriteria Pengetahuan

Menurut Arikunto dalam Putri 2018, pengukuran tingkat pengetahuan dapat

dikategorikan menjadi 3 yaitu sebagai berikut:


1) Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab 76-100% dengan

benar dari total jawaban pertanyaan.

2) Pengetahuan cukup bila responden dapat menjawab 56-75% dengan

benar dari total jawaban pertanyaan.

3) Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab <56% dari total

jawaban pertanyaan

2.4 Konsep pendidikan kesehatan

2.4.1 Definisi pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar ada individu,

kelompok atau masyarakat dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak

mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi mandiri.

Sehingga pendidikan kesehatan merupakan suatu usaha atau kegiatan

untuk membantu individu, kelompok dan masyarakat dalam

meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap maupun

ketrampilan agar tercapai hidup sehat secara optimal ( Nasution, 2004

dalam Nurfauzi, 2018).

Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang

dianmis, dimana perubahan tersebut bukan sekadar proses transfer

materi atau teori dar seseorang ke orang lain dan bukan pula

seperangkat prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut tejadi akibat

adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok, dan masyarakat

itu sendiri (Siregar, 2015).


Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep

pendidikan di dalam bidang kesehatan. Menurut Committee President

on Health Education(1997), yang dikutip Soekidjo Notoadmojo,

pendidikan kesehatan adalah proses yang menjembatani kesenjangan

antara informasi kesehatan dan praktek kesehatan (Siregar, 2015).

2.4.2 Tujuan dan manfaat pendidikan kesehatan

Tujuan dan manfaat pendidikan kesehatan secara umum yaitu untuk

mengubah perilaku individu atau masyarakat dalam bidang Pengaruh

Pendidikan kesehatan. Selain hal tersebut, tujuan dan manfaat

pendidikan kesehatan ialah:

a. Menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat.

b. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok

mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.

c. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana

pelayanan kesehatan yang ada.

d. Agar penderita (masyarakat) memiliki tanggung jawab yang lebih

besar pada kesehatan (dirinya).

e. Agar orang melakukan langkah-langkah positif dalam mencegah

terjadinya sakit, mencegah berkembangnya sakit menjadi parah

dan mencegah penyakit menular.


f. Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat bagi pribadi,

keluarga dan masyarakat umum sehingga dapat memberikan

dampak yang bermakna terhadap derajat kesehatan masyarakat.

Meningkatkan pengertian terhadap pencegahan dan pengobatan

terhadap berbagai penyakit yang disebabkan oleh perubahan gaya

hidup dan perilaku sehat sehingga angka kesakitan terhadap

pnyakit tersebut berkurang (Notoatmodjo, 2007)

2.4.3 Sasaran pendidikan kesehatan

Sasaran pendidikan kesehatan Menurut Notoatmodjo (2003) dalam

nurfauzi (2018) sasaran pendidikan kesehatan dibagi dalam 3 (tiga)

kelompok, yaitu :

a. Sasaran primer (Primary Target) Masyarakat pada umumnya menjadi

sasaran langsung segala upaya pendidikan atau promosi kesehatan.

Sesuai dengan permasalahan kesehatan, maka sasaran ini dapat

dikelompokkan menjadi, kepala keluarga untuk masalah kesehatan

umum, ibu hamil dan menyusui untuk masalah KIA (Kesehatan Ibu

dan Anak), anak sekolah untuk kesehatan remaja, dan juga

sebagainya.

b. Sasaran sekunder (Secondary Target) Yang termasuk dalam sasaran

ini adalah para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan

sebagainya. Disebut sasaran sekunder, karena dengan memberikan

pendidikan kesehatan kepada kelompok ini diharapkan untuk nantinya


kelompok ini akan memberikan pendidikan kesehatan kepada

masyarakat di sekitarnya.

c. Sasaran tersier (Tertiary Target) Para pembuat keputusan atau

penentu kebijakan baik di tingkat pusat, maupun daerah. Dengan

kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan oleh kelompok

ini akan mempunyai dampak langsung terhadap perilaku tokoh

masyarakat dan kepada masyarakat umum.

2.4.4 Ruang lingkup pendidikan kesehatan

a. Dimensi Sasaran

Berdasarkan dimensi sasarannya, pendidikan kesehatan dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu

2. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok

3. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat

b. Dimensi tempat pelaksanaan

Pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat,

dengan sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya:

1. Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan disekolah dengan

sasaran murid.

2. Pendidikan kesehatan di rumah sakit, dilakukan di rumah sakit

dengan sasaran pasien atau keluarga pasien.

3. Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja,


c. Tingkat pelayan pendidikan kesehatan

1. Promosi kesehatan (Health Promotion).

2. Perlindungan khusus (Specific Protection).

3. Diagnosa dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and

Prompt Treatment).

4. Pembatasan cacat (Disability Limitation).

5. Rehabilitasi (Rehabilitation). (Mubarak, 2006 dalm nurfauzi,

2018).

d. Media atau Alat Bantu Pembelajaran Dalam Pendidikan Kesehatan

Alat bantu pembelajaran adalah alat-alat yang digunakan oleh

pendidik dalam menyampaikan bahan pengajaran dan biasanya

dengan menggunakan alat peraga pengajaran. Alat peraga pada

dasarnya dapat membantu sasaran pendidik untuk menerima

pelajaran dengan menggunakan panca inderanya. Semakin banyak

indera yang digunakan dalam menerima pelajaran semakin baik

penerimaan pelajaran (Satria, 2017).

Macam-macam media atau alat bantu tersebut adalah sebagai berikut:

a. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja atau

media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman

suara.
b. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak

mengandung unsur suara, seperti film slide, foto, transparansi,

Pengaruh Pendidikan Kesehatan lukisan, gambar, dan berbagai

bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis.

c. Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung

unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat,

misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara.

Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik.

d. Media atau alat bantu berdasarkan pembuatannya

1. Alat bantu elektronik yang rumit, contohnya: film, film slide,

transparansi. Jenis media ini memerlukan alat proyeksi khusus

seperti film projector, slide projector, operhead projector (OHP).

2. Alat bantu sederhana, contohnya: leaflet, model buku bergambar,

benda-benda nyata (sayuran, buah-buahan), papan tulis, film chart,

poster, boneka, phanthom, spanduk. Ciri-ciri alat bantu sederhana

adalah mudah dibuat, mudah memperoleh bahan-bahan, ditulis atau

digambar dengan sederhana, memenuhi kebutuhan pengajar, mudah

dimengerti serta tidak menimbulkan salah persepsi (Sanjaya, 2008

dalam Rosyimida, 2018).

2.4 keaslian penelitian

No Nama Peneliti Judul Penelitian Desain Sampel Hasil


1 Manullanang, Hubungan Tingkat Metode penelitian jumlah sampel Hasil pengolahan data

2019. Pengetahuan ini adalah deskriptif sebanyak 43 menggunakan uji chi Square

Tentang Hipertensi bersifat analitik orang penderita didapatkan bahwa ada

Dengan Sikap dengan rancangan hipertensi hubungan yang bermakna

Dalam Pencegahan cross sectional antara tingkat pengetahuan

Komplikasi responden dengan sikap dalam

Hipertensi Di pencegahan komplikasi

Ruang Poli responden di Poliklinik

Penyakit Dalam Penyakit Dalam RSUP H

Rsup H Adam Adam Malik Medan nilai p =

Malik Medan Tahun 0,00 artinya p < 0,05.

2019
2 Koroline, Hubungan Metode penelitian Sampel Dari hasil uji statistik yang

2018 Pengetahuan ini adalah deskriptif diperoleh dilakukan dengan

Tentang Hipertensi korelasi dengan sebanyak 58 menggunakan Chi Square

Dengan Perilaku pendekatan cross orang didapatkan p value 0,001

Pencegahan sectional. dengan alpha 0,05 jadi p value

Kekambuhan < alpha, sehingga disimpulkan

Hipertensi Pada bahwa ada hubungan

Lansia pengetahuan tentang hipertensi

dengan perilaku pencegahan

kekambuhan hipertensi pada

lansia
3 Damayanti & Faktor-faktor yang Metode Penelitian sampelnya Hasil analisis bivariat

Muazir, 2018 mempengaruhi ini adalah deskriptif berjumlah 67 menunjukan adanya hubungan

perilaku dengan pendekatan orang antara persepsi sakit (p-

penatalaksanaan desain penelitian value=0,001) dan dukungan

Hipertensi oleh cross sectional, keluarga (p-value=0,015)

penderita di dengan perilaku

Wilayah Kerja penatalaksanaan hipertensi


Puskesmas oleh penderita, dan tidak

Sekernan Ilir adanya hubung-an antara akses

Kabupaten Muaro pelayanan kesehatan

Jambi Tahun 2018 (pvalue=0,605) dengan

perilaku penata-laksanaan

hipertensi oleh penderita.

Perawat memiliki peran dalam

mengubah perilaku sakit

penderita hipertensi

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam perangkat ini mengacu pada teori yang dibahas dalam

tinjauan pustaka, variabel dependent (terikat) tingkat pengetahuan tentang upaya


pencegahan dermatitis sedangkan variable independen (bebas) yaitu: healt

education. Kerangka konsep sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variable Independen Variable Dependen

Tingkat pengetahuan
Pendidikan tentang upaya
kesehatan pencegahan
kekambuhan hipertensi

Keterangan:

: variabel yang di teliti

: garis pengaruh

3.2 Hipotesis Penelitian

Dari gambar kerangka konsep diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah:

Ha : Tidak Ada Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Tingkat Pengetahua

Penderita Hipertensi Tentang Upaya Pencegahan Kekambuhan Hipertensi

Pada Lansia Di Dusun Kramat Desa Tulehu Kecamatan Salahutu.

Ho : Ada Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Tingkat Pengetahua

Penderita Hipertensi Tentang Upaya Pencegahan Kekambuhan Hipertensi

Pada Lansia Di Dusun Kramat Desa Tulehu Kecamatan Salahutu.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain

pre experimental designs yang bertujuan untuk mengidentifikasi pendidikan


kesehatan terhadap tingkat pengetahuan penderita hipertensi tentang upaya

pencegahan kekambuhan hipertensi pada lansia dengan metode one group pre

test-post test design metode ini menggunakan satu kelompok yang menjadi

subjek penelitian dengan observasi sebelum dan sesudah dilakukan

pendidikan kesehatan Hal ini dilakukan agar hasil lebih akurat karena dapat

membandingkan antara sebelum dilakukan tindakan dan sesudah dilakukan

tindakan.

4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini akan di laksanakan di dusun kramat desa tulehu

kecamatan salahutu.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus Tahun 2021

4.3 Populasi, Sampel, dan Sampling

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia penderita hipertensi

Sebanyak 21 responden.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang di miliki oleh populasi. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitan ini adalah total


sampling. Yaitu semua lansia yang memiliki riwayat hipertensi

sebanyak 21responden.

4.3.3 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk

dapat mewakili populasi (Nursalam, 2014). teknik sampling yang

digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel Independen(Variabel Bebas)

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.

variabel independen yaitu pendidikan kesehatan

4.4.2 Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel dependen merupakan variabel yang di pengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas, yang menjadi variabel

dependen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan tentang upaya

pencegahan pencegahan kekambuhan hipertensi

2.1 Definisi Operasional

No Variable Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur skala

1. Pendidikan suatu kegiatan atau Lieflat - interval


usaha menyampaikan
kesehatan
informasi kesehatan

kepada masyarakat,

kelompok atau individu.

Dengan harapan bahwa

dengan adanya

informasi tersebut, maka

masyarakat, kelompok

atau individu dapat

memperoleh

pengetahuan tentang

kesehatan yang lebih

baik
2. Tingkat merupakan tindakan koesioner 1.Pengetahuan interval
yang diambil untuk baik jika
pengetahuan
pengetahuan
mengetahui sesuatu.
tentang responden
Ketika seseorang telah
uapaya >75%
mengetahui atau
2.Pengetahuan
pencegahan mendapatkan informasi
cukup apabila
kekambuha mengenai sesuatu maka
skor
ia akan pengetahuan
n hipertensi
melaksanakannya responden 56-

74%

3.pengetahuan

kurang apabila

skor tingkat

pengetahuan

responden
<55%

4.6 instrumen penelitian

Instrument penelitian yang akan digunakan adalah leaflet dan kuensioner. Leaflet

adalah selembaran kertas yang berisi tulisan informasi dengan kalimat kalimat

yang singkat, padat dan jelas di sertai gambar, Kuensioner adalah suatu cara

pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya

banyak menyangkut kepentingan umum dan dilakukan dengan mengedarkan

suatu daftar pertayaan yang berupa formolir-formolir, di ajukan secara tertulis

kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan tanggapan, informasi, jawaban, dan

sebagainya (Notoajmojdo, 2012).

Kuensioner dalam penelitian ini yaitu kuensioner tingkat pengetahuan

tentang upaya pencegahan dermatitis kontak

1. Kuensioner bagian pertama berkaitan dengan karakteristik responden yang terdiri

dari: inisial, jenis kelamin, umur, dan pendidikan..

2. Bagian kedua lembar koesioner yang di bagikan kepada lansia yang menjadi

sampel di dusun kramat desa tulehu kecamatan salahutu untuk mengetahui

bagaimana tingkat pengetahuan tentang pencegahana kekambuhan hipertensi.

Jumlah soal dalam koesioner ini terdir dari 10 pertanyaan dalam bentuk pilihan
Ya dan Tidak. Penulis menetapkan kategori untuk soal butiran pertanyaan positif

dan negative dan nilai benar = 10, dan salah = 0

4.7 Prosedur Pengumpulan Data

4.7.1 Data Primer

Data primer diperoleh sendiri oleh peneliti dari hasil pengukuran,

pengamatan, survey dan lain-lain. Data tentang karakteristik responden

dengan menggunakan lembar kuesioner.

1. Mencari dan mengidentifikasi permasalahan dengan melihat fenomena

yang ada di sekitar.

2. Studi pendahuluan

Studi pendahuluan adalah tahap awal dalam metodologi penulisan.

Pada tahap ini dilakukan studi lapangan dengan mengambil data secara

langsung. Penulis membuat surat izin pengambilan data awal di institusi

pendidikan. Setelah mendapat surat izin pengambilan data awal, peneliti

menyerahkan surat tersebut ke puskesmas tulehu untuk mengambil data

awal.

3. Menyusun proposal penelitian

4. Mengurus perizinan penelitian dari institusi pendidikan ke instansi-

instansi terkait.

5. Menetukan subyek yang akan diteliti berdasarkan kriteria inklusi yang

sudah ditentukan.
6. Pelaksanaan penelitian, waktu penelitian pada Juli 2020 sampai selesai,

peneliti melakukan penelitian dengan mengunjungi lansia yang menjadi

responden di dusun kramat desa tulehu. Selanjutnya meminta

persetujuan dari responden dengan memberikan surat persetujuan

menjadi responden (informed consent).

7. Setelah mendapatkan persetujuan dilakukan wawancara secara

terstruktur dan memberikan kuesioner kepada responden berkaitan

dengan karakteristik responden.

8. Data yang telah dikumpulkan diolah secara komputerisasi dengan

menggunakan tahapan sebagai berikut: Pemeriksaan data (editing),

Pemberian kode (coding), Memasukan data (entry), Membersihkan data

(cleaning).

4.7.2 data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Puskemas Desa Tulehu

Kecamatan Salahutu Tahun 2020

4.8 Analisa Data

Analisa data di lakukan untuk menjawab hipotesis penelitian. Data yang

peroleh dari analisa dengan mengguanakan analisa statistik kuantitatif dengan

mengguanakan analisis univariat dan analisis bivariate. Adapun analisa yang di

gunakan sebagai berikut:


Data yang di kumpulkan sesuai ketentuan yang di tetapkan pengelola data

yang di lakukan secara komputerisasi dengan mengguanakan program

komputerisasi dengan mengguanakan:

Rumus untuk mendapatkan nilai medium: Nb x 10

Jp

Keterangan:

Nb: nilai benar

Jp: jumlah pertanyaan

4.8.1 Analis Univariat

Penelitian analisis univariat di lakukan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variable penelitian (Notoatmojo,

2012). Pada penelitian ini analisis data dengan metode statistik univariat

akan di gunakan untuk menganalis Variabel pendidikan kesehatan. Akan di

analisa dan akan di tampilkan dalam distribusi frekwensi.

4.8.2 Analisa Bivariat

Analisa yang dilakukan terhadap varibel yang diduga berpengaruh atau

berkorelasi (Notoadmodjo, 2010). Analisis bivariat dilakukan untuk

menganalisis variable dependen yaitu tingkat pengetahuan penderita

hipertensi tentang upaya pencegahan kekambuhan dengan menggunakan

uji paired t-test. Uji paired t-test adalah pengujian yang di gunakan untuk

membandingkan selisih dua mean dari dua sampel berpasangan dengan

asumsi data berdistribusi nol.sampel berpasangan berasal dari subjek yang


sama. dengan tingkat kesalahan 0,05 atau 5% menggunakan SPSS 16.0

untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pendidikan kesehatan dengan

tingkat pengetahuan penderita hipertensi tentang upaya pencegahan

kekambuhan hipertensi pada lansia yang berskala interval. Sebelum di

lakukan uji paired t-test harus di lakukan uji normalitas terlebih dahulu

untuk mengetahui distribusi data normal atau tidak jika hasil > 0,05 maka

di katakana normal, jika nilai sebaran normal maka dapat di gunakan uji

paired t-test tetapi jika nilai distribusi < 0,05 dapat menggunakan uji

alternatif lain yaitu uji Wilcoxon.

1.9 Etika Penelitian

Etika penelitian ini bertujuan untuk melindungi hak subyek antara lain

menjamin kerahasiaan identitas responden dan kemungkinan terjadinya ancaman

terhadap responden. Sebelum pelaksanaan penilitian pada responden akan di

berikan lembaran persetujuan tentang kesediaan responden menjadi partisipan.

Dalam penelitian ini terlebih dahulu isi lembaran tersebut, apabila responden

bersedia maka responden di persilahkan untuk menandatangi surat pernyataan

persetujuan tersebut. Penelitian ini memperhatikan masalah etika meliputi :

1. Informed consent (Lembar persetujuan)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang

memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian.

Bila subjek menolak maka peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan

tetap menghormati hak-hak subjek.


2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantum nama responden,

tetapi responden tersebut diberikan kode.

3. Confidentiality ( kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok

data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Ardli M Khoero. (2020). Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Pencegahaan


Hipertensi Pada Klien Dengan Riwayat Hipertensi Di Desa Dukuhturi.
Fakultas Ilmu Kesehatan.
Caroline & dewi. (2018) Hubungan Pengetahuan Tentang Hipertensi Dengan
Perilaku Pencegahan Kekambuhan Hipertensi Pada Lansia. Fakultas
Keperawatan Universitas Riau.
Depkes RI. (2013). Departemen kesehatan republik Indonesia. Profil kesehatan
republik indonesi: Jakarta 2013
Notoatmodjo Soekidjo. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Penerbit PT Rineka
Cipta. Jakarta.
Nursalam. Metode Penelitian Kesehatan, 2014 Diunduh Dari http://
metodologipenelitiannet. com. Diakses 8 Mei 2018

Rosyimida, 2018. Gambaran pendidikan kesehatan yang di lakukan perawat di


poliklinik rsup dr. kariadi semarang. Universitas muhamadiah semarang.

Sanifah L. J. 2018. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Keluarga tentang


Perawatan Activities Daily Living (ADL) pada Lansia. Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika
Jombang. 2018.
Putri Arini. Mumpuni.2018. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Perempuan
Obesitas Tentang Pencegahan Risiko Penyakit Akibat Obesitas di Desa
Slahung Wilayah kerja Puskesmas Slahung Ponorogo.Skripsi (S1) thesis.
Univesitas Muhammadiyah Ponorogo.

Siregar, 2015. Pengaruh health education terhadap kepatuhan perilaku hidup bersih
sehata (PHBS) warga. Jurnal aisyiyah medika di terbitkan oleh LPPM aisiyah
Palembang.
Puskesmas Tulehu. (2020). Data tahunan penyakit dalam Desa Tulehu Kecamatan
Salahutu Tahun 2021

Notoatmodjo Soekidjo. (2013). Ilmu pengetahuan dan perilaku. Jakarta: Penerbit PT


Rineka Cipta.
Notoatmodjo Soekidjo. (2007). Ilmu pengetahuan dan perilaku. Jakarta: Penerbit PT
Rineka Cipta.
Krisnanda yogi made, (2017) Hipertensi : Proposal penelitian Dalam Rangka
Menjalani Kepaniteraan Klinik Madya Di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rsup
Sanglah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Manullang. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi Dengan
Sikap Dalam Pencegahan Komplikasi Hipertensi Di Ruang Poli Penyakit
Dalam Rsup H Adam Malik Medan Tahun 2019.
Wibowo Heri Toto. (2015). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi
Terhadap Pengetahuan Pengendalian Hipertensi Pada Lansia Di Desa
Triwidadi Pajangan Bantul Yogyakarta.: Stikes Jenderal Achmad Yani
Yogyakarta.
Kemenkes RI, 2018. Riset Kesehatan Dasar. RISKESDAS. Jakarta, Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai